PERIKONDRITIS
Pembimbing
dr. Azwar Abdullah, Sp. THT-KL
Disusun Oleh:
ZIA FARADILA
19174043
Zia Faradila
DAFTAR ISI
I
Kata Pengantar........................................................................I
Daftar Isi..................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga ..............................................................2
2.2 Definisi ..............................................................................4
2.3 Epidemiologi.....................................................................4
2.4 Etiologi..............................................................................4
2.5 Patofisiologi.......................................................................5
2.6 Manifestasi Klinis .............................................................6
2.7 Diagnosis...........................................................................6
2.8 Diagnosis Banding............................................................7
2.9 Penatalaksanaan................................................................8
BAB III KESIMPULAN................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................11
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Telinga
Telinga adalah organ pendengaran yang memilki fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar menangkap bunyi, menghantarkannya, dan
memperkuat kira-kira 15 dB pada sekitar 2,5 kHz dan menentukan arah datangnya bunyi.
Telinga tengah mengubah getaran suara menjadi gelombang cairan. Telinga dalam
mengubah getaran cairan itu menjadi rangsangan saraf.5
a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-
kira 2-3 cm
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
b. Telinga Tengah
2
Telinga tengah terdiri dari membran timpani dan tulan-tulang pendengaran
(malleus, inkus, stapes). Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat
dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksidan sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida
hanya berlapis dua yaitu bagian luar ialah epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa dan saluran nafas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi ditengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit erat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.
Dimembran timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier yang
menyebabkan munculnya reflex cahaya yang berupa kerucut. Secara klinis, refleks
ini dinilai bila letak reflek cahaya mendatar berarti terdapat gangguan pada tuba
eustauchius. Selain itu pad membrane timpani dibagi menjadi 4 kuadran yaitu
kuadran anterior-uperior, kuadran anteriror inferior, kuadran postero superior dan
kuadran postero inferior. Keempat kuadran ini dapat membantu dalam menyatakan
letak perforasi membrane timpani. Adapun fungsi dari membrane timpani dalam
proses pendengaran ialah mengubah bunyi menjadi getaran.
Selain membrane timpani, tulang-tulang pendengaran jugab termasuk dalam
bagian telinga tengah. Tulang-tulang tersebut saling berhubungan yaitu malleus
melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat
pada stapes. Rangkaian ketiga tulang ini menghantarkan getaran ke telinga dalam.1
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibule sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan
skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
3
vestibule dsebut sebagai membrane vestibule (Reissner’s membran) sedangkan dasar
skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria,
dan pada membrn basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, selm
rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.1
2.3 Epidemiologi
Secara epidemiologi pembengkakan aurikula karena trauma terjadi pada remaja
atau orang dewasa yang mempunyai kegiatan yang melibatkan kekerasan, 40% terjadi
pada atlit. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tan dan Hsu pada kasus penderita
aurikula sebagian besar (55%) menunjukkan pembengkakan pada aurikula yang bisa
mengarah ke perikondritis aurikula.4
2.5 Patofisiologi
Perikondritis terjadi akibat adanya trauma atau cedera pada aurikula yang
menimbulkan luka sehingga terjadi infeksi. Kemudian akan muncul reaksi inflamasi yaitu
rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsiolesa. Pada saat terjadinya inflamasi maka pembuluh
darah akan berdilatasi sehingga daun telinga akan terlihat kemerahan dan pada saat
dipalpasi akan terasa hangat. Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriol dan kapiler
sehingga cairan plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul
disekitar luka, sehingga akan terjadi benjolan, cairan yang menumpuk tersebut akan
menekan saraf, maka pada saat perabaan akan timbuln nyeri tekan. Akumulasi darah
dalam ruangan antara perikondrium dan kartilago sehingga terjadi pembengkakan pada
aurikula.10
Pada keadaan diatas disebut stadium dini, daun telinga merah dan juga nyeri, pada
stadium dini apabila tidak segera diobati atau terjadi kecerobohan, edema pada daun
telinga akan meluas dan infeksi akan menyebar menjadi abses subperikondrial. Hal ini
menyebabkan tulang rawan mengalami kekurangan suplai darah, sehingga terjadinya
nekrosis tulang rawan yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya deformita pada daun
telinga yang disebut cauliflower ear.6
5
2.6 Manifetasi Klinis
Gejala yang muncul yaitu pasien akan merasakam nyeri, daun telinga terlihat
merah dan bengkak serta panas pada saat palpasi. Infeksi biasanya dimulai pada bagian
helix dan anti-helix tetapi apabila tidak segera diobati, maka akan mengenai seluruh
kartilago. Pada perikondritis daerah yang terkena hanya diarea bawah kartilago tidak
mengenai bagian lobules. Pada awalnya akan terlihat seperti infeksi kulit (cellulitis), tapi
lama kelamaan semakin parah dan mengenai bagian perichordium. Pada reaksi
peradangan yang hebat, gejala umum seperti demam dan pembengkakan kelenjar limfe
dapat muncul.3,8.
