Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Sectio caesarea adalah tindakan operasi paling konservasif. Indikasi

tindakan operasi obsetric dipertimbangkan dengan melihat adanya indikasi

pada ibu, indikasi pada janin, indikasi profilaks dan indikasi vital ( Manuaba,

2010). Kelahiran dengan section caesarea merupakan prosedur pembedahan

kedua yang paling sering dilakukan yang mencakup 20 – 25% dari semua

kelahiran di Inggris dan 28% dari semua kelahiran di Amerika Serikat

(ErrolR.Norwitz, 2007).

Data BPS,statistic kesra danBKKBN diIndonesia menunjukan: penyebab

kematian ibu tahun 2007 meliputi, perdarahan 28%, preeklamsia 24%, infeksi

11%, komplikasi perperinium 8%, abortus partus macet /lama 5% dan lain-

lain 18% (Depkes RI, 2007).

Salah satu indikasi dilakukan tindakan Sectio Caesarea adalah

Preekalmpsia berat. Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu

komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri,

sebab terjadinya masih belum jelas. Syndrome preeclampsia dengan

hipertensi, oedema dan proteinuria sering tidak diperhatikan oleh wanita

bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam waktu yang singkat,jika tidak

dilakukan tindakan yang tepat untuk mencegah hal tersebut akan muncul

preeklampsia berat bahkan akan menjadi eklampsia. Gangguan hipertensi

dalam kehamilan menjadi penyebab tertinggi kedua mortalitas ibu, setelah

penyakit embolik, dan dijumpai dalam 12–12 % kehamilan. Hipertensi dalam

1
kehamilan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal.

Gangguan hipertensi dalam kehamilan dikelompokkan menjadi hipertensi

gestasional, preeklamsi, hipertensi kronis, dan preeklamsi kronis (Peter

Muller, 2011). Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai

proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asri Hidayat,

2009).

Perawatan pasien dengan Sectio Caesarea (SC) merupakan masalah yang

rawan karena banyaknya komplikasi yang didapatkan baik pada ibu dan janin

seperti aspirasi metabolisme pulmonary, infeksi pada luka, infeksi saluran

kemih, cedera bladder atau bowel dan komplikasi akibat anastesi diantaranya

adalah perubahan pola nafas, brakikardi maupun kelemahan fisik. Pada

pasien Post SC perawatan yang utama adalah balance cairan dan pemenuhan

kebutuhan dasar. Balance cairan harus selalu dimonitor karenapada pasien

post SC banyak kehilangan cairan darah sehingga intake dan output

diharapkan tetap seimbang untuk menghindari dehidrasi. Sedangkan

pemenuhan kebutuhan dasar sangat diperhatikan oleh perawat karena pada

pasien post SC masih dalam kondisi immobilisasi. Selain itu, pasien

dengan post SC juga mengalami nyeri akibat luka operasinya, oleh karena

itu peran perawat dalma hal ini sangat dibutuhkan. Peran perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan yakni dengan memberikan berbagai

terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yang

diberikan antara lain dengan memberikan obat analgesik sesuai dengan

jadwal secara interval selama masa kemungkinan terjadinya nyeri. Sedangkan

2
untuk terapi nonfarmakologis yang diberikan antara lain relaksasi,

distraksi/pengalihan, dan imajinasi terbimbing (Otto, 2007).

Aromaterapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang mengunakan

minyak essensial atau uap dalam pelaksanaannya berguna untuk

meningkatkan kesehatan fisik, dan menurunkan nyeri seseorang. Mekanisme

kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui

sistem sirkulasi tubuh. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya

ingat emosi seseorang. Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap

ke udara dan akan masuk ke rongga hidung melalui penghirupan sehingga

akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman (Koensoemardiyah, 2009).

Aromaterapi lavender dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan

kenyamanan pada pasien post SC dalam menangani efek dari tindakan operasi

yang dijalani pasien. Aromaterapi lavender berasal dari bagian bunga dan

kelopak bunga yang berkhasiat untuk mengharmoniskan, meredakan,

menyeimbangkan, menyegarkan, merilekskan, dan menenangkan. Minyak

lavender digunakan untuk membantu dan meringkankan otot pegal, gigitan,

sengatan, sebagai antiseptic, menyembuhkan insomnia, sakit kepala, dan

dapat digunakan secara langsung pada rasa sakit (Sharma, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 Oktober

2019 didapatkan jumlah data ibu hamil yang dilakukan OperasiSectio

Caesarea dengan indikasi preeklampsi berat (PEB) yaitu sebanyak 9 orang

dalam waktu 10 hari. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada

tanggal 16 oktober 2019, didapatkan bahwa 9 orang ibu yang sudah dilakukan

SC mengeluh nyeri pada luka bekas operasi.Berdasarkankeluhan yang

3
dirasakan pasien tersebut, maka kelompoktertarikuntukmelakukan asuhan

keperawatan padaibu postSC denganindikasi Preeklamsiaberat di Ruang

Rawat Inap Instalasi Kebidanan RSUPDr.M.Djamil Padang.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menerapkan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan pemberian

aromaterapi lavender terhadap nyeri post sc atas indikasi preeklampsia

berat (PEB) di Ruang Rawat Inap Instalasi Kebidanan RSUP Dr.M.

Djamil Padang

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian dengan komprehensif pada pasien dengan post

SC atas indikasi preeklampsi berat (PEB) di ruang rawat inap

instalansi kebidanan RSUP. DR. M. Djamil Padang.

b. Menegakkan dan menyusun prioritas diagnosa keperawatan pada

pasien dengan post SC atas indikasi preeklampsi berat (PEB) di ruang

rawat inap instalansi kebidanan RSUP. DR. M. Djamil Padang.

c. Membuat perencanaan keperawatan dan penerapan evidance based

nursing practice aromaterapi lavender pada pasien dengan post SC

atas indikasi preeklampsi berat (PEB) di ruang rawat inap instalansi

kebidanan RSUP. DR. M. Djamil Padang.

d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien post SC atas

indikasi preeklampsi berat (PEB) di ruang rawat inap instalansi

kebidanan RSUP. DR. M. Djamil Padang.

4
e. Melakukan evaluasi pencapaian kriteria hasil perencanaan pada pasien

dengan post SC atas indikasi preeklampsi berat (PEB) di ruang rawat

inap instalansi kebidanan RSUP. DR. M. Djamil Padang.

f. Melaksanakan dan mengevaluasi penerapan Evidence Base Nursing

Practice aromaterapi lavender untuk mengurangi nyeri pada pasien

dengan post SC atas indikasi preeklampsi berat (PEB) di ruang rawat

inap instalansi kebidanan RSUP. DR. M. Djamil Padang.

C. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi

kesehatan maupun mahasiswa dan sebagai informasi serta referensi

kepustakaan tentang asuhan keperawatan dan penerapan evidance based

nursing practice aromaterapi lavender pada pasien post SC atas indikasi

preeklampsi berat (PEB) di ruang rawat inap instalansi kebidanan RSUP.

DR. M. Djamil Padang.

2. Bagi Perawat

Dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang asuhan keperawatan

post SC atas indikasi preeklampsi berat (PEB) yang komprehensif

berbasis penerapan evidance based nursing (EBN).

5
BAB II

KONSEP TEORITIS

1. KONSEP DASAR

A. SECTIO CAESAREA (SC)

1) Definisi

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram

(Wiknjosastro, 2010). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin

dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Rustam

Mochtar, 2009). SC adalah persalinan melalui sayatan pada dinding

abdomen danuterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari1.000

gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (Manuaba, 2009).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea

adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin melalui insisi pada

dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan

melalui dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan

utuh dan sehat.

Operasi Sectio Caesarea mempunyai perjalanan sejarah yang

panjang dan menarik, sering dihubungkan dengan nama Julius Caesar.

Pada saat permulaan operasi Sectio Caesarea, luka operasinya tidak dijahit

sehingga mengakibatkan kematian yang disebabkan perdarahan dan

infeksi. Hal tersebut merupakan kejadian yang menakutkan karena

berisiko kematian. Maka dari itu, operasi hanya dilakukan jika persalinan

6
normal dapat membahayakan nyawa ibu dan janin. Namun dewasa ini,

Sectio Caesarea jauh lebih aman daripada dulu, berkat kemajuan dalam

antibiotika, transfusi darah, anastesi dan teknik operasi yang lebih

sempurna. Saat ini, ada kecenderungan melakukan operasi ini tanpa dasar

indikasi yang cukup kuat. Sectio Caesarea menjadi pertolongan persalinan

yang konservatif karena mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas

yang rendah (Manuaba, 2001).

Morbiditas maternal setelah menjalani tindakan Sectio Caesarea

masih 4-6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena ada

peningkatan resiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai

proses perawatan setelah pembedahan. Dari hasil penelitian Bensons dan

Pernolls (2005), angka kematian pada operasi Sectio Caesarea adalah 40 –

80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali

lebih besar dibanding persalinan normal. Untuk kasus infeksi mempunyai

angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan pervagina (majalah

Inspire Kids, 2009).

2) Indikasi

Menurut Wiknjosastro (2010) operasi Sectio Caesarea dilakukan

jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu

ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan

Sectio Caesarea, proses persalinan normal lama/ kegagalan proses

persalinan normal (Dystasia) indikasi tersebut antara lain :

7
a. Pada ibu

Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidak seimbangan antar ukuran kepala

dan panggul ), Disfungsi uterus, Distosia jaringan lunak, Plasenta previa,

His lemah / melemah, Rupture uteri mengancam, Primi muda atau tua,

Partus dengan komplikasi, Preeklampsi dan eklampsi, Problema plasenta.

b. Pada anak

Janin besar, Gawat janin, Janin dalam posisi sungsang atau melintang,

Fetal distress, Kalainan letak, Hydrocephalus.

3) Kontra Indikasi Sectio Caesarea

Pada umumnya sectio caesaria tidak dilakukan pada janin mati, syok,

anemi berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Wiknjosastro,

2006).

4) Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea

a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

 Sectio caesarea transperitonealis

SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus

uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira-kira 10 cm.

Kelebihan : Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak

mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan bisa

diperpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan : Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal

karena tidak ada reperitonealis yang baik, Untuk persalinan yang

8
berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan, SC ismika atau

profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim).

 SC ekstra peritonealis

yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian

tidak membuka cavum abdominal. Dilakukan dengan melakukan

sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical

transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah, Penutupan luka

dengan reperitonealisasi yang baik, Tumpang tindih dari peritoneal

flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga

peritoneum, Perdarahan tidak begitu banyak, Kemungkinan rupture

uteri spontan berkurang atau lebih kecil.

Kekurangan : Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah

sehingga dapat menyebabkan uteri pecah sehingga mengakibatkan

perdarahan banyak, adanya keluhan pada kandung kemih post

operasi tinggi.

 Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan

sebagai berikut(Mochtar, 2005) antara lain sayatan memanjang

(longitudinal), sayatan melintang (Transversal), sayatan huruf T (T

insicion).

9
5) Prognosis Operasi Sectio Caesarea

a. Pada Ibu

Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada

masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi,

anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini

sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan

fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah

kurang dari 2 per 1000.

b. Pada anak

Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan

sectio caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk

melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan

pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca

sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 % (Wiknjosastro, 2010).

6) Komplikasi Operasi Sectio Caesarea

Menurut Mochtar R (2005), Kemungkinan yang timbul setelah

dilakukan operasi ini antara lain :

a) Infeksi puerperal (Nifas), yaitu ringan, dengan suhu meningkat dalam

beberapa hari, sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan

dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat, peritonealis, sepsis dan

usus paralitik.

b) Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus

dan terbuka dan perdarahan pada plasenta bed.

10
c) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

peritonealisasi terlalu tinggi. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada

kehamilan berikutnya.

7) Dampak nyeri post SC pada ibu

Terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan karena nyeri, yaitu

mobilisasi fisik menjadi terbatas, terganggunya bonding attachment,

terbatasnya activity daily living (ADL), inisiasi menyusui dini tidak terpenuhi

dengan baik, berkurangnya nutrisi bayi karena ibu masih nyeri akibat SC.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan tentang dampak negatif dari

nyeri.

Pada peneliian yang dilakukan oleh Orun (2010) mengenai IMD pada

ibu post SC didapatkan hasil bahwa hanya terdapat 2,8% yang melakukan

IMD pada 30 menit pertama setelah persalinan, dan 18,9% satu jam setelah

persalinan. Dalam tifa jam pertama, frekuensi menyusui pada ibu melahirkan

bayi secara normal lebih tinggi dari pada ibu dengan persalinan SC. Hal ini

membuktikaan bahwa IMD tidak dapat dilakukan secara maksimal pada ibu

post SC. Seseorang yang memilih untuk melahirkan melalui SC mengalami

stres dan ansietas lebih tinggi dibanding dengan ibu memilih melahirkan

secara normal. Ibu yang menjalani efektif SC memiliki tingkat yang lebih

tinggi dari postpartum dengan depresi (32,68%) dibandingkan dengan mereka

yang menjalani persalinan normal (17,8%) (Kuo, Chen, Tzeng, 2014).

