Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

SKULL DEFECT

Di susun oleh:
DESI FATMASARI
21.04.009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Skull defect merupakan salah satu kelainan pada kepala ketika tidak adanya tulang
cranium/tulang tengkorak skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode
kehidupan manusia. Skull defect juga dapat ditemukan pada jaman neolitikum. Skull
defect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium disebabkan oleh adanya
pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intracranial, atau bisa juga
berasal dari dala tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat terjadi dari
lahir atau congenital pada bayi yang biasanya disebut dengan anenchepaly dan juga
skull defect yang dilakukan secara sengaka untuk membantu pengeluaran cairan atau
pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Tengkorak
Tulang tengkorak menurut, Evelyn C pearce (2008) merupaka struktur tulang
yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang cranium dan tulang muka.
Tulang cranium terdiri dari 3 lapis : lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam.
Lapisan luar dan lapisan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid
merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk
rongga/fosa. Fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi
lobus temporalis, parientalis, oksipialis, fosa posterior berisi otak tengah dan
sereblum.
2. Meningen
Pearce, Evelyn C (2008) otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia
yang melindungi struktur saraf yang halus itu, membawa pembuluh darah dan
dengan sekresi sejenis cairan, yaitu cairan serebrospinal yang memperkecil
bantuan atau goncangan.
Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a. Dura meter
b. Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis
biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran
perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap 2) rasa mengantuk
yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan
pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-arteri meningea terletak antara dura
mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari
tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera
adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis.
c. Selaput Arakhnoid
d. Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
e.    Piameter
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
3. Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian Sistem
Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum
(otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem ( batang otak) dan limbic system
(sistem limbik). Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan
medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).
Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari
sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca
di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung
pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini
terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif
(Purves dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan
dan perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (White, 2008).
5) Lobus limbic
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom
b. Cereblum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori
yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.
Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima
dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.
Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian
dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis
c. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata
C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya skull defect diantara lain:
a.    Fraktur cranium
b.    Tumor
c.    Penipisan tulang
d.    Kelainan kongenital (enchephalocele)
e.    Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
f.     Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
g.    Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
h.    Reseksi tumor tengkorak
i.      Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
D. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakan suatu
fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa
dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada
waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma
saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam
tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau
berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal
diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma
mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga.
Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa:
a.    Bentuk kepala asimetris
b.    Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
c.    Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau
fontanela
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya
cedera kepala yaitu berupa:
a.    Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang
dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera kepala
berat nilai GCS nya 3-8.
b.    Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena
regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
c.    Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
d.    Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang yaitu:
a.   CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. Pada pasien
dnegan skull defect diperoleh hasil CT scan sebagai berikut:
b.   Foto polos kepala (X-ray)
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan
kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi
indikasi pelaksanaan foto polos kepala meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dari inspeksi dan
palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
Hasil yag diperoleh pada foto kepala pasien dengan skull defect adalah sebagai
berikut:
c.   MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d. EEG (Elektroensepalogram)
Digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis
G. PENATALAKSANAAN
a.    Observasi 24 jam (cek TTV)
b.      Observasi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure,ICP) didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Kranium dan kanalis vertebralis yang
utuh, bersama-sama dengan durameter membentuk suatu wadah atau yang biasa disebut
ruang intrakranial yang ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial adalah sebagai berikut:
1)      Hipertensi
2)      Bradikardi
3)      Papiledema
4)      Muntah proyektil
5)      Nyeri kepala
c.       Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
d.      Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
e.       Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
f.        Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
g.      Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
h.      Pemberian obat-obat analgetik.
i.        Pembedahan bila ada indikasi.
Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah pelaksanaan
operasi trepanasi atau cranioplasty. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan
membuka tulang kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan
pembedahan definitive (seperti adanya SDH (subdural hematoma) atau EDH (epidural
hematoma) dan kondisi lain pada kepala yang memerlukan tindakan kraniotomi).
Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan
plastic atau metal plate. Epidural Hematoa (EDH) adalah suatu pendarahan yang terjadi
diantara tulang dang dan lapisan duramater; Subdural Hematoa (SDH) atau pendarahan
yang terjadi pada rongga diantara lapisan duramater dan dengan araknoidea.
Pelaksanaan operasi trepanasi ini diindikasikan pada pasien 1) Penurunan kesadaran
tiba-tiba terutama riwayat cedera kepala akibat berbagai faktor,2) Adanya tanda
herniasi/lateralisasi,3) Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi,
dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. Perawatan pasca bedah yang penting
pada pasien post trepanasi adalah memonitor kondisi umum dan neurologis pasien
dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan
fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran
CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial. Terapi konservatif meliputi bedrest total, pemberian obat-obatan, observasi
tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran). Prioritas perawatan adalah maksimalkan
perfusi/fungsi otak, mencegah komplikasi, pengaturan fungsi secara
optimal/mengembalikan ke fungsi normal, mendukung proses pemulihan koping
klien/keluarga, pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1)             Identitas pasien
Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2)             Riwayat penyakit sekarang
Merupakan rangkaian kejadian mulai dari terjadinya trauma sehingga pasien masuk
rumah sakit.
3)             Riwayat penyakit dahulu
Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien dan berhubungan dengan
sistem persarafan
4)             Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus skull defect adalah penurunan tingkat
kesadaran (GCS 9-12), pusing, sakit kepala, gangguan motorik, kejang, gangguan
sensorik dan gangguan kesadaran. Format PQRST dapat digunakan untuk
mempermudah pengumpulan data, penjabaran dari PQRST adalah:
P (provokatif/paliatif): Apa yang menjadi hal-hal yang meringankan dan
memperberat nyeri? Apa saja yang telah dilakukan untuk mengobati nyeri?
Q (quality/quantity): Seberapa berat keluhan, bagaimana rasanya? Seberapa sering
terjadinya?
R     (regio/radiasi) : Dimanakah lokasi keluhan? Bagaimana penyebarannya?
S     (skala/severity): Dengan menggunakan GCS untuk gangguan kesadaran, skala
nyeri untuk keluhan nyeri.
T     (Timing) : Kapan keluhan itu terasa? Seberapa sering keluhan itu terasa?
5)             Riwayat penyakit keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga khususnya yang kemungkinan bisa berpengaruh
pada kesehatan anggota keluarga yang lain.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
a. Defenisi :
Pengalaman sensori atau emosionalyang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
b. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif
Mengeluh nyeri
2. Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis, waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
c. Gejala dan tanda minor
3. Subjektif
-
4. Objektif
a) Tekana darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berfikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesi
2. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
a. Definisi :
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
b. Faktor Risiko
1. Keabnormalan masa protrombin dan/atau massa tromboplastin parsial
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri
3. Aterossklerosisi aorta
4. Diseksiarteri
5. Fibrilsi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri
10. Koagulopati (mis. Anemia sel sabit)
11. Dilatasi kardiomilapati
12. Koagulasi intravaskuler diseminata
13. Embolisme
14. Cidera kepala
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infektif
18. Katup prostetik mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping tindakan ( mis. Tindakan operasi bypass)
