Anda di halaman 1dari 24

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN


HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori

Polutan
Genetik Alergen inhalan (NO, CO, Ozon)

Respon imun
hipersensitifitas tipe 1

Rinitis alergi

Gejala Pengobatan

Bersin bersin Farmakologi Non farmakologi Adjuvan


Rinore
Hidung
tersumbat Antihistamin H1 Hindari Cuci hidung
Hidung gatal Glukokortikosteroid pencetus dengan larutan
Dekongestan NaCl 0,9%
Antikolinergik
Antagonis
antileukotrien

Aktivitas Harian Kondisi Emosional Istirahat / Tidur

Kualitas Hidup
Gambar 3.1. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


3.2. Kerangka Konsep
Konsep pelaksanaan penelitian ini digambarkan pada bagan di bawah ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
Cuci hidung dengan Kualitas hidup
menggunakan larutan mahasiswa dengan
NaCl 0,9% rinitis alergi

Gambar 3.2. Kerangka Konsep

3.3. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka
hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara cuci hidung dengan NaCl
0,9% terhadap peningkatan kualitas hidup mahasiswa dengan rinitis alergi.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental dengan desain one group
pretest-posttest design, dimana pada tahap awal dilakukan skrining rinitis alergi
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan
menggunakan kuesioner SFAR.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


4.2.1. Waktu
Penelitian ini dilakukan selama bulan september november 2016 terhadap
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran
2016.
4.2.2. Tempat
Tempat penelitian dilaksanakan di kampus Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Pemilihan tempat dilakukan atas pertimbangan kemudahan
mobilisasi dan upaya mencegah terjadinya kehilangan sampel yang lebih banyak
pada saat penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian terbagi atas populasi target dan populasi terjangkau.
Populasi target pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Sedangkan Populasi terjangkau pada penelitian ini
adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terdaftar
sebagai mahasiswa angkatan 2013 2015 pada tahun ajaran 2016.
4.3.2. Sampel
Sampel diperoleh dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.Kriteria inklusi pada sampel penelitian ini adalah:
1. Memenuhi kriteria rinitis alergi dengan nilai SFAR 7.

Universitas Sumatera Utara


2. Tidak terdapat kelainan malformasi pada hidung.
3. Bersedia menjadi responden dan telah menandatangani lembar persetujuan
mengikuti penelitian.
4. Merupakan pasien rinitis alergi kronik tanpa eksaserbasi
Sedangkan kriteria eksklusi pada sampel penelitian ini adalah:
1. Tidak memenuhi kriteria rinitis alergi dengan nilai SFAR < 7
2. Memiliki riwayat trauma atau fraktur pada wajah.
3. Pasien dengan rinitis akibat infeksi
4. Pasien dengan rinitis eksaserbasi akut yang mengkonsumsi obat
antihistamin.
Perhitungan besar sampel didasarkan pada desain penelitian yang digunakan.
Desain penelitian ini adalah analitik numerik berpasangan, sehingga rumus
sampel yang digunakan adalah:

2
( + )
1 = 2 =
1 2
Keterangan:
Z = deviat baku alpha
Z = deviat baku beta
S = simpang baku gabungan
1 2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna
Oleh karena itu, maka besar sampel pada penelitian ini adalah:

2
( + )
1 = 2 =
1 2
2
(1,64 + 0,84)10,5
1 = 2 =
4
1 = 2 = 42,38, dibulatkan menjadi 42
Nilai z dan z ditentukan berdasarkan kesalahan tipe 1 dan tipe 2 yang
ditentukan oleh peneliti. Nilai tersebut juga ditentukan apakah hipotesis bersifat
satu arah atau dua arah. Oleh sebab itu peneliti mengasumsikan kesalahan tipe 1

Universitas Sumatera Utara


sebesar 5% (1,64) dan kesalahan tipe 2 sebesar 20% (0,84).37 Nilai simpangan
baku gabungan (S) diperoleh berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu sebesar
10,5 dengan selisih minimal rerata yang dianggap bermakna sebesar 4.38
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka diperoleh besar sampel sebesar 42
orang. Adapun pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan cara simple
random sampling.

