Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

KELUMPUHAN NERVUS FASIALIS PERIFER

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program


Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok (THT)

Pembimbing :
dr. Nuch Sabunga, Sp. THT-KL

Oleh :
Ida Yosopa, S.Ked
NIM: FAB 116 003

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
PALANGKA RAYA
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

KELUMPUHAN NERVUS FASIALIS PERIFER

REFERAT

Diajukan oleh :

Ida Yosopa, S. Ked

FAB 116 003

Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir di Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

Referat ini disahkan oleh :

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Nuch Sabunga, Sp. THT-KL ................... ..........................


dr. Moelyadhi, Sp. THT ................... ..........................
dr. Nunun C. Kristinae, Sp. THT-KL ................... ..........................

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmatNya referat yang berjudul KELUMPUHAN NERVUS
FASIALIS PERIFER ini akhirnya dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu Telinga Hidung Tenggorok (THT) di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya periode Februari hingga Maret 2017.
Pada Kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Nuch Sabunga, Sp. THT-KL selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing
hingga terselesaikannya referat ini, serta dr. Moelyadhi, Sp. THT dan dr. Nunun C.
Kristinae, Sp. THT-KL yang telah memberi masukan bagi referat ini.
Referat ini disusun dengan kemampuan yang terbatas dan masih banyak
kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan referat ini. Semoga Referat ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, Maret 2017

Ida Yosopa, S. Ked


FAB 116 003

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

2
1. Latar Belakang ................................................................................. 1

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI............................................................. 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7

3.1. Definisi...................................................................................................... 7

3.2. Epidemiologi..............................................................................................

3.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi................................................................ 7

3.4. Klasifikasi.................................................................................................. 9

3.5. Gejala Klinis ............................................................................................. 10

3.6. Diagnosis .................................................................................................. 12

3.7. Penatalaksaan ............................................................................................ 27

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA 31

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Kelumpuhan nervus fasialis perifer adalah kelumpuhan yang ditandai


dengan tidak dapat atau kurangnya kemampuan untuk menggerakkan otot-otot
wajah. Hal ini berhubungan dengan lokasi lesi jaras saraf fasialis dan dapat
dibedakan dengan melihat gejala kelumpuhan yang timbul.1

Kelumpuhan saraf fasialis perifer merupakan kelemahan jenis motor neuron


yang terjadi bila nukleus atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang
menyebabkan kelemahan otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis biasanya
mengarah pada suatu lesi saraf fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi
nucleus fasialis ipsilateral pada pons.2

Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan


seseorang dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah
sehingga tampak wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika

4
menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien
tidak simetris. Hal ini menimbulkan suatu deformitas kosmetik dan fungsional
yang berat.1

Kelumpuhan saraf fasialis merupakan suatu gejala penyakit, sehingga


harus dicari penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan
tertentu guna menetukan terapi dan prognosisnya.

Secara epidemiologi penyakit saraf yang tidak diketahui penyebabnya


adalah (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sekitar
60-75% dari semua kasus merupakan paralysis nervus fasialis unilateral.2

Penanganan pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis secara dini, baik


operatif maupun konservatif akan menentukan keberhasilan dalam pengobatan.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. Anatomi dan Fisiologi


Nervus fasialis memiliki dua komponen. Komponen yang lebih besar
murni motorik dan mempersarafi otot-otot ekspresi wajah. Komponen ini
sesuai dengan nervus fasialis. Komponen ini disertai oleh saraf yang lebih
tipis, nervus intermedius yang mengandung serabut aferen viseral dan
somatic, serta serabut eferen viseral. Nervus fasialis muncul dari batang otak
bersama nervus intermedius dari Wrisberg dan seterusnya langsung ke
internal auditory canal (IAC). Nervus fasialis bersama saraf
cochleovestibular memasuki IAC. Nervus fasialis bersama dengan saraf
Wrisberg intermedius dan saraf pendengaran, melewati meatus akustikus
internus. Saraf semakin jauh ke dalam IAC, memasuki kanal tuba yang
sempit, dan kemudian terbungkus dalam periosteum dan epineurium. Secara

2
signifikan, bagian tersempit merupakan di bagian labirin, yang berisi ganglion
genikulatum.3,4
Saraf fasialis merupakan saraf campuran yang terdiri dari 2 akar saraf,
yaitu akar motorik (lebih besar dan lebih medial) dan intermedius (lebih kecil
dan lebih lateral). Akar motorik berasal dari nukleus fasialis dan berfungsi
membawa serabut- serabut motorik ke otot ekspresi wajah. Saraf intermedius
yang berasal dari nukleus salivatorius anterior, membawa serabut-serabut
parasimpatis ke kelenjar lakrimal, submandibular, dan sublingual. Saraf
intermedius juga membawa serabut aferen untuk pengecapan pada dua pertiga
depan lidah dan aferen somatik dari kanalis auditori eksterna dan pinna.5
Kedua akar saraf ini muncul dari pontomedullary junction dan berjalan
secara lateral melalui cerebellopontine angle bersama dengan saraf
vestibulocochlearis menuju meatus akustikus internus, yang memiliki panjang
1 centimeter (cm), dibungkus dalam periosteum dan perineurium.5

