Disusun oleh:
Yohana Br Sidabalok
112017276
Pembimbing:
1
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala atau head injury adalah kerusakan pada setiap struktur bagian
kepala yang disebabkan oleh trauma dan berakibat disfungsi cerebral sementara
sampai disfungsi permanen. Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu
lintas dan terjatuh dari ketinggian.(1)
Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus. Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah
sakit.
Cedera kepala dapat terjadi ringan sampai dengan cedera kepala berat, hal ini
tergantung terhadap penyebab dari cedera itu sendiri. Cedera kepala merupakan
keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai pengetahuan
praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita. Prognosis pasien
cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.
(2)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kalvaria dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Basis cranii
dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan
serebelum
3. Meningens
Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan yaitu :
Duramater
Duramater (dalam Bahasa latin disebut “hard mother”/meningens
fibrosa/jaringan parenkim) adalah membrane yang tebal dan paling dekat
dengan tengkorak. Dura mater, bagian terluar, adalah lapisan fibroelastik sel,
tidak mengandung kolagen ekstraselular, dan memiliki ruang ekstraselular
yang signifikan. Bagian tengah lapisan meningens adalah yang paling
banyak mengandung jaringan ikat. Lapisan tengah meningens terdiri dari
4
dua lapisan, yaitu lapisan endosteal, yang terletak paling dekat dengan
calvaria (tengkorak), dan lapisan meningeal dalam, yang terletak lebih dekat
ke otak. Lapisan ini berisi pembuluh darah besar yang bercabang menjadi
kapiler dan berjalan ke pia mater. Dura mater adalah suatu kantung yang
menyelubungi arachnoid dan mengelilingi saluran scrams besar (sinus dural)
yang membawa darah dari otak menuju jantung.(5)
Dura memiliki empat bagian, terdiri dari 1) Falx cerebri, bagian terbesar,
memisahkan belahan otak. Mulai dari puncak frontal tulang frontal dan galli
crista berjalan ke oksipital internal. 2)Tentorium5cerebelli , terbesar kedua,
berbentuk bulan sabit; memisahkan lobus oksipital dari otak. 3)Falx cerebri,
terletak di bagian inferior tentorium cerebri, memisahkan belahan serebelum.
4)Diaphragma sellae, lipatan sirkuler kecil dari duramater yang menutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis.
Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh spatium 5ystem5e5oid yang terisi oleh
liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala
Piamater
Piamater (dalam Bahasa latin disebut “tender mother”) merupakan
lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan yang sangat
halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Ini adalah amplop meningeal yang melekat pada permukaan otak dan
sumsum tulang belakang dan semua bagian otak (termasuk gyri dan sulci).
Ruang subarachnoid adalah ruang yang terdapat di aantara arachnoid
dan pia mater, yang berisi cairan cerebrospinal. Biasanya, duramater
melekat pada tengkorak, tetapi di sumsum tulang belakang, dura mater
5
dipisahkan dari tulang (vertebra) oleh ruang yang disebut ruang epidural,
yang mengandung pembuluh darah dan lemak. Arachnoid melekat pada
dura mater, sedangkan pia mater melekat pada jaringan 6ystem saraf pusat.
Ketika dura mater dan arachnoid terpisah oleh karena cedera atau sakit,
ruang antara mereka adalah ruang subdural. Terdapat ruang subpial dibawah
pia mater yang memisahkannya dari glia limitans.
6
korteks motor utama atau gyrus precentral. Korteks prefrontal memainkan peran
penting dalam memori, kecerdasan, konsentrasi, marah dan kepribadian.
Premotor cortex adalah daerah yang ditemukan di samping korteks motor
utama. Area Broca, penting dalam produksi bahasa, ditemukan dalam lobus
frontal, biasanya di sisi kiri.
Oksipital lobus - lobus ini terletak di bagian belakang otak dan
memungkinkan manusia untuk menerima dan memproses informasi visual..