3. Ansietas
a. Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelasdan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
b. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif
a. Merasa bingung
b. Merasa khawatirdengan akibat dari kondisi yang dihadapi
c. Sulit berkonsentrasi
2. Objektif
a. Tampak gelisah
b. Tampak tegang
c. Susah tidur
C. Gejala dan tanda minor
1. Subjektif
a. Mengeluh pusing
b. Anoreksia
c. Papitasi
d. Merasa tidak berdaya
2. Objektif
a. Frekuensi napas meningkat
b. Frekuensi nadi meningkat
c. Tekanan darah meningkat
d. Diaforesis
e. Tremor
f. Muka tampak pucat
g. Suara bergetar
h. Kontak mata buruk
i. Sering berkemih
j. Berorientasi pada masa lalu
4. Resiko cedera
a. Defenisi
Beresiko mengalami bahya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik
b. Faktor resiko
Eksternal
1. terpapar pathogen
2. terpapar zat kimia toksik
3. terpapar agen nasokomial
4. ketidak amanan transportasi
Internal
1. ketidaknormalan profil darah
2. perubahan orientasi efektif
3. perubahan sensasi
4. disfungsi auto imun
5. disfungsi biokimia
6. hipoksia jaringan
7. kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8. malnutrisi
9. perubahan fungsi psikomotor
10. perubahan fungsi kognitif
5. Resiko infeksi
a. Defenisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organism patogenik
b. Faktor resiko
5. penyakit kronis
6. efek prosedur invasive
7. malnutrisi
8. peningkatan paparan organismepatogen lingkungan
9. ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
1) gangguan peristaltic
2) kerusakan integritas kulit
3) perubahan sekresi PH
4) penurunan kerja siliaris
5) ketuban pecah lama
6) ketuban pecah sebelum waktunya
7) merokok
8) statis cairan tubuh
10. ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
1) penurunan hemoglobin
2) imununosupresi
3) leucopenia
4) supresi respon inflamasi
5) vaksinasi tidak adekuat
6. Risiko perdarahan
a. Defenisi
Beresiko mengalami kehilangan darah terjadi didalam tubuh maupun
diluar tubuh
b. Faktor resiko
11. Aneurisma
12. Gangguan gastrointestinal
13. Gangguan fungsi hati
14. Komplikasi kehamilan
15. Komplikasi pasca partum
16. Gangguan koagulasi
17. Efek agen farmakologis
18. Tindakan pembedahan
19. Trauma
20. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan pendarahan
21. Proses keganasan
7. Resiko kerusakan integritas kulit
a. Defenisi
Beresiko mengalami kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis) atau
jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi atau ligament).
b. Faktor resiko
22. Perubahan sirkulasi
23. Perubahan status nutrisi
24. Kekurangan/kelebuhan volume cairan
25. Penurunan mobilitas
26. Bahan kimia iritatif
27. Suhu lingkungan yang ekstrim
28. Terapi radiasi
29. Kelembaban
30. Proses penuaan
31. Neuropati perifer
32. Perubahan pigmentasi
33. Perubahan hormonal
34. Penekan pada tonjolan tulang
35. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan integritas
kulit

D. INTERVENSI
1. Dx : nyeri akut
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan …..x24 jam diharapkan tingkat
nyeri menurun di tandai dengan :
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Skala nyeri menurun ke skala 1
Intervensi :
Manajemen nyeri
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Rasional : untuk mengetahui daerah nyeri, kualitas, kapan nyeri
dirasakan, faktor pencetus, berat ringannya nyeri yang dirasakan.
b. Identifikasi skala nyeri
Rasional : agar dapat membantu perawat untuk mengetahui tingkat nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
Rasional : mengetahui keadaan tidak menyenangkan klien yang tidak
sempat dan tidak bisa di gambarkan oleh klien
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : untuk mengetahui apa saja yang memperburuk dan
memperingan keadaan nyerinya.