3
Gambar 1. Perjalanan saraf fasialis.5
Selanjutnya saraf memasuki kanalis fasialis. Kanalis fasialis (fallopi)
memiliki panjang sekitar 33 milimeter (mm), dan terdiri dari 3 segmen yang
berurutan: labirin, timpani dan mastoid. Segmen labirin terletak antara
vestibula dan cochlea dan mengandung ganglion genikulatum. Karena kanal
paling sempit berada di segmen labirin ini (rata- rata diameter 0,68 mm),
maka setiap terjadi pembengkakan saraf, paling sering menyebabkan
kompresi di daerah ini.5
Pada ganglion genikulatum, muncul cabang yang terbesar dengan
jumlahnya yang sedikit yaitu saraf petrosal. Saraf petrosal meninggalkan
ganglion genikulatum, memasuki fossa kranial media secara ekstradural, dan
masuk kedalam foramen lacerum dan berjalan menuju ganglion
pterigopalatina.Saraf ini mendukung kelenjar lakrimal dan palatine. Serabut
saraf lainnya berjalan turun secara posterior di sepanjang dinding medial dari
kavum timpani (telinga tengah), dan memberikan percabangannya ke
musculus stapedius (melekat pada stapes). Lebih ke arah distal, terdapat
percabangan lainnya yaitu saraf korda timpani, yang terletak 6 mm diatas
foramen stylomastoideus.5
Saraf korda timpani merupakan cabang yang paling besar dari saraf
fasialis, berjalan melewati membran timpani, terpisah dari kavum timpani

4
hanya oleh suatu membran mukosa. Saraf tersebut kemudian berjalan ke
anterior untuk bergabung dengan saraf lingualis dan didistribusikan ke dua
pertiga anterior lidah. Korda timpani mengandung serabut-serabut
sekretomotorik ke kelenjar sublingual dan submandibularis, dan serabut
aferen viseral untuk pengecapan. Badan sel dari neuron gustatori unipolar
terletak didalam ganglion genikulatum, dan berjalan malalui saraf intermedius
ke traktus solitaries. Setelah keluar dari foramen stylomastoideus, saraf
fasialis membentuk cabang kecil ke auricular posterior (mempersarafi
m.occipitalis dan m. stylohoideus dan sensasi kutaneus pada kulit dari meatus
auditori eksterna) dan ke anterolateral menuju ke kelenjar parotis. Di kelenjar
parotis, saraf fasialis kemudian bercabang menjadi 5 kelompok (pes
anserinus) yaitu temporal, zygomaticus, buccal, marginal mandibular dan
cervical. Kelima kelompok saraf ini terdapat pada bagian superior dari
kelenjar parotis, dan mempersaraf otot ekspresi wajah, diantaranya m.
orbicularis oculi, orbicularis oris, m. buccinator dan m. Platysma.5

Gambar 2. Saraf Intermedius dan koneksinya 5

5
Gambar 3. Saraf fasialis ekstrakranial.5

Gambar 4. Distribusi dari nervus VII.6

6
Nukleus wajah dapat dibagi menjadi dua bagian: (1) bagian atas, yang
menerima proyeksi kortikobulbar bilateral dan seterusnya ke bagian atas
wajah, termasuk dahi, dan (2) bagian bawah, yang didominasi oleh proyeksi
menyeberang yang masuk ke persarafan otot-otot wajah yang lebih rendah
(stylohyoid; posterior digastrikus, businator, dan platysma).5
Nukleus motorik nervus fasialis berperan pada beberapa lengkung
refleks.Refleks kornea, gangguan pada komponen eferen (nervus fasialis)
menghilangkan refleks kornea, yaitu sentuhan pada kornea menginduksi
terpejamnya kedua mata. Refleks kedip, stimulus visual yang kuat
mencetuskan kolikulus superior untuk mengirimkan impuls visual ke nukleus
fasialis di pons melalui traktus tektobulbaris, yang mengakibatkan mata
segera tertutup. Refleks stapedius, impuls auditorik dihantarkan dari nukleus
dorsalis korpus trapezoideum ke nukleus fasialis dan menimbulkan kontraksi
atau relaksasi m.stapedius, tergantung pada kekuatan stimulus auditorik.4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi 13
Kelumpuhan nervus fasialis perifer adalah kelumpuhan otot-otot
wajah yang ditandai dengan tidak dapat atau kurang dapat digerakannya
otot wajah sehingga wajah tampak tidak simetris.

3.2 Epidemiologi
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari
3907 kasus (3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan
Merit menemukan sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan
saraf fasialis yang tidak diketahui penyebabnya (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus
per 100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan
paralysis nervus fasialis unilateral.2
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada
usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah
adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun.

7
Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan
hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.2

3.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi 13,14,16


Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan
kongenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan
penyakit-penyakit tertentu.1,7
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir (kongenital) bersifat irreversible
dan terdapat bersamaan dengan anomali pada telinga dan tulang
pendengaran.1 Pada kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi
karena adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali
bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).7

2. Infeksi
Proses infeksi di intrakranial atau infeksi telinga tengah dapat
menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intrakranial yang
menyebabkankelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt,
Herpes zooster otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan
kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK )
yang telah merusak Kanal Fallopi.1
3. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang
paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-
paru, dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari
tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari
kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang
berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus
yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat
mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara ipsilateral.8
4. Trauma
Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama
jika terjadi fraktur basis kranii, khususnya bila terjadi fraktur

8
longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep
saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Saraf fasialis pun dapat cedera
pada operasi mastoid,operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan
operasi kelenjar parotis.8
5. Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf
fasialis diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan
arteriserebri media.1 Adanya thrombosis akan menyebabkan iskemia
cerebri dan akan menyebabkan kerusakan nevus kranialis yang melewati
lesi tersebut.1

6. Idiopatik ( Bells Palsy )


Bells palsy merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui
penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi
edema fasialis. Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan
menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bells Palsy.7
7. Penyakit-penyakit tertentu
Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit
tertentu, misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan
gigi, infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.7

3.4. Klasifikasi
Klasifikasi ini diperlukan untuk melihat gambaran dari disfungsi motorik
fasial serta karakteristik setiap derajatnya.
Tabel 2. Klasifikasi House - Brackmann

GRADE PENJELASAN KARAKTERISTIK


I Normal Fungsi fasial normal
II Disfungsi Ringan Kelemahan yang sedikit, terlihat pada inspeksi
dekat. Ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat, simetris dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik.
Menutup mata dengan usaha yang minimal.
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika
melakukan pergerakan.
III Disfungsi Sedang Terlihat tapi tidak terdapat adanya perbedaan

9
antara kedua sisi.
Adanya sinkinesis ringan.
Terdapat spasme atau kontraktur hemifasial.
Pada istirahat, simetris dan selaras.
Pergerakan dahi ringan sampai sedang.
Menutup mata dengan usaha.
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang
maksimum.
IV Disfungsi Sedang Berat Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan
asimetri.
Kemampuan menggerakan dahi tidak ada.
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna.
Mulut tampak asimetri dan sulit digerakan.
V Disfungsi Berat Wajah tampak asimetri.
Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai.
Dahi tidak dapat digerakan.
Tidak dapat menutup mata.
Mulut asimetri dan sulit digerakan.
VI Total Parese Tidak ada pergerakan

3.5. Gejala Klinis


Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena
itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan
perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat
persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari
wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang
berjalan bersama N. Fasialis.5

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat


persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus
wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik
(bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus

10
VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan
kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya
tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan
menutup mata (persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat
sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh
bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa
secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.5

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang
volunter maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor
neuron) nervus VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat
dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang
mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons
di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak
terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat
dijumpai pada paralisis pseudobulber.5

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi :3

1. Lesi di luar foramen stilomastoideus


Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di
antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang
terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar
terus menerus.

2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)


Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan
hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi
di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah
menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan
lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan
nervus fasialis di kanalis fasialis.

11
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan
hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion


genikulatum)
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan
nyeri di belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal.
Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan
konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang
berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-
tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan
vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf
aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran,
gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

5. Lesi di meatus akustikus internus


Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli
akibat terlibatnya nervus akustikus.

6. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons.


Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan
tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang-
kadang juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus
hipoglossus.

3.6. Diagnosis
Kelumpuhan motorik adalah gejala yang paling umum ditemukan
pada kerusakan nervus fasialis. Umumnya, diagnosis kelumpuhan nervus
fasialis dapat ditentukan dengan menilai adanya riwayat trauma atau non
trauma. Pada kelumpuhan akibat non traumatik fungsi cabang frontal dapat
dinilai untuk mengetahui apakah lesi termasuk lesi sentral (supranuklear) atau

12
lesi perifer. Kondisi ini diikuti dengan berbagai macam langkah untuk
mendiagnosis kelumpuhan nervus fasialis. Hal ini sangat penting untuk
membedakan antara paralisis komplit dan paralisis inkomplit.2
Sebelum pemeriksaan penujang dilakukan, penyebab dari paralisis
fasialis bisa diketahui dari riwayat penyakit yang jelas dan pemeriksaan fisis
berupa pemeriksaan telinga luar, telinga tengah, fungsi pendengaran, fungsi
vestibular, fungsi nervus cranial lainnya, dan pemeriksaan kelenjar parotis.2
1. Anamnesis
Anamnesis dapat mempersempit ruang lingkup dalam menentukan
diagnosis dan mengurangi jumlah pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui penyebab terjadinya penyakit. Hal pertama yang harus
diperhatikan adalah waktu timbulnya paralisis yang didefinisikan sebagai
tiba-tiba, tertunda, atau bertahap. Kelumpuhan yang tiba-tiba mengacu
pada kerusakan akut pada fungsi nervus fasialis selama beberapa hari,
dengan atau tanpa gejala sebelumnya. Kelumpuhan yang tertunda
mengacu pada kerusakan akut sementara dimana nervus fasial sebelumnya
normal lalu segera diikuti dengan gejala sebelumnya. Kelumpuhan
bertahap mengacu pada hilangnya fungsi saraf secara progresif dalam
periode minggu atau lebih. Definisi ini mengasumsikan fungsi normal
sebelum onset. Kelumpuhan berulang mengacu pada kelumpuhan wajah
yang muncul setelah periode penyembuhan yang lama dari kelumpuhan
wajah sebelumnya.9
Selanjutnya, tingkat kelumpuhan dibedakan menjadi komplit dan
inkomplit. Hal ini penting dalam menentukan prognosis penyakit.
Paralisis komplit biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik saat
pemulihan, kecuali pada neoplasma.9
Gejala terkait dapat memberikan petunjuk untuk diagnostik
tambahan. Mati rasa pada wajah bagian tengah dan bawah, otalgia,
hiperakusis, pendengaran menurun, serta perubahan dalam pengecapan
umum dijumpai pada Bells Palsy dan sindrom Ramsay Hunt. Otalgia
yang intensitasnya lebih sering dan adanya erupsi vesikuler merupakan
tanda khas pada herpes zoster oticus. Gangguan pendengaran sensorineural

13
dan vertigo merupakan gejala penyakit yang melibatkan labirin, kanal
auditori interna, atau batang otak.9
Kelumpuhan wajah berulang dapat mengindikasikan adanya suatu
tumor. Penyebab umum terjadinya kelumpuhan yang berulang diantaranya
adalah Bells palsy dan sindrom Melkersson-Rosenthal. Sekitar 7% pasien
dengan Bells palsy mengalami kelumpuhan berulang, dimana setengah
dari kejadian tersebut terjadi pada sisi ipsilateral. Sindrom Melkersson-
Rosenthal sering kali ditemukan familial dimana episode pertama
kelumpuhan pada wajah terjadi sebelum usia 20 tahun. Temuan terkait
termasuk edema wajah, lidah pecah-pecah dan sakit kepala ringan.9
Anamnesis menyeluruh terkait kondisi lain yang menentukan salah
satu diferensial diagnosis dari kelumpuhan antara lain kanker, penyakit
autoimun, riwayat operasi di fossa posterior, tulang temporal, atau parotis
sebelumnya.9
2. Gejala Klinis
Pada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau
bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral
akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti bahwa otot
wajah bagian bawah akan tampak lebih jelas lumpuh daripada bagian
atasnya. Sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Lipatan
nasolabial sisi yang lumpuh mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh
diangkat maka sudut sehat saja yang dapat terangkat. Otot wajah pada
bagian dahi tidak menunjukkan kelemahan yang berarti. Tanda dari Bells
(lagoftalmus dan elevasi bola mata) tidak dapat dijumpai. Ciri kelumpuhan
fasialis UMN ini dapat dimengerti, karena subdivisi inti fasialis yang
mengurus otot wajah di atas alis mendapat ineervasi kortikal secara
bilateral. Sedangan subdivisi inti fasialis yang mengurus otot wajah
lainnya hanya mendapat inervasi secara kontralateral saja.10
Lesi LMN bisa terletak di pons, sudut serebelo-pontin, os petrosum
atau kavum timpani, di foramen stilomastoideum, dan pada cabang-cabang
tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus

14
abdusens bisa merusak akar nervus fasialis, inti nervus abdusens dan
fasikulus longitudinalis medialis. Oleh karena itu, paralisis fasialis LMN
tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan
melirik ke arah lesi. Proses patologik di sekitar meatus akustikus internus
akan melibatkan nervus fasialis dan akustikus. Maka dalam hal tersebut,
paralisis fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mngecap 2/3 bagian depan lidah).10
Pada mastoiditis, otitis media, kolesteatoma dan fraktur tulang
temporalis, nervus fasialis bisa mengalami gangguan atau kerusakan.
Akibat hal tersebut adalah kelumpuhan LMN pada otot wajah yang disertai
tuli konduktif atau hiperakusis dan ageusia. Pada radang herpes zoster di
ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.10
Terjepitnya nervus fasialis di dalam foramen stilomastoideum dapat
menimbulkam kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan tersebut
dinamakan Bells palsy. Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya
lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebral tidak dapat ditutup
dan pada usaha untuk memejam mata terlihat bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan
platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak
bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu. Gejala-gejala
pengiring seperti ageusi dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus
fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung
lagi serabut korda timpani dan serabut yang menyarafi muskulus
stapedius.10
Setelah nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideum, ia
dapat terlibat dalam proses infeksi atau tumor di sekitar sudut mandibula.
Masing-masing cabang yang menuju ke bagian atas dan bawah otot wajah
dapat terlibat juga dalam proses imunologik sehingga paralisis fasialis
dapat melengkapi paralisis asendens Guillain-Barre Strohl.10