Oksipital lobus di sebelah kanan menafsirkan sinyal visual dari ruang visual kiri,
sedangkan lobus oksipital kiri melakukan fungsi yang sama untuk ruang visual
yang tepat.
Parietal lobus - lobus ini menafsirkan secara bersamaan, sinyal yang
diterima dari daerah lain otak seperti penglihatan, pendengaran, motorik, sensorik
dan memori. Memori seseorang dan informasi sensorik baru diterima, memberi
makna objek.
Temporal Lobes - lobus ini terletak di setiap sisi otak pada sekitar tingkat
telinga, dan dapat dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian adalah di bagian bawah
(ventral) dari masing-masing belahan, dan bagian lain di sisi (lateral) dari masing-
masing belahan. Daerah di sisi kanan terlibat dalam memori visual dan membantu
manusia mengenali obyek dan wajah orang-orang '. Daerah di sisi kiri terlibat
dalam memori verbal dan membantu manusia mengingat dan memahami bahasa.
Bagian belakang lobus temporal memungkinkan manusia untuk menafsirkan
emosi dan reaksi orang lain.
Otak kecil terletak di bagian belakang otak di bawah lobus oksipital dan
dipisahkan dari otak oleh tentorium (lipatan dura). Otak kecil berfungsi
mempertahankan postur tubuh, keseimbangan atau ekuilibrium, dengan
mengontrol tonus otot dan posisi anggota badan. Otak kecil adalah penting dalam
kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan yang cepat dan berulang-ulang
7
seperti bermain video game. Di otak kecil, kelainan kanan sisi menghasilkan
gejala pada sisi yang sama dari tubuh.
5. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis
a. Patofisiologi umum
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala
dengan suatubenda keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan
daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi
karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma.
Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).
b. Patofisiologi spesifik
8
Cedera kepala disebabkan oleh kerusakan langsung pada jaringan kepala akibat
trauma, gangguan perfusi cerebral dan juga gangguan metabolisme pada otak yang
dapat menyebabkan “ischemia like pattern” yang menyebabkan akumulasi asam
laktat akibat terjadi glikolisis anaerob, peningkatan permeabilitas membran, dan
edema. Metabolisme anaerob menyebabkan pembentukan energi yang tidak adekuat,
cadangan ATP menurun, dan kegagalan pada pompa ion pada jalur pembentukan ATP
dalam menghasilkan energi.(6)
Tahapan kedua dari kaskade patofisiologi ditandai dengan depolarisasi
membrane terminal bersama dengan perangsangan produksi neurotransmiter yang
berlebihan (yaitu glutamat, aspartat), aktivasi N-methyl-D-aspartat, α-amino-3-
hidroksi-5-metil-4 –isoxazolpropionate. Proses ini mengarah kepada terjadinya
katabolic proses di intaseluler. Ca2 + mengaktifkan peroksidase lipid, protease, dan
phospholipases yang meningkatkan konsentrasi intraseluler asam lemak bebas dan
radikal bebas. Selain itu, aktivasi caspases (protein ICE-seperti), translocases, dan
endonuklease memulai perubahan struktural progresif membran biologis dan DNA
nucleosomal (fragmentasi DNA dan menghambat perbaikan DNA). Peristiwa ini
menyebabkan membran degradasi pembuluh darah dan struktur selular dan akhirnya
nekrosis dan apoptosis.
9
mengakibatkan cedera morfologi seperti distorsi pembuluh darah sebagai akibat dari
perpindahan mekanik, hipotensi dengan adanya kegagalan autoregulasi, terbatasnya
ketersediaan nitrit oksida atau neurotransmitter kolinergik, dan potensiasi dari
prostaglandin yang diinduksi vasokonstriksi.
Pada tahap awal dari cedera kepala dapat terjadi hiperperfusi aliran darah otak.