Semakin tinggi angka nyeri, semakin stres yang dialami. Ibu dengan nyeri

post SC juga mengalami penurunan kualitas tidur. Terdapat 139 responden

pada suatu penelitian, dengan hasil ibu post SC tidur rata-rata hanya 4 jam,

11
dan 34% diantaranya sering terjaga terutama dalam 1 minggu post SC (Kuo,

Chen & Tzeng, 2014).

Sebuah penelitian oleh Sousa et al dari Brazil (2009) tentang hubungan

antara nyeri post SC dengan terbatasnya aktifitas fisik didapatkan data

sebanyak 75% partisipan menyatakan bahwa nyeri berada disekitar insisi, dan

sebanyak 41,7% menyatakan berasal dari area insisi dan dari dalam eperut,

sebanyak 95% ketika berjalan dan 55% ketika melakukan personal hygine. Ibu

post SC juga mengalami nyeri ketika berkemih, menyusui, tidur, makan, dan

defekasi. Sebanyak 40% ibu mengalami kesulitan ketika menyusui karena

nyeri. Dari uraian hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa nyeri

mengganggu aktifitas fisik sehari-hari termasuk menyusui. Ketika menyusui

terganggu maka nutrisi bayi akan berkurang dan akan menyebabkan

terganggunya bonding attachment atau hubungan psikologiis antara ibu dan

bayi.

B. PREEKLAMPSIA BERAT (PEB)

1) DEFINISI

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang

dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta

Kedokteran edisi ke-3).

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang

ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

12
disertai dengan proteinuria (Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah

tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah

sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Sedangkan proteinuria

adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama dengan ≥1+

dipstick (Angsar, 2008).

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥

160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥

5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya

mengalami preeclampsia kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia

(Angsar, 2008). Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia ringan

dan preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan

dalam waktu yang relative singkat dapat berkembang menjadi

preeclampsia berat (Cunningham, et al, 2007).

2) ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.

Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori”

namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat

suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :

a. Spasmus arteriola

b. Retensi Na dan air

c. Koagulasi intravaskuler

d. Molahidatidosa

e. Diabetes melitus

13
f. Kehamilan ganda

g. Hidropfetalis

h. Obesitas

i. Umur yang lebih dari 35 tahun

Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer

penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai

gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi).

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab

preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak

dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya

tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan

preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering

kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Cunningham, et

al, 2007).

3) ANATOMI FISIOLOGI

Pada kehamilan terdapat perubahan pada seluruh tubuh wanita,

khususnya pada alat genetalia eksterna dan interna pada payudara

(mammae). Dalam hal ini hormon estrogen dan progesteron mempunyai

peranan penting (Saifuddin, 2002).

a Uterus

Berat uterus normal lebih kurang 30 gram. Pada akhir kehamilan

(40 minggu) berat uterus menjadi 1000 gram, dengan panjang lebih kurang

20 cm dan dinding lebih kurang 2,5 cm. Hubungan besarnya uterus dengan

tuanya usia kehamilan sangat penting diketahui, antara lain untuk

14
membuat diagnosis apakah tersebut hamil fisiologik, atau hamil ganda,

atau mengalami hamil molahidatidosa dan sebagainya. Pada kehamilan 28

minggu fundus uteri terletak kira-kira 3 jari di atas pusat atau sepertiga

jarak antara pusat ke prosesus xipoideus. Pada kehamilan 32 minggu

fundus uteri terletak antara setengah jarak pusat dan prosesus xipoideus.

Pada kehamilan 36 minggu fundus uteri terletak kira-kira 1 jari dibawah

prosesus xipoideus. Bila pertumbuhan janin normal maka tinggi fundus

uteri pada kehamilan 28 minggu sekurangnya 25 cm, pada 32 minggu 27

cm, pada 36 minggu 30 cm. Pada kehamilan 40 minggu fundus uteri turun

kembali dan terletak kira-kira 3 jari dibawah prosesus xipoideus

(Saifuddin, 2002).

Pada usia kehamilan 28 minggu fundus berada pada pertengahan

antara pusat dan xipoideus. Pada usia kehamilan 32-36 minggu fundus

mencapai prosesus xipoideus. Payudara penuh dan nyeri tak tertahan.

Sering kencing kembali terjadi. Sekitar usia kehamilan 38 minggu bayi

masuk dan turun kedalam panggul. Sakit punggung dan sering kencing

meningkat. Kontraksi Braxton Hicks meningkat (JHPIEGO Buku 2,

2003).

b Serviks Uteri

15
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena

hormon estrogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan

otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat, hanya 10%

jaringan otot. Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen.

Akibat kadar estrogen meningkat, dan dengan adanya hipervaaskularisasi

maka konstitensi serviks menjadi lunak. Kelenjar-kelenjar diserviks akan

berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-

kadang wanita yang sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan

pervaginam lebih banyak. Keadaan ini sampai batas tertentu masih

merupakan keadaan fisologik (Saifuddin, 2002).

c Mammae

Mammae akan membesar dan tegang akibat hormon

somatommatropin, estrogen dan progesteron, akan tetapi belum

mengeluarkan air susu. Estrogen menimbulkan hipertrofi sistem saluran,

sedangkan progesteron menambah sel-sel asinus pada mammae.

Somatomammotropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus dan

menimbulkan perubahan dalam sel-sel, sehingga terjadi pembuatan kasein,

laktalbumin dan laktoglobulin. Dengan demikian mammae dipersiapkan

untuk laktasi. Disamping itu, dibawah pengaruh progesteron dan

somatomammotropin, terbentuk lemak disekitar kelompok-kelompok

alveolus, sehingga mammae menjadi besar. Papilla mammae akan

membesar, lebih tegak, dan tampak lebih hitam (saifuddin, 2002).

Sampai bulan ketujuh payudara memproduksi sedikit kolostrum,

yaitu cairan kekuningan yang diminum bayi saat awal kehidupannya

16
(Baby Guide, 2005). Selama kehamilan, payudara bertambah besar, tegang

dan berat. Dapat teraba noduli-noduli, akibat hipertropi kelenjar alveoli

bayangan vena-vena lebih membiru. Hyperpigemntasi pada puting susu

dan areola payudara. Kalau diperas keluar, air susu (kolastrum) berwarna

kekuningan (Sarwono ,2007).

d Sirkulasi Darah

Volume darah akan bertambah banyak kira-kira 25%, dengan

puncaknya pada kehamilan 32 minggu, diikuti curah jantung yang

meningkat sebanyak ± 30%. Akibat hemodilusi yang mulai jelas kelihatan

pada kehamilan 4 bulan, ibu yang menderita penyakit jantung dapat jatuh

dalam keadaan dekompensasi kordis. (Sarwono , 2007:96)

Karena kebutuhan suplay darah meningkat pada ibu hamil, jantung

bekerja keras selama hamil. Akibat penimbunan cairan volume darah

meningkat akibat pertumbuhan janin, ini bisa membuat kaki menjadi

bengkak, bahkan bisa menimbulkan varises (Baby Guide, 2005).

Cordiac output maternal meningkat sekitar 30-50% selama

kehamilan. Cardiac output tergantung pada posisi ibu dan menurun pada

saat ibu berbaring telentang. Pada saat posisi telentang, uterus yang

membesar menekan vena cava inferior, mengurangi aliran balik vena ke

jantunga sehingga menurunkan cardiac output. Pada akhir kehamilan

mungkin terjadi hambatan yang besar pada vena cava inferior pada saat

ibu berbaring telentang. Pengaruh ini sangat besar pada kehamilan aterm.

Antara 1-10% ibu hamil mengalami sindrom hipotensi pada saat berbaring

17
telentang dan mengalami penurunan tekanan darah serta gejala-gejala

seperti pusing, mual dan rasa ingin pingsan (JHPIEGO Buku 2, 2003).

e TraktusUrinarius

Ibu hamil cenderung bolak-balik kamar kecil untuk buang air

seni,tidak hanya terjadi pada siang, malam pun juga terjadi. Ini terjadi

pada awal trimester I dan akhir Trimester III kehamilan. Penyebabnya

adalah pembesaran rahim dan janin yang menekan kandung kemih (Baby

Guide, 2005).

Pada akhir kehamilan, bila kepala janin mulai turun kebawah pintu

atas panggul, keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung

kencing mulai tertekan kembali (Saifuddin, 2002).

f Kulit

Perubahan hormon selama kehamilan bisa membuat perubahan

pada kulit dan rambut. Saat hamil rambut menjadi lebih berminyak atau

sebaliknya lebih kering. Sedangkan perubahaan kulit umumnya jika kulit

ibu berminyak berubah menjadi kering, demikian sebaliknya. Ini terjadi

karena adanya perubahan hormon pada ibu hamil. Oleh karena itu ibu

hamil harus merawat dan menjaga kesehatan dan kecantikan tubuhnya

(Baby Guide, 2005).

g Sistem Respirasi

Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang

mengeluh tentang rasa sesak nafas dan pendek nafas. Hal ini ditemukan

pada kehamilan 32 minggu keatas oleh karena usus-usus tertekan oleh

uterus yang membesar ke arah diagframa, sehingga diagframa kurang

18
leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat

kira-kira 20%, seorang wanita selalu bernafas lebih dalam, dan bagian

bawah toraksnya juga melebar ke bagian sisi bawah dari diafragma

(Saifuddin, 2002).

Ketika perut mulai membesar, ibu agak sesak bernafas adalah hal

yang biasa terjadi. Untuk mencegahnya jangan lupa berdiri dan duduk

dengan sikap tenang. Jika ingin berbaring telentang, letakkan kepala dan

bahu diatas sebuah bantal. Ini adalah efek dari rahim yang membesar,

paru-paru tertekan dan membuat ibu hamil sesak nafas dan cepat lelah

(Baby Guide, 2005).

4) PATOFISIOLOGI

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan

retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnyase

hingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik

sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan

dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang

19
disebabkan oleh penimbunan air ang berlebihan dalam ruang interstitial

belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.

Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi

perubahan pada glomerulus (Rini, 2009).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah terbentuknya angiotensin

ataurenin yang bisa mengubah angiotensi I dan II atau angiotensin

converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis yang penting

dalam mengatur tekanan darah, mengandung angiotensinogen

yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah

angiotensin I yang terdapat diginjal. Kemudian diubah lagi menjadi

angiotensin II oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin II inilah

yang memiliki peranan dalam menaikkan tekanan darah (Kustiyaningrum,

2012).

Selain itu, adanya terdapat volume Cairan ekstraseluler akan

diencerkan dengan menarik cairan meningkatkan terjadinya diuresis.

Akibatnya, volume meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan

tekanan darah. Vasospasme arteriola dan penurunan aliran darah ke retina

menimbulkan symptom visual seperti skotoma (blind spot) dan pandangan

kabur. Patologi yang sama menimbulkan edema serebral dan hemoragik

serta peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala,

hiperfleksia, klonus pergelangan kaki, dan kejang) (Kustiyaningrum,

2012).

20
5) MANIFESTASI KLINIS

Menurut Cunniangham (2003), diagnosis preeklamsia ditegakkan

berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :

a Edema

b Hipertensi

c Proteinuria

Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu

beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan,

pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90

mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik

> 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit.

Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut

dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein

sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif

menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang

dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali

dengan jarak waktu 6 jam.

Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala (Cunniangham,

2003) :

a Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

b Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.

c Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).

d Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.

e Nyeri epigastrum dan ikterus.

21
f Trombositopenia.

g Pertumbuhan janin terhambat.

h Mual muntah

i Nyeri epigastrium

j Pusing

k Penurunan visus

6) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan

pre eklamsia yaitu sebagai berikut (Chunning, dkk. 2003) :

a. Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah

a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin

untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).

b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).

c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)

 Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
 Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= <
31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
 Tes Kimia Darah

22
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 –
2,7 mg/dL
 Pemeriksaan Radiologi
a) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi pertumbuhan
janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat,
dan volume cairan ketuban sedikit.

b) Kardiotografi

Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan

bahwa denyut jantung janin lemah.

7) PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan farmakologi pada paska sectio caesarea indikasi PEB

menurut (Maryunani, 2016) yaitu :

 Pengobatan medicinal

 Infus RL

 Pemberian MgSO4

Cara pemberian MgSO4:

a) Intravena kontinue (infusion pump)

Dosis awal : 4 gr dilarutkan ke dalam 100 cc RL. Dosis

pemeliharaan : 10 gr dalam 500 cc RL, 20-30 tetes/ menit.

b) Pemberian melalui intramuskular secara berkala.

Dosis awal : 4 gr MgSO4 i.m dengan kecepatan 1 gr/ menit. Dosis

pemeliharaan : 4 gr MgSO4 i.m setiap 4 jam (Pudiastuti, 2012).

Syarat-syarat pemberian :

23
a) Tersedia antidotum : Kalsium glukonat 1 gr

b) Refleks patela (+)

c) Respirasi minimal 16x /menit

d) Produksi urine minimal 30 ml/ jam

MgSO4 dihentikan bila :

a) Ada tanda-tanda intoksitasi

b) Setelah 24 jam pasca salin

c) 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah

(Pudiastuti, 2012).