e. Identifikasi pengetahun dan keyakinan tentang nyeri
Rasional : untuk mengetahui apakah klien tersebut mengetahui cara
meredakan nyeri
f. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana nyeri berkurang
g. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Rasional : agar nyari tidak bertambah
Terapeutik
a. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien
b. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional : untuk mengurasngi rasa nyeri yang dirasakan pasien dan
memberikan rasa nyaman
c. fasilitas istrahat dan tidur
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien

d. mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi


meredakan nyeri

Rasional : agar tidak salah dalam melakukan tindakan mengatasi nyeri

Edukasi
a. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
Rasional : untuk memberikan pemahaman agar pasien tidak gelisah saat
nyeri timbul
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional : agar pasien dapat mengerti cara meredakan nyeri pada saat
nyeri timbul
c. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Rasional : agar pasien dapat mengatasi nyeri secra mandiri apabila nyeri
timbul
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Rasional : untuk membantu pasien mengatasi nyeri
e. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional : untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
Rasional : untuk membantu mengurangi rasa nyeri
2. Dx : resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan ....x24 jam maka diharapkan perfusi serebral
meningkat di tandai dengan:
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Kognitif meningkat
c. Tekanan intrakranial menurun
d. Sakit kepala menurun
e. Gelisah menurun
f. Kecemasan menurun
g. Agitasi menurun
h. Demam menurun
i. Nilai rata rata tekanan darah membaik
j. Kesadaran membaik
k. Tekanan darah sistolik membaik
l. Tekanan darah diastolik membaik
m. Refleks saraf membaik
Intervensi
Manajemen peningkatan tekanan itracranial
Observasi
a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
metabolisme, edema serebral)
Rasional : deteksi dini untuk memperiotaskan intervensi, dan kegagalan
untuk menentukan perawatan kegawatan.
b. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
menurun)
Rasional : untuk mengetahui adanya peningkatan TIK
c. Monitor status pernapasan
Rasional : untuk mengetahui tingkat pernafasan klien
d. Monitor intake dan Output cairan
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan cairan klien
e. Monitor cairan cerebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Rasional : untuk mengetahui bagaimana bentuk dan warna cairan
Terapeutik
a. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
Tenang
Rasional : agar perasaan pasien tsenang
b. Berikan posisi semi fowler
Rasional : akan tidak terjadi peningkatan TIK
c. Cegah terjadinya kejang
Rasional : agar klien terhindar dari kejang
d. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : untuk menjaga suhu tubuh tetap normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konsulvan, jika perlu
Rasional : untuk mengurangi kejang
3. Dx : ansietas
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan selama ….x24 jam maka di
harapkan tingkat kecemasan berkurang di tandai dengan :
a. Kecemasan menurun
b. Gelisah menurun
Intervensi :
Tingkat ansietas
Observasi
a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Rasional : agar diketahui kapan klien mengalami ansietas
b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Rasional : agar perawat dapat mengetahui kemampuan klien dalam
mengambil keputusan
c. Monitor tanda-tanda ansietas
Rasional : agar dapat diketahui apa tanda yang ada pada klien baik verbal
maupun non verbal
Terapeutik
a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
Rasional : untuk mengurangi rasa cemas klien
b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika diperlukan
Rasional : agar rasa cemas klien dapat berkurang
c. Pahami suasana yang membuat ansietas
Rasional : agar tidak terjadi kecemasan pada klien
d. Dengarkan dengan penuh perhatian
Rasional : untuk menumbuhkan rasa kepercayaan klien
Edukasi
a. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
Rasional : agar klien tidak merasa kaget jika terjadi sensasi yang lain
b. Informasikan secara actual mengenal diagnosis, pengobatan dan
prognosis
Rasional : agar klien memiliki pengetahuan agar tidak menimbulkan
kekhawatiran berlebih
c. Anjurkan keluarga agar tetap bersama pasien
Rasional : agar klien tidak merasa sepi dan terlalu cemas
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Rasional : untuk membantu mencegah atau mengurangi kecemasan
4. Dx : resiko cedera
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam
diharapkan tingkat cedera menurun ditandai dengan :