Hiperperfusi ditandai dengan terjadinya hyperemia. Keadaan ini berhubungan dengan
terjadinya vasoparalisis yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan aliran
darah dan tekanan intracranial.
e. Oksigenasi otak
Cedera otak menyebabkan ketidakseimbangan antara penyebaran oksigen dan
juga konsumsi oksigen. Keadaan ini berbahaya karena dapat menyebabkan hipoksia
dan dapat berakibat kematian.
10
dengan akumulasi air intraseluler neuron, astrosit, dan mikroglia terlepas dari
integritas dinding endotel vaskular. Patologi ini disebabkan oleh permeabilitas
membran sel meningkat, kegagalan pompa ion karena deplesi energi, dan reabsorpsi
seluler zat terlarut osmotik aktif. Cedera kepala juga menyebabkan peradangan yang
mengaktivasi sitokin-sitokin pro inflamasi sehingga terjadi inflamasi pada otak.
c. Morfologi cedera
1. Fraktur cranium, terdiri dari:
Fraktur linier
- Vault
Vault merupakan fraktur yang terjadi pada atap tengkorak (calvarium) yang
disebut dengan fracture calvarium, Fraktur linier pada kalvaria ini dapat terjadi jika
11
gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak
menyebabkan tulang kepala “bending” dan terjadi fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial. Gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut
cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar Jika
gambar fraktur tersebut kesegala arah disebut “Steallete fracture”, jika fraktur
mengenai sutura disebut diastase fraktur
- Basilar
Merupakan fraktur yang terjadi pada dasar tengkorak, disebut fraktur basis
kranii (skull base) Skull base di bagi menjadi 3 yaitu:
Anterior
Media
Posterior
12
Penunjang diagnostik:
Depress fracture
Apabila fragmen dari fraktur masuk rongga intrakranial minimal setebal
tulang fragmen tersebut. Fraktur depresi dibagi 2 berdasarkan pernah tidaknya
fragmen berhubungan dengan udara luar,yaitu:
1. Fraktur Depresi tertutup
Biasanya tidak dilakukan tindakan operatif kecuali bila fraktur tersebut
menyebabkan gangguan neurologis, misal kejang-kejang, hemiparese/ plegi,
penurunan kesadaran. Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang
yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak,setelah mengembalikan dengan
fiksasi pada tulang disebelahnya.
13
menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis. Lesi
intrakranial terdiri dari:
Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial
antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek atau menyerupai
lensa cembung.(10) Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan
sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap
berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus.
Kadang-kadang, hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio
parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu
sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu
diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera,
prognosis biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak
berlangsungg lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural berkaitan
langsung dengan status neurologis penderita sebelum pembedahan. Gejala yang
sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi
seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini
harus di observasi dengan teliti. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang
bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman
pada saat terjadi cedera kepala.
14
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah temporal
Pada hematoma Epidural di Fossa Posterior dapat menimbulkan gejala dan tanda
klinis berupa:
1. Lucid interval tidak jelas
2. Fraktur kranii oksipital
3. Kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan serebellum .batang otak dan pernafasan
5. Pupil isokor
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau
serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal
batang otak.
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak,
interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu
homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan
mendesak ventrikel ke sisi kontralateral ( tanda space occupying lesion ). Batas
dengan korteks licin, densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat
diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga tampak lebih jelas.
Hematoma subdural(9)
15
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantra duramater
dan aracnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena
bridging vein antara kortek cerebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat
berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak
mungkin ada atau tidak.(8)
Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya
sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas
umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera
dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut, subakut, dan
kronis:
a. Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48
jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang
otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang
otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya
kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah. Lucid interval ada stadium akut adalah 0-
5 hari. Gejala dan tanda klinis, yaitu nyeri kepala dan penurunan kesadaran.
16
dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran
hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan
respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan
peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan
herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi
batang otak. Lucid nterval pada stadium ini adalah 5 hari sampai beberapa minggu.
17
(perdarahan) diantara duramater dan araknoid, umumnya karena robekan dari
bridging vein, dan tampak seperti bulan sabit.
