Disusun Oleh:
Febry Elisabet Lumban Gaol
214210055
PEMBIMBING :
dr. Olina Hulu, Sp.THT-KL
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini guna memenuhi
persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan – Kepala Leher di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan
judul “Otosclerosis”.
i
12. Seluruh para medis dan pegawai SMF THT – KL
Penulis berharap semoga paper ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
kedokteran dalam praktek di masyarakat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.2.1. Definisi……………………………………………………. 11
2.2.6.Diagnosis ………………………………………………….. 20
2.2.8.Penatalaksanaan …………………………………………... 24
iii
BAB III Penutup ………………………………………………………………. 29
3.1Kesimpulan………………………………………………………….. 29
Daftar Pustaka................................................................................................... 30
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga) yang mengumpulkan suara, dan
meatus akustikus ekterna (liang telinga) yang mengonduksikan suara ke membrane
tympanica.3 Telinga luar/ auricula/ pinna merupakan gabungan dari tulang rawan
yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Auricula
memiliki beberapa depresi dan elevasi. Concha adalah bagian depresi yang paling
dalam. Pinggir auricula yang meninggi adalah helix. Lobulus nonkartilaginosa
terdiri dari jaringan fibrosa lemak, dan pembuluh darah. Tragus adalah proyeksi
menyerupai lidah yang menutupi porus acusticus externus.3
2
Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan
sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar
seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan
zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen
(minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.1
3
Membran timpani, diameter kira-kira 1 cm, adalah membran semitransparan
oval yang tipis pada ujung medial meautus acusticus externus.3 Membran timpani
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida
(Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) yaitu:
- Pada pukul 7 untuk membran timpani kiri
- Pada pukul 5 untuk membran timpani kanan1
Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah
yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. 1
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.1
4
Bila melakukan miringotomi, dibuat insisi dibagian bawah belakang
membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Didaerah ini tidak
terdapat tulang pendengaran. Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes.1
Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.1
Telinga Tengah
5
menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar
membran tympani.3
Ossicula Auditus
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai tiga tulang kecil/
osikulus (malleus, incus, stapes) yang dapat bergerak dan membentang ditelinga
tengah.5
Malleus menempel pada membran timpani. Caput mallei berartikulasi
dengan incus. Malleus berfungsi sebagai pengungkit, dengan dua processusnya
lebih panjang dan manubriumnya menempel pada membran timpani.3
Incus terletak diantara malleus dan stapes dan berartikulasi dengannya. Incus
memiliki corpus dan dua crura. Stapes adalah ossicula paling kecil. Caputnya
mengarah ke lateral berartikulasi dengan incus. Basis stapedis mengarah ke dalam
fenestra vestibuli pada dinding medial cavitas timpani.3 Suara yang masuk 99,9%
mengalami refleksi dan hanya 0,1% saja yang di transmisi/diteruskan. Pada
frekuensi kurang dari 400 Hz membran timpani bersifat “per” sedangkan pada
frekuensi 4.000 Hz membran timpani akan menegang. 6
6
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.1
Koklea adalah sebuah struktur yang menyerupai siput yang merupakan
bagian dari telinga dalam yang merupakan sistem tubular terkurung yang berada
didalam tulang temporalis. Berdasarkan panjangnya, komponen fungsional koklea
dibagi menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklear
yang ujungnya tidak terlihat di kenal sebagai skala media, yang merupakan
kompartemen tengah. Bagian yang lebih diatasnya adalah skala vestibuli yang
mengikuti kontur dalam spiral dan skala timpani yang merupakan kompartemen
paling bawah yang mengikuti kontur luar dari spiral. 6
7
Gambar 2.5 Sistem keseimbangan (Vestibuli) dan sistem pendengaran (Koklea). 6
Gerakan stapes yang mirip piston terhadap jendela oval memicu gelombang
tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat mengalami penekanan,
maka tekanan disebarkan melalui dua cara ketika stapes menyebabkan jendela oval
menonjol ke dalam: (1) penekanan jendela bundar dan (2) defleksi membran
basilaris.Pada bagian-bagian awal jalur ini, gelombang tekanan mendorong maju
perilimfe di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan masuk
kedalam kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol keluar mengarah kerongga telingga tengah untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan. Sewaktu stapes bergerak mundur dan
8
menarik jendela oval kearah luar ke telinga tengah, perilimfe mengalir kearah
berlawanan, menyebabkan jendela bundar menonjol ke dalam. 5,6
Peran Sel rambut dalam adalah sel yang mengubah gaya mekanik suara
(getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang
menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri). Karena berkontak dengan
membran tektorium yang kaku dan stasioner, maka stereosilia sel-sel reseptor ini
tertekuk maju-mundur ketika membran basilaris mengubah posisi relatif terhadap
membran tektorium. Deformasi mekanis majumundur rambut-rambut ini secara
bergantian membuka dan menutup saluran ion berpintu mekanis di sel rambut
sehingga terjadi perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang
bergantian. Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan
ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk nervus auditorius (kokhlearis).
Lintasan impuls auditori selanjutnya menuju ganglion spiralis korti, saraf VIII,
nukleus koklearis. 5,6
Peran Sel Rambut Luar Sementera sel-sel rambut dalam mengirim sinyal
auditorik ke otak melalui serat aferen, sel rambut luar tidak memberi sinyal ke otak
tentang suara yang datang. Sel-sel rambut luar secara aktif dan cepat berubah
panjang sebagai respons terhadap perubahan potensial membran, suatu perilaku
yang dikenal sebagai elektromotilitas. Sel rambut luar memendek pada depolarisasi
dan memanjang pada hiperpolarisasi. 5,6
9
Gambar 2.6 Koklea dan Organ Corti. 6
10
2.1.2 Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris
dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.1,5
2.2 Otosklerosis
2.2.1 Definisi
Otosclerosis adalah istilah yang berasal dari oto, yang berarti
"telinga," dan sklerosis, yang berarti "pengerasan jaringan tubuh yang tidak
normal".7 Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis didaerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku
dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik.1
2.2.2 Etiologi
Penyebab dari otosklerosis belum diketahui dengan pasti, tetapi ada
beberapa penelitian diperkirakan ada beberapa faktor ikut sebagai penyebab
atau merupakan predisposisi terjadinya otosklerosis seperti factor herediter,
11
endokrin, metabolic, infeksi measles, vaskuler autoimun, tapi semuanya
tidak bias dibuktikan dengan pasti. 8
1. Genetik
Dari beberapa penelitian genetic dinyatakan otosklerosis diturunkan
secara autosomal dominan dengan penetrasi inkomplit 20-40%. Banyak
gen telah dilaporkan, menunjukkan bahwa penyakit ini heterogen
secara genetis. Dari beberapa kasus dinyatakan gen yang berhubugan
dengan otosklerosis adalah COLIAI gen yang merupakan salah satu
dari dua gen yang mengkode type I kolagen dari tulang. Varian
otosklerosis ada di mana ada mutasi pada gen NOG (Brown et al, 2003),
8,9
serta banyak gen lain pada studi keterkaitan. Statistik juga
menunjukkan bahwa ada peluang 25 % untuk otosklerosis jika satu
orang tua memilikinya dan dua kali lipat ( 50% ) jika kedua orang tua
memilikinya. Tetapi masih ada pertanyaan: Mengapa tidak semua
orang dengan riwayat keluarga otosklerosis mendapatkannya? Dan
mengapa beberapa orang tanpa riwayat keluarga dengan kelainan itu
mengembangkannya?10
2. Virus
Diduga virus measles/campak juga merupakan predisposisi
terjadinya otosklerosis. Secara epidemiologi dibuktikan dengan
menurunnya angka kejadian otosklerosis sejak ditemukannya vaksin
measles. Infeksi virus measles diduga menyebabkan persistennya virus
measles pada kapsul otik. Dengan pemeriksaan mikroskop elektron
pada stapes penderita otosklerosis post stapedektomi didapatkan
struktur filamen pada retikulum endoplasmik dan sitosol dari osteoblas
dan preosteoblas yang merupakan gambaran morfologi dari measles
nucleocapsid. Dalam penelitian immunohistochemical juga disebutkan
adanya ribonucleic acid dari virus measles pada lesi otosklerosis. Pada
perilimf juga didapatkan peningkatan antibody terhadap virus measles.
