Trauma Kepala
Disusun oleh:
Cindy Sitarani.A
Pembimbing:
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar,
dan pericranium.1
Gamabar 1. Sclap.
Tulang Tengkorak
Gambar 2. Skemati foto polos kepala proyeksi Lateral (A) dan AP (B).
Meningia
Otak
Otak merupakan suatu organ tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat dari semua organ tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di
dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan
batang otak (Trunkus serebri). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300
gram, 7/8 bagian berat terdiri dari otak besar.4
Otak besar adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua
hemispherium cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba
yang disebut corpus callosum. Setiap hemisfer terbentang dari os
frontale sampai ke os occipitale, diatas fossa cranii anterior, media,
dan posterior, diatas tentorium cerebelli. Hemisfer dipisahkan oleh
sebuah celah dalam, yaitu fossa longitudinalis cerebri, tempat
menonjolnya falx cerebri.5
Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang
dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan
pada kedua belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain.
Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur keseimbangan tubuh serta
mengkoordinasikan kerja otot ketika bergerak.5
1. Diensefalon
2. Mesensefalon
3. Pons varoli
Pons varoli merupakan bagian tengah batang otak dan arena itu
memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain itu
terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang menghubungkan
kedua lobus cerebellum dan menghubungkan cerebellum dengan
korteks serebri.5
4. Medula Oblongata
Cairan Serebrospinal
2.2. Definisi
Trauma kepala atau trauma kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of
America, trauma kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. 3
2.3. Epidemiologi
Insidensi dari kasus cedera kepala adalah 75-200 kasus/ 100.000 populasi.
Kasus ini terjadi di semua usia dan terbanyak pada usia 15-24 tahun pada
laki-laki. Kasus cedera kepala atau cedera lain yang melibatkan cedera
kepala menyumbang 50% kematian dari total kematian akibat cedera,
dimana cedera merupakan penyebabab utama kematian pada pasien < 45
tahun. Menurut laporan World Health Organization (WHO) setiap
tahunnya sekitar 1,2 juta orang meninggal dengan diagnosis cedera kepala
berat yaitu akibat kecelakaan lalu lintas (KLL).6,7,8
Kasus cedera kepala di Amerika mencapai 1,7 juta kasus / tahun dimana
275.000 di rawat dan 52.000 meninggal. Di Eropa (Denmark) kira-kira
300 orang / 7 juta penduduk menderita cedera kepala sedangberat dan
sepertiganya memerlukan rehabilitasi. Di indonesia data Riset Kesehatan
Dasar (RISKEDAS) menunjukan presentase kasus cedera kepala berada
pada angka 11,9 % dengan presentase tertinggi di Gorontalo sebesar 17,9
%. Kasus di Maluku berada di atas 10%.6.9
2.4. Etilogi
Menurut Hudak dan Gallo mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala
adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi dua faktor yaitu
trauma primer dan sekunder. Sebagian dari semua trauma kapitis adalah
karena kecelakaan di jalan raya yang melibatkan mobil, sepeda motor,
sepeda, dan pejalan kaki. Kecelakaan ini adalah penyebab utama dari
trauma kapitis pada orang di bawah usia 75 tahun. Bagi mereka berusia 75
tahun ke atas, mayoritis mengalami trauma kapitis karena jatuh. Sekitar
20% dari trauma kapitis adalah karena kekerasan, seperti senjata api dan
serangan kekerasan terhadap anak, dan sekitar 3% adalah karena cedera
olahraga. Selain itu setengah dari insiden trauma kapitis melibatkan
penggunaan alkohol. Penyebab trauma kapitis berperan dalam menentukan
hasil pasien.10
2.5. Patofisiologi
Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala.
Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi
pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada tiga jenis keadaan
yaitu, kepala diam dibentur benda yang bergerak, kepala yang bergerak
membentur benda yang diam, dan kepala yang tidak dapat bergerak karena
bersandar pada benda yang lain dibentur oleh benda yang bergerak.4
Dalam mekanisme trauma kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan
coup. Contre coup dan coup pada trauma kepala dapat terjadi kapan saja
pada orang orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Trauma
kepala pada coup disebabkan hantaman otak bagian dalam pada sisi yang
terkena sedangkan contre coup pada sisi yang berlawanan dengan daerah
benturan.4
2.7. Tingkat Keparahan Trauma Kepala dengan Skala Koma Glosgow (SKG)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien
trauma kepala, gangguan kesadaran dinilai secara kuantitatif pada setiap
tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah:
Trauma kepala ringan adalah trauma kepala dengan SKG 14-15 dimana
tidak dijumpai keadaan hilangnya kesadaran (< 30 menit), pasien dapat
mengeluh pusing dan nyeri kepala, pasien dapat menderita abrasi, laserasi,
atau hematoma kulit kepala serta tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
5
Trauma kepala sedang adalah trauma kepala dengan SKG 9-13. Pasien
mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti
perintah sederhana. Dapat dijumpai konkusi, amnesia pasca-trauma,
muntah, kejang serta tanda kemungkinan fraktur kranium (Battle sign,
mata rabun, otorea, atau rinorea cairan serebrospinal).5
Trauma kepala Berat
Trauma kepala berat adalah trauma kepala dengan SKG 3-8 dimana terdapat
penurunan derajat kesadaran secara progresif (koma). Pada keadaan ini dapat
dijumpai tanda neurologis fokal, serta trauma kepala penetrasi atau teraba fraktur
depresi kranium. Hampir 100% trauma kepala berat dan 66% trauma kepala
sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada trauma kepala berat terjadinya
cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses
patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dandihentikan. 5
Pasien dengan resiko sedang adalah mereka yang memiliki salah satu
kondisi berikut: riwayat penurunan tingkat kesadaran beberapa waktu
ataupun setelah terjadi cedera kepala, sakit kepala berat atau progresif,
kejang pasca-trauma, muntah terus menerus, multipel trauma, cedera
wajah yang serius, tanda-tanda dari fraktur tengkorak basilar
(hemotympanum, “raccoon eyes”, rinorrea atau otorrea), dugaan kekerasan
pada anak, gangguan perdarahan, atau usia lebih muda dari 2 tahun.3
Pasien berisiko tinggi adalah mereka dengan salah satu kondisi berikut:
temuan neurologis fokal, pasien dengan derajat kesadaran berdasarkan
GCS dengan skor 8 atau kurang, dipastikannya terdapat penetrasi
tengkorak, gangguan metabolik, keadaan postictal, atau penurunan atau
depresi tingkat kesadaran (tidak berhubungan dengan narkoba, alkohol ,
atau obat-obatan depresan pada system saraf pusat lainnya). Jika terdapat
cedera sedang atau berat dan pasien dengan kondisi neurologis yang tidak
stabil, CT scan harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya hematoma.
Jika pasien dengan kondisi neurologis yang stabil, MR scan lebih
digunakan untuk mencari cedera dengan penekanan parenkim. Dalam
cedera kepala ringan (tanpa kehilangan kesadaran atau defisit neurologis),
pasien dapat hanya diobservasi. Jika sakit kepala terus-menerus terjadi
setelah trauma, CT scan harus dilakukan.5
Foto polos kepala hanya menunjukkan ada tidaknya patah tulang, dan
tidak mampu menghasilkan visibilitas yang baik pada otak atau adanya
darah untuk menunjukkan cedera intrakranial. Adanya patah tulang
tengkorak tanpa kelainan neurologis tidak begitu signifikan. Patah tulang
tengkorak yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan foto polos kepala
pada pasien dengan cedera kepala ringan telah dilaporkan dengan angka
sangat rendah, mulai dari 1,9% hingga 4,3%. Patah tulang tengkorak tidak
selalu berarti cedera intrakranial yang signifikan, meskipun tidak adanya
patah tulang tengkorak, pasien dapat memiliki kelainan patologis yang
signifikan pada intrakranialnya.5
Foto polos kepala sangat membantu pada pasien yang dicurigai tidak
cedera akibat kecelakaan, patah tulang tengkorak depresi, cedera kepala
akibat penetrasi oleh benda asing, atau trauma kepala pada anak-anak
kurang dari 2 tahun,walaupun tanpa gejala neurologis.4
Fraktur tulang kepala atau tengkorak dapat terjadi pada atap maupun dasar
tengkorak, dapat berbentuk garis atau bintang, dan dapat pula terbuka
ataupun tertutup. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak
menjadikan petunjuk kecurigaan kita untuk melakukan pemeriksaan lebih
rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eyes
sign), ekimosis retroaurikular (battle’s sign), kebocoran cairan
serebrospinal dari hidung (rhinorrhea) atau dari telinga (otorrhea) dan
gangguan fungsi saraf kranialis VII (fasialis) dan VII (gangguan
pendengaran) yang mungkin timbul segera atau beberapa hari paska
trauma kepala.12
Dengan CT scanisi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada
trauma kepala, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas
baik bentuk maupun ukurannya. Indikasi pemeriksaan CT scanpada kasus
trauma kepala adalah seperti berikut:
Perdarahan Subdural
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan Intraserebral
BAB III
KESIMPULAN
Trauma kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur
kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak. Berdasarkan Skala Koma Glasgow, trauma kepala
dibagi atas trauma kepala ringan (SKG 14-15), sedang (SKG 9-13) dan berat
(SKG 3-8). Trauma kepala dapat menimbulkan perdarahan intrakranial berupa
fraktur yulang kepala, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intraventrikular, dan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan foto polos kepala digunakan untuk melihat pergeseran
(displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada
tidaknya perdarahan intrakranial.
Pemeriksaan tomografi komputer(CT Scan) kepala sangat berguna pada
trauma kepala karena isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada
trauma kepala, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik
bentuk maupun ukurannya.
DAFTAR PUSTAKA
10. Hudak & Gallo, 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic Vol
1. Jakarta: EGC.
13. Becske T, Jallo GI, Lutsep HL, Berman SA, Kirshner HS, Tavalera F.
Subarachnoid hemorrhage. Diunduh dari Medscape for iPad. 26 Juli 2015.
14. Liebeskind DS, Hogan EL, Talavera F, Kirshner HS, Benbasid SR, Lutsep
HL. Epidural hematoma. Diunduh dari Medscape for iPad. 26 Juli 2015.
15. Annibale DJ, MacGilvray SS, Windle ML, Carter BS, Wagner CL,
Rosenkrantz T. Periventricular hemorrhage-intraventricular hemorrhage.
Diunduh dari Medscape for iPad. 26 Juli 2015.