Perdarahan Subarachnoid
Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak hampir
selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar kontusi terjadi
dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk
serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral
traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan
kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa
hari.
4. Cedera difus
Diartikan sebagai suatu keadaan patologis penderita koma (penderita tidak
sadar setelah mengalami benturan kepala) tanpa gambaran SOL pada CT scan atau
18
MRI. Cedara otak difus merupakan kerusakan otak yang disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas berkecepatan tinggi sehingga terjadi mekanisme akselerasi dan deselerasi.
Angulasi, rotasi, dan peregangan yang timbul menyebabkan robekan pada serabut
saraf pada berbagai tempat yang sifatnya menyeluruh (difus).
Gejala dan tanda Klinis:
- koma lama pasca trauma kapitis (prolonged coma)
- disfungsi saraf otonom.
- demam tinggi
Penunjang Diagnostik:
CT Scan otak:
- awal - normal, tidak ada tanda adanya perdarahan, edema, kontusio
- ulangan setelah 24 jam - edema otak luas
PENEGAKKAN DIAGNOSIS(7)
19
1. Anamnesis
Trauma kapitis dengan / tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid
Perdarahan / otontiea / rhinorrhea
Amnesia Traumatika (retrograd / anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis Neurologis
Linier
Impresi
terbuka / tertutup
5. CT Scan Otak : untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi berupa
Gambaran kontusio
Gambaran edema otak
Gambaran perdarahan (hiperdens) :
Hematoma epidural
Hematoma subdural
Perdarahan subarakhnoid
Hematoma intraserebral
20
Penilaian fungsi vital tensil, nadi, pernafasan
Otorrhea, Rhinorrhea
Ecchymosis periorbital bilateral / Eyes/ hematoma kaca mata
Ecchymosis nmstoid bilateral / Battle s Sign
Gangguan fokal neurologik
Fungsi motorik : lateralisasi. kekuatan otot
Refleks tendon, refleks patologis
Pemeriksaan fungsi batang otak:
Ukuran besar, bentuk, isokor / anisokor & reaksi pupil
Refleks kornea
Doll's eye phenomen
Monitor pola pernafasan:
o cheyne stokes : lesi di hemisfer
o central neurogenic hyperventilation : lesi di mesensefalon - pons
o apneustic breath : lesi di pons
o atoxic breath : lesi di medulla oblongata
Gangguan fungsi otonom
Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
21
tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dilakukan
foto polos posisi AP/lateral dan oblique.
22
k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
PENATALAKSANAAN
B = Breathing (pernafasan).
23
Perhatikan frekuensi, pola nafas dan pernafasan dada atau perut dan
kesetaran pengerabangan dada kanan dan kiri (simetris). Bila ada
gangguan pemaiasan, cari penyebab apakah terdapat gangguan pada
sentral (otak dan batang otak) atau perifer (otot pernafasan atau paru-
paru). Bila perlu, berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan dengan target
saturasi 02 > 92%.
C = Circulation (sirkulasi)
E = Laboratorium
24
Darah : Hb, leukosit, hitung jenis lekosit, trombosit, ureum, keatinin, gula
darah sewaktu, analisa gas darah dan elektrolit
Radiologi:
a. SDH luas (> 40 cc / > 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik.
b. SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi.
25
c. SDH dengan edema serebri / kontusio serebri disertai midline shift dengan
fungsi batang otak masih baik.