Antihipertensi diberikan bila :

a) Tekanan darah sistolik >160 MmHg, diastolik >110 MmHg

b) Nifedipin 5 mg sublingual, jika tidak baik setelah 10 menit, beri

tambahan 5 mg sublingual.

c) Metildopa 500 mg/hari per oral (Myrtha, 2015).

 Kaji ulang prinsip perawatan paska bedah

 Klien perlu observasi hingga klien mampu mempertahankan patensi

jalan nafas dan stabilisas kardiovaskuler serta mampu berkomunikasi

 Setelah pulih dari anestesi, tanda-tanda vital klien, perlu diobservasi

tiap setengah jam pada dua jam pertama

 Klien diperbolehkan minum setelah 6 jam paska operasi dan makan

setelah mual hilang, dengan ketentuan bahwa klien benar-benar pulih

dari anestesi dan diit dengan cara bertahap (minum bebas, makanan

lunak dan bisa dilanjutkan dengan makan biasa).

24
 Perban luka diganti setelah 24 jam pertama, sekaligus dinilai keadaan

luka operasi (Maryunani, 2016, p. 333).

 Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotik kombinasi sampai pasien

bebas demam selama 48 jam, Ampicilin 2 gram IV setiap 6 jam dan

Gentamicin 5 mg/ Kg BB setiap 24 jam dan Metronidazole 500 mg IV

setiap 8 jam.

 Berikan analgesik jika perlu (Hartati & Maryunani, 2015).

 Postpartum boleh diberikan uterotonik dan perinfus. Nilai kembali

tekanan darah dan nadi, observasi perdarahan dalam 2 jam pertama

setelah partus, transfusi jika diperlukan (Mayunani, 2016).

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan non farmakologi dengan cara relaksasi posisi ibu

tetap berbaring, tidak ada gerakan fisik, mata terpejam dengan

mengedurkan seluruh tubuh lemaskan sambil menarik nafas dalam dari

hidung dan keluarkan pelan-pelan dari mulut seperti meniup balon dan

lakukan selama 5- 10 menit. Bisa juga menggunakan distraksi dengan

cara pengalihan dari fokus perhatian nyeri ke tempat yang

menyenangkan (Hartati, 2015). Serta jika perlu berikan aromaterapi

sehingga dapat meningkatkan kesehatan fisik, emosi, dan mengurangi

rasa nyeri (Solehati & Kokasih, 2015).

25
C. AROMATHERAPY LAVENDER

1) Bunga Lavender

Bunga lavender memiliki 25-30 spesies, beberapa diantaranya

adalah Lavandula angustifolia, lavandula lattifolia, lavandula stoechas

(Family Lamiaceae). Penampakan bunga ini adalah berbentuk kecil,

berwarna ungu kebiruan, dan tinggi tanaman mencapai 72 cm. Asal

tumbuhan ini adalah dari wilayah selatan Laut Tengah sampai Afrika

tropis dan ke timur sampai India. Lavender termasuk tumbuhan

menahun, tumbuhan dari jenis rumput-rumputan, semak pendek, dan

semak kecil. Tanaman ini juga menyebar di Kepulauan Kanari, Afrika

Utara dan Timur, Eropa selatan dan Mediterania, Arabia, dan India.

Karena telah ditanam dan dikembangkan di taman-taman di seluruh

dunia, tumbuhan ini sering ditemukan tumbuh liar di daerah di luar

daerah asalnya.

Nama lavender berasal dari bahasa Latin “lavera” yang berarti

menyegarkan dan orang-orang Roma telah memakainya sebagai parfum

dan minyak mandi sejak zaman dahulu. Bunga lavender dapat digosokkan

ke kulit, selain memberikan aroma wangi, lavender juga dapat

menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Bunga lavender kering dapat

26
diolah menjadi teh yang dapat kita konsumsi. Manfaat lain bunga

lavender adalah dapat dijadikan minyak esensial yang sering dipakai

sebagai aromaterapi karena dapat memberikan manfaat relaksasi dan

memiliki efek sedasi yang sangat membantu untuk menurunkan tingkat

nyeri. Penelitian yang dilakukan oleh Herlyssa, dkk (2018) Aromaterapi

Lavender berpengaruh dominan terhadap penurunan skala nyeri post SC.

2) Kerja Lavender Sebagai Media Relaksasi (Menurunkan Nyeri)

Indra penciuman memiliki peran yang sangat penting dalam

kemampuan kita untuk bertahan hidup dan meningkatkan kualitas hidup

kita. Dalam sehari kita bisa mencium lebih kurang 23.040 kali. Bau-

bauan dapat memberikan peringatan pada kita akan adanya bahaya dan

juga dapat memberikan efek menenangkan (relaksasi). Tubuh dikatakan

dalam keadaan relaksasi adalah apabila otot-otot di tubuh kita dalam

keadaan tidak tegang. Keadaan relaksasi dapat dicapai dengan

menurunkan tingkat stres, baik stres fisik maupun psikis, serta siklus

tidur yang cukup dan teratur. Minyak lavender dengan kandungan

linalool-nya adalah salah satu minyak aromaterapi yang banyak

digunakan saat ini, baik secara inhalasi (dihirup) ataupun dengan teknik

pemijatan pada kulit (Buckle J, 2001).

Aromaterapi yang digunakan melalui cara inhalasi atau dihirup

akan masuk ke sistem limbic dimana nantinya aroma akan diproses

sehingga kita dapat mencium baunya. Pada saat kita menghirup suatu

aroma, komponen kimianya akan masuk ke bulbus olfactory, kemudian

ke limbic sistem pada otak. Limbic adalah struktur bagian dalam dari

27
otak yang berbentuk seperti cincin yang terletak di bawah cortex

cerebral. Tersusun ke dalam 53 daerah dan 35 saluran atau tractus yang

berhubungan dengannya, termasuk amygdala dan hipocampus. Sistem

limbic sebagai pusat nyeri, senang, marah, takut, depresi, dan berbagai

emosi lainnya. Sistem limbic menerima semua informasi dari sistem

pendengaran, sistem penglihatan, dan sistem penciuman. Sistem ini juga

dapat mengontrol dan mengatur suhu tubuh, rasa lapar, dan haus.

Amygdala sebagai bagian dari sistem limbic bertanggung jawab atas

respon emosi kita terhadap aroma. Hipocampus bertanggung jawab atas

memori dan pengenalan terhadap bau juga tempat dimana bahan kimia

pada aromaterapi merangsang gudang-gudang penyimpanan memori otak

kita terhadap pengenalan bau-bauan (Buckle J, 2001).

Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal

memiliki efek menenangkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Dwijayanti, dkk (2014), melaporkan bahwa Skala nyeri pada 32 pasien

post sectio caesarea yang diberikan inhalasi aromaterapi lavender

mengalami penurunan signifikan dibandingkan sebelum diberikan

aromaterapi lavender.

3) Cara Aplikasi Aromaterapi Lavender

Minyak lavender dengan kandungan linalool-nya adalah salah

satu minyak aromaterapi yang banyak digunakan saat ini, baik secara

inhalasi (dihirup) ataupun dengan teknik pemijatan pada kulit (Buckle J,

2001). Model pemberian aromaterapi lavender essensial oil dapat

dilakukan dengan meneteskan aromaterapi lavender sebanyak 3 tetes

28
pada tissue kemudian diberikan pada ibu post SC dan dihirup selama 5

menit pada jarak 10 cm. selain itu juga bisa dilakukan pemberian

aromaterapi lavender menggunkan alat inhalasi. Baik metode inhalasi

menggunakan alat maupun dengan dihirup secara langsung membuktikan

bahwa aromaterapi lavender dapat menurunkan skala nyeri post SC

(Herlyssa, dkk. 2018).

29
2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN

1) Identitas

d) Nama :
e) Alamat :
f) Umur : Umur biasanya sering terjadi pada primigravida, <
20 tahun atau > 35 tahun (Manuaba, 2004).
g) Pekerjaan :
h) Jenis Kelamin :
i) No.MR :
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama/Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien dengan pasien post SC preeklampsia mengeluh nyeri
pada bekas operasi, peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah.
b) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, DM, dan
penyakit jantung lainnya.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya Pasien degan preeklampsia pernah mengalami penyakit
ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
d) Riwayat kehamilan
Biasanya pasien dengan preeklampsia mempunyai riwayat kehamilan
ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Biasanya pasien dengan post SC preeklampsia keadaan umum nya
tampak lemah, pusing.

30
b) TTV
Suhu : Biasanya terjadi Peningkatan
Nadi : Biasanya terjadi peningkatan frekuensi nadi
RR : terjadi peningkatan
TD : terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien dengan
preeklampsia
 Kepala : Biasanya pada pasien post SC rambut sedikit kotor, tidak
ada udema
 Mata : Biasanya pada pasien preekslampsia post Sc mengalami
konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik.
 Leher : Biasanya pada pasien PEB post SC tidak ada kelainan
 Thoraks
Dada : biasanya pada pasien PEB post SC tidak ada kelainan
Jantung : biasanya pada pasien PEB post SC tidak ada kelainan
 Abdomen
Biasanya TFU tergantung dari hari ke-berapa masa nifas pasien.
Biasanya pada abdomen akan terlihat luka operasi post-sc, striae,
dan linea nigra.
 Genetalia : Biasanya pada pasien PEB post SC ditemukan adanya
perdarahan pervaginam
 Ekstermitas : Biasanya pada pasien PEB post SC mengalami
udema dan kesemutan atau kebas pada tangan dan kaki(Brunner &
suddarth, 2015).
 Eliminasi :Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes
celup, oliguria
4) Aktivitas/istirahat
a) Keterbatasan rentang gerak
b) Perubahan massa atau tonus otot
5) Nyeri / kenyamanan : Biasanya nyeri pada luka post operasi.

31
6) Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin atau hematokrit : untuk mengkaji perubahan dari kadar
Hb pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada proses
pembedahan
b) Leukosit : mengidentifikasi adanya infeksi
c) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d) Urinalisis / kultur urine
e) Pemeriksaan elektrolit
f) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (Post SC)
2) Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan umum
3) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
4) Resiko infeksi b.d prosedur invasif (SC)

32
C. INTERVENSI
DIAGNOSA NOC NIC
Nyeri akut  Kontrol nyeri (pain Pain Management
control) Aktivitas :
berhubungan
Indikator: 1. melakukan assement
dengan agens 1. mengakui timbulnya komprehensif sakit untuk
nyeri. memasukkan lokasi,
cedera fisik
2. menjelaskan faktor karakteristik, onset / durasi,
(Post SC) penyebab. frekuensi, kualitas, intensitas
3. menggunakan buku atau keparahan nyeri, dan
harian untuk faktor pencetus.
memantau gejala dari 2. mengamati isyarat nonverbal
waktu ke waktu. dari ketidaknyamanan,
4. menggunakan langkah- terutama pada mereka tidak
langkah pencegahan. dapat berkomunikasi secara
5. menggunakan langkah- efektif.
langkah bantuan non- 3. menjamin perawatan pasien
analgesik. analgesik penuh perhatian.
6. menggunakan 4. penggunaan terapi
alnalgesic seperti yang berkomunikasi strategi untuk
direkomendasikan. mengakui pengalaman rasa
7. laporan perubahan sakit dan menyampaikan
gejala sakit untuk penerimaan respon pasien
profesional kesehatan. untuk rasa sakit.
8. Laporan gejala yang 5. mengeksplorasi pasien
tidak terkontrol untuk pengetahuan dan keyakinan
profesional kesehatan. tentang rasa sakit.
9. menggunakan sumber 6. Pertimbangkan pengaruh
daya yang tersedia. budaya pada respon nyeri.
10. mengakui gejala terkait 7. menentukan dampak dari
nyeri. pengalaman nyeri terhadap
11. laporan nyeri kualitas hidup (mis: tidur,
terkontrol. nafsu makan, aktivitas,
kognisi, suasana hati,
 Tingkat nyeri (pain hubungan, kinerja pekerjaan,
level) dan peran tanggung jawab)
Indikator: 8. menjelajahi dengan pasien
1. melaporkan nyeri. faktor-faktor yang
2. panjang episode nyeri. meningkatkan / memperburuk
3. menggosok daerah rasa sakit.
effcted.ekspresi 9. mengevaluasi pengalaman
mengerang kesakitan. masa lalu dengan rasa sakit
4. restlessness. untuk memasukkan sejarah
5. agiatation. individu atau keluarga dari
6. mudah marah. sakit kronis atau cacat yang
7. meringis. disebabkan, yang sesuai.
8. robek. 10. mengevaluasi, dengan pasien