4.4. Teknik Pengumpulan Data


4.4.1. Jenis data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara
langsung melalui responden penelitian.
4.4.2. Instrumen penelitian
Beberapa instrumen penelitian yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain:
1. Kuesioner skrining rinitis alergi (kuesioner SFAR)
2. Formulir persetujuan mengikuti penelitian
3. Spekulum hidung
4. Larutan NaCl 0,9%
5. Wadah tampung
6. Spuit 10 cc
7. Tisu pembersih
8. Kuesioner kualitas hidup RQLQ
4.4.2.1. Kuesioner SFAR
Kuesioner SFAR merupakan suatu kuesioner yang sederhana dan sudah
tervalidasi yang banyak digunakan untuk mendeteksi rinitis alergi pada jumlah
populasi yang banyak. Kuesioner yang juga banyak digunakan untuk mendeteksi
rinitis alergi adalah kuesioner ISAAC yang terbatas pada usia 6-7 tahun dan 13-14
tahun. Kuesioner SFAR telah divalidasi melalui 3 metode yaitu melalui diagnosa
oleh dokter, metode psikometrik, dan penggunaan pada sampel berbasis populasi
acak. Kuesioner SFAR memiliki kelebihan, yaitu menggunakan metode skor
kuantitatif dan memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan nilai positive predictive
value yang lebih baik dibandingkan dengan kuesioner ISAAC.39

Universitas Sumatera Utara


Total skor SFAR adalah 16 yang masing-masing skor berbeda di setiap
pertanyaan. Skor 7 memberikan sensitivitas dan spesifitas yang m emuaskan
bagi para klinisi untuk mendiagnosis rinitis alergi. Skor tersebut juga memiliki
nilai Likelihood Ratio Positive yang tinggi dan Likelihood Ratio Negative yang
rendah.40
4.4.2.2. Kuesioner RQLQ
Pada penelitian ini, kuesioner kualitas hidup yang digunakan adalah kuesioner
yang spesifik terhadap penyakit rinitis alergi, yaitu kuesioner RQLQ. Kuesioner
ini terdiri dari 7 area pertanyaan meliputi aktivitas (3 pertanyaan), gangguan tidur
(3 pertanyaan), masalah umum (7 pertanyaan), masalah praktis (3 pertanyaan),
masalah emosional (4 pertanyaan), gejala pada hidung (4 pertanyaan), dan gejala
pada mata (4 pertanyaan). Kuesioner ini memiliki skala dari 0 6 dengan
keterangan sebagai berikut:
Skala 0 diinterpretasikan sebagai tidak mengganggu
Skala 1 diinterpretasikan sebagai hampir tidak mengganggu
Skala 2 diinterpretasikan sebagai kadang mengganggu
Skala 3 diinterpretasikan sebagai sedikit mengganggu
Skala 4 diinterpretasikan sebagai cukup mengganggu
Skala 5 diinterpretasikan sebagai sangat mengganggu
Skala 6 diinterpretasikan sebagai sungguh sangat mengganggu
Untuk menilai apakah terapi yang diberikan menunjukkan perubahan kualitas
hidup yang bermakna, maka dibutuhkan nilai MID (Minimal Important
Difference) yang lebih besar dari 0,5 jika menggunakan kuesioner RQLQ. Nilai
MID diperoleh dari subjek penelitian dengan memberikan respon mulai dari skala
-7 (sungguh sangat memperburuk) sampai +7 (sungguh sangat memperbaiki)
setelah dilakukannya terapi.41

Universitas Sumatera Utara


4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika telah memenuhi
uji validitas dan reliabilitas. Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan
alat ukur itu benar benar mengukur apa ingin diukur. Oleh sebab itu, setiap item
pertanyaan yang hendak diajukan harus memiliki korelasi yang bermakna
(construct validity). Sedangkan reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata
lain, apabila alat ukur tersebut digunakan berulang ulang, maka hasil
pengukuran yang didapatkan tetap konsisten.42