ICH (perdarahan intraserebrai) pasca trauma. Indikasi operasi ICH pasca trauma :
2. Perawatan luka-luka
Tujuan yang paling utama dari tata laksana trauma kapitis tertutup harus maksimal
terhadap proses fisiologis dari perbaikan otak itu sendiri (Miller, 1978)
A. KRITIKAL-SKG 3-4
27
- Suhu>38 derajat Celcius
- Frekuensi nafas > 20 x /' menit
3. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial, dengan cara :
PROGNOSIS
Diffuse axonal injury (DAI) adalah terjadinya kerusakan diffuse dari axon
yang terdapat di hemisfer cerebri, corpus callosum, batang otak, dan cerebellum
(Adams et al,1989). Distribusinya tidak simetris dan tidak homogeny, dengan tempat
yang tersering terkena DAI pada capsula interna, corpus callosum, dan superior
cerebellar peduncles (Ng,Mahaliyana dan Poon, 1994). DAI adalah istilah yang
digunakan untuk menerangkan koma berkepanjangan pasca trauma yang tidak
berhubungan dengan lesi massa atau iskemia. (Valadka AB,Narayan RK,1996).12
29
Pada bagian akson terdapat selubung myelin. Selubung ini dibentuk oleh sel
schwan dan berfungsi untuk mempercepat konduksi impuls pada neuron melalui
saltatoric conduction. Bagian akson yang tidak mendapat selubung myelin disebut
dengan nodus ranvier.
Transport akson
Transport vesikel pada neuron dapat terjadi dalam 2 jalur. Yaitu jalur
anterograde dan retrograde. Transport ini terjadi didaerah microtubule. Pada jalur
anterograde, terjadi pengiriman vesikel dari bahan sel menuju ke sepanjang akson
untuk kemudian dilepaskan pada ujung saraf. Pada jalur retrograde terjadi re-uptake
vesikel dari ujung saraf yang kemudian dikirim menuju badan sel.
30
4. Setelah potensial melewati )mv, Na gates mulai terinaktivasi. Setelah semua
Na gates menutup dan Na influx berhenti maka potensial aksi akan berada
pada 35mv.
5. Pada kondisi tersebut K gates sudah terbuka penuh. Hal tersebut
menyebabkan pengeluaran K dari dalam sel, sebab potensial di dalam sel
sudah positif.
6. Karena K gates menutup lebih lama dari Na , maka terjadi penurunan
potensial yang drastic (hyperpolarization).
7. Setelah itu terjadi difusi dari ion-ion melalui membrane dan pembuangan K
sehingga potensial membrane kembali ke RMP (Resting Membran Potensial).
1. Kerusakan otak fokal yang disebabkan oleh trauma kontak yang menimbulkan
terjadinya kontusi, laserasi dan perdarahan intracranial.
2. Kerusakan otak yang difus karena akselerasi atau deselerasi yang
menyebabkan terjadinya DAI atau pembegkakan otak.
B. PATOFISIOLOGI UMUM PADA TBI 15
Tahapan awal dari TBI terlihat sebagai kerusakan jaringan langsung dan
gangguan dari regulasi perfusi darah otak (CBF) dan metabolism yang pada akhirnya
31
menyebabkan terjadinya iskemia. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi dari
asam laktat yang disebabkan oleh anaerobic glikolisis. Peningkatan permeabilitas
membran dan pembentukan edema. Lama kelamaan karena kekurangan energy,
penyimpanan ATP di sel habis dan terjadi kegagalan dari pompa Na, K, ATS ase.
DAI terjadi karena akson mengalami tarikan atau robekan pada daerah
perbatasan antara white matter dengan grey matter dari otak saat otak mengalami
akselerasi, deselerasi atau rotasi.16 korteks serebri tersusun oleh lapisan-lapisan grey
dan white matter (grey cortical matter, subcortical white matter, deep grey matter
nuclei dari basal ganglia dan white matter dari kapsula interna). Lapisan ini memiliki
kepadatan jaringan yang berbeda dan juga bermanifestasi secara berbeda pada saat
terjadi trauma pada kepala.perbatasan pada grey dan white matter ini biasanya
menjadi tempat terjadinya injury sebab dua lapisan tersebut berakselerasi dan
berdeselerasi secara berbeda tergantung dari kepadatan jaringannya.17
32
Daerah otak yang mengalami lesi paling parah pada DAI biasanya pada
daerah yang secara anatomis paling mendapat tarikan baik rotasi atau akselerasi yang
paling hebat, yaitu daerah midline dari otak. Bagian-bagian itu adalah :13
-
Dorsolateral dari midbrain dan pons (paling sering)14
-
Posterior corpus collosum
-
Parasagital dari white matter
-
Periventricular region
-
Kapsula internal (jarang)
Manifestasi klinis dari DAI ini sangat berarti, tergantung dari tingkat
keparahannya. Ada yang sampai terjadi kehilangan kesadaran, ada juga yang hanya
mengalami kebingungan sesaat. Pada cedera kepala, kita dapat menentukan apakah
ini merupakan DAI atau hanya konkusi otak. Salah satu caranya adalah dengan
melihat kesadaran dari pasien.