33
9. diaforesis. dan tim kesehatan, efektivitas
10. mondar-mandir. tindakan pengendalian nyeri
11. menyempit fokus. masa lalu yang telah
12. ketegangan otot. digunakan.
13. kehilangan nafsu 11. membantu pasien dan
makan. keluarga untuk mencari dan
14. neusea. memberikan dukungan.
15. makanan intoleransi. 12. memanfaatkan metode
Evaluasi sesuai dengan
tahapan perkembangan yang
memungkinkan untuk
pemantauan perubahan rasa
sakit dan yang akan
membantu dalam
mengidentifikasi faktor-faktor
pencetus yang sebenarnya dan
potensial (mis: diagram alir,
catatan harian)
13. menentukan frekuensi yang
diperlukan untuk membuat
penilaian kenyamanan pasien
dan melaksanakan
pemantauan rencana.
14. memberikan informasi
tentang rasa sakit, seperti
penyebab nyeri, berapa lama
akan berlangsung, dan
diantisipasi ketidaknyamanan
dari Prosedur dasar.
15. control faktor lingkungan
yang mungkin mempengaruhi
pasien respon
ketidaknyamanan (mis: suhu
kamar, pencahayaan,
kebisingan)
16. mengurangi atau
menghilangkan faktor-faktor
yang memicu atau
meningkatkan pengalaman
nyeri (misalnya: ketakutan,
kelelahan, monoton, dan
kurangnya pengetahuan)
17. mempertimbangkan pasien
kesediaan untuk
berpartisipasi, kemampuan
untuk berpartisipasi,
preferensi, dukungan
signifikan lainnya untuk

34
metode, dan kontraindikasi
ketika memilih strategi nyeri.
18. pilih dan menerapkan
berbagai ukuran (mis:
farmakologis,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penghilang rasa
sakit, yang sesuai.
19. prinsip-prinsip mengajar
manajemen nyeri.
20. mempertimbangkan jenis dan
sumber rasa sakit ketika
memilih strategi nyeri.
21. mendorong pasien untuk
memantau nyeri sendiri dan
untuk campur tangan tepat.
22. mengajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi.
23. mengeksplorasi pasien
penggunaan saat metode
farmakologikal nyeri.
24. mengajarkan tentang metode
farmakologis nyeri.
25. mendorong pasien untuk
menggunakan obat
penghilang rasa sakit yang
memadai.
26. berkolaborasi dengan pasien,
penting lainnya, dan
profesional kesehatan lainnya
untuk memilih dan
menerapkan nonfarmakologis
ukuran nyeri, yang sesuai.
27. memberikan orang nyeri yang
optimal dengan analgesik
yang ditentukan.
28. menerapkan penggunaan
pasien dikendalikan analgesik
(PCA), jika sesuai.
29. penggunaan kontrol nyeri
ukuran sebelum nyeri menjadi
parah.
30. mengobati sebelum suatu
kegiatan untuk meningkatkan
partisipasi, tetapi
mengevaluasi bahaya sedasi.
31. menjamin analgesia

35
pretreatment dan / atau
nonpharmacologis strategi
sebelum prosedur yang
menyakitkan.
32. memverifikasi tingkat
ketidaknyamanan dengan
pasien, perhatikan perubahan
dalam rekam medis,
menginformasikan
profesional kesehatan lainnya
yang bekerja dengan pasien.
33. mengevaluasi effectivitas dari
ukuran kontrol nyeri
digunakan melalui penilaian
berkelanjutan dari
pengalaman rasa sakit.
34. Lembaga dan memodifikasi
kontrol nyeri ukuran atas
dasar respon pasien.
35. mempromosikan memadai
istirahat / tidur untuk
memfasilitasi nyeri.
36. mendorong pasien untuk
membahas / pengalamannya
rasa sakitnya, yang sesuai.
37. memberitahu dokter jika
langkah-langkah tidak
berhasil atau jika saat ini
mengeluh adalah perubahan
yang signifikan dari pasien
pengalaman masa lalu sakit.
38. menginformasikan anggota
profesional perawatan
kesehatan / keluarga lain dari
strategi nonfarmakologis yang
digunakan oleh pasien untuk
mendorong pendekatan
preventif untuk manajemen
nyeri.
39. menggunakan pendekatan
multidisiplin untuk
manajemen nyeri, saat yang
tepat.
40. pertimbangkan rujukan
kepada pasien, keluarga, dan
lain-lain yang signifikan
untuk mendukung kelompok-
kelompok, dan sumber daya

36
lainnya, yang sesuai.
41. memberikan informasi yang
akurat untuk mempromosikan
pengetahuan keluarga dan
respon terhadap pengalaman
rasa sakit.
42. incorporate keluarga di
modalitas nyeri, jika
memungkinkan.
43. Monitor pasien kepuasan
dengan manajemen nyeri pada
selang waktu tertentu.

Analgesic Administration
Aktivitas :
1. menentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum mengobati
pasien.
2. cek perintah medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi
analgesik yang diresepkan.
3. sejarah cek untuk alergi obat.
4. mengevaluasi kemampuan
pasien untuk berpartisipasi
dalam pemilihan analgesik,
rute, dan dosis, dan
melibatkan pasien, yang
sesuai.
5. memilih analgesik atau
kombinasi analgesik yang
tepat ketika lebih dari satu
yang diresepkan.
6. menentukan pilihan analgesik
(narkotik, non narkotika, atau
NSAID), berdasarkan jenis
dan tingkat keparahan nyeri.
7. menentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
untuk mencapai analgesik
yang optimal.
8. memilih rute IV, bukan IM,
untuk sering nyeri injeksi
obat, bila memungkinkan.
9. keluar narkotika dan obat-
obatan terlarang lainnya,
sesuai dengan protokol
lembaga.

37
10. Monitor tanda vital sebelum
dan setelah pemberian
analgesik narkotika dengan
dosis pertama kalinya atau
tanda yang tidak biasa dicatat.
11. hadir untuk menghibur
kebutuhan dan kegiatan lain
yang membantu relaksasi
untuk memfasilitasi respon
terhadap analgesia.
12. analgesik kelola, sekitar jam
untuk mencegah puncak dan
palung analgesia, especilly
dengan nyeri severa.
13. mengatur harapan positif
mengenai efektivitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien.
14. analgesik kelola adjuvant dan
/ atau obat bila diperlukan
untuk mempotensiasi
analgesia.
15. mempertimbangkan
penggunaan infus terus
menerus, baik sendiri atau
dalam conjuction dengan
opioid bolus, untuk
mempertahankan tingkat
serum.
16. Tindakan pengamanan
lembaga untuk mereka yang
menerima analgesik
narkotika, yang sesuai.
17. menginstruksikan untuk
meminta obat nyeri PRN
sebelum sakit parah.
18. menginformasikan individu
yang dengan pemberian
narkotika, mengantuk kadang-
kadang terjadi selama 2
sampai 3 hari dan kemudian
mereda.
19. kesalahpahaman yang benar /
mitos pasien atau anggota
keluarga dapat memegang
mengenai analgesik,
khususnya opioid (mis:

38
kecanduan dan risiko
overdosis).
20. mengevaluasi efektivitas
analgesik pada interval yang
sering rutin setelah setiap
administrasi, tetapi terutama
setelah dosis awal juga
mengamati untuk tanda dan
gejala efek tak diinginkan
(misalnya: depresi
pernapasan, neusea dan
muntah, mulut kering, dan
sembelit).
Tanggapan
21. dokumen untuk analgesik dan
efek tak diinginkan.
22. mengevaluasi dan tingkat
dokumen sedasi untuk pasien
yang menerima opioid.
23. melaksanakan tindakan untuk
mengurangi efek tak
diinginkan analgesik (mis:
sembelit dan iritasi lambung).
24. berkolaborasi dengan
phisycian jika obat, rute dosis
pemberian, atau selang waktu
perubahan ditunjukkan,
membuat rekomendasi
spesifik berdasarkan prinsip
equianalgesic.
25. mengajar tentang penggunaan
analgesik, strategi untuk
mengurangi efek samping,
dan harapan untuk
keterlibatan dalam keputusan
tentang nyeri.

Hambatan NOC: Terapi Aktivitas


 Toleransi aktivitas Aktivitas :
Mobilitas Fisik
Indikator: 1) Observasi adanya pembatasan
b.d kelemahan 1) Saturasi oksigen klien dalam melakukan
dengan aktivitas aktivitas
umum
2) Tingkat pernafasan 2) Kaji adanya faktor yang
dengan aktivita menyebabkan kelelahan
3) Denyut nadi dengan monitor nutrisi dan sumber
aktivitas energi yang adekuat
4) Kemudahan 3) Monitor pasien akan adanya
beraktivitas kelelahan fisik dan emosi

39
5) Tekanan darah sistolik secara berlebihan
dengan aktivitas 4) Monitor respon
6) Kekuatan tubuh bagian kardiovaskuler terhadap
atas aktivitas (takikardi, disritmia,
7) Kekuatan tubuh bagian sesak nafas, diaporasis, pucat,
bawah perubahan hermodinamik)
5) Monitor pola tidur dan
lamanya tidur atau intirahat
 Daya tahan pasien
Indikator : 6) Kolaborasikan dengan tenaga
1) Aktivitas fisik rehabilitasi medik dalam
2) Konsentrasi merencanakan program terapi
3) Katahanan otot yang tepat
4) Pemulihan energi 7) Bantu klien untuk
setelah istirahat mengidentifikasi aktivitas
5) Kadar oksigen darah yang mampu dilakukan
saat beraktivitas 8) Bantu untuk memilih aktivitas
6) Kelelahan Kelesuan konsisten yang sesuai dengan
Keletihan kemampuan fisik, psikologis,
dan sosial
9) Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
10) Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
11) Bantu untuk mengidenyifikasi
aktivitas yang disukai
12) Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
13) Bantu pasien atau keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktifitas
14) Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
15) Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
16) Monitor respon fisik, emosi,
sosial, dan spiritual

Vital Sign Monitoring


Aktivitas Keperawatan :
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR.
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.

40
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri.
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan.
5. Monitor TD, nadi, RR
sebelum dan setelah
aktivitas.
6. Monitor kualitas dari nadi.
7. Monitor adanya pulsus
paradoksus.
8. Monitor adanya pulsus
alterans.
9. Monitor jumlah dan irama
jantung.
10. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan.
11. Monitor suara paru.
12. Monitor pola pernafasan
abnormal.
13. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit.
14. Monitor sianosis perifer.
15. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik).
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
Kekurangan  Keseimbangan cairan Manajemen Cairan
Indikator : Aktifitas :
volume cairan
1) Tekanandarah 1. Timbang berat badan setiap
b.d kehilangan 2) Denyut nadi radial hari dan monitor status pasien
3) Tekanan arteri rata-rata 2. Hitung atau timbangan popok
cairan aktif
4) Tekanan vena sentral dengan baik
5) Tekanan baji paru-paru 3. Jaga intake/asupan yang
6) Dentut perifer akurat dan catat output
7) Keseimbangan intake (pasien)
dan output dalam 24 4. Masukkan kateter urin
jam 5. Monitor stastus hidrasi
8) Berat badan stabil (misalnya, membran mukosa
9) Turgor kulit lembab, denyut adekuat, dan
10) Kelembaban membran tekanan darah ortostatik)
mukosa 6. Monitor hasil laboratorium
11) Serum elektrolit yang relevan dengan retensi
12) Hematokrit cairan (misalnya, peningkatan
Berat jenis urin berat jenis, peningkatan BUN,
penurunan hematokrit, dan

41
peningkatan kadar osmolalitas
urin)
7. Monitor status hemotokrit,
termasuk CVP, MAP, PAP,
dan PCWP, jika ada
8. Monitor tanda-tanda vital
pasien
9. Monitor indikasi kelebihan
cairan/retensi (misalnya,
crackles, elevasi CVP atau
tekanan kapiler paru yang
terganjal, edema, distensi
vena leher, dan asites)
10. Monitor perubahan berat
badan pasien sebelum dan
setelah dialisis
11. Kaji lokasi dan luasnya
edema, jika ada
12. Monitor makanan/cairan yang
dikensumsi dan hitung asupan
kalori harian
13. Berikan terpi IV, seperti yang
ditentukan
14. Monitor status gizi
15. Berikan cairan, dengan tepat
16. Berikan diuretik yang
diresepkan
17. Berikan cairan IV sesuai suhu
kamar
18. Tingkatkan asupan oral
(misalnya, memberikan
sedotan, menawarkan cairan
di antara waktu makan,
mengganti air es secara rutin,
menggunakan es untuk jus
favorit anak, potongan gelatin
kedalam kotak yang
menyenangkan, menggunakan
cangkir obat kecil), yang
sesuai
19. Arahkan pasien mengenal
status NPO
20. Dukung pasien dan keluarga
untuk membantu dalam
pemberian makan dengan
baik
21. Tawari makanan ringan
(misalnya, minuman ringan

42
dan buah-buahan segar/jus
buah)
22. Batasi asupan air pada kondisi
pengenceran hiponatremia
dengan serum Na di bawah
130 mEq/L
23. Monitor reaksi pasien
terhadap terapi elektrolit yang
diresepkan
24. Konsultasikan dengan dokter
jika tanda-tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
menetap atau memburuk
25. Atur ketersediaan produk
darah untuk transfusi, jika
perlu
26. Persiapkan pemberian
produk-produk darah
(misalnya, cek darah dan
mempersiapkan pemasangan
infus)
27. Berikan produk-produk darah
(misalnya, trombosit dan
plasma yang baru).
Resiko infeksi NOC: Management Imunisasi
Status Imunitas Aktifitas :
b.d prosedur
Indikator : 1) Sediakan informasi mengenai
invasif (SC) 1) Suhu tubuh vaksin yang disiapkan oleh
2) Tingkat sel T4 pusat pencegahan dan control
3) Infeksi berulang penyakit
4) Kehilangan berat 2) Dokumentasikan informasi
badan vaksinasi, sesuai SOP yang
5) Keletihan kronis berlaku
3) Ingatkan individu atau
Perilaku Imunitas keluarga ketika imuniasasinya
Indikator : ada yang belum dilakukan
1) Menggambarkan 4) Bantu keluarga terkait
resiko yang terkait perencanaan keuangan untuk
dengan imunisasi membayar imunisasi
tertentu (misalnya, apakah dibayar
2) Mendapatkan asuransi dan klinik Dept.
imunisasi yang Kesehatan)
direkomendasikan 5) Jadwalkan imunisaSI sesuai
sesuai umur oleh The tenggang waktu yang ada
American Acadamy
Peadris atau United Perlindungan Infeksi
States Publiick Help Aktifitas :
Service 1) Monitor adanya tanda dan

43
3) Menjelaskan langkah – gejala inffeksi sistemik lokal
langkah bantuan untuk 2) Monitor kerentanan terhadap
efek vaksin infeksi
4) Melaporkan setiap efek 3) Batasi jumlah pengunjung
samping 4) Srining semua pengunjung
5) Mengkonfirmasi terhadap penyakit menular
tanggal imunisasi 5) Tingkatkan asupan nutrisi
berikutnya yang cukup
6) Anjurkan asupan cairan yang
Status Nutrisi tepat
Indikator : 7) Lanjutkan istirahat
1) Asupan gizi 8) Pantau adanya tingkat
2) Asupan makanan perubahan energi
3) Asupan cairan 9) Instruksikan pasien untuk
Rasio berat badan minum antiobiotik yang
diresepkan
10) Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada
yankes
11) Berikan ruangan pribadi yang
dibutuhkan
12) Laporkan dugaan infeksi pada
personil pengendali infeksi

44
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien

1. Nama : Ny. S

2. Umur : 37 Tahun

3. Pekerjaan : IRT

4. Alamat : Padang

5. No.MR : 01.06.39.29

6. Tanggal Masuk : 08 Oktober 2019

B. Alasan Masuk

Ny. S berumur 37 tahun masuk ke RSUP. Dr. M.Djamil Padang melalui

IGD rujukan dari RSIA Restu Ibu pada tanggal 08 Oktober 2019 jam

21.09 wib dengan keluhan nyeri pada kepala dan pusing, pasien dengan

G2P2A0H2 gravid 36-37 minggu, + PEB dan terpasang infus RL drip

MgSO4 40 % 20 cc, TD Ny. S 190/120 , N : 86x/I, P : 22x/i, S : 36,70C.

C. Data Kesehatan Umum

1. Riwayat Kesehatan Saat ini

Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2019 jam 11.00 WIB pada

Ny.S post SC tanggal 10 Oktober 2019dengan indikasi PEB, Ny.S

mengeluhkan nyeri pada bekas luka operasi, nyeri hilang timbul, Ny. S

tampak meringis, Ny. S tampak memegang bagian perut yang nyeri, skala

nyeri 5, terdapat luka bekas operasi dibagian bawah abdomen sekitar 13

cm, luka tampak sedikit basah, terdapat udema pada kaki dan tangan.

45
Setelah dilakukan pemeriksaan TTV, didapatkan tekanan darah Ny.S post

SC yaitu 150/100 mmHg, N : 100x/I, P : 20x/I, S : 36,80C.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit

hipertensi, DM, dan penyakit jantung sebelumnya. Ny. S mengatakan tidak

pernah mengalami trauma dan lain-lain.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ny. S mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit

hipertensi, DM, dan jantung

4. Riwayat Kehamilan dan persalinan dahulu

No Tahun Jenis Persalian Penolon JK Keadaan Masalah

g Bayi Waktu kehamilan

Lahir

1 2004 SC Dokter P 2,6 Kg Kehamilan

(Bayi kembar

1) (Tidak ada

masalah)

2 2004 SC Dokter P 2,45 Kg Kehamilan

(Bayi kembar

2) (Tidak ada

masalah)

3 2019 SC Dokter L 3,1 Kg Preeklamp

sia Berat

46
(PEB)

Pengalaman menyusui : Ya berapa lama : Lebih kurang 2,5 tahun

5. Riwayat Kehamilan Saat ini

a) Berapa Kali Periksa Kehamilan : 5 kali

b) Masalah Kehamilan : PEB (Preeklampsia Berat)

6. Riwayat Persalinan

a) Jenis Persalinan : SC

Tanggal/Jam : 10Oktober 2019

b) Jenis Kelamin Bayi : Laki-laki

c) Perdarahan : Lebih kurang 150 cc

d) Masalah dalam Persalinan : SC indikasi PEB

7. Riwayat Ginekologi

a) Masalah Ginekologi : Tidak ada masalah

b) Riwayat Keluarga Berencana : Ny. S mengatakan pada tahun 2005

Ny.S memakai KB suntik

8. Riwayat Menstruasi

a) Usia Menarche : 15 tahun

b) Jumlah Perdarahan : Lebih Kurang 80cc

c) Lamanya Haid : 5-6 hari

D. Data Umum Kesehatan Saat ini

1. Status Obstatrik : P3A0H3

2. Keadaan Umum : Kesadaran Compos Mentis

BB/TB : 57 kg/cm

47
3. Tanda-tanda Vital

a) TD : 150/100mmHg

b) Suhu : 37,80C

c) Pernapasan : 20x/i

d) Nadi : 100x/i

4. Kepala Leher

a) Kepala : Simetris, pertumbuhan rambut merata, rambut berwarna

hitam dan tebal, dan tidak ada benjolan pada kepala

b) Mata : Konjungtiva sedikit anemis,sklera tidak ikterik

c) Hidung : Tidak ada lesi, tidak ada pernapasan cuping hidung

d) Mulut : Mukosa bibir Ny.S tampak kering

e) Telinga : tidak ada lesi, tidak ada gangguan pendengaran

f) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid

Masalah Khusus : Tidak ada Masalah

5. Dada

a) Jantung

I : simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi

P : tidak terdapat nyeri tekan, ictus cordis teraba pada ICS V

P : Pekak

A : Terdengar bunyi jantung I dan II ( Lup Dup)

b) Paru

I : simetris kiri dan kanan, tidak ada penggunaan alat bantu pernafasan

P : fremitus kiri dan kanan sama

P : Sonor

48
A : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan

c) Payudara : tidak ada benjolan atau massa pada payudara, tampak

adanya pengeluaran ASI, tampak adanya hiperpigmentasi pada aerola

d) Pengeluaran ASI : sedikit, setiap 2jam/kali

e) Putting Susu : tampak menonjol

6. Abdomen

a) Involusi Uterus

 Fundus Uterus : 2 jari dibawah pusat

Posisi : Abdomen

 Kandung Kemih : Ny.S mengatakan tidak ada masalah

kandung kemih

Masalah Khusus : tidak ada masalah

b) Diatasis rectus Abdominis (DRA) : tampak dinding abdomen tetap

kendur :

7. Perineum dan Genital

a) Vagina : Terdapat perdarahan pada vagina Ny.S

Integritas Kulit : Integritas kulit kurang baik

Edema : Terdapat udema pada kaki dan tangan Ny.S

Memar : Tidak terdapat memar

Perineum : Tidak ada robekan perineum

b) Kebersihan

c) Lokia

 Jenis/ Warna : lokia kubra / merah segar

 Konsistensi : cair campur lendir

49
 Bau : Amis

d) Hemorhoid : Tidak ada hemoroid

Masalah Khusus : Tidak ada masalah

8. Eliminasi

a) Kesulitan BAK : Ny.S terpasang kateter post SC sampai tanggal 13

Oktober 2019

b) Kesulitan BAB : Ny.S tidak mengalami konstipasi

Masalah Khusus : Tidak ada masalah

9. Ekstremitas

a) Ekstremitas Atas

Edema : ya

Inspeksi : tampak ada nya sedikit udem pada punggung

tangan pasien

Palpasi : Udem kembali ke semula selama <7detik

Varises : Tidak ada varises

b) Ekstremitas Bawah

Inspeksi : tampak adanya udema pada punggung kaki

Refleks Patella : + (positif) 2

Masalah Khusus : Preeklampsia Berat

10. Istirahat dan Kenyamanan

a) Pola Tidur : Ny.S mengatakan NY.S dapat tidur, namun

sesekali Ny.S terbangung karena nyeri bekas operasi SC yang

dirasakan oleh Ny.S

50
b) Lama : 4-5 Jam, Frekuensi : 2 kali/hari

Pola Tidur saat ini : Ny.S mengatakan pola tidur Ny.S sedikit

terganggu karena adanya keluhan fisik yaitu nyeri akibat bekas operasi

SC

c) Keluhan Ketidaknyamanan : ya, lokasi : Bekas operasi SC pada

abdomen Ny.S

Sifat : Seperti disayat-sayat

Intensitas : Skala nyeri 6

11. Mobilisasi dan latihan

a) Tingkat mobilisasi : Ny.S dibantu untuk melakukan mobilisasi

b) Latihan /senam : Ny.S mengatakan tidak pernah mengikuti senam

ibu hamil

Masalah Khusus : Tidak ada masalah

12. Nutrisi dan Cairan

a) Asupan Nutrisi : Kurang (porsi makan hanya dihabiskan sedikit)

nafsu makan : Kurang

b) Asupan Cairan : Ny.S mengatakan minum hanya sedikit

Masalah Khusus : Tidak ada masalah

WAKTU JENIS MAKANAN JUMLAH

PAGI Nasi, sayur, ikan ¼ porsi

SIANG Nasi, ikan 1/3 Porsi

MALAM Nasi, ikan, dan ¼ Porsi

cemilan

51
13. Kemampuan Menyusui : Ny.S mengatakan bahwa Ny.S mengetahui cara

menyusui yang benar

14. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini

 MgSO4 40% drip 20 cc kedalam 500 cc RL mulai tanggal 09 Oktober

2019

 Rl drip oxy 2 amp (28 tts/i) mulai tanggal 09-10-2019

 Metronidazol infus 1 kir mulai tanggal 10 Oktober 2019

 Metildopa 3x500mg dikonsumsi mulai tanggal 09 Oktober 2019

 Paracetamol 3x500 mg dikonsumsi mulai tanggal 12 Oktober 2019

 Cefixime 2x200mg dikonsumsi mulai tanggal 12 Oktober 2019

 Metronidazol 2x500mg dikonsumsi oral mulai tanggal 12 Oktober

2019

15. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Pemeriksaan Laboratorium)

a. Pemeriksaan Hematologi (12-10-2019)

Pemeriksa Hasil Normal


an
Hemoglob 11,2 g/dl Pria = 14-18 g/dl
in Wanita 12-16 g/dl
Leukosit 14.160/mm3 5.000 - 10.000/mm3
Trombosit 396.000/mm3 150.000 - 400.000/mm3
Hematokri 34% Pria = 40-48 %
t Wanita = 37-43 %
b. Pemeriksaan Kimia Klinik

Pemeriksaan Hasil
Kreatinin Darah 0,7 mg/dl Pria = 0,8-1,3 mg/dl
Wanita = 0,6-1,2 mg/dl
Ureum Darah 21 mg/dl 10,0-50,0 mg/dl
Kalsium 8,5 mg/dl 8,1 - 10,4 mg/dl
Natrium 136 Mmol/L 136-145Mmol/L
Kalium 4,0 Mmol/L 35- 5,1 Mmol/L
Klorida Serum 103 Mmol/L 97 - 111 Mmol/L
SGOT 16 u/l Pria =< 38 u/l

52
Wanita = <32 u/l
SGPT 13 u/l Pria =< 41 u/l
Wanita = <31 u/l
Glukosa Darah Sewaktu 81 g/dl <200 mg/dl

c. Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan Hasil Normal


Warna Kuning Kuning - coklat
Kejernihan Negatif Negatif
BJ 1,010 1.003 - 1.030
Ph <5,0 4,6 - 8,0

53
ANALISA DATA

DATA MASALAH ETIOLOGI


DS : - Ny. S mengatakan masih Nyeri Akut Agen cidera
nyeri pads luka bekas operasi fisik (post SC)
SC
- P : nyeri bertambah saat
beraktivitas, nyeri
berkurang saat istirahat
- Q : Nyeri seperti
disayat-sayat
- R : Nyeri dirasakan pada
abdomen bagian bawah
bekas SC, Ny. S
mengatakan nyeri tidak
menyebar ketempat
yang lain
- S : Skala nyeri 5
- T : Nyeri yang dirasakan
hilang timbul

DO : - pasien tampak meringis


- Pasien tampak
memegang abdomen
nya
- TD 150/100 mmHg,
N : 100x/I, P : 20x/I,

S36,80C.