15
Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah
gerakan involunter yang dinamakan tik fasialis atau spasmus
klonikfasialis. Sebab dan mekanisme sebenarnya belum diketahui, yang
sering dianggap sebagai sebabnya ialah suatu rangsang iritatif di ganglion
genikulatum. Namun demikian gerakan otot wajah involuntary bisa
bangkit juga sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada
gerakan involunter tersebut, sudut mulut terangkat dan kelopak mata
memejam secara berlebihan.10
Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai
pada anak-anak atau orang dewasa yang psikolabil. Nervositas dan kurang
kepercayaan pada diri sendiri sering terlihat pada wajah seseorang.
Adakalanya gerakan involunter kebiasaan itu sangat keras dan bilateral,
sehingga raut muka saling berubah. Meringis, mencucur, memejam mata
dan menggeleng-gelengkan kepala merupakan gerakan involunter
kebiasaan pada kebanyakn psikopat. Adakalanya kata-kata yang kotor atau
ludah dikeluarkan pada waktu memperlihatkan raut muka terlukis di atas
itu. Sindrom tik fasialis yang disertai koprolali (mengeluarkan kata-kata
kotor) itu dikenal sebagai tic Gilles de la Tourette. Gambaran tik fasialis
yang parah dapat dijumpai sebagai gejala bagian dari sindrom
koreoatetosis dan distonia.10
Manifestasi klinis dari parese nervus fasialis tergantung pada lokasi
lesi:
a. Lesi pada foramen sternomastoideus distal umunya
menyebabkan kelumpuhan motorik pada semua otot wajah
ipsilateral. Mata tidak dapat ditutup (lagophtalmus) dan dahi tidak
dapat berkerut. Tidak tampak defisit lainnya
b. Lesi pada nervus fasialis bagian petrosa tulang temporal
menyebabkan gangguan lakrimasi dan salivasi, gangguan
pengecapan rasa, dan/atau hiperakusis di samping kelemahan
motorik wajah. Semua manifestasi ini terjadi sebagai perluasan
pada lokasi yang tepat dari lesi.

16
c. Lesi pada nukleus nervus fasialis atau pada percabangan dalam
batang otak jarang ditemukan, gejala yang terutama jelas terlihat
adalah defisit motorik termasuk lagophtalmus dan ketidakmampuan
dahi berkerut. Lakrimasi, salivasi, dan pengecapan normal karena
fusi parasimpatis dan gustatory berasal dari saraf lain di batang
otak.
d. Lesi di atas nukelus nervus fasialis (parese fasialis sentral).
Temuan dominan yang khas dalam kasus ini adalah kelemahan
perioral. Mata masih bisa ditutup pada sisi yang terkena dan dahi
dapat berkerut simetris.11
Parese fasialis sentral Parese fasialis perifer
Riwayat Biasanya terlihat pada orang tua, Dapat terjadi pada semua usia; sering
onset akut, tiba-tiba; biasanya disertai dengan nyeri retroauricular;
disertai dengan hemiparesis Kelemahan terjadi selama satu atau
terutama pada ekstremitas dua hari, bukan tiba-tiba
Wajah saat Biasanya normal Sering normal; terjadi parese fasial
istirahat komplit perifer
Pemeriksaan Pada parese komplit, pasien dapat
otot-otot Kelopak mata selalu benar benar-benar menutup mata yang
wajah tertutup ketika pasien menutup terkena (meskipun ini masih
mata; cabang frontal yang terkena mungkin pada lesi parsial CN VII);
selalu jauh lebih sedikit cabang frontal dipengaruhi pada
tingkat yang sama sebagai sisa saraf
Pemeriksaan Mungkin ada gejala penyerta, Pengecapan yang hilang di sisi
tambahan kelemahan ipsilateral lidah, atau ipsilateral dari dua pertiga anterior
hemiparesis pada tungkai lidah; berkurang lakrimasi dan air
ipsilateral liur; electromyography menunjukkan
denervasi
Tabel 1.Perbedaan antara parese fasialis sentral dan perifer11

17
3. Pemeriksaan Fungsi Nervus Fasialis
Tujuan pemeriksaan fungsi n.fasialis ialah untuk menentukan letak
lesi dan menentukan derajat kelumpuhannya. Derajat kelumpuhan
ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung
dalam persen (%).1
a. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggungjawab
untuk terciptanya mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun
urutan ke sepuluh otot-otoT tersebut secara berurutan dari sisi
superior adalah sebagai berikut :
1) M.frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
2) M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
3) M. pirimidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan
mengerutkan hidung ke atas.
4) M. orbikuliralis okuli : diperiksa dengan cara memejamkan
kedua mata kuat-kuat.
5) M. zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi.
6) M. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan
mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi.
7) M.businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua
pipi.
8) M.orbikularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita
bersiul.
9) M.triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut
bibir ke bawah.
10) M.mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
yang tertutup rapat ke depan.

