Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN

Berdasarkan hasil pengkajian pasien An. A berjenis kelamin laki-laki


dengan usia 16 bulan, terdiagnosa demam kejang. Pasien masuk melalui IGD
pada jam 11.00 siang dengan keluhan panas dari 1 hari yang lalu, panas
mendadak tinggi, batu, tidak ada pilek, tidak ada muntah dan sesak nafas, 1
jam sebelum masuk ke rumah sakit pasien mengalami kejang, kejang terjadi
pada seluruh bagian tubuh, tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik keatas.
Kejang berlangsung1 kali selama 4 menit. Setelah kejang berhenti pasien
menangis
Demam Kejang merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, 2016).

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri


gejala klinis sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri


gejala klinis sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

B. Diagnosa dan Intervensi

1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Hasil pengkajian pada tanggal 23 April 2020 didapatkan bahwa pasien

mengalami demam sejak 1 hari SMRS. 1 jam sebelum masuk rumah sakit

pasien mengalami kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan kaku seta mata

melirik kearah atas. TTV: S: 38 C, HR: 100 x/i, R: 36x/i.

Hipertermia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana suhu tubuh

melebihi titik set, yang biasanya diakibatkan oleh kondisi tubuh atau

eksternal yang menciptakan lebih banyak panas daripada yang dapat

dikeluarkan oleh tubuh. Hipertermi dapat disebabkan karena sengatan


panas, toksisitas aspirin, kejang dan hipertiroidisme. Pada keadaan

hipertermia pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan

normal. Karakteristik dari hipertermi adalah kejang (konvulsi), kulit

memerah, kulit hangat bila disentuh, kuku kebiruan, hipertensi dan muka

pucat (Herdman, 2018).

Berdasarkan diagnosa diatas maka luaran yang diharapkan adalah Suhu

tubuh dalam rentang normal, nadi dan respirasi dalam rentang normal serta

tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing (Moorhead, 2016).

Untuk mencapai luaran yang telah ditentukan maka disusun perencanaan

atau intervensi untuk mengatasi semua luaran yang direncanakan dengan

Temperatur Regulation melalui Aktivitas Monitor suhu minimal tiap 2 jam,

rencanakan monitor suhu secara kontinyu, monitor TD, nadi, dan

RR,monitor warna dan suhu kulit, monitor tanda-tanda hipertemi dan

hipotermi, kompres air hangat, tingkatkan intake cairan dan nutrisi srta

kolaborasi pemberian antibiotik dan antipiretik (Bulechek, 2016).

Setelah diberikan Asuhan Keperawatan diatas diharapkan masalah

keperawatan pasien yang tekait dengan Hipertermia dapat teratasi.

2. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan reduksi

aliran darah ke otak

Hasil pengkajian pada tanggal 23 April 2020 didapatkan bahwa pasien

mengalami demam sejak 1 hari SMRS. 1 jam sebelum masuk rumah sakit

pasien mengalami kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan kaku sreta mata
melirik kearah atas. Kejang berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah

kejang berhenti pasien menangis. TTV: S: 38 C, HR: 100 x/i, R: 36x/i.

Kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan metabolisme basal 10-15% dan

kebutuhan O2 meningkat 20%. Anak berumur 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa

(hanya 15%), oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi

difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian

besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya

dengan bantuan bahan yang tersebut neirotransmitter yang terjadi kejang.

Anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu

38C dan anak dengan ambang kejang demam tinggi, kejang baru terjadi

pada suhu 40C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit)

biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi

otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung

yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya

aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema

otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otal (Ngastiyah, 2015).

Maka dari masalah keperawatan tersebut diangkatlah diagnosa Perfusi

jaringan serebral tidak efektif (Herdman, 2018).


Berdasarkan diagnosa diatas maka luaran yang diharapkan tekanan darah

sistolik dalam batas normal, tekanan darah diastolik dalam batas normal,

kekuatan nadi dalam batas normal, tekanan vena sentral dalam batas normal,

rata-rata takanan darah dalam batas normal (Moorhead, 2018).