Resiko Infeksi Prosedur invasif


DS : - pasien mengatakan luka (SC)
pada bekas operasinya masih
terasa nyeri
- Pasien mengatakan
badan terasa panas
dingin

DO : - pasien post SC dengan


indikasi PEB
- Tampak luka bekas SC
pada abdomen Ny. S
lebih kurang 13cm
- Luka tampak kering
- Leukosit : 14.160

54
DS : Hambatan Mobilitas Kelemahan
 Pasien mengatakan badan Fisik Umum
terasa lemah
 Ny.S mengatakan nyeri
pada abdomen bertambah
ketika merubah posisi

DO :
 Pasien tampak lemah,lesu
 Pasien post SC atas
indikasi PEB
 Pasien tampak sulit
beraktivitas
 Pasien tampak mengubah
posisinya secara lambt dan
perlahan
 Kekuatan otot lemah

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA

1 Nyeri Akut b.d Agen cidera fisik (post SC)

2 Resiko Infeksi b.d prosedur invasif (SC)

3 Hambatan Mobilitas Fisik b.d kelemahan umum

55
INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA NOC NIC


Nyeri akut  Kontrol nyeri (pain Pain Management
control) Aktivitas :
berhubungan
Indikator: 44. melakukan assement
dengan agens 12. mengakui timbulnya komprehensif sakit untuk
nyeri. memasukkan lokasi,
cedera fisik
13. menjelaskan faktor karakteristik, onset / durasi,
(Post SC) penyebab. frekuensi, kualitas, intensitas
14. menggunakan buku atau keparahan nyeri, dan
harian untuk faktor pencetus.
memantau gejala dari 45. Melakukan teknik relaksasi
waktu ke waktu. dan distraksi untuk
15. menggunakan langkah- menurunkan yeri
langkah pencegahan. (Aromaterapi)
16. menggunakan langkah- 46. mengamati isyarat nonverbal
langkah bantuan non- dari ketidaknyamanan,
analgesik. terutama pada mereka tidak
17. menggunakan dapat berkomunikasi secara
alnalgesic seperti yang efektif.
direkomendasikan. 47. menjamin perawatan pasien
18. laporan perubahan analgesik penuh perhatian.
gejala sakit untuk 48. penggunaan terapi
profesional kesehatan. berkomunikasi strategi untuk
19. Laporan gejala yang mengakui pengalaman rasa
tidak terkontrol untuk sakit dan menyampaikan
profesional kesehatan. penerimaan respon pasien
20. menggunakan sumber untuk rasa sakit.
daya yang tersedia. 49. mengeksplorasi pasien
21. mengakui gejala terkait pengetahuan dan keyakinan
nyeri. tentang rasa sakit.
22. laporan nyeri 50. Pertimbangkan pengaruh
terkontrol. budaya pada respon nyeri.
51. menentukan dampak dari
 Tingkat nyeri (pain pengalaman nyeri terhadap
level) kualitas hidup (mis: tidur,
Indikator: nafsu makan, aktivitas,
16. melaporkan nyeri. kognisi, suasana hati,
17. panjang episode nyeri. hubungan, kinerja pekerjaan,
18. menggosok daerah dan peran tanggung jawab)
effcted.ekspresi 52. menjelajahi dengan pasien
mengerang kesakitan. faktor-faktor yang
19. restlessness. meningkatkan / memperburuk
20. agiatation. rasa sakit.
21. mudah marah. 53. mengevaluasi pengalaman
22. meringis. masa lalu dengan rasa sakit
23. robek. untuk memasukkan sejarah

56
24. diaforesis. individu atau keluarga dari
25. mondar-mandir. sakit kronis atau cacat yang
26. menyempit fokus. disebabkan, yang sesuai.
27. ketegangan otot. 54. mengevaluasi, dengan pasien
28. kehilangan nafsu dan tim kesehatan, efektivitas
makan. tindakan pengendalian nyeri
29. neusea. masa lalu yang telah
30. makanan intoleransi. digunakan.
55. membantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan
memberikan dukungan.
56. memanfaatkan metode
Evaluasi sesuai dengan
tahapan perkembangan yang
memungkinkan untuk
pemantauan perubahan rasa
sakit dan yang akan
membantu dalam
mengidentifikasi faktor-faktor
pencetus yang sebenarnya dan
potensial (mis: diagram alir,
catatan harian)
57. menentukan frekuensi yang
diperlukan untuk membuat
penilaian kenyamanan pasien
dan melaksanakan
pemantauan rencana.
58. memberikan informasi
tentang rasa sakit, seperti
penyebab nyeri, berapa lama
akan berlangsung, dan
diantisipasi ketidaknyamanan
dari Prosedur dasar.
59. control faktor lingkungan
yang mungkin mempengaruhi
pasien respon
ketidaknyamanan (mis: suhu
kamar, pencahayaan,
kebisingan)
60. mengurangi atau
menghilangkan faktor-faktor
yang memicu atau
meningkatkan pengalaman
nyeri (misalnya: ketakutan,
kelelahan, monoton, dan
kurangnya pengetahuan)
61. mempertimbangkan pasien
kesediaan untuk

57
berpartisipasi, kemampuan
untuk berpartisipasi,
preferensi, dukungan
signifikan lainnya untuk
metode, dan kontraindikasi
ketika memilih strategi nyeri.
62. pilih dan menerapkan
berbagai ukuran (mis:
farmakologis,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penghilang rasa
sakit, yang sesuai.
63. prinsip-prinsip mengajar
manajemen nyeri.
64. mempertimbangkan jenis dan
sumber rasa sakit ketika
memilih strategi nyeri.
65. mendorong pasien untuk
memantau nyeri sendiri dan
untuk campur tangan tepat.
66. mengajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi.
67. mengeksplorasi pasien
penggunaan saat metode
farmakologikal nyeri.
68. mengajarkan tentang metode
farmakologis nyeri.
69. mendorong pasien untuk
menggunakan obat
penghilang rasa sakit yang
memadai.
70. berkolaborasi dengan pasien,
penting lainnya, dan
profesional kesehatan lainnya
untuk memilih dan
menerapkan nonfarmakologis
ukuran nyeri, yang sesuai.
71. memberikan orang nyeri yang
optimal dengan analgesik
yang ditentukan.
72. menerapkan penggunaan
pasien dikendalikan analgesik
(PCA), jika sesuai.
73. penggunaan kontrol nyeri
ukuran sebelum nyeri menjadi
parah.
74. mengobati sebelum suatu

58
kegiatan untuk meningkatkan
partisipasi, tetapi
mengevaluasi bahaya sedasi.
75. menjamin analgesia
pretreatment dan / atau
nonpharmacologis strategi
sebelum prosedur yang
menyakitkan.
76. memverifikasi tingkat
ketidaknyamanan dengan
pasien, perhatikan perubahan
dalam rekam medis,
menginformasikan
profesional kesehatan lainnya
yang bekerja dengan pasien.
77. mengevaluasi effectivitas dari
ukuran kontrol nyeri
digunakan melalui penilaian
berkelanjutan dari
pengalaman rasa sakit.
78. Lembaga dan memodifikasi
kontrol nyeri ukuran atas
dasar respon pasien.
79. mempromosikan memadai
istirahat / tidur untuk
memfasilitasi nyeri.
80. mendorong pasien untuk
membahas / pengalamannya
rasa sakitnya, yang sesuai.
81. memberitahu dokter jika
langkah-langkah tidak
berhasil atau jika saat ini
mengeluh adalah perubahan
yang signifikan dari pasien
pengalaman masa lalu sakit.
82. menginformasikan anggota
profesional perawatan
kesehatan / keluarga lain dari
strategi nonfarmakologis yang
digunakan oleh pasien untuk
mendorong pendekatan
preventif untuk manajemen
nyeri.
83. menggunakan pendekatan
multidisiplin untuk
manajemen nyeri, saat yang
tepat.
84. pertimbangkan rujukan

59
kepada pasien, keluarga, dan
lain-lain yang signifikan
untuk mendukung kelompok-
kelompok, dan sumber daya
lainnya, yang sesuai.
85. memberikan informasi yang
akurat untuk mempromosikan
pengetahuan keluarga dan
respon terhadap pengalaman
rasa sakit.
86. incorporate keluarga di
modalitas nyeri, jika
memungkinkan.
87. Monitor pasien kepuasan
dengan manajemen nyeri pada
selang waktu tertentu.

Analgesic Administration
Aktivitas :
26. menentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum mengobati
pasien.
27. cek perintah medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi
analgesik yang diresepkan.
28. sejarah cek untuk alergi obat.
29. mengevaluasi kemampuan
pasien untuk berpartisipasi
dalam pemilihan analgesik,
rute, dan dosis, dan
melibatkan pasien, yang
sesuai.
30. memilih analgesik atau
kombinasi analgesik yang
tepat ketika lebih dari satu
yang diresepkan.
31. menentukan pilihan analgesik
(narkotik, non narkotika, atau
NSAID), berdasarkan jenis
dan tingkat keparahan nyeri.
32. menentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
untuk mencapai analgesik
yang optimal.
33. memilih rute IV, bukan IM,
untuk sering nyeri injeksi
obat, bila memungkinkan.

60
34. keluar narkotika dan obat-
obatan terlarang lainnya,
sesuai dengan protokol
lembaga.
35. Monitor tanda vital sebelum
dan setelah pemberian
analgesik narkotika dengan
dosis pertama kalinya atau
tanda yang tidak biasa dicatat.
36. hadir untuk menghibur
kebutuhan dan kegiatan lain
yang membantu relaksasi
untuk memfasilitasi respon
terhadap analgesia.
37. analgesik kelola, sekitar jam
untuk mencegah puncak dan
palung analgesia, especilly
dengan nyeri severa.
38. mengatur harapan positif
mengenai efektivitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien.
39. analgesik kelola adjuvant dan
/ atau obat bila diperlukan
untuk mempotensiasi
analgesia.
40. mempertimbangkan
penggunaan infus terus
menerus, baik sendiri atau
dalam conjuction dengan
opioid bolus, untuk
mempertahankan tingkat
serum.
41. Tindakan pengamanan
lembaga untuk mereka yang
menerima analgesik
narkotika, yang sesuai.
42. menginstruksikan untuk
meminta obat nyeri PRN
sebelum sakit parah.
43. menginformasikan individu
yang dengan pemberian
narkotika, mengantuk kadang-
kadang terjadi selama 2
sampai 3 hari dan kemudian
mereda.
44. kesalahpahaman yang benar /

61
mitos pasien atau anggota
keluarga dapat memegang
mengenai analgesik,
khususnya opioid (mis:
kecanduan dan risiko
overdosis).
45. mengevaluasi efektivitas
analgesik pada interval yang
sering rutin setelah setiap
administrasi, tetapi terutama
setelah dosis awal juga
mengamati untuk tanda dan
gejala efek tak diinginkan
(misalnya: depresi
pernapasan, neusea dan
muntah, mulut kering, dan
sembelit).
Tanggapan
46. dokumen untuk analgesik dan
efek tak diinginkan.
47. mengevaluasi dan tingkat
dokumen sedasi untuk pasien
yang menerima opioid.
48. melaksanakan tindakan untuk
mengurangi efek tak
diinginkan analgesik (mis:
sembelit dan iritasi lambung).
49. berkolaborasi dengan
phisycian jika obat, rute dosis
pemberian, atau selang waktu
perubahan ditunjukkan,
membuat rekomendasi
spesifik berdasarkan prinsip
equianalgesic.
50. mengajar tentang penggunaan
analgesik, strategi untuk
mengurangi efek samping,
dan harapan untuk
keterlibatan dalam keputusan
tentang nyeri.