Pada tiap gerakan dari ke sepuluh otot tersebut, kita


bandingkan antara kanan dan kiri:
1) Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka
tiga (3).
2) Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu (1).

18
3) Diantaranya dinilai dengan angka dua (2).
4) Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0).
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal
akan mempunyai nilai tiga puluh (30).1
b. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot
menentukan terhadap kesempurnaan mimik/ekspresi muka. Freyss
menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan
penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada
setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek
memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus
seluruhnya terdapat lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima
tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat
hipotonus maka nilai tersebut dikurangi (-1) sampai minus dua (-2)
pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.1
c. Sinkinesis
Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dan paresis
fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya
sinkinosis adalah sebagai berikut:
1) Penderita diminta untuk memejamkan mata kuat-kuat
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut
bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai
dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih
(hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi
satu (-1) atau dua (-2) tergantung dari gradasinya.
2) Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan
gigi, kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut
mata bawah. Penilaian seperti pada (a).
3) Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara
(gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot
di sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai
nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.1
Score Alis mata Mata NLF Oral
1 Normal Normal Normal Normal

19
Kelemahan sedikit , Kelemahan Kelemahan
Kelemahan sedikit ,
2 >75% normal sedikit , sedikit ,
>75% normal
>75% normal >75% normal
Kelemahan yang
jelas,
Kelemahan yang Kelemahan Kelemahan
simetris saat
jelas, yang jelas, yang jelas,
istirehat,
3 simetris saat simetris saat simetris saat
>50% normal
istirehat, istirehat, istirehat,
Menutup total
>50% normal >50% normal >50% normal
dengan kekuatan
yang maksimal
Asimetris saat
Asimetris saat Asimetris saat
Asimetris saat istirehat ,
istirehat , istirehat ,
4 istirehat , <50% normal
<50% normal <50% normal
<50% normal Tidak dapat
menutup sempurna
Pergerakan Pergerakan Pergerakan
5 Pergerakan minimal
minimal minimal minimal
Tiada Tiada
6 Tiada pergerakan Tiada pergerakan
pergerakan pergerakan

Pergerakan Sekunder (Penilaian secara Global)


Nilai
0 : Tiada
1 : Sinekesis ringan, kontraktur minimal
2 : Sinekesis jelas, kontraktur ringan sampai sederhana
3 : Sinekesis ringan, kontraktur berat
Laporan
Tingkat Jumlah Nilai
I 4
II 5-9
III 10-14

20
IV 15-19
V 20-23
VI 24
** Legend NLF: nasolabial fold
Tabel 2.Skala Derajat Nervus Fasialis9

d. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering
dijumpai pada penyembuhan paresis fasialis yang berat. Diperiksa
dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan
bersahaya untuk mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang makan
akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau
sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-
otot platisma daerah leher juga ikut bergerak.Untuk setiap gerakan
hemispasme dinilai dengan angka minus satu (-1).1
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal
seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasis paresis
fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut, dikalikan dua untuk
persentasinya.1
e. Gustometri
Pemeriksaan lain ialah dengan alat gustometer. Dengan
pemeriksaan gustometer ini dapat ditentukan ambang kecap dari
pasien.10 Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh
n.korda timpani, salah satu cabang n.fasialis pada pemeriksaan
fungsi n. korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara
kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua
sisi adalah patologis.1
Gustometri ini biasanya dilakukan dengan menggunakan
kaedah elektorgustometri, yang mana alat yang digunakan akan
menghasilkan tenaga listrik. Dianggap bahwa tenaga listrik ini
mempunyai rasa metalik, dan apabila listrik yang minimal (dalam
satuan A) dialirkan ke lidah, bacaan secara kuantitatif dapat

