Anda di halaman 1dari 7

Fraktur Mandibula Pemeriksaan intraoral pada scenario terdapat unstable mandibula, krepitasi dan pemeriksaan ekstraoral terdapat adanya

laserasi pada gingiva dari semua tanda tanda tersebut termasuk gejala dari fraktur mandibula selain itu pasien juga mengalami avulsi gigi. Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan patologis. Kasus pada scenario fraktur mandibular akibat trauma, selain trauma fraktur mandibular juga bisa terjadi karena keadaan patologik yang dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang. Klasifikasi 1. Berdasarkan Tipe 1. Single fraktur Pada kasus single fraktur, tulang hanya mengalami fraktur pada satu daerah. Fraktur semacam ini bersifat unilateral. Pada mandibula, kasus ini paling sering terjadi dibeberapa lokasi berikut : - Angulus, khususnya jika ada gigi molar ke-3 yang tidak bererupsi. - Foramen mentale, dan - Leher kondilus. 2. Multiple fraktur Pada multiple farktur, tulang mengalami fraktur pada dua daerah atau lebih. Multiple fraktur biasanya bilateral. Tipe fraktur inilah yang paling sering terjadi pada mandibula. Multiple fraktur dapat pula bersifat unilateral, dimana tulang yang mengalami fraktur terbagi menjadi beberapa bagian pada salah satu sisi. 3. Simple fraktur Simple fraktur adalah fraktur ang tidak berhubungan dengan lingkungan luar intraoral maupun ekstraoral. Fraktur semacam ini dapat terjadi dimana saja pada ramus mandibula, mulai dari kondilus hingga angulus 4. Compound fraktur Compound fraktur merupakan fraktur yang memiliki hubungan dengan lingkungan luar karena disertai dengan pembentukan luka terbuka. Fraktur ini paling sering terjadi disebelah anterior angulus 5. Comminuted fraktur Comminuted fraktur paling sering terjadi didaerah simfisis mandibula. Pada kasus fraktur ini tulang terbagi menjadi beberapa bagian atau hancur

6. Complicated fraktur Fraktur yang sekaligus terjadi pada maxilla dan mandibula, juga fraktur yang terjadi pada keadaan dimana maxilla atau mandibula mengalami edentulisem, digolongkan dalam complicated fraktur Berdasarkan Lokasi 1. Fraktur dento-alveolar Fraktur dento-alveolar terdiri dari afusi, subluksasi atau fraktur gigi dengan maupun tanpa disertai fraktur alveolar. Fraktur ini dapat saja ditemukan sebagai satu-satunya fraktur yang terjadi pada mandibula, dapat pula berkombinasi atau berhubungan dengan fraktur dibagian lain pada mandibula 2. Fraktur Kondilus Fraktur condilus dapat terjadi secara intracapsul, tetapi lebih sering terjadi secara ekstracapsul, dengan atau tanpa dislokasi kepala kondilus. Fraktur pada daerah ini biasanya gagal terdeteksi melalui pemeriksaan sederhana 3. Fraktur processus koronoid Fraktur processus koronoid jarang terjadi, dan biasanya ditemukan saaat dilakukannya operasi kista besar. Fraktur ini sulit terdiagnosis secara pasti pada pemeriksaan klinis 4. Fraktur ramus Otot pterygiomasseter menghasilkan efek splinting yang kuat sehingga fraktur pada daerah ramus jarang terjadi 5. Fraktur angulus Daerah ini umumnya mengalami karena tulang pada daerah ini lebih tipis jika dibandingkan dengan tulang pada daerah korpus. Relative tingginya insiden impaksi molar ke tiga menyebabkan daerah ini menjadi lemah 6. Fraktur korpus Keberadaan gigi kaninus pada kasus fraktur korpus menyebabkan daerah ini menjadi lemah. Tidak bererupsinya gigi molar ke tiga juga berhubungan dengan kejadian fraktur ini 7. Fraktur simfisis dan parasimfisis Fraktur pada daerah simfisis dan parasimfisis jarang terjadi. Ketebalan mandibula pada daerah ini menjamin bahwa fraktur pada daerah simfisis dan para simfisis hanyalah berupa keretakan halus. Keadaan ini akan menghilang jika posisi tulang tetap stabil dan oklusi tidak terganggu

Berdasarkan pola 1. Fraktur Unilateral Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi, sering didapatkan pemindahan frakmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibula unilateral sering terjadi 2. Fraktur Bilateral Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung dan tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut angulus dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan angulus yang berlawanan. 3. Fraktur Multipel Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak langsung dapat menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena trauma tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua kondilus. 4. Fraktur Berkeping-keping (Comminuted) Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup keras pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat perang. Dalam sehari-hari, fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis. Fraktur yang disebabkan oleh kontraksi muskulus yang berlebihan. Berdasarkan arah 1. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi) 2. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur 3. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukn melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation 4. Gejala 5. Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika menggerakkan rahang. Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan, terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut, hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan

hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan, kelumpuhan dari bibir bawah, akibat terjadinya fraktur di bawah nervus alveolaris. Diagnosis Diagnosis fraktur mandibula dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dari riwayat kejadian, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiologis. 1. I. Anamnesis

Pada anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari adanya nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis, pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tunggal, trismus, ketidakmampuan mengunyah.(8) Selain itu keluhan biasanya disertai riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis 2. II. Pemeriksaan Klinis 1. Pemeriksaan klinis pasien secara umum,Umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui keberadaannya pada pemeriksaan awal (primary survey) atau pemeriksaan sekunder (secondary survey). Pemeriksaan saluran napas merupakan suatu hal penting karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan jalan napas. Penyumbatan dapat disebabkan oleh terjatuhnya lidah kearah belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran napas akibat adanya lendir, darah, muntahan, dan benda asing 2. Pemeriksaan local fraktur mandibular

1) Pemeriksaan klinis ekstraoral Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan pembengkakan. Seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa menutup geligi anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien. Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati rasa. 2) Pemeriksaan klinis intraoral Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan. Dari dalam mulut. Sulkus bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma didalam sulkus lingual akibat trauma rahang bawah hampir selalu patognomonik fraktur mandibula. Dengan hati-hati dilakukan palpasi pada daerah dicurigai farktur ibu jari serta telunjuk ditempatkan di kedua sisi dan ditekan untuk menunjukkan mobilitas yang tidak wajar pada daerah fraktur. 3)

Pemeriksaan Radiologis Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan mandibula dalam satu foto. Pemerikasaan ini memerlukan kerjasama pasien, dan sulit dilakukan pada pasien

trauma, selain itu kurang memperlihatkan TMJ, pergeseran kondilus medial dan fraktur prosessus alveolar MRI digunakan untuk melihat jaringan lunak dan keras Oblik lateral digunakan untuk melihat mandibula secara utuh dan oklusal (untuk melihat deskrepansi dan bidang lateral, medial) Ct scan digunakan untuk melihat fraktur condil Foto eisler untuk melihat mandibula bagian ramus dan korpus Towne view untuk melihat proyeksi tulang maksila dan mandibula Revers view untuk melihat fraktur kondilus mandibular dan melihat dinding lateral maksila Orbitocondilar view untuk melihat TMJ saat membuka mulut lebar

Penatalaksanan Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal yang bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penaganana luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai. Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah (maksilofasial) dengan menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur rahang. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi berat menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur rahang dan tulang wajah (maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw) Proses penyembuhan fraktur pada tulang terdiri dari 5 fase, yaitu : 1. a. Fase hematoma, Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 3 minggu. 2. b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal, Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel sel

mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel sel osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 8. 3. c. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis), Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur. 4. d. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology), Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 8 dan berakhir pada minggu ke 8 12 setelah terjadinya fraktur. 5. e. Fase remodeling, Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini perlahan lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur. Penatalaksanaan avulsi gigi

Avulsi baru, cepat cepat dimasukin ke soket, anastesi. Gigi dibilas dengan nacl, soket juga dilakukan irigasi, saat memasukkan gigi mahkotanya yang dipegang agar tidak merusak ligament. Perendeman gigi paling baik pada susu (bertahan 6jam). 30 menit ligament periodontal masi hidup, apabila lebih dari 30 jam mati. Gigi avulsi lebih dari 2 jam gigi menjadi non vital maka dilakukan perawatan endodontic dilakukan diluar sebelum direplantasi Perendaman disaliva (diletakkan di dasar lidah) bertahan 2 jam Media peredaman ( sodium clorid, mg clorid) larutan garam isotonic (Nacl, saline) karena sifat biokompatibel, dan mampu mempertahan sel sel ligament periodontal Pada anak bila langsung dimasukan akan menyebabkan ankilosis

Komplikasi apabila tidak dirawat 1. Komplikasi yang timbul selama perawatan

InfeksiKerusakan saraf

Gigi yang berpindah tempat Komplikasi pada daerah gingival dan periodontal Reaksi terhadap obat Komplikasi lanjut

1. Komplikasi lanjut

Malunion Union yang tertunda Nonunion

Anda mungkin juga menyukai