Tabel 4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner SFAR


Variabel Nomor Total Status Chronbachs Status
Pertanyaan Pearson Alpha
Correlation
Gejala 1 0,851 Valid 0,750 Reliable
2 0,653 Valid Reliable
3 0,534 Valid Reliable
4 0,548 Valid Reliable
5 0,689 Valid Reliable
6 0,685 Valid Reliable
7 0,606 Valid Reliable
8 0,562 Valid Reliable

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner RQLQ
Variabel Nomor Total Status Cronbachs Status
Pertanyaan Pearson Alpha
Correlation
Gejala 1 0,568 Valid 0,956 Reliable
2 0,556 Valid Reliable
3 0,598 Valid Reliable
4 0,657 Valid Reliable
5 0,751 Valid Reliable
6 0,828 Valid Reliable
7 0,787 Valid Reliable
8 0,686 Valid Reliable
9 0,827 Valid Reliable
10 0,887 Valid Reliable
11 0,802 Valid Reliable
12 0,801 Valid Reliable
13 0,595 Valid Reliable
14 0,531 Valid Reliable
15 0,576 Valid Reliable
16 0,727 Valid Reliable
17 0,544 Valid Reliable
18 0,643 Valid Reliable
19 0,862 Valid Reliable
20 0,572 Valid Reliable
21 0,679 Valid Reliable
22 0,686 Valid Reliable
23 0,540 Valid Reliable
24 0,601 Valid Reliable
25 0,882 Valid Reliable
26 0,705 Valid Reliable
27 0,608 Valid Reliable

Universitas Sumatera Utara


28 0,562 Valid Reliable
4.6. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat
lunak IBM SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 23. Proses
pengolahan data yang baik dan benar melewati tahapan antara lain43:
1. Memeriksa data (editing);
2. Memberi kode (coding); dan
3. Menyusun data (tabulating).
Untuk analisis data, ditentukan terlebih dahulu apakah data berdistribusi normal
dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dan uji Shapiro Wilk. Uji
Kolmogorov Smirnov digunakan jika jumlah sampel > 50, sedangkan uji
Shapiro Wilk digunakan jika jumlah sampel 50. Jika dari hasil uji didapatkan
p < 0,05 maka data dapat dikatakan data berdistribusi tidak normal. Sebaliknya
jika p > 0,05 maka data mempunyai distribusi normal.37
Selanjutnya jika data terdistribusi normal maka uji hipotesis yang digunakan
adalah uji t berpasangan (paired). Sebaliknya jika data tidak berdistribusi
normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji wilcoxon.37

4.7. Definisi Operasional


4.7.1. Mahasiswa dengan rinitis alergi
Mahasiswa dengan rinitis alergi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengangejala rinitis alergi yang
telah disaring melalui skrining awal menggunakan kuesioner SFAR tanpa
dilakukan uji cukit kulit.
Cara Pengukuran : Metode angket
Alat Ukur : Kuesioner SFAR
Hasil Ukur : Total skor SFAR 7
Skala : Rasio (Numerik)
4.7.2. Cuci hidung
Cuci hidung adalah terapi adjuvan dengan cara membilas rongga hidung dan sinus
menggunakan larutan NaCl 0,9% yang dilakukan 2 kali sehari dalam 14 hari.

Universitas Sumatera Utara


Cara Pengukuran : Pengamatan proses cuci hidung
Alat Ukur : Spuit 10 cc
Hasil Ukur : Ada / tidaknya melakukan cuci hidung
Skala : Nominal (kategorik)
4.7.3. Kualitas hidup
Kualitas hidup pada penelitian ini didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan derajat kesehatan seseorang yang dapat mempengaruhi
berbagai aktivitas, pekerjaan, dan juga keadaan istirahat seseorang.
Cara Pengukuran : Metode wawancara
Alat Ukur : Kuesioner RQLQ (Rhinoconjunctivitis Quality of
Life Questionnaire)
Hasil Ukur : Total skor kualitas hidup
Skala : Rasio (Numerik)

Universitas Sumatera Utara


4.8. Alur Penelitian

Ethical Clearance

Mahasiswa FK USU
Angkatan 2013 - 2015

Skrining rinitis alergi


menggunakan
kuesioner SFAR

KKriteria inklusi dan


ekslusi

Persetujuan informed
consent

Pembagian kuesioner
kualitas hidup (pre-test)

Intervensi cuci hidung


selama 14 hari

Pembagian kuesioner
kualitas hidup (post-test)

Pengelolaan dan
analisis data

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa
data pretest dan posttestyang diperoleh langsung dari responden. Pengambilan
data tersebut dilakukan di ruang kelas semester VII A/B dan di pendopo Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi karakteristik subjek penelitian


Kriteria subjek penelitian yang menjadi responden pada penelitian ini adalah
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013,
2014, dan 2015 dengan rinitis alergi. Untuk mendapatkan subjek yang sesuai
dengan kriteria tersebut, terlebih dahulu dilakukan penyaringan terhadap 279
mahasiswa dengan menggunakan kuesioner SFAR. Mahasiswa yang dinyatakan
memiliki rinitis alergi jika total skor SFAR 7. Hasil dari penyaringan terhadap
279 mahasiswa tersebut, diperoleh sebanyak 114 mahasiswa dengan rinitis alergi.

Tabel 5.1. Distribusi Hasil Penyaringan Mahasiswa yang Dinyatakan Memiliki


Rinitis Alergi

Mahasiswa/i dengan
Persentase
Jenis Kelamin Rinitis Alergi
(%)
(n)
Laki laki 42 36,8
Perempuan 72 63,2
Total 114 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.1. menunjukkan bahwa dari 114 orang dengan rinitis alergi, dijumpai
bahwa jumlah perempuan sebanyak 72 orang (63,2%) lebih banyak daripada
jumlah laki laki yang berjumlah 42 orang (36,8%).
Selanjutnya dilakukan pengacakan untuk memperoleh subjek penelitian
sebanyak 42 orang dengan menggunakan teknik simple random sampling.
Karakteristik subjek penelitian dideskripsikan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Mahasiswa/i dengan Rinitis


Persentase
Jenis Kelamin Alergi
(%)
(n)
Laki laki 23 54,8
Perempuan 19 45,2
Total 42 100

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa jumlah laki laki yang menjadi subjek penelitian
adalah sebanyak 23 orang, dan jumlah perempuan yaitu sebanyak 19 orang.
Subjek dinyatakan memiliki rinitis alergi jika diperoleh total skor SFAR 7.
Rentang skor tersebut adalah 7 16. Skor minimum untuk menetapkannya
menjadi subjek penelitian adalah 7, dan skor maksimumnya adalah 16. Distribusi
total skor SFAR pada mahasiswa yang menjadi subjek penelitian dapat dilihat
pada tabel 5.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.3. Distribusi Total Skor SFAR Pada Subjek Penelitian

Mahasiswa/i dengan
Jumlah
Total skor SFAR Rinitis Alergi
(%)
(n)
7 8 19
8 5 11,9
9 5 11,9
10 11 26,2
11 2 4,8
12 3 7,1
13 6 14,3
15 2 4,8
Total 42 100

Dari tabel 5.3. menunjukkan bahwa total skor SFAR yang terbanyak dijumpai
pada subjek penelitian adalah skor 10 dengan jumlah subjek sebanyak 11 orang.