21
diperoleh. Ambang pengecapan normal adalah di antara 5 dan 30
A.12
f. SCHIRMER Test atau Naso-Lacrymal Reflex
Pemeriksaan tes Schirmer dilakukan dengan meletakkan
kertas lakmus lebar 0,5 cm, panjang 5-10 cm pada bagian inferior
konjungtiva. Cara ini dapat dihitung berapa banyak sekresi kelenjar
lakrimalis. Untuk mengetahui ambang rangsang permukaan n.VII
yang keluar dari foramen stilomastoid, dilakukan pemeriksaan NET
(nerve extability test). Perbedaan yang lebih dari 3,5 mA
menandakan fungsi n.VII dalam keadaan serius. Freyss menyatakan
bahwa kalau ada beda kana dan kiri lebih atau sama dengan 50%
dianggap patologis.1

g. Refleks STAPEDIUS
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektroakustik
impedans meter, yaitu dengan cara memberikan pada m.stapedius
yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.stapedius cabang N.VII.1
Pada lesi yang terletak di atas ganglion genikulatum hampir
selalu diikuti oleh kelainan audivestibuler, oleh karena itu perlu
diperiksa audiovestibuler. Pemeriksaan radiologi dan
elektromiografi, dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan.1
Selain itu dilakukan pemeriksaan reflex otot stapedius dengan
menggunakan impedans audiometer.1
Penetapan penurunan fungsi n.VII juga dapat dilakukan
dengan metode pemeriksaan menurut House-Brackman.13

4. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf.
Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain
Elektromiografi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi
maksimal.8
a. Elektromiografi (EMG)

22
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons
reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon
normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau
yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu
EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut.
Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan
memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan
suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut.
Potensial ini terlihat sebelum 21 hari8
b. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan
EMG.ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran
EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf.Kecepatan hantaran
saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG
bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka
kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin
melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat
penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka,
sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons
di atas angka tersebut mengalami penyembuhan normal saraf
fasialis.8
Tes Indikasi Interpretasi Batas
Tes perangsang Parese total 3.5mA beda Tidak ada
(Excitating) nervus Durasi >2minggu ambang kegunaan untuk 3
pendengaran ; hari pertama
prognosis baik setelah onset atau
sewaktu proses
penyembuhan
Tes Stimulasi Sama seperti Kelemahan yang Subjektif
Maksimal NET jelas atau tiada
kontraksi otot;

23
degenerasi
dengan prognosis
diperhatikan
Elektroneurografi Sama NET dan <90% degenerasi: Positif palsu di
MST prognosis baik fase deblocking
>90% : prognosis
tanda Tanya
Elektromiografi Paralisis akut Motor unit aktif; Derajat prognosis
(Durasi <1 Motor akson intak untuk proses
minggu) Motor unit + penyembuhan
Paralisis kronis potensi fibrillasi ; degenerasi tidak
9Durasi degenerasi parsial dapat dievaluasi
>3minggu) Motor unit
poliphasic; nervus
regenerasi
**NET : Nerve Excitability test; MST : Maximal Stimulation Test; mu : motor
unitz9
Tabel 4. Tes Elektrofisiologis9

c. Uji Stimulasi Maksimal


Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde
ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis.Arus kemudian
dinaikkan perlahanlahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa
tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir
bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap
gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons
normal.Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan
sisi yang lumpuh dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan.
Penurunan yang nyata adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang
lumpuh dengan besar arus hanya 25 persen dari arus yang digunakan
pada sisi yang normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen
penderita Bells Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi.

24
Bila respon elektris hilang, maka 100 persen akan mengalami
pemulihan fungsi yang tidak lengkap. Statistik menganjurkan bahwa
bentuk pengujian yang paling dapat diandalkan adalah uji fungsi
saraf secara langsung.8
3.7. Penatalaksaan
Pengobatan terhadap parese nervus fasialis dapat dikelompokkan
dalam 3 bagian, fisioterapi, farmakologi, dan psikososial:14
1. Pengobatan parese nervus fasialis
A. Fisioterapi
1) Heat Theraphy, Face Massage, Facial Exercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk
diperas dan diletakkan dimuka hingga handuk mendingin.
Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah
yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan
daerah tengah wajah. Masase dilakukan dengan
menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan
menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien
diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan
beberapa latihan wajah seperti mengangkat alis mata,
memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat dan
mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan
menyeringai. Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali
sehari.14
2) Stimulasi Elektrik
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi
lemah.8 Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi
buatan pada otot-ototyang lumpuh dan juga berfungsi
untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.14
B. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan
kelumpuhan saraf fasialis antara lain14:
1) Asam Nikotinik
Pada kelumpuhan saraf fasialis yang dikarenakan
iskemia.Asamnikotinik dan obat-obatan yang bekerja

25
menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk
memicu vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai
darah ke saraf fasialis.14
2) Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis yang
disebabkan oleh kompresi saraf fasialis pada kanal falopi.
Obat ini bekerja mengurangi bendungan, pembengkakkan,
dan inflamasi pada keadaan diatas.14
3) Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi
yang menyebabkan Bells Palsy.14
4) Sodium Kromoglikat
Diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis jika dipikirkan
adanya reaksi alergi.14
5) Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa
penggunaan prednisone secara simultan.14
C. Pengobatan Psikofisikal
Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback
dilaporkan dapat membantu penyembuhan Bells Palsy.14
2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )
Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain:
A. Depresi
Pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis memiliki ketakutan
bahwa mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa
ataupun penyakit yang melibatkan pembuluh darah otak.
Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan penderita
dengan usia yang sama terbukti efektif untuk mengatasi
depresi tersebut.14
B. Nyeri
Sebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien
dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini
dapat diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan
steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off
setelah 10 hari penggunaan.14
C. Perawatan Mata

26
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga
kelembaban mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan
kornea. Pasien diminta untuk mengedipkan mata 2 sampai 4
kali permenit disamping penggunaan obat tetes mata.14
3. Indikasi Untuk Operasi
Indikasi absolut untuk dilakukan operasi pada kelumpuhan nervus
fasialis adalah adanya transeksi nervus fasialis dan infiltrasi tumor.14
Selain ituk pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah
terjadi denervasi total, tindakan operatif segera harus dilakukan
dengan teknik dekompresi saraf fasialis transmastoid.1

BAB IV
KESIMPULAN

Nervus fasialis (nervus kranial VII) terdiri dari serabut aferen viseral
khusus, eferen visceral umum, dan serabut saraf eferen visceral khusus,
yang berfungsi dalam pengecapan, lakrimasi, salivasi, dan fungsi otot-otot
wajah
Penegakan diagnosis parese nervus fasialis didasari pada anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Penderita parese nervus
fasialis akan menunjukkan gangguan motorik wajah.
Gejala klinis yang timbul pada parese nervus fasialis berbeda-beda
tergantuk lokasi lesi yang mendasari.
Pemeriksaan fisis yang dapat digunakan untuk menentukan kelumpuhan
nervus fasialis diantaranya pemeriksaan otot-otot wajah, tonus, sinkinesis,
hemispasme, gustometri, Schimer test, dan refleks stapedius.
Pada gangguan nervus fasialis pemeriksaan elekrospikologi tidak menjamin
prognosis untuk pemulihan. Dalam Pengujian serial kelumpuhan lengkap
pada fase akut degenerasi memberikan informasi yang paling akurat pada
cedera saraf dan prognosis untuk pemulihan. EMG adalah tes yang paling
dapat diandalkan untuk evaluasi kelumpuhan lama.
Penatalaksanaan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis dibagi atas
tiga, yaitu penanganan pada penyebab langsung kelupuhan, penanganan
untuk gejala sekuele, dan operasi sesuai indikasi.

27
Kelumpuhan nervus fasialis merupakan gejala, sehingga harus dicari
penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan
tertentu guna menentukan terapi dan prognosisnya.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, EA., Iskanda, N., Bashiruddin J., Restuti, R. Kelumpuhan Nervus


Fasialis Perifer dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Ketujuh. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2012; Jakarta. h.114-6
2. Probst R., Gerhard G., Iro H. Facial Nerve in :Basic Otorhinolaryngology.
Georg Thieme Verlag. 2006; Germany. p. 293-5
3. C Pereira, E Santos, J Monteiro, A de Arajo Morais, C Trres
Santos. Peripheral Facial Palsy: Anatomy And Physiology. An Update. The
Internet Journal of Neurosurgery. 2004 Volume 2 Number 2.
4. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.
Jakarta : Balai Pustaka, 1996.
5. Tinjauan Pustaka :Bells Palsy; Universitas Sumatera Utara, Indonesia.
6. Moore, Keith L.; Agur, Anne M. R.; Essential Clinical Anatomy In 9 -
Review of Cranial Nerves,; 3rd Edition; Copyright 2007 Lippincott
Williams & Wilkins; pg 648-54
7. Ekadeva, P. Ade Putra S,. Kartika Sari, P. Parese Nervus Fasialis. Bagian
Ilmu Kesehatan THT-KL FK Andalas. Padang; 2012.
8. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar
Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.
9. Johnson JT., Rosen, CA. Otology in Baileys Head & Neck Surgery
Otolarygnology 5th Ed. Vol.2. Wolters Kluwer. 2014. p.2503-6
10. Mardjono M., Sidharta P. Saraf Otak Ketujuh atau Nernus Fasialis dalam
Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2010; Jakarta. h.161-3
11. Mumenthaler, M. Mattle, H. Taub, E. Lesion of Facial Nerve in
Fundamentals of Neurology. Thieme. Germany; 2006. p.196-9
12. Bull TR,.; Color Atlas of ENT Diagnosis, In Examination of the Pharynx
and Larynx; 4th Edition; Copyright 2007 Thieme Flexibook; pg 41
13. Lalwani, AK. Facial Nerve in Current Diagnosis & Treatment
Otolaryngology Head and Neck Suregery 2nd-Ed. New York University
School of Medicine. New York.
14. Mark May. Disorder of the facial nerve. New York: Thieme. 2000.

29

Anda mungkin juga menyukai