Untuk mencapai luaran yang telah ditentukan maka disusun perencanaan

atau intervensi untuk mengatasi semua luaran yang direncanakan dengan

monitor Tanda-Tanda Vital dengan aktivitas monitor tekanan darah, nadi,

suhu, respirasi rate lalu catat adanya fluktuasi tekanan darah, monitor

jumlah dan irama jantung, monitor bunyi jantung, monitor TD pada saat

klien berbaring, duduk, berdiri. Selanjutnya yaitu status neurologis dengan

aktivitas monitor tingkat kesadaran, monitor tingkat orientasi, monitor status

tanda-tanda vital dan monitor Gaslow Coma Scale (Bulechek, 2016).

Setelah diberikan Asuhan Keperawatan diatas diharapkan masalah

keperawatan pasien yang tekait dengan Perfusi jaringan serebral tidak

efektif dapat teratasi.

3. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan

yang asing, ketidaknyamanan

Pada anak yang dirawat di rumah sakit tentu saja akan merasa cemas,

dikarenakan keberadaannya di lingkungan baru. Terdapat beberapa batasan

yang menunjukan anak merasa cemas, diantaranya:

- Gelisah

- Kontak mata buruk

- Kesedihan yang mendalam


- Ketakutan

- Wajah tegang

- Menangis

- Peningkatan denyut nadi

- Marah bila disentuh (Herdman, 2018).

Berdasarkan diagnosa diatas maka luaran yang diharapkan adalah rasa

cemas anak dapat berkurang atau hilang, anak istirahat dengan tenang da

anak mendiskusikan prosedur dan aktivitas tanpa bukti kecemasan

(Moorhead, 2018).

Untuk mencapai luaran yang telah ditentukan maka disusun

perencanaan atau intervensi untuk mengatasi semua luaran yang

direncanakan dengan pertahankan sikap yang tenang dan meyakinkan,

jelaskan prosedur dan aktivitas lain sebelum memulai, jawab pertanyaan

dan jelaskan tujuan aktivitas, anjurkan orang terdekat bagi anak untuk tetap

bersama anak sebanyak mungkin, melakukan terapi bermain (Bulechek,

2016).

Setelah diberikan Asuhan Keperawatan diatas diharapkan masalah

keperawatan pasien yang tekait dengan Perfusi jaringan serebral tidak

efektif dapat teratasi.

4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penderita

selama kejang berhubungan dengan kurangnya informasi

Keluarga yang memiliki anak yang sakit, khususnya anak pertama tentu

saja akan memiliki pengetahuan yang kurang. Pengetahuan kurang disini


memiliki arti tidak ada atau kurangnya informasi kognitif tentang topik atau

bahasan tertentu, dalam hal ini terkait kondisi kesehatan anak mereka.

Terdapat beberapa batasan pada kurangnya pengetahuan, diantaranya:

 Mengungkapkan masalah secara verbal

 Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat

 Performa uji tidak akurat 

 Perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan (histeris,

bermusuhan, agitasi atau apatis) (Herdman, 2018).

Berdasarkan diagnosa diatas maka luaran yang diharapkan adalah

keluarga mengerti cara penanganan kejang dengan, keluarga tanggap dan

dapat melaksanakan peawatan kejang, keluarga mengerti penyebab tanda

yang dapat menimbulkan kejang (Moorhead, 2018).

Untuk mencapai luaran yang telah ditentukan maka disusun

perencanaan atau intervensi untuk mengatasi semua luaran yang

direncanakan dengan informasikan keluarga tentang kejadian kejang dan

dampak masalah, serta beritahukan cara perawatan dan pengobatan yang

benar, informasikan juga tentang bahaya yang dapat terjadi akibat

pertolongan yang salah, ajarkan kepada keluarga untuk memantau

perkembangan yang terjadi akibat kejang, kaji kemampuan keluarga

terhadap penanganan kejang (Bulechek, 2016).


Daftar pustaka

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).

Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6.Philadelpia:

Elsevier.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth.

(2016). Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi 5.

Philadelpia: Elsevier

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses:

definitions and classification 2018-2020. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai