PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Developmental Dyplasia of the Hip atau yang disebut sebagai ( DDH) merupakan
abnormalitas struktural pada persendian panggul neonatus dan bayi.1 Prevalensi DDH
yang terjadi pada negara USA yaitu 1 : 1000 - 5:1000, insidensi terjadinya subluxasi dan
displasia yaitu 25 : 1000 – 50 : 1000. 1,2
Sekitar 80% , DDH sering terjadi pada
perempuan kemungkinan terjadi karena semakin meningkatnya kelemahan ligamentum
yang disebabkan karena hormon relaxin.1,2,3 DDH juga sering terjadi pada sisi sebelah kiri
dengan prevelensi sekitar 60% , 20 % pada sisi sebelah kanan dan 20% bilateral.4,5
Persendian pada panggul berupa bola dan soket yang dimana bola tersebut berupa kaput
femoris dan soketnya ( acetabulum).Insiden DDH yang terjadi di China yaitu 0% ,dan
sekitar 1 % untuk kejadian dysplasia panggul. Pada saat bayi baru lahir persendian pada
bagian panggul belum matang,tetapi akan menjadi persendian yang kuat dan stabil
sejalan dengan pertumbuhan anak.3,4,5
Secara normal,bagian kaput femoris akan melekat dengan kuat pada acetabulum
,tetapi pada neonatus dan bayi yang mengalami DDH membuat persendian pada panggul
menjadi tidak normal.
Pada DDH , acetabulum dapat dangkal dan struktur yang mendukung kaput
femoris dapat mengalami kelemahan atau longgar sehingga menyebabkan kaput femoris
menjadi tidak stabil.6,7 Diagnosis dan terapi dini sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang baik, apabila terjadi DDH yang persisten sampai remaja dan dewasa dapat
menyebabkan terjadinya gangguan berjalan , penurunan kekuatan dan meningkatkan
kejadian penyakit degeneratif pada persendian.8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
2.4 Klasifikasi 10
Beberapa macam faktor risiko yang dapat menyebabkan DDH dibawah ini ,yaitu11:
a) Faktor genetik : Wynne Davies mengindentifikasi faktor genetik yang berperan dalam
menyebabkan instabilitas pada panggul yaitu kelemahan pada persendian (dominan) dan
acetabulum yang menyempit .11
b) Faktor Hormonal ( contoh : peningkatan hormone maternal seperti relaxin beberapa
minggu terakhir kehamilan ) dapat memperberat kelemahan ligamentum pada bayi.11
c) Malposisi Intrauterine ( terutama posisi sungsang dengan kaki ekstensi ) dapat
menyebabkan dislokasi. Dislokasi unilateral biasanya mempengaruhi panggul sebelah
kiri ( presentasi vertex )( oksiput kiri anterior) dimana panggul sebelah kiri berdekatan
dengan sacrum ibu ,sehingga posisi panggul harus di adduksi.11
d) Faktor postnatal juga merupakan salah satu faktor risiko dari DDH. Dislokasi sering
terjadi di negara-negara Amerika dan Eropa dimana mereka membawa bayi mereka
dengan kaki,panggul ,lutut yang terekstensi maksimal sehingga membuat otot psoas
tegang atau tertarik dapat memicu terjadi nya DDH.11
2.6 Patoanatomi
Pada DDH, adanya perubahan anatomi sekunder yang berkembang dapat mencegah
reduksi , Pulvinar atau jaringan lemak yang ada dalam socket dan ligamentum teres
mengalami hipertrofi yang menghambat reduksi dari kaput femoris.10,11
Ligamentum transversum acetabuli juga menebal ,dimana membuat sempit area
acetabulum. Tendon Iliopsoas juga menjadi tegang dan sebagian menyusup ke ruang antara
caput femoris dan acetabulum menyebabkan penyempitan pada kapsul sendi membentuk
konfigurasi “hourglass” .11
Caput femoris yang mengalami dislokasi memberikan tekanan pada tepi acetabulum dan
labrum sehingga labrum menjadi tebal dan dan melipat kedalam .Semakin panggul
mengalami dislokasi semakin membuat acetabulum menjadi abnormal dan tanpa adanya
kaput femur yang menempati acetabulum menyebabkan acetabulum menjadi dangkal.11
b) Manuever provokatif Ortolani merupakan kebalikan dari tes Barlow yaitu pemeriksa
berusaha untuk mengurangi panggul yang mengalami dislokasi. Pemeriksa memegang
paha anak dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ,panggul difleksikan 90 derajat dan
,dengan jari ke 4 dan 5 mengangkat trochanter mayor bersamaan dengan abduksi
10
panggul. Jika hasilnya positif, caput femoris akan masuk ke soket dengan bunyi halus
tetapi biasanya tidak terdengar dan panggul menjadi abduksi.Jika abduksi berhenti
dipertengahan kemungkinan terjadi dislokasi yang tidak bisa direduksi.Manuever ini
harus perlahan dan tidak memaksa. 11,12,13
Pada saat bayi sudah masuk 2-3 bulan kehidupan, jaringan lunak mulai mengencang dan
manuever Barlow dan Ortolani sudah tidak dapat digunakan lagi.Pada saat ini ,pemeriksa
harus mencari penemuan fisik yang spesifik seperti abduksi panggul yang terbatas ,tampak
perpendekan pada tungkai,lokasi proksimal dari trochanter mayor,asimetri posisi panggul.11
Abduksi panggul yang terbatas merupakan pertanda yang dapat diandalkan untuk
menentukan panggul yang mengalami dislokasi. Untuk menentukan apakah ada perpendekan
dari tungkai atau tidak yaitu melalui Galeazzi sign dengan cara fleksi sendi panggul 90
derajat dan membandingkan tinggi dari lutut,simetris atau tidak.12,13
Tes yang lain berupa Klisic Test ,dimana pemeriksa meletakan jari ke 3 pada trochanter
mayor dan jari telunjuk diletakan pada spina iliaca anterior superior. Pada panggul yang
normal, garis imajiner antara 2 jari menunjuk ke umbilicus sedangkan pada panggul yang
mengalami dislokasi ,trochanter mayor mengalami elevasi.12,13
Pada anak yang sudah dapat berjalan yang mengalami DDH,datang dengan keluhan lemah,
gaya berjalan yang terhuyung – huyung dan dengan perbedaan panjang kaki. Sisi yang
terkena tampak lebih pendek dari ekstremitas yang normal. Tredelenburg sign positif11 ,
abduksi panggul yang terbatas dan Galeazzi sign dapat menentukan terjadinya DDH
pada anak.10
Pada teknik Graf,transducer diletakan pada trokanter mayor ,sehingga memungkinkan untuk
visualisasi ilium,acetabulum,labrum dan epifisis femur.Terdapat sudut α yang dibentuk oleh
garis ilium dan garis tangensial ke arah bagian atap tulang acetabulum dan mewakili
kedalaman acetabulum.10Sudut α yang normal yaitu > 60 derajat dan jika < 60 derajat berarti
displasia acetabulum. Sudut β dibentuk oleh garis tangensial menuju labrum dan garis
ilium,sudut ini mewakili atap kartilago dari acetabulum. Sudut β yang normal yaitu < 55
derajat (saat kaput femoris mengalami subluksasi,sudut β meningkat)10,11,12,15
F: Femur ,A: Acetabulum
Ultrasound panggul normal pada bayi umur 3 bulan
.Glut : otot gluteal ,Ac : kartilago acetabulum ,Ltp: Lig
Teres/ Pulvinar complex,Tr : triradiate cartilage
A B
https://www.aafp.org/afp/1999/0701/p177.html
Graf Classification
https://radiopaedia.org/articles/developmental-dysplasia-of-
the-hip
http://www.radiologyassistant.nl/en/p54ba2c50995c5/developmental-dysplasia-of-the-hip-ultrasound.html
http://www.radiologyassistant.nl/en/p54ba2c50995c5/developmental-dysplasia-of-the-hip-ultrasound.html
2.8.2 Foto Polos X ray 10,11,13
Pada foto polos X-ray sulit untuk diintepretasikan pada bayi yang baru lahir dikarenakan
sebagian besar acetabulum dan caput femoris adalah kartilago dan tidak terlihat melalui sinar
X. X-ray direkomendasikan pada bayi dengan epifisis femur proksimal yang sudah
mengalami osifikasi ( umur setelah 6 bulan pertama) .Posisi AP dari panggul dapat
diintepretasikan dengan membuat garis imajiner.10
Beberapa garis pada radiografi X-ray10,11,13,15 :
Garis Hilgenreiner’s merupakan garis horizontal yang melewati kartilago triradiate
(area jernih pada acetabulum bagian dalam)
Garis Perkin merupakan garis tegak lurus melewati tepi bagian lateral atap
acetabulum yang ter-ossifikasi,tegak lurus terhadap garis Hilgenreiner.( bagian caput
femoris yang mengalami osifikasi seharusnya berada di bagian kuadran medial bawah
,perpotongan 2 garis)
Garis Shenton’s merupakan garis lengkung dari aspek medial kolum femoris ke
bagian ramus pubis superior bagian bawah.Pada anak dengan panggul yang
normal,garisnya menyatu ,sedangkan pada anak dengan panggul yang mengalami
subluksasi /dislokasi ,garis Shenton terpisah menjadi dua.
Acetabular index merupakan sudut yang terbentuk antara garis Hilgenreiner dan
garis dari bagian dalam soket acetabulum ke bagian tepi lateral atap acetabulum yang
mengalami osifikasi .Sudut ini mengukur perkembangan atap osseus pada
acetabulum.Pada bayi yang baru lahir ,acetabular index dapat mencapai 40 derajat;
pada bayi dengan umur 4 bulan ,seharusnya sudah tidak mencapai lebih 30
derajat.Pada anak yang lebih tua ,sudut tengah ( center edge angle) berguna untuk
mengukur cakupan caput femoris.Sudut ini terbentuk pada titik pertemuan garis
Perkins dan garis yang menghubungkan tepi lateral dari acetabulum menuju ke caput
femoris .Pada anak umur 6-13 tahun,sudut > 19 derajat termasuk normal, anak umur
14 tahun atau lebih (sudut >25 derajat termasuk normal)10,11
http://learningradiology.com/notes/bonenotes/conghipdy
splasiapage.html
Anteroposterior radiografi
Starr V. Ha YB.Imaging Update on Developmental Dysplasia of the Hip With the Role
of MRI,American Journal of Roentgenology.Washington.2014
Radiografi pelvis normal pada anak umur 2 tahun menunjukkan sudut α panggul kanan dan kiri normal yaitu , 18° dan
20°. Episifis femoris yang ter-osifikasi simetris dan berada dalam acetabulum,Hilgenreiner ( garis terputus-putus
horizontal),Perkins ( garis putus putus vertikal),dan garis Shenoton ( garis bulat-bulat).Epifisis femur berada pada
kuadran inferomedial.Sudut tengah dibentuk oleh garis vertikal dari bagian tengah kaput femoris dan garis dari tengah
kaput ke bagian atap lateral dari acetabulum.
Radiografi pelvis pada anak umur 1 tahun dengan dislokasi panggul kanan . Derajat osifikasi caput femoris
pada sisi yang mengalami dislokasi menurun dibandingkan dengan sisi yang normal pada panggul kiri.
https://radiopaedia.org/articles/developmental-dysplasia-of-the-hip
Kumari P,Rani M .Developmental Dysplasia of the Hip.India.volume 10.2018
DDH – X-rays (a) Panggul kiri mengalami dislokasi,caput femoris belum berkembang. Epifisis seharusnya berada dibagian
medial dari garis vertikal yang menjelaskan tepi luar dari acetabulum ( Perkin’s Line) dan dibawah dari garis horizontal yang
melewati kartilago triradiate.