Gambar 3. Perikondritis
2.7 Diagnosis
Diagnosis dari perikondritis ditegakkan berdasarkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada telinga.
1) Anamnesis
Menanyakan kepada pasien tentang riwayat trauma dibagian telinga, dan
pasien mengeluhkan telinga merah, bengkak, panas dan adanya nyeri tekan, maka
perikondritis bisa menjadi kemungkinan diagnosis.3
2) Pemeriksaan Fisik
Pada keadaan perikondritis dapat ditemukan pada saat inspeksi telinga bewarna
merah edema, serta terdapat abses pada daun telinga. Pada saat palpasi terasa hangat
dan juga nyeri tekan. Bisa juga disertai dengan demam, pembesaran kelenjar limfe
6
regional. Serum yang terkumpul dilapisan subperikondrial menjadi purulen, sehingga
terdapat fluktuasi difus atau terlokalisasi.11
3) Pemeriksaan laboratorium
Terdapat adanya leukositosis akibat adanya infeksi. Pada pemeriksaan
laboratorium juga bisa diambil sampel dari abses daun telinga untuk dikultur, untuk
mengetahui jenis bakteri penyebab sehingga dapat diberikan terapi yang adekuat
sesuai mikroorganisme yang menginfeksi. 1
7
Gambar 4. Erysipelas
b. Otehematoma
Otehematoma adalah hematoma yang terjadi pada daun telinga akibat
suatu trauma yang menyebabkan tertimbunnya darah dalam ruangan antara
perikhondrium dan kartilago. Kumpulan darah ini harus dikeluarkan secara
steril guna mencegah terjadinya infeksi yang nantinya dapat mencegah
terjadinya perikondritis 6
Gambar 5. Otehamatoma
c. Psedokista
Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan
cairan kekuning-kuningan diantara lapisan perikondrium dan tulang rawan.
Biasanya pasien datang ke dokter dengan keluhan adanya benjolan di daun
8
telinga yang tidak nyeri dan tidak diketahui penyebabnya. Kumpulan cairan
ini harus di keluarkan secara steril untuk mencega timbulnya perikondritis.1
Gambar 5. Pseudokista
d. Polikondritis berulang
Polikondritis berulang merupakan penyakit yang jarang terjadi, penyakit
ini merupakan penyakit yang etiologinya tidak diketahui, dan kadang kala
sering salah mendiagnosis. Penyakit ini ditandai dengan terjadinya serangan
episodic dari inflamasi terhadap struktur tulang rawan hialin dan tulang rawan
elastis seperti pada telinga, hidung, laring-trachea dan cartilage articular.
Deformitas aurikula menyerupai suatu perikondritis akut yang infeksius atau
terjadinya telinga bunga kol (cauliflower ear) yang meradang. Hilangnya
kartilago menyebabkan telinga menjadi lemas dan timbul deformitas.