12
Dari kenyataan tersebut ada teori yang menyatakan bahwa infeksi virus
measles menginisiasi terjadinya otosklerosis.8
Beberapa merasa bahwa infeksi campak kronis pada tulang
mempengaruhi pasien untuk otosklerosis. Material virus dapat
ditemukan dalam osteoblas dalam lesi otosklerotik dan di alas kaki
stapes orang dengan otosklerosis. Di sisi lain, sekitar 40% stapes dari
pasien otosklerosis negatif untuk measles, dan juga tidak jelas mengapa
campak harus mempengaruhi tulang temporal, tetapi tidak
mempengaruhi tulang lain dalam tubuh.9
2.2.3 Epidemiologi
Secara histologis, otosklerosis ditemukan pada 12% kulit putih,
dengan 0,3% hingga 0,4% dari pasien ini yang mengalami gejala klinis.
Prevalensinya lebih rendah pada orang kulit hitam, Asia, dan penduduk asli
Amerika. Secara klinis, rasio kejadiannya adalah 2:1 pada wanita dengan 1
pria. Rata-rata usia onset adalah 30 tahun. Otosklerosis sering dimulai di
usia pertengahan tapi bisa juga lebih awal (15-45 thn). Menurut Morison
angka kejadian 90 % pada usia 15-45 tahun, dua persen di bawah usia 2
tahun, tiga persen antara 10-15 tahun dan empat persen diatas usia 45 tahun.
Otosclerosis adalah penyakit progresif dan berbahaya yang tidak sering
terlihat dalam praktik umum. 2,8,11,12
Ditinjau dari usia, Ketulian pada penyaki otosklerosis biasanya
diawali pada usia 20 sampai 30 tahun dan jarang sebelum usia 10 dan
sesudah 40 tahun. Terdapat juga kecurigaan akan adanya pengaruh faktor-
faktor lain seperti kehamilan, menopause, kecelakaan, setelah operasi besar.
Beberapa peneliti menemukan bahwa kurang lebih 50 % dari penderita
otosklerosis keluhan gangguan pendengaran meningkat sehubungan dengan
kehamilannya.2,8
13
2.2.4 Klasifikasi dan Patologi
Remodeling tulang yang normal terjadi pada tingkat 10% per tahun
di seluruh daerah kerangka; namun, kapsul otic yang normal
hanya memiliki sedikit remodeling tulang — hanya 0,13% per
tahun. 2 Pada pasien dengan otosklerosis , remodeling tulang dalam kapsul
otic meningkat, yang mengarah pada akumulasi endapan tulang yang
merusak struktur audiologis dan memperburuk transmisi suara
normal. Tingkat remodeling tulang yang menyimpang dalam kapsul
otic berkorelasi langsung dengan temuan audiologis yang abnormal.11
Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat
multifokal di area- area endokondral tulang temporal. Secara histologis
proses otosklerosis dibagi menjadi 3 fase: fase otospongiosis ( fase awal ),
fase transisional, dan otosklerosis ( fase lanjut ). Tapi secara klinis dibagi 2
fase otospongiosis dan otosklerosis:8,11
Pada awalnya terjadi proses spongiosis ( fase hipervaskulerisasi).
Pada fase ini terjadi aktivitas dari selsel osteosit, osteoblas dan histiosit yang
menyebabkan gambaran sponge. Aktivitas osteosit akan meresorbsi
jaringan tulang di sekitar pembuluh darah yang akan mengakibatkan
sekunder vasodilatasi. Pada pemeriksaan otoskopi akan tampak gambaran
Schwartze sign. Aktivitas osteosit yang meningkat akan mengurangi
jaringan kolagen sehingga tampak gambaran spongiosis. Pada fase
selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika osteoklas secara
perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi perubahan densitas
sklerotik pada tempat-tempat yang mengalami spongiosis. Jika proses ini
terjadi pada foramen ovale di dekat kaki stapes, maka kaki stapes akan
menjadi kaku dan terjadilah tuli konduksi. Hal ini terjadi karena fiksasi kaki
stapes akan menyebabkan gangguan gerakan stapes sehingga transmisi
gelombang suara ke telinga tengah ( kopling osikule ) terganggu.Jika
foramen ovale juga mengalami sklerotik maka tekanan gelombang suara
menuju telinga dalam (akustik kopling) juga terganggu.8
14
PL. Dhingra mengklasifikasikan tipe otosklerosis sebagai berikut:8
Otosklerosis stapedial
Otosklerosis stapedial disebabkan karena fiksasi stapes dan tuli
konduktif umumnya banyak dijumpai. Lesi ini dimulai dari depan oval
window dan area ini disebut ‘fissula ante fenestram’. Lokasi ini menjadi
predileksi (fokus anterior). Lesi ini bisa juga dimulai dari belakang oval
window (fokus posterior), disekitar garis tepi footplate stapes
(circumferential), bukan di footplate tetapi di ligamentum annular yang
bebas (tipe biskuit). Kadang-kadang bisa menghilangkan relung oval
window secara lengkap (tipe obliteratif).
Otosklerosis koklear
Otosklerosis koklear melibatkan region sekitar oval window atau
area lain di dalam kapsul otik dan bisa menyebabkan tuli sensorineural.
kemungkinan disebabkan material toksik di dalam cairan telinga dalam
Otosklerosis histologi
Tipe otosklerosis ini merupakan gejala sisa dan tidak dapat
menyebabkan tuli konduktif dan tuli sensorineural.
Gambar 2.8 Tipe otosklerosis stapedial. (A) Fokus anterior. (B) Fokus posterior.
(C) Sirkumperensial. (D) tipe biskuit. (E) Obliteratif.2
15
umumnya, focus otosklerosis mengandung daerah pembentukan tulang baru
yang irregular dengan banyak pembuluh darah, terjadi pada didalam tulang
kapsul labirin yang keras. Pinggir lesi berbatas tegas tetapi tidak teratur
dengan proyeksi disekitar sepanjang pembuluh tulang kapsulnya yang
normal. Pinggiran tulang yang terwarnai biru dengan pewarnaan
hematoksilin eosin tampak di sekitar beberapa saluran darah di focus
tersebut. Gambaran tersebut disebut “mantel biru” yang merupakan
gambaran khas dari lesi otosklerosis.13
1. Tipe Klasik:
terjadi pada 3% dari specimen, ditandai dengan banyak saluran darah
yang mengalami kongesti dan stasis disertai dengan hipertropi tulang.
Terdapat banyak osteoblast dan kadang-kadang ada osteoklas.13
16
Gambar 2.9. Otosklerosis tipe klasik pada area yang terbatas di kaki
depan stapes. Perhatikan hipervaskularisasi, pelebaran saluran
pembuluh darah yang dibatasi oleh osteoblast, selubung biru dan
perkembangan tulang yang sakit. 13
2. Tipe Fibrotik:
terjadi pada 17% dari specimen, lesi ini menunjukkan hipertropi tulang
tetapi dengan perubahan fibrotic menggantikan ruang-ruang vaskuler.
Pada lesi ini tidak ditemukan osteoblast dan osteoklas.13
3. Tipe osteoporotic:
terjadi pada 11% pada specimen, pada bentuk ini tulang yang hipertropi
juga hipervaskuler, tetapi ruang vaskuler tidak berisi, menyebabkan
gambaran porosis sempurna. Disini juga terjadi nekrosis dari osteosit.13
17
Gambar 2.11 Otosklerosi tipe osteoporotic. Perhatikan pelebaran ruang
pembuluh darah yang sama sekali kosong. Gambara inset menunjukkan
sel tulang rawan yang mengeras dari bagian depan lempeng kaki
stapes.13
18
Gambar 2.12 Otosklerosis tipe sklerotik. Tulang kelihatan tidak
berkembang dan saluran pembuluh darah tidak berisi sesuatu apapun. 13
19
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis otosklerosis berdasarkan pada riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan audiometri. Diagnosis pasti dengan
eksplorasi telinga tengah. Pendengaran terasa berkurang secara progresif
dan lebih sering terjadi bilateral. Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa
muda. Setelah onset, gangguan pendengaran akan berkembang dengan
lambat. Penderita perempuan lebih banyak dari laki-laki, umur penderita
antara 11-45 tahun, tidak terdapat riwayat penyakit telinga dan riwayat
trauma kepala atau telinga sebelumnya.1,
Pada pemeriksaan otoskopi, ditemukan membran timpani tampak
intak dalam batas normal, kadang-kadang tampak promontorium agak
merah jambu, terutama bila membran timpaninya transparan. Gambaran
tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus
otosklerosis yang sangat vaskuler.1,12,8
Pada pemeriksaan dengan garpu tala 512 Hz menunjukkan uji Rinne
negatif. Uji Weber sangat membantu dan akan positif pada telinga dengan
otosklerosis unilateral atau pada telinga dengan ketulian konduktif yang
lebih berat.14
Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan
sampai sedang yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada
frekuensi rendah. Hantaran tulang normal. Air-bone gap lebih lebar pada
frekuensi rendah. Dalam beberapa kasus tampak adanya cekungan pada
kurva hantaran tulang. hal ini berlainan pada frekuensi yang berbeda namun
maksimal pada 2000 Hz yang disebut dengan Carhart’s notch (5 dB pada
500 Hz, 10 dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan 5dB pad 4000 Hz)
Pada otosklerosis dapat dijumpai gambaran Carhart’s notch.2,12,13
20
Gambar 2.13 Carhart’s notch.2
Hasil Timpanometri bias menunjukkan compliance menurun (As)
atau normal. Refleks stapedial mungkin normal pada fase awal tetapi tidak
didapatkan pada fiksasi stapes. Speech reception threshold dan speech
discrimination sering normal, kecuali pada kasus dengan terlibatnya
koklea.2
21
anterior, penebalan stapes, dan pelebaran jendela oval. CT resolusi tinggi
juga dapat mengungkap keterlibatan koklea dengan menunjukkan area
demineralisasi yang menguraikan koklea (tanda dua cincin/ hallo
sign). Kerugian utama dari penggunaan tes ini adalah biayanya yang
tinggi.8,11
22
suram, X-Ray mastoid menunjukkan adanya kesuraman pada sel-sel
mastoid dan rongga telinga tengah.8
3) Timpanosklerosis
Pada pemeriksaan otoskopi membran timpani tampak suram seluruhnya,
proses sclerosis disini sampai pada osikule. Didapatkan riwayat OMK
berulang.8
23
adanya Schwartze sign, audiogram biasanya simetris, air bone gap paling
besar pada frekuensi.8
2.2.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Walau saat ini sudah jarang dipakai tapi sodium fluoride masih bias
dipakai untuk terapi suportif. Ion-ion fluoride akan menggantikan
hydroxyl radical yang normal sehingga terbentuk fluroapatite complex
yang lebih stabil dibandingkan hidroxyapatite kristal. Fluoroapatite
complex akan menghambat aktivitas osteoklas dan hal ini dibuktikan
dengan pemeriksaan histologis . Disamping itu penggunaan fluoride juga
bisa menghambat progresifitas otosklerosis. Dosis sodium fluoride
antara 20-120 mg/hari. Evaluasi keberhasilan bisa dilihat dari hilangnya
gambaran schwartze sign, kestabilan pendengaran , perbaikan Ct-scan di
kapsul otik. Efek samping terapi sangat ringan misalnya berupa gejala
gastrointestinal seperti mual-muntah yang bisa dihindari dengan
penurunan dosis atau dengan pemberian kapsul selaput . Pada penderita
otosklerosis yang mendapatkan terapi ini 80 % didapatkan perbaikan
keluhan dan tidak memburuknya progresifitas keluhan. Saat ini, tidak ada
rekomendasi yang jelas terhadap pengobatan penyakit ini.8
Bifosfonat dan vitamin D juga sedang dipertimbangkan mungkin
pengobatan masa depan untuk pasien dengan otosklerosis; Namun,
penelitian masih dalam tahap awal. 11
24
(bone anchored hearing aid) bisa unilateral atau bilateral. Sedangkan
pada kasus dengan tuli sensorineural severe atau profound bilateral
dianjurkan untuk pemasangan koklear implan.11
Bedah
Bedah stapes mengembalikan transmisi suara secara mekanis
melalui telinga tengah, mengoreksi gangguan pendengaran konduktif. Itu
tidak memperbaiki kehilangan pendengaran sensorineural sekunder
untuk ekstensi otosklerotik ke koklea. Bedah stapes adalah prosedur satu
hari minimal invasif yang dilakukan dengan anestesi umum; baru-baru
ini, beberapa ahli bedah telah mulai melakukan operasi stapes di bawah
anestesi lokal. Dua variasi operasi adalah:11
Stapedektomi, di mana stape footplate dan crura diangkat dan
diganti dengan prosthesis.
Stapedektomi merupakan operasi dengan membuang seluruh
footplate. Operasi stapedektomi pertama kali dilakukan oleh Jack
dari Boston, Massachusetts pada 1893, dengan hasil yang baik.