(b) Sudut acetabular tidak boleh lebih dari 30°.
2.8.3 CT Scan 13,14
Computed tomography (CT) berguna untuk mengevaluasi dislokasi yang rumit dan evaluasi
pasca operasi pinggul. CT dapat menggambarkan konstriksi kapsul iliopsoas tendon,
ligamentum teres tebal, dan hipertrofi pulvinar fibrofatty.13,14
CT biasanya digunakan sebelum operasi untuk mengevaluasi morfologi acetabulum dan
episifis femoralis yang mengalami osifikasi dan posisi kaput femoris terhadap acetabulum.
MRI dapat berguna dalam evaluasi pra operasi dan pasca operasi pinggul dengan banyak
komplikasi. MRI berguna untuk mendeteksi komplikasi DDH dan pengobatan untuk DDH,
seperti nekrosis avaskular dari caput femoralis dan efusi sendi. MRI juga dapat digunakan
untuk menunjukkan kompresi tendon iliopsoas, penebalan ligamentum teres , dan hipertrofi
pulvinar.13,14
Starr V. Ha YB.Imaging Update on Developmental Dysplasia of the Hip With the Role
of MRI,American Journal of Roentgenology.Washington.2014
Struktur anatomi untuk mengevaluasi Developmental Dysplasia of Hip (DDH) pada
MRI
Starr V. Ha YB.Imaging Update on Developmental Dysplasia of the Hip With the Role
of MRI,American Journal of Roentgenology.Washington.2014
2.9 Tatalaksana
Tujuan dalam pengelolaan DDH adalah untuk mencapai dan mempertahankan reduksi dari
caput femoris dalam acetabulum agar dapat membiarkan berada dalam lingkungan optimal
untuk perkembangan caput femoris dan acetabulum.Semakin cepat ditatalaksana ,berarti
semakin meningkatnya tingkat kesembuhan dan risiko untuk terjadi komplikasi jangka
panjang berkurang.10,11,12
Terdapat fasilitas USG.11 Setiap anak baru lahir yang memiliki risiko tinggi atau diduga
mengalami ketidakstabilan panggul diperiksa dengan USG,Apabila terlihat gambaran
panggul yang tereduksi dan terdapat garis kartilago yang normal ,maka tidak membutuhkan
terapi (tetap diobservasi selama 3-6 bulan) .Apabila ditemukan displasia asetabulum,panggul
dibebat dengan posisi fleksi dan abduksi.Dilakukan skanning berulang dengan USG sampai
diperoleh stabilitas dan gambaran anatomi normal atau keputusan untuk melepaskan bebat.11
Tidak Tersedia fasilitas USG.Semua anak yang berisiko tinggi,positif pada tes Barlow dan
tes Ortolani dijadikan suspek DDH dan dipasang bantal abduksi selama 6 minggu
pertama.Anak yang mengalami ketidakstabilan diterapi dengan bebat abduksi sampai
panggul menjadi stabil dan pada gambaran x-ray atap asetabulum yang baik (biasanya 3-6
bulan)11
Pavlik Harness10,11.21
Bayi baru lahir atau dibawah 6 bulan dengan tes barlow –positif dan tes ortolani-positif
harus segera ditangani dengan Pavlik harness segera setelah diagnosis dibuat. Tujuan dari
pembebatan adalah untuk menahan panggul agar tetap fleksi dan abduksi.Bebat lainnya yaitu
Von Rosen’s adalah bebat lunak yang berbentuk H ( bebat ini bermanfaat dan mudah
digunakan dan dilepaskan),sedangkan Pelvic Harness lebih sulit digunakan tetapi
memberikan kebebasan pada anak untuk bergerak,sementara posisi masih dipertahankan.11
Pada pembebatan sebaiknya hindari posisi ekstrim dan buatlah panggul masih dapat
digerakkan.10,11
Dengan mempertahankan posisi Ortolani pada Pavlik harness dalam waktu 6 minggu,
ketidakstabilan pada panggul membaik dalam 95 % kasus, sedangkan setelah umur 6 bulan