5.1.3. Analisis data dan uji statistik


Pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap skor kualitas hidup RQLQ
sebelum dan sesudah melakukan cuci hidung 2 kali sehari selama 14 hari. Data
yang dianalisa adalah dengan membandingkan rata rata total skor kualitas hidup
RQLQ sebelum dan sesudah subjek penelitian melakukan cuci hidung. Selain rata
rata total skor keseluruhan, masing masing domain kualitas hidup sebelum dan
sesudah juga diperbandingkan. Hasil pengukuran tersebut dideskripsikan pada
tabel 5.4.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Skor Kualitas Hidup RQLQ Sebelum dan Sesudah
Melakukan Cuci Hidung

Standar Nilai Nilai


Data Pengukuran Keterangan Mean
Deviasi Maksimum Minimum

Total skor kualitas Pretest 62,12 30,989 135 18


hidup RQLQ Posttest 29,21 30,397 138 2

Standar Nilai Nilai


Domain Kualitas Hidup Keterangan Mean
Deviasi Maksimum Minimum
Gangguan aktivitas Pretest 6,38 3,722 15 0
Posttest 3,24 3,668 16 0
Gangguan tidur Pretest 5,1 3,843 13 0
Posttest 2,29 3,658 17 0
Gangguan masalah Pretest 13,14 9,129 30 0
umum Posttest 6,6 9,095 37 0
Gangguan masalah Pretest 8,29 3,947 16 2
praktis Posttest 4,1 3,498 14 0
Gangguan masalah Pretest 6,57 5,147 19 0
emosional Posttest 2,96 4,211 16 0
Gangguan hidung Pretest 14,33 5,211 24 3
Posttest 6,29 5,048 20 0
Gangguan mata Pretest 10,29 7,076 24 0
Posttest 3,83 5,310 24 0

Berdasarkan tabel 5.4. didapatkan gambaran bahwa rata-rata total skor kualitas
hidup mahasiswa/i dengan rinitis alergi sebelum melakukan cuci hidung adalah
sebesar 62,12 30,989, dan setelah melakukan cuci hidung selama 14 hari rata
rata total skor kualitas hidup berukurang menjadi sebesar 29,21 30,397.

Universitas Sumatera Utara


Dari data tersebut juga dijumpai adanya penurunan rata rata terhadap seluruh
domain kualitas hidup. Namun untuk membuktikan apakah penurunan tersebut
bermakna, maka perlu dilakukan uji statistik. Untuk mengetahui jenis uji yang
akan digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
tabel 5.5.

Tabel 5.5. Uji Normalitas Data Pengukuran


Keterangan Jenis Uji yang
Variabel p Value
Distribusi Akan Digunakan
Total skor kualitas
0,102 Normal
hidup pretest
Uji wilcoxon
Total skor kualitas
0,000 Tidak normal
hidup postTest

Tabel 5.5. menunjukkan bahwa data pengukuran total skor kualitas hidup
pretest memiliki nilai p value> 0,05, yang berarti data berdistribusi normal.
Sedangkan data total skor kualitas hidup posttest memiliki nilai p value< 0,05,
yang berarti data tidak berdistribusi normal. Dengan demikian, jenis uji yang
dipakai adalah uji wilcoxon dikarenakan ada data yang tidak berdistribusi normal,

Tabel 5.6. Hasil Uji Wilcoxon Pada Variabel Penelitian

Variabel Z p Value
Total skor kualitas hidup pretest total skor
-5,215 0,000
kualitas hidup posttest

Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa nilai Z adalah sebesar -5,215 dan
nilai p value adalah 0,000. Nilai p value tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga
dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap perubahan rata
rata total skor kualitas hidup pretest dan posttest. Untuk melihat apakah perbedaan
yang signifikan tersebut berlaku untuk seluruh domain kualitas hidup, maka

Universitas Sumatera Utara


dilakukan juga uji wilcoxon pada setiap domain kualitas hidup pretest dan
posttest. Hasil tersebut dideskripsikan pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Uji Wilcoxon Pada Setiap Domain Kualitas Hidup

Domain Kualitas Hidup (RQLQ) Z p Value

Gangguan aktivitas pretest gangguan -4,178 0,000


aktivitas posttest
Gangguan tidur pretest gangguan tidur -4,427 0,000
posttest
Gangguan masalah umum pretest gangguan -4,159 0,000
masalah umum posttest
Gangguan masalah praktis pretest gangguan -4,696 0,000
masalah praktis posttest
Gangguan masalah emosional pretest -4,492 0,000
gangguan masalah emosial posttest
Gangguan hidung pretest gangguan hidung -5,426 0,000
posttest
Gangguan mata pretest gangguan mata -4,860 0,000
posttest

Tabel 5.7. menunjukkan bahwa total skor pada setiap domain kualitas hidup
mengalami penurunan yang bermakna antara sebelum dan sesudah melakukan
cuci hidung dengan nilai p value< 0,05.

5.2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh melakukan cuci hidung
menggunakan NaCl 0,9% terhadap peningkatan kualitas hidup mahasiswa dengan
rinitis alergi. Untuk mengidentifikasi mahasiswa yang memiliki rinitis alergi maka
digunakan kuesioner SFAR yang sudah divalidasi. Gold standard untuk diagnosis
rinitis alergi adalah uji cukit kulit (skin prick test), tetapi ini tidak dilakukan oleh

Universitas Sumatera Utara


karena membutuhkan biaya yang besar. Kuesioner SFAR terdiri dari 4 pertanyaan
standar mengenai gejala hidung yang diambil dari 6 pertanyaan kuesioner ISAAC
ditambah dengan pertanyaan riwayat alergi dan asma dalam keluarga serta
persepsi individu tentang alergi dan kualitas hidup, sehingga menghasilkan 10
pertanyaan yang tervalidasi. Validasi kuesioner SFAR ditempuh melalui 3 cara
yaitu melalui validasi diagnosis, validasi internal, dan berdasarkan akseptabilitas
populasi. Kuesioner SFAR memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik yaitu
84% dan 81%, dengan sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan
kuesioner ISAAC. Kuesioner SFAR sudah digunakan untuk mendata prevalensi
rinitis alergi pada suatu populasi luas, seperti di Prancis.39,40 Penelitian Bousquet
et alyang ingin mengetahui karakteristik pasien rinitis alergi, menggunakan
kuesioner SFAR sebagai alat skrining untuk memperoleh pasien rinitis alergi
sebanyak 591 orang, dan untuk mengklasifikannya ke dalam 4 klasifikasi ARIA,
dilakukan pemeriksaan skin prick test dan penilaian komorbiditas.44 Begitu pula
penelitian yang dilakukan oleh Amizadeh et al, yang ingin melakukan survey
prevalensi rinitis alergi pada pelajar SMA dan ingin mengetahui dampak rinitis
alergi pada kualitas hidupnya. Alat skrining yang digunakan juga kuesioner
SFAR, dan penilaian kualitas hidup menggunakan kuesioner SF-36.45
Oleh sebab itu, alat yang digunakan untuk menyaring rinitis alergi pada
penelitian ini adalah kuesioner SFAR. Penyaringan dilakukan pada 279
mahasiswa yang terdiri dari angkatan 2013, 2014, dan 2015, dan diperoleh 114
7. Dari 114 orang
orang yang memiliki rinitis alergi dengan total skor SFAR
tersebut, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki laki, yaitu
sebanyak 63,2%. Hal ini dapat berkaitan dengan hormon estrogen yang ada pada
wanita. Estrogen dapat memicu reaksi alergi pada wanita melalui ikatan dengan
reseptor estrogen di permukaan sel mast, dimana reaksi puncaknya bisa
dijumpai pada saat menstruasi dan masa kehamilan. Selain itu, estrogen juga
dapat merangsang produksi sel Th2 dan meregulasi sintesis IgE atau antibodi
lainnya, sehingga sering menimbulkan reaksi autoantigen dan menstimulasi
lepasnya histamin, sitokin Th2, dan leukotrien yang menyebabkan reaksi
hipersensitivitas tipe 1.46