Hambatan NOC: Terapi Aktivitas


 Toleransi aktivitas Aktivitas :
Mobilitas Fisik
Indikator: 17) Observasi adanya pembatasan
b.d kelemahan 8) Saturasi oksigen klien dalam melakukan
dengan aktivitas aktivitas
umum
9) Tingkat pernafasan 18) Kaji adanya faktor yang
dengan aktivita menyebabkan kelelahan

62
10) Denyut nadi dengan monitor nutrisi dan sumber
aktivitas energi yang adekuat
11) Kemudahan 19) Monitor pasien akan adanya
beraktivitas kelelahan fisik dan emosi
12) Tekanan darah sistolik secara berlebihan
dengan aktivitas 20) Monitor respon
13) Kekuatan tubuh bagian kardiovaskuler terhadap
atas aktivitas (takikardi, disritmia,
14) Kekuatan tubuh bagian sesak nafas, diaporasis, pucat,
bawah perubahan hermodinamik)
21) Monitor pola tidur dan
lamanya tidur atau intirahat
 Daya tahan pasien
Indikator : 22) Kolaborasikan dengan tenaga
7) Aktivitas fisik rehabilitasi medik dalam
8) Konsentrasi merencanakan program terapi
9) Katahanan otot yang tepat
10) Pemulihan energi 23) Bantu klien untuk
setelah istirahat mengidentifikasi aktivitas
11) Kadar oksigen darah yang mampu dilakukan
saat beraktivitas 24) Bantu untuk memilih aktivitas
12) Kelelahan Kelesuan konsisten yang sesuai dengan
Keletihan kemampuan fisik, psikologis,
dan sosial
25) Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
26) Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
27) Bantu untuk mengidenyifikasi
aktivitas yang disukai
28) Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
29) Bantu pasien atau keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktifitas
30) Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
31) Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
32) Monitor respon fisik, emosi,
sosial, dan spiritual

Vital Sign Monitoring


Aktivitas Keperawatan :

63
16. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR.
17. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.
18. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri.
19. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan.
20. Monitor TD, nadi, RR
sebelum dan setelah
aktivitas.
21. Monitor kualitas dari nadi.
22. Monitor adanya pulsus
paradoksus.
23. Monitor adanya pulsus
alterans.
24. Monitor jumlah dan irama
jantung.
25. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan.
26. Monitor suara paru.
27. Monitor pola pernafasan
abnormal.
28. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit.
29. Monitor sianosis perifer.
30. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik).
31. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
Kekurangan  Keseimbangan cairan Manajemen Cairan
Indikator : Aktifitas :
volume cairan
13) Tekanandarah 28. Timbang berat badan setiap
b.d kehilangan 14) Denyut nadi radial hari dan monitor status pasien
15) Tekanan arteri rata-rata 29. Hitung atau timbangan popok
cairan aktif
16) Tekanan vena sentral dengan baik
17) Tekanan baji paru-paru 30. Jaga intake/asupan yang
18) Dentut perifer akurat dan catat output
19) Keseimbangan intake (pasien)
dan output dalam 24 31. Masukkan kateter urin
jam 32. Monitor stastus hidrasi
20) Berat badan stabil (misalnya, membran mukosa
21) Turgor kulit lembab, denyut adekuat, dan
22) Kelembaban membran tekanan darah ortostatik)
mukosa 33. Monitor hasil laboratorium

64
23) Serum elektrolit yang relevan dengan retensi
24) Hematokrit cairan (misalnya, peningkatan
Berat jenis urin berat jenis, peningkatan BUN,
penurunan hematokrit, dan
peningkatan kadar osmolalitas
urin)
34. Monitor status hemotokrit,
termasuk CVP, MAP, PAP,
dan PCWP, jika ada
35. Monitor tanda-tanda vital
pasien
36. Monitor indikasi kelebihan
cairan/retensi (misalnya,
crackles, elevasi CVP atau
tekanan kapiler paru yang
terganjal, edema, distensi
vena leher, dan asites)
37. Monitor perubahan berat
badan pasien sebelum dan
setelah dialisis
38. Kaji lokasi dan luasnya
edema, jika ada
39. Monitor makanan/cairan yang
dikensumsi dan hitung asupan
kalori harian
40. Berikan terpi IV, seperti yang
ditentukan
41. Monitor status gizi
42. Berikan cairan, dengan tepat
43. Berikan diuretik yang
diresepkan
44. Berikan cairan IV sesuai suhu
kamar
45. Tingkatkan asupan oral
(misalnya, memberikan
sedotan, menawarkan cairan
di antara waktu makan,
mengganti air es secara rutin,
menggunakan es untuk jus
favorit anak, potongan gelatin
kedalam kotak yang
menyenangkan, menggunakan
cangkir obat kecil), yang
sesuai
46. Arahkan pasien mengenal
status NPO
47. Dukung pasien dan keluarga
untuk membantu dalam

65
pemberian makan dengan
baik
48. Tawari makanan ringan
(misalnya, minuman ringan
dan buah-buahan segar/jus
buah)
49. Batasi asupan air pada kondisi
pengenceran hiponatremia
dengan serum Na di bawah
130 mEq/L
50. Monitor reaksi pasien
terhadap terapi elektrolit yang
diresepkan
51. Konsultasikan dengan dokter
jika tanda-tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
menetap atau memburuk
52. Atur ketersediaan produk
darah untuk transfusi, jika
perlu
53. Persiapkan pemberian
produk-produk darah
(misalnya, cek darah dan
mempersiapkan pemasangan
infus)
54. Berikan produk-produk darah
(misalnya, trombosit dan
plasma yang baru).
Resiko infeksi NOC: Management Imunisasi
Status Imunitas Aktifitas :
b.d prosedur
Indikator : 6) Sediakan informasi mengenai
invasif (SC) 6) Suhu tubuh vaksin yang disiapkan oleh
7) Tingkat sel T4 pusat pencegahan dan control
8) Infeksi berulang penyakit
9) Kehilangan berat 7) Dokumentasikan informasi
badan vaksinasi, sesuai SOP yang
10) Keletihan kronis berlaku
8) Ingatkan individu atau
Perilaku Imunitas keluarga ketika imuniasasinya
Indikator : ada yang belum dilakukan
6) Menggambarkan 9) Bantu keluarga terkait
resiko yang terkait perencanaan keuangan untuk
dengan imunisasi membayar imunisasi
tertentu (misalnya, apakah dibayar
7) Mendapatkan asuransi dan klinik Dept.
imunisasi yang Kesehatan)
direkomendasikan 10) Jadwalkan imunisaSI sesuai
sesuai umur oleh The tenggang waktu yang ada

66
American Acadamy
Peadris atau United Perlindungan Infeksi
States Publiick Help Aktifitas :
Service 13) Monitor adanya tanda dan
8) Menjelaskan langkah – gejala inffeksi sistemik lokal
langkah bantuan untuk 14) Monitor kerentanan terhadap
efek vaksin infeksi
9) Melaporkan setiap efek 15) Batasi jumlah pengunjung
samping 16) Srining semua pengunjung
10) Mengkonfirmasi terhadap penyakit menular
tanggal imunisasi 17) Tingkatkan asupan nutrisi
berikutnya yang cukup
18) Anjurkan asupan cairan yang
Status Nutrisi tepat
Indikator : 19) Lanjutkan istirahat
4) Asupan gizi 20) Pantau adanya tingkat
5) Asupan makanan perubahan energi
6) Asupan cairan 21) Instruksikan pasien untuk
Rasio berat badan minum antiobiotik yang
diresepkan
22) Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada
yankes
23) Berikan ruangan pribadi yang
dibutuhkan
24) Laporkan dugaan infeksi pada
personil pengendali infeksi

67
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/tgl/ NO. IMPLEMENTASI Hari/tgl EVALUASI TTD


jam DX. / jam
K
Senin, 1 - Mengkaji nyeri secara Senin, S:
14 komprehensif (Penyebab, 14  Ny.S mengatakan
Oktober Qualitas, Region, Skala, Oktobe masih nyeri
2019 dan waktu nyeri) r 2019  Ny. S mengatakn
- Mengobservasi nyeri bertambah
Jam ketidaknyamanan Ny. S 15.00 ketika pasien
11..00 - Mengajarkan Ny. S WIB mengubah posisi
WIB tentang teknik relaksasi  Nyeri pada luka bekas
nafas dalam SC atas indikasi PEB
- Menggali faktor penyebab
nyeri O:
12.00 - Membantu memberikan  pasien tampak
WIB obat pereda nyeri : memegangi perut nya
paracetamol 3x500 mg  pasien tampak
- Memberikan terapi meringis
nonfarmakologis untuk  pasien
menurunkan nyeri mendapatkan obat
14.00 - Memberikan evidence pronalges 1 kapsul
WIB based practice :
A:
Aromaterapi Lavender
Masalah belum teratasi,
Ny.S masih
mengeluhkan nyeri
P : Intervensi
dilanjutkan : mengkaji
nyeri secara
komprehensif,
memberikan terapi
nonfarmakologis
(aromaterapi lavender) 2
atau 3 kali sehari untuk
menurunkan nyeri pada
Ny.S untuk menurunkan
nyeri post SC
Senin, 2  memonitor adanya tanda Senin, S : Pasien mengatakn
14 dan gejala infeksi 14 luka operasinya masih
Oktober  membatasi jumlah Oktobe nyeri ketika berubah
2019 pengunjung r 2019 posisi
 memeriksa kondisi luka O : pasien post SC
11.00 operasi 15.00 dengan inikasi PEB,
WIB  menganjurkan Ny. S WIB Luka pada bekas SC
istirahat tampak kering, terdapat
 menganjurkan pasien adanya kemerahan pada
atau keluarga untuk luka bekas operasi

68
mencuci tangan dengan A : Masalah belum
benar teratasi : luka bekas SC
 membantuk memberikan Ny.S beresiko infeksi
12.00 antibiotik : Ceftriaxon 10 P : Intervensi
WIB cc dilanjutkan :
Memberikan obat
antibiotik melalui oral :
cefixim 2x200 mg
Senin/ 3  Mengkaji kemampuan Senin, S = pasien mengatakan
14 pasien sejauh mana dapat 14 tidak mampu untuk
Oktober beraktivitas Oktobe berjalan sendiri, susah
2019  Mengkaji penyebab r 2019 mengubah posisi (miring
kelemahan umum kiri dan kanan), pasien
11.00  Mengevaluasi peningkatan 15.00 mengatakan masih nyeri
WIB toleransi terhadap WIB ketika Ny.S mengubah
aktivitas posisinya, Pasien
mengatakan badan
masih lemah
O = pasien tampak
berbaring di tempat
tidur, meringis, letih,
dan tidak bersemangat
A = masalah belum
teratasi : Hambatan
mobilitas fisik pada Ny.
S
P = lanjutkan intervensi
: menganjurkan Ny.S
untuk beristirahat dan
menganjurkan klien
untuk megubah posisi
secara perlahan-lahan
Selasa/1 1  mengkaji nyeri secara Selasa/ S : Ny.S mengatakn
5 komprehensif 15 nyeri sudah berkurang
Oktober  Memberikan dan Oktobe Skala nyeri 3
2019 menjelaskan terapi r 2019 Ny.S mengatakn merasa
09.00 nonfarmakologis untuk 10.15 lebih nyaman dan
WIB menurunkan nyeri pada WIB tenang setelah
pasien post SC : menghirup aromaterapi
09.40 Aromaterapi Lavender lavender
WIB selama lebih kurang 10 O : pasien tampak lebih
menit bersemangat
 Memberikan terapi A : Masalah teratasi
aromaterapi lavender pada sebagian : nyeri sudah
Ny.S dengan cara berkurang
menetaskan aromaterapi P : intervensi dihentikan
tersebut diatas tissue Menganjurkan pasien
kemudian pasien diminta untuk melakukan teknik

69
untuk menghirup distraksi (bercakap-
aromaterapi tersebut cakap, atau kegiatan
dengan cara tarik nafas lainnya) dan relaksasi
dalam selama 10 menit (tarik nafas dalam)
ketika dirumah
Selasa/ 2  Melakukan perawatan Selasa/ S : Ny. S mengatakan
15 luka post SC (GV) 15 nyeri pada luka bekas
Oktober  Memberikan obat Oktobe SC sudah berkurang
2019 antibiotik melalui IV: r 2019 Ny.S mengatakan badan
Ceftriaxon tidak menggigil lagi
Jam Jam O : Pasien tampak lebih
10.30 12.00 nyaman
WIB WIB A : Masalah teratasi :
Jam resiko infeksi pada luka
11.00 Ny.S berkurang
WIB P : Intervensi dihentikan
Menganjurkan pasien
dan anggota keluarga
untuk melakukan
perawatan luka bekas
SC pada Ny. S ketika
dirumah
Selasa/1 3  Menganjurkana pasien Selasa/ S = pasien mengatakan
5 untuk berjalan tapi 15 sudah mampu
Oktober perlahan Oktobe beraktivitas, nyeri ketika
2019  Memonitor aktivitas r 2019 beraktivitas sudah
Jam pasien Jam berkurang
12.00  Membantu pasien ketika 15.00 O = pasien tampak
WIB berakivitas : menyisir WIB tenang, nadi dalam batas
rambut, berjalan menuju normal RR : 78x/i
toilet A = masalah teratasi :
immobilisasi dapat
diatasi
P = intervensi
dihentikan
Anjurkan keluarga untuk
memberikan bantuan
ketika pasien
beraktivitas untuk
memenuhi kebutuhan
pasien ketika dirumah

70
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Konsep dasar Post Sectio Caesaria indikasi Pre Eklamsia Berat (PEB)

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan abdomrn dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram

(Wiknjosastro, 2010). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin

dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan abdomen (Rustam

Mochtar, 2009).

Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai

proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini

ibu dikatakan mengalami preeklampsia berat karena mengalami hipertensi,

yaitu tekanan darahnya 190/120 mmHG (>160/100 mmHg) dan. Ibu

mengalami edema pada punggung tangan dan kaki. Dalam kasus ini ibu

melahirkan dengan usia kehamilan cukup bulan yaitu dalam kehamilan 36-37

minggu.

Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer

agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada

preeclampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

Edema terjadi karena terjadi penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang

interstitial. Pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan

konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron

penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan

71
natrium. Pada preeklampsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan

oleh aliran darah kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi

glomerulus berkurang atau mengalami penurunan. Penurunan filtrasi

glomerulus akibat spasmus arteriole ginjal menyebabkan filtrasi natrium

melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi

air sehingga pasien mengalai udema (Giyanto, 2015).