Pada kasus severe DAI biasanya terdapat gejala berupa ekstensi abnormal
dari ekstremitas dan disfungsi autonomic seperti bradikardi, hipertensi,
hiperhidrosis, demam. Hal ini disebabkan karena adanya lesi pada daerah
hipotalamus dan brain stem.
Pada pasien DAI pemulihan kesadaran sangat bervariasi. Ada yang sampai
berbulan-bulan atau bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Pada saat sadar, pasien
33
juga biasanya mengalami gangguan kognitif, terjadi spastisitas anggota gerak dan
ataksia.
Secara makroskopis, pada gambaran CT scan kepala DAI terlihat sebagai lesi
multiple yang hiperintense yang tersebar pada perbatasan antara gray dan white
matter.4 Sedangkan pada MRI selain terlihat lesi hiperintense pada perbatasan antara
gray dan white matter, dapat juga terlihat robekan jaringan. 18 selain itu, seiringnya
berjalan waktu degenerasi Wallerian dapat menyebabkan terjadinya atrofi. Dan atrofi
itu kadang terlihat sebagai dilatasi ventrikel (ex vacuo hydrocephalus).21
Secara mikroskopis biasanya akan terlihat axonal retraction bulb (ARB) pada
white matter pada otak.17 ARB merupakan sebuah eosinophilic bulb yang terbentuk
karena terjadinya retraksi pada akson.17
1. Pada grade 1, terlihat secara histologis kerusakan axon pada daerah white
matter di hemisfer serebri, batang otak atau serebelum. Walaupun tanpa
adanya gambaran makroskopis atau histologis klasik dari DAI berupa
perdarahan dan nekrosis pada korpus kolosum atau pada pedunkulus serebri
superior.
2. Pada grade 2, terlihat kerusakan secara makroskopis atau histologis lesi di
daerah korpus kolosum.
3. Pada grade 3, terlihat secara makroskopis atau histologis lesi di daerah korpus
kalosum dan dorsolateral dan brainstem
C. PATOGENESIS DAI
34
Bagian yang paling lemah dari axon adalah nodus ranvier. Pada sebuah
penelitian, tarikan kecil pada axon dapat menyebabkan perubahan ion flux
yang menyebabkan kegagalan dari pembentukan dan penyebaran potensial
aksi. Perubahan yang paling signifikan adalah peningkatan intaseluler Ca.
namun gangguan ion flux ini dapat direstorasi dalam hitungan menit. Pada
penelitian gangguan ion ini disebabkan oleh mechanoporation yaitu terjadinya
celah atau pori-pori pada membrane sel sehingga meningkatkan permeabilitas
membrane terhadap ion, terutama Ca.
2. Stage 2 : reversible sitoskeleton damage
Apabila tarikan pada axon lebih hebat lagi, maka selain terjadi gangguan ion
flux dapat terjadi pembengkakan dari axon dan gangguan pada transfor axon.
Hal ini menyebabkan terjadinya axonal varicosities.
3. Stage 3 : secondary axonotomy
Pada tarikan axon yang hebat pada awalnya akan terjadi gangguan ion flux
yang parah, kemudian gangguan ini menyebabkan terjadinya gangguan
struktural yang berujung pada axonotmesis. Axonotmesis merupakan
gangguan pada axon dan selubung myelin dimana jaringan penunjang seperti
endoneurium, perineurium dan epineurium tetap intak.18 pada axonotmesis
biasanya terjadi degenerasi Wallerian pada bagian proximal neuron yang
terkena.