,kegagalan dengan teknik Pavlik harness yaitu sekitar > 50% dikarenakan sulit untuk
mempertahankan bebat pada anak yang sudah mulai aktif dan merangkak.Tali bagian
anterior bebat harus diatur untuk mempertahankan panggul dalam posisi fleksi ( 90 -100
derajat),fleksi berlebihan tidak disarankan karena dapat berisiko terjadinya kelumpuhan saraf
femoralis .10 21
Jika pada USG tidak menunjukkan adanya reduksi panggul setelah 3-4
minggu penggunaan Pavlik harness dihentikan,jika dilanjutkan dapat menyebabkan Pavlik
harness disease.10,11,21
2.9.2 Anak umur 6 bulan – 2 tahun10,21
Tujuan utama tatalaksana displasia yang didiagnosis terlambat yaitu untuk mempertahankan
reduksi panggul tanpa merusak caput femoris.Closed Reduction (reduksi tertutup) dilakukan
di ruang operasi dibawah pengaruh anestesi. Cara ini ideal tetapi mempunyai risiko rusaknya
pasokan darah pada kaput femoris dan menyebabkan nekrosis.Untuk meminimalkan risiko
nekrosis avascular ,reduksi harus perlahan dan dapat didahului dengan traksi ( untuk menarik
dan merelaksasikan ligamentum).Arthrogram dibutuhkan untuk reduksi tertutup.12 minggu
setelah reduksi tertutup,gips sudah dapat dibuka ,pada tahap ini dipakai abduction orthsosis
(sebagai penyangga) untuk membantu remodeling lebih lanjut dari acetabulum.10,11
Kegagalan daripada reduksi tertutup merupakan keperluan untuk dilakukan nya Open
reduction (reduksi terbuka)( tindakan pembedahan dengan membuat insisi di paha dimana
sendi panggul dibuka untuk melihat apakah ada jaringan yang membuat caput femur tidak
dapat kembali ke acetabulum).Potensi untuk perkembangan acetabulum setelah reduksi
terbuka atau tertutup sangat baik dan terus berlanjut 4-8 tahun kemudian .
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling penting dari DDH yaitu necrosis avaskular dari epifisis
femur.Reduksi caput femoris dengan abduksi yang ekstrim dapat mengakibatkan
oklusi pembuluh darah epifisis dan dapat membentuk infark parsial atau total.Panggul
menjadi rentan dengan komplikasi ini sebelum 4-6 bulan ( sebelum osifikasi
muncul).10Dengan tatalaksana yang baik ,insiden dari nekrosis avaskular berkurang
sekitar 5-15%.Komplikasi lainnya yaitu subluxasi residual,dysplasia acetabular dan
komplikasi pascaoperasi (termasuk infeksi luka).10
BAB 3
KESIMPULAN
Identifikasi faktor-faktor risiko DDH meliputi berat lahir besar untuk usia kehamilan,faktor
genetik,hormonal, presentasi sungsang persalinan pervaginam dari bayi-bayi letak sungsang;
pembedungan bayi post natal,riwayat penyakit keluarga. Penanganan saat ini tergantung baik
dari tingkat keparahan abnormalitas maupun usia saat diagnosis. Penanganan tersebut
meliputi observasi, Palvik harness, reduksi tertutup dan/atau terbuka dan beberapa prosedur
bedah lain
Prognosis terapi DDH pada anak sangat baik,terutama apabila displasia diketahui sejak dini
dan ditatalaksana dengan terapi tertutup. Prognosis pasien dengan displasia unilateral lebih
baik dibandingkan displasia bilateral. Displasia bilateral membutuhkan terapi yang lebih
rumit dan sering terjadi keterlambatan diagnosis. Angka kejadian nekrosis lebih tinggi pada
displasia bilateral, tetapi perbedaan ini disebabkan oleh umur yang lebih tua.
DAFTAR PUSTAKA