Operasi stapedektomi pada otosklerosis disisipkan protesis di antara
inkus dan oval window. Protesis ini dapat berupa sebuah piston
teflon, piston stainless steel, piston platinum teflon atau titanium
teflon. Piston teflon, merupakan protesis yang paling sering
digunakan saat ini. Hampir 90% pasien mengalami kemajuan
pendengaran setelah dilakukan operasi dengan stapedektomi. Ada
beberapa tehnik operasi yaitu stapedektomi total,partial.8,11
25
Gambar 2.16. (A). sebelum stapedektomi. (B). stapedektomi dan
penggantian dengan Piston Teflon.8.
Gambar 2.17 Protesis stapes. (A) piston Teflon, (B) piston platinum
Teflon, (C) piston titanium Teflon. 8
26
memastikan kontak dengan ruang perilimf dan mencegah
pergeseran selama proses penyembuhan.8,11
Banyak ahli otologi menganjurkan penggunaan laser pada
stapedotomi. Keuntungan penggunaan laser adalah mengurangi
manipulasi terhadap suprastruktur dan footplate. Efek termalnya
dapat diabaikan. Kerugiannya adalah waktu lebih lama, mahal dan
memerlukan peralatan. Perkin dan Curto mempopulerkan kombinasi
stapedotomi laser dengan jaringan untuk menutup lubang. Graft
vena dipasang di atas lubang yang dibor pada blok teflon. Protesis
dipasang pada lubang dan graft vena dibiarkan mengering dan
melekat di protesis. Serpihan tulang yang dibuat laser secara lembut
disisihkan dengan sebuah pengait. Protesis dengan graft yang
melekat dipasang di atas fenestra dengan ujungnya menuju
vestibulum dan kemudian diletakkan di bawah inkus.8,11
27
Gambar. 2.19 Teknik stapedotomi dengan graft vena (A) Graft
dilekatkan ke protesis, (B) Laser stapedotomi, (C) Protesis dan
graft dilekatkan.8
Indikasi untuk operasi stapes termasuk gangguan pendengaran
konduktif, celah udara-tulang minimal 20 dB, skor diskriminasi bicara
60% atau lebih besar, dan kesehatan pasien yang baik.11
28
BAB III
KESIMPULAN
29
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E. A,. Iskandar, N,. Bashiruddin, J., dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokkan Kepala & Leher. Ed. 7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
2. Salima J, Imanto M, Khairani. 2016. Tuli Konduktif e.c Suspek Otosklerosis
Auris Sinistra pada Pasien Laki-laki berusia 49 Tahun. JPM Ruwa Jurai
3. Moore K, Dalley A. Anatomi Berorientasi Klinis. Ed. 5. Jakarta: Erlangga,
2013
4. Netter, Frank H. Atlas of Human Anatomy. Ed. 25. Jakarta: EGC, 2014.
5. Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC,
2014
6. Irawati, L., Fisika Medik Proses Pendengaran. Available from:
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/viewFile/123/119.
[Accessed: 1 Januari 2019.]
7. National Institute of Health. Hearing and Balance Otosclerosis. United States:
NIDCD Fact Sheet, 2014
https://www.nidcd.nih.gov/sites/default/files/Documents/health/hearing/NID
CD-Otosclerosis.pdf
8. Irawati, Wiyadi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Otosklerosis. Available from
: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtkla439e9b20d2full.pdf .
[Accessed: 1 Januari 2020.]
9. Timothy C. Otosclerosis. Available from : https://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/hearing/otoscler.html. [Accessed: 1 Januari 2020.]
10. American Hearing Research Foundation. Otosclerosis. Available from :
Available from : https://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/hearing/otoscler.html. [Accessed: 1 Januari 2020.]
11. Batson L, Rizzolo D. Otosclerosis: An Update on Diagnosis and Treatment.
Journal of the American Academy of Physician Assistants, 2017 Feb;30(2):17-
22
12. Jack A. Otosclerosis. Medscape, 2019. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/859760-overview#a7. [Accessed: 1
Januari 2020.]
30
13. Ballenger, J, J., Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Edisi 13. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997
14. Adam GL, Boies LC, Hilger PA. 2009. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6.
Jakarta: EGC.
15. Nagel, Patrick. Dasar-Dasar Ilmu THT. Ed. 2. Jakarta: EGC, 2012
16. George L. Adams, Lawrence R. Boeis, Peter H. Higler. Boeis. Buku Ajar
Penyakit THT: Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.
31