4. Stage 4 : primary axotomy
Primary axotomy merupakan bentuk paling parah dari DAI. Axonotomy ini
terjadi karena tarikan mekanis yang berlebihan sehingga terjadi pemotongan
pada akson
35
Proses terjadinya gangguan Transfort pada Akson sebagai akibat dari gangguan
transfort akson.17
Tarikan pada akson akan menyebabkan terjadinya gangguan pada ion flux dan
transfort akson. Hal ini pada umumnya akan terjadi pada daerah lobus ranvier.
Gangguan ini menyababkan terjadinya akumulasi dari organel pada sitoskeletal
sehingga muncul pembengkakan yang disebut dengan axonal varicosities. Pada
proses ini, apabila terus berlanjut gangguan influx ion terutama Ca mengaktifkan
protease (calpians) dan fosfolipase. Calpains merupakan protein yang bertanggung
jawab dalam degradasi dari sitoskeleton. Sehingga terhadi degradasi dari protein
sitoskeletal seperti spectrin, neurofilamen dan microtubules. Kemudian fosfolipase
menyerang membrane sel sehingga mengaktifkan berbagai mediator inflamasi.
36
Meskipun fenomena pasti menyebabkan gangguan pada axon masih belum
pasti. Beberapa hipotesis memfokuskan pada axolemma dan sitoskeletal sebagai
focus utama dari injury.16
37
D. PENATALAKSANAAN
1. Magnesium 16
Pada DAI biasanya terjadi penurunan konsentrasi Mg sampai 1 minggu
setelah injury. Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa Mg dapat
memberikan efek neuroproteksi pada injury dari akson. Pemberian Mg ini
paling berpengaruh pada < 24 jam setelah terjadinya trauma. Mg memiliki
kemampuan untuk mengaktfkan Na, K, ATP pump. Namun, disamping semua
itu efek paling penting dari Mg adalah blocking pada Chanel NMDA.
2. Hipotermia
Hipotermia memiliki efek perbaikan sitoskeleton akson pada DAI. Hal ini
dibuktikan pada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa hipotermi
sedang (32 derajat) dapat memngurangi kehilangan microtubule dan
neurofilamen terutama pada 4 jam setelah injury.
3. Cyclosporin
Influx Ca ke dalam mitokondria yang dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan mitokondria yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
secondary axotomy. Cyclosporine ini berfungsi untuk menghambat influx Ca
ke dalam mitokondria.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
8. National Institute of Neurological Disorder and stroke. NINDS Traumatic Brain
Injury. 2014 Diakses tanggal 24 September 2015 pukul 20.00:
www.ninds.nihgov/disorder/tbi/tbi.htm
10. Price DD. Epidural Hematom in Emergency Medicine. 2015. Diakses tanggal 24
September 2015 pukul 18.00: www.emedicine.medscape.com
12. Sherwood, Lauralee, Human Phisiology from Cell to System. Edisi ke-5. 2006.
Canada: Thomson.
13. Burst, John. Current Diagnisis and Treatment in Neurology. 2008. New York:
14. McGrawHill.
15. Brown, Ropper. Adam and Victor Principle’s of Neurology. Edisi 8. 2008. New
York: McGrawl Hill.
16. Shuquillo, J. Current Aspects of Pathophysiology and Cell Dysfunction after
Severe Head Injury. Medline. 2009.
17. Fauci, Braunwald. Harrison’s Principles on Internal Medicine. Edisi 17. 2008.
New York McGrawl Hill.
18. Wasserman, Jeffrey, Diffuse Axonal Injury Imaging/ eMedicine.2008
19. Werner, C: Engelhard, K. Pathophysiplogy of Traumatic Brain Injury. British
Journal of Anasthesia. 2007.
40