2. Asuhan Keperawatan pada Ny.E Post Sectio Caesaria indikasi Pre

Eklamsia Berat (PEB) di Ruang Rawat Inap Instalasi Kebidanan RSUP

DR. M.DJAMIL Padang

a. Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 14 Oktober 2019 didapatkan

data bahwa pasien mengeluhkan nyeri pada bekas luka operasi, nyeri

hilang timbul, Ny. S tampak meringis, Ny. S tampak memegang bagian

perut yang nyeri, skala nyeri 5, terdapat luka bekas operasi dibagian

bawah abdomen sekitar 13 cm, luka tampak sedikit basah, terdapat udema

pada kaki dan tangan. Setelah dilakukan pemeriksaan TTV, didapatkan

tekanan darah Ny.S post SC yaitu 150/100 mmHg, N : 100x/I, P : 20x/I, S

: 36,80C. Pasien mengeluhkan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri,

pasien mengeluhkan sulit membolak balik posisi. Kondisi umum pasien,

pasien tampak lemah, pasien tampak meringis kesakitan, pasien terlihat

lemas dan letih, pasien melakukan aktivitas dibantu oleh perawat dan

keluarganya.

P : nyeri bertambah saat beraktivitas, nyeri berkurang saat istirahat

Q : Nyeri seperti disayat-sayat

72
R : Nyeri dirasakan pada abdomen bagian bawah bekas SC, Ny. S

mengatakan nyeri tidak menyebar ketempat yang lain

S : Skala nyeri 5

T : Nyeri yang dirasakan hilang timbul

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Wiknjosastro

2012, tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat

badan yang berlebihan, diikuti edema, dan hipertensi. Gejala-gejala ini

sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan

petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre

eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda

utamanya yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau

proteinuria.

Hasil pemeriksaan laboratorium Ny. E didapatkan bahwa

hemoglobin : 11,2 g/dl, leukosit : 14.160/mm3, hematokrit : 34%,

trombosit : 396.000/mm3, kretinin darah : 0,7 mg/dl, SGOT: 16 u/l, SGPT:

13 u/l, ureum darah : 21 mg/dl.

Tanda lain dari preeklampsia berat yang tidak dijumpai pada kasus

ini adalah :

a. Oliguria, jumlah produksi urine > 500 cc / 24 jam yang disertai

kenaikan kadar kreatinin darah. Hal ini terjadi karena pada

preeklampsia filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari

normal sehingga menyebabkan dieresis menurun, pada keadaan

lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.

73
b. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

karena regangan selaput hati oleh perdarahan/ edema atau sakit

akibat perubahan pada lambung.

c. Edema paru dan sianosis. Edema paru merupakan penyebab utama

kematian pada penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi

ini terjadi sebagai akibat dekompensasio kordis kiri.

d. Pasien tidak ada mengalami masalah pada jantung, ukuran jantung

dalam batas normal dan tidak ada bunyi tambahan pada jantung. Hal

ini dapat terjadi karena pada pasien memang tidak ada memiliki

riwayat penyakit jantung sebelumnya, hipertensi dialami pasien

ketika kehamilan saja. Sebelum hamil pasien mengatakan tekanan

darahnya selalu dalam batas normal.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah :

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (SC)

Diagnosa ini ditegakkan karena pasien mengeluhkan nyeri pada luka bekas

operasi. Pada pasien post sc akan ditemukan adanya nyeri. Hal ini terjadi

akibat tindakan dari pembedahan yang mengakibatkan adanya luka bekas

operasi, sehingga kontinuitas jaringan terputus yang dapat merangsang

area sensorik untuk mengaktifkan reseptor nyeri. Pasien hari

2. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan umum

Diagnosa ini ditegakkan karena pasien mengalami kelemahan. Kelemahan

ini dapat terjadi akibat pasien post sc dan belum cukup energy untuk

melakukan aktivitas seperti biasa ditambah dengan penyakit PEB atau

74
tekanan darah pasien yang tinggi sehingga fungsi tubuh belum berfungsi

dengan baik.

3. Resiko Infeksi b.d prosedur invasif (SC)

Diagnosa ini ditegakkan karena pasien dengan post sc mengalami jaringan

yang terbuka, ketika proteksi pasien kurang maka bakteri akan mudah

berinvasi sehingga pasien beresiko untuk terjadinya infeksi

c. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri Akut b,d agen cidera fisik (SC)

EBN (Evidence based nursing) yang kelompok lakukan untuk

meminimalkan nyeri pada kasus ini adalah dengan menggunakan aromaterapi

lavender. Dimana menurut penelitian yang dilakukan oleh Anwar, mutiara,

dkk (2018) tentang pengaruh pengaruh teknik relaksasi aromatherapi

lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada post operasi sectio

caesarea didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang bermakna antara

kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan

teknik relaksasi aromatherapi lavender terhadap penurunan intensitas nyeri

pada post operasi sectio caesarea.

Menurut Teori Pengendalian Gerbang (gate control theory) oleh

Qittum (2008), mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat

oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini

mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka

dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup

pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. upaya ini

dapat dilakukan dengan menggunakan aromaterapi lavender.

75
Hal ini dibuktikan dalam penelitian Haryanti & Patria (2019) dalam

penelitian sebelumnya pada ibu bersalin post sectio caesarea di ruang bersalin

RS Pertamina Bintang Amin Bandar bahwa rata-rata skala nyeri sc pada 37

orang responden setelah diberikan aromaterapi lavender didapatkan sebesar

3,4054.

Pada kasus ini, selama pemberian intervensi aromaterapi lavender

didapatkan hasil terjadi penurunan intensitas nyeri setelah dilakukan

intervensi. Nyeri pasien semakin berkurang selama hari rawatan. Nyeri

memang merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.

Sifatnya sangat subektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang

dalam hal skala atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2011).

Penurunan skala nyeri setelah diberikan intervensi aromaterapi

lavender ini disebabkan karena mekanisme kerja aromaterapi dalam tubuh

manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan

sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya

ingat, dan emosi seseorang. Aromaterapi lavender dan lemon merupakan jenis

aromaterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas (Wong,

2010). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ratna Pratiwi (2016) tentang

penurunan intensitas nyeri akibat luka post sectio caesarea setelah dilakukan

latihan teknik relaksasi pernapasan mengguanakan aromaterapi lavender di

rumah sakit Al Islam Bandung menunjukkan hasil bahwa intensitas skala

nyeri sebelum dilakukan intervensi adalah 6,6 skala nyeri berat sedangkan

sesudah dilakukan intervensi adalah 3,6 skala nyeri sedang artinya

76
penggunaan aromaterapi lavender dapat menurunkan tingkat intensitas nyeri

seseorang akibat luka sectio caesarea.

2. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan umum

Terapi preeklampsia berat menggunakan MgSO4 40% 20 cc dalam

500 cc larutan RL (drip 20 tetes/ menit) dalam kasus ini terbukti efektif dalam

mencegah terjadinya kejang pada penderita. Pemberian metildopa 500mg

peroral juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah

pasien masih tinggi dan pasien tetap diberikan terapi MgSO4 dan metildopa.

3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif (SC)

Terapi untuk menghindari adanya infeksi dalam kasus ini dilakukan

dengan memberikan intervensi perawatan luka post sc dan pemberian terapi

antibiotik (Cefixime 2x200mg ). Pemberian cefixime ini efektif untuk pasien

yang ditandai dengan tidak adanya terjadi infeksi ataupun peradangan pada

luka post sc pasien.

d. Implementasi

Kelompok melakukan semua implementasi berdasarkan tindakan yang

telah direncanakan. Masalah nyeri akut b.d agen cidera fisik yang terjadi

pada Ny. S telah dilakukan tindakan a) Mengkaji nyeri secara komprehensif

(Penyebab, Qualitas, Region, Skala, dan waktu nyeri), Mengobservasi

ketidaknyamanan Ny. S, b) Mengajarkan Ny. S tentang teknik relaksasi

nafas dalam, c) Menggali faktor penyebab nyeri, d) Membantu memberikan

obat pereda nyeri : paracetamol, e) Memberikan terapi nonfarmakologis

untuk menurunkan nyeri , f) Memberikan evidence based practice :

Aromaterapi Lavender selama lebih kurang 10 menit dari jam 09.40 WIB

77
sampai 09.50 WIB, dengan cara menetaskan aromaterapi tersebut diatas

tissue kemudian pasien diminta untuk menghirup aromaterapi tersebut

dengan cara tarik nafas dalam selama 10 menit.

Untuk masalah hambatan mobilitas fisik tindakan yang dilakukan

mengkaji kemampuan pasien sejauh mana dapat beraktivitas, mengkaji

penyebab kelemahan umum, mengevaluasi peningkatan toleransi terhadap

aktivitas, menganjurkana pasien untuk berjalan tapi perlahan, memonitor

aktivitas pasien , membantu pasien ketika berakivitas : menyisir rambut,

berjalan menuju toilet . Pada diagnosis resiko infeksi tindakan yang

dilakukan yaitu memonitor adanya tanda dan gejala infeksi, membatasi

jumlah pengunjung, memeriksa kondisi luka operasi, menganjurkan Ny. S

istirahat, menganjurkan pasien atau keluarga untuk mencuci tangan dengan

benar, memberikan obat antibiotik melalui IV : cefixcime, melakukan

perawatan luka post SC (GV).

Berdasarkan analisis kelompok, manajemen nyeri dapat dilakukan

dengan mengkaji nyeri secara komprehensif (PQRST) serta memberikan

terapi aromaterapi lavender untuk mengurunkan tingkat nyeri pada pasien

post sc.

e. Evaluasi

Dari tindakan keperawatan yang dilakukan secara berangsur-angsur

maka hasil evaluasi yang didapatkan pada hari pertama implementasi yaitu

Ny.S mengatakan masih nyeri, nyeri bertambah ketika pasien mengubah

posisi, nyeri pada luka bekas SC atas indikasi PEB, pasien tampak

memegangi perut nya, pasien tampak meringis. Sedangka pada hari kedua

78
implementasi, didapatkan bahwa Ny.S mengatakan nyeri sudah berkurang,

Skala nyeri 3, Ny.S mengatakn merasa lebih nyaman dan tenang setelah

menghirup aromaterapi lavender, dan pasien tampak lebih bersemangat

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna Pratiwi

(2016) tentang penurunan Intensitas nyeri akibat luka post sectio caesarea

setelah dilakukan pemberian aromaterapi lavender di Rumah Sakit Al Islam

Bandung menunjukkan hasil bahwa intensitas skala nyeri sebelum dilakukan

intervensi adalah 6,6 skala nyeri berat sedangkan sesudah dilakukan

intervensi adalah 3,6 skala nyeri sedang artinya penggunaan aromaterapi

lavender dapat menurunkan tingkat intensitas nyeri seseorang akibat luka

sectio caesarea.

79
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah membahas secara keseluruhan proses keperawatan pada klien Ny.

S dengan Post Sc atas indikasi PEB di ruangan kebidanan RSUP. Dr. M.

DJamil Padang, maka dapat disimpulkan bahwa penulis telah mampu:

1. Melakukan pengakajian pada Ny. S dengan Post Sc atas indikasi

Preeklampsi Beratdi ruangan kebidanan RSUP Dr. M.Djamil Padang.

2. Membuat diagnosa yang akan dilakukan pada Ny. S dengan Post SC atas

indikasi Preeklampsi Berat di ruangan kebidanan RSUP Dr. M.DJamil

Padang.

3. Membuat perencanaan yang akan dilakukan pada Ny. S dengan Post Sc

atas indikasi Preeklampsi Berat diruangan kebidanan RSUP Dr. M.Djamil

Padang.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan pada Ny.

S dengan Post SC atas indikasi Preeklampsi Berat di ruangan kebidanan

RSUP Dr.M.Djamil Padang.

5. Melakukan evaluasi pada Ny. S dengan Post SC atas indikasi Preeklampsi

Berat di ruangan kebidanan RSUP Dr.M.Djamil Padang.

80
B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka masih ada beberapa masalah

yang dapat disampaikan dalam bentuk saran yaitu sebagai berikut :

1. Bagi profesi Keperawatan

Asuhan keperawatan yang telah kelompok buat ini diharapkan dapat

menjadikan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam upaya

meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien, terutama pada pasien

dengan Post SC atas indikasi Preeklampsi Berat

2. Rumah Sakit

Melalui Kepala Rumah Sakit dan Kepala Ruangan diharapkan dapat untuk

menjadi alternative pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien

Post SC atas indikasi Preeklampsi Berat serta membatasi jumlah dan

waktu kunjungan keluarga pasien untuk memberikan kenyamanan dan

ketenangan bagi pasien.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat membantu untuk memperkaya serta menambah referensi

bacaan mahasiswa diperpustakaan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.

81
DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI. 2010. Buku Acuan persalinan Normal. Jakarta :


DepKes RI.

Elizabeth, Siwi W dan Endang P. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Indiarti (2009). Panduan lengkap kehamilan, persalinan, dan perawatan


bayi,Bahagia menyambut si buah hati. Yogyakarta : Diglossia Media.

Jitowiyono. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medica.

Kasdu, D. 2005. Solusi Problem Persalinan. Jakarta : Puspa Swara.

Kevin P.Hanretty. 2014. Ilustrasi Obstetri. Jakarta : Nuha Medika.

Nanda. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nugroho, T .2010. Kasus Emergency Kebidanan Untuk Kebidanan dan


Keperawatan .Yogyakarta : Nuha Medika

Saifuddin.2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Varney.2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Wiknjosastro.2007. Ilmu Kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Yulia Fauziyah. 2012. Obstetri Patologi.Yogyakarta : Nuha Medika.

82

Anda mungkin juga menyukai