Peradangan yang terjadi secara bergantian pada telinga (tanpa sebab
predisposisi) atau adanya demam memberikan kesan gangguan ini. Dapat
ditemukan tinnitus dan vertigo, juga kehilangan pendengaran akibat kolaps
dari meatus akustikus eksternus.6,14
9
merupakan antipsedomonas berdasarkan terapi empiris sambil menunggu hasil pasti
dari biakan bakteri yang diberikan secara oral dan intravena. 1,6
Antibiotik yang dapat diberikan yaitu golongan fluroquinolone contohnya
ciprofloxacin yang terbukti sebagai terapi inisial terhadap bakteri pseudomonas
aeroginosa, pada pemberian fluroquinolone terbukti dapat menurunkan kasus rawat
inap terhadap pasien perikondritis di rumah sakit.15 Ciprofloxacin juga sangat efisien
diguanakan untuk melawan bakteri staphylococcus aureus, walaupun pengguanaan
ciprofloxacin hanya bisa digunaka pada pasien diatas 18 tahun, dikarenakan adanya
potensi risiko untuk merusak tulang rawan yang sedang terbentuk.16
10
BAB III
KESIMPULAN
Perikondritis adalah radang pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun
telinga. Kondisi dari perikondritis terjadi bila suatu trauma atau radang menyebabkan
efusi serum atau pus diantara lapisan perikordium dan telinga luar. Perikondritis biasanya
terjadi karena kecelakaan akibat trauma, atau akibat kerusakan yang tidak disengaja
akibat pembedahan telinga
Bakteri yang paling banyak menyebabkan perikondritis adalah pseudomonas
aeruginosa, terjadi biasanya pada 95% pasien, bakteri lainnya seperti sthaphylococcus
aureus terjadi pada 7% pasien. Faktor predisposisi yang paling sering menyebabkan
perikondritis adalah faktor trauma seperti piercing atau penusukan anting pada kartilago
telinga.
Secara epidemiologi, berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tan dan
Hsu, pada kasus penderita aurikula sebagian besar (55%) menunjukkan pembengkakan
pada aurikula yang bisa mengarah ke perikondritis aurikula.
Terapi yang diberikan pada perikondritis adalah antibiotic dengan boardspektrum
secara oral dan IV, pilihan antibiotic yang digunakan adalah dari golongan Fluroquinolon
dan aminoglikosida. Bila pengobatan dengan antibiotika gagal pada perikondritis maka
11
dapat timbul komplikasi berupa mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang
rawan yang menjadi kerangka daun telinga (cauliflower ear).
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Dan Kepala Leher. ketujuh. Badan Penerbit FK UI; 2017.
2. Recinos A, Zahouani T, Marino C, Sitnitskaya Y. Auricular Perichondritis Complicating
Helical Ear Piercing. J Pediatr Ther. 2016;6(4).
3. Saxena SK. Perichondritis. The Journal Of urgent care medicine. Published 2017.
Accessed August 19, 2020. https://www.jucm.com/perichondritis/
4. By T, Hsu. Auricular Psedocyt in The Tropics : A multi- Racial Singapoe Experience. J
Laryngo Otol. Published online 2004:183-185.
5. Lucente, F.E, EI, G.H. Ilmu THT Esensial.; 2011.
6. Adams GL, Lawrence R B, Higler PA. BIEOS Buku Ajar Penyakit THT. keenam. (Effendi
H, Santoso R. K, eds.). EGC; 1997.
7. Usoro A, Ehmann MR. Acute Auricular Perichondritis With Efussion. Clin Pract Cases
Emerg Med. 2019;3(4).
8. Darsan S, Liji G. Perichondritis. Vol 10.; 2019.
9. Shrivastav. Ear, Nose and Throat, and Head and Neck Surgery. 2nd ed. Jaypee Brother
Medicak Publisher; 2014. doi:10.1016/0165-5876(95)90015-2
10. Mitchell, Richard N. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. EGC; 2009.
11. D D, PL D. Disease Of Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 6th ed.
12
Elsevier; 2014.
12. British Association Of Dermatology. Cellulitis and erypelas. Published online 2018.
13. Davis LS, James WD. Erysipelas. Medscape. Published 2020. Accessed August 19, 2020.
https://emedicine.medscape.com/article/1052445-overview
14. Borgia F, Giuffrida R, Guarneri F, Serafinella. Relapsing Polychondritis : An Update
Review. Biomedicines. Published online 2018.
15. Davidi E, Paz A, Duchman H, Luntz M, Postman I. Perichondritis of The Auricule :
Analysis of 144 Cases. IMAJ. 2011;13.
16. Fernandez A de P, Neto I de C, Anias CR. Post- Piercing Perichondritis. Brazilian J
Othorhinolaryngology. Published online 2008.
13