a. Kejadian cedera menurun
b. Ketegangan otot menurun
Intervensi :
Manajemen keselamatan lingkungan
Observasi
a. Identifikasi kebutuhan keselamatan ( mis, kondisi fisik, fungsi kognitif
dan riwayat prilaku )
Rasional : untuk meningkatkan keselamatan klien
b. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Rasional : agar perawat mengetahui seberapa jauh tingkat keselamatan
klien
Terapeutik
a. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
Rasional : agar keselamatan klien selalu terjaga
b. Sediakan alat bantu keselamatan lingkungan
Rasional : untuk membantu meningkatkan keselamatan klien
c. Gunakan perangkat pelindung
Rasional : agar klien senantiasa terlindungi dari bahaya
d. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
Rasional : agar masalah cepat teratasi
e. Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
Rasional : agar klien merasa aman
Edukasi
Ajarkan individu, keluarga dan kelompok resiko tinggi bahaya cedera
Rasional : agar individu, keluarga, maupun kelompok mengetahui resiko
bahaya cedera
5. Dx : resiko infeksi
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
diharapkan resiko infeksi menurun di tandai dengan :
a. Demam menurun
b. Kemerahan menurun
Intervensi :
Pencegahan infeksi
Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi
Rasional : agar perawat mengetahui tingkat infeksi
Terapeutik
a. Berikan perawatan kulit pada area edema
Rasional : agar tidak terjadi infeksi
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
Rasional : agar diri tetap bersih dan terhindar dari penyakit infeksi
c. Pertahankan tehnik aseptic pada pasien yang beresiko tinggi
Rasional : agar tidak terjadi infeksi berkelanjutan
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Rasional : agar klien mengetahui tanda-tanda infeksi
b. Ajarkan tanda mencuci tangan dengan benar
Rasional : agar klien mampu menjaga kebersihan tangan dengan benar
c. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Rasional : agar keluarga maupun klien mengetahui kondisi lukanya
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
Rasional : untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindak dari resiko
infeksi tinggi
6. Dx : resiko pendarahan
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
maka diharapkan resiko tingkat perdarahan menurun di tandai dengan :
a. Perdarahan menurun
b. Hematokrik membaik
c. Trombosit meningkat
Intervensi :
Pencegahan perdarahan
Observasi
a. Monitor tanda dan gejala pendarahan
Rasional : untuk mencegah perdarahan
b. Monitor nilai hemotokrik / HB sebelum dan setelah perdarahan
Rasional : untuk mengetahui apakah HB klien normal atau tidak
Terapeutik
a. Pertahankan bed rest selama perdarahan
Rasional : agar pendarahan tidak bertambah parah
b. Batasi tindakan invasive jika perlu
Rasional : agar resiko perdarahan menurun
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Rasional : untuk klien mampu mengetahui tanda perdarahan
b. Anjurkan menghindari aspirin atau koagulan
Rasional : untuk mencegah terjadinya darah encer
c. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Rasional : agar perdarahan bias segera diatasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
Rasional : untuk mengurangi perdarahan
b. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh
7. Dx : resiko kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan selama …x24 jam diharapkan resiko gangguan
integritas kulis dapat teratasi di tandai dengan :
a. Kerusakan jaringan menurun
b. Kerusakan lapisan kulit menurun
c. Perfusi jaringan meningkat
Intervensi :
Perawatan integritas kulit
Observasi
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit ( mis. Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas)
Rasional : agar dapat mengetahui apa yang menyebabkan gangguan integritas
kulit
Terapeutik
a. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Rasional : untuk menghindari luka tirah baring
b. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
Rasional : agar kelembapan kulit tetap terjaga
c. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive
Rasional : agar tidak menimbulkan masalah pada kulit
d. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Rasional : untuk mengurangi terjadinya iritasi kulit
Edukasi
a. Anjurkan menggunakan pelembab
Rasional : agar kulit terjaga kelembabanya
b. Anjurkan minum air yang cukup
Rasional : agar turgor kulit tidak kering
c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rasional : agar kebutuhan vitamin di kulit ikut terpenuhi
d. Anjurkan menghindari paparan suhu yang ekstrem
Rasional : untuk menghindari respon negative pada kulit
e. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar
ruangan
Rasional : agar kulit tetap terlindungi dari paparan sinar matahari

Anda mungkin juga menyukai