Universitas Sumatera Utara


Responden yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 42 orang. Terhadap 42
orang tersebut, dilakukan penilaian kualitas hidup sebelum melakukan cuci
hidung dengan menggunakan kuesioner RQLQ. Kemudian responden tersebut
diminta untuk melakukan cuci hidung menggunakan NaCl 0,9% 2 kali sehari
selama 14 hari dengan dosis 40 cc/hari. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali
terhadap kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner RQLQ, sehingga
diperoleh perbandingan rata rata total skor RQLQ pretest dan posttest.
Berdasarkan hasil analisa dan uji statistik di atas, diperoleh penurunan yang
bermakna terhadap rata-rata total skor kualitas hidup mahasiswa dengan rinitis
alergi sebelum dan sesudah melakukan cuci hidung dengan nilai p (0,000) < 0,05.
Dengan demikian, Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat pengaruh
yang bermakna antara cuci hidung dengan NaCl 0,9% 2 kali sehari selama 14 hari
terhadap peningkatan kualitas hidup mahasiswa dengan rinitis alergi.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan M Wu et al, yang ingin menguji
efektivitas cuci hidung pada pasien rinitis alergi, didapatkan responden yang telah
terdiagnosa rinitis alergi dengan menggunakan uji skin prick test adalah sebanyak
61 orang, dan kemudian dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok A (17 orang)
diberikan terapi menggunakan semprotan hidung yang berisi steroid, kelompok B
(21 orang) diberikan terapi cuci hidung dengan larutan isotonis, dan kelompok C
(23 orang) diberikan kombinasi cuci hidung dan semprotan hidung yang
mengandung steroid. Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 3 bulan tersebut
didapatkan hasil adanya penurunan yang bermakna terhadap skor VAS, RQLQ,
dan FENO pada ketiga kelompok tersebut (p< 0,05). Pada penelitian ini juga,
tidak didapatkan perbedaan yang bermakna terhadap skor VAS dan RQLQ pada
tiga kelompok ini.47
Begitu juga dengan penelitian Nguyen et al, yang membuktikan bahwa
penambahan larutan salin isotonis pada terapi kortikosteroid intranasal efektif
untuk memperbaiki kualitas hidup pasien rinitis alergi. Penelitian ini dilakukan
pada 40 orang penderita rinitis alergi yang diberikan tambahan terapi cuci hidung
2 kali sehari selama 8 minggu disamping pemberian kortikosteroid intranasal.
Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya penurunan skor m-RQLQ (mini-

Universitas Sumatera Utara


Rhinoconjungtivitis Quality of Life) yang bermakna (p< 0,001) dari 36,7 20,48
(data awal) menjadi 14,9 11,03 (minggu ke-4) dan 10,10 10,65 (minggu ke-
8).48
Suatu studi meta-analisis yang dirangkum dari beberapa penelitian menunjukkan
bahwa cuci hidung menggunakan larutan salin isotonis dapat memperbaiki gejala
pada hidung sebesar 27,66%, perbaikan akselerasi dari waktu transpor mukosiliar
sebesar 31,19%, dan perbaikan kualitas hidup sebesar 27,88%. Pada anak anak
usia < 15 tahun, didapati perbaikan maksimum 20%, sementara itu pada orang
dewasa dijumpai perbaikan sebesar 45%. Adapun perbedaan ini bisa disebabkan
karena kurangnya kepatuhan dan intensitas dalam melakukan cuci hidung pada
anak anak.9
Cuci hidung juga efektif untuk mengatasi masalah hidung tersumbat. Seperti
penelitian Sinha et al, yang membandingkan efektivitas cuci hidung menggunakan
larutan hipertonis dengan tetes hidung yang mengandung xylometazolinepada
pasien rinitis alergi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penurunan yang
signifikan terhadap rata rata skor Nasal Index Score (NIS) meliputi: hidung
tersumbat (0,7), hidung berair (0,5), bersin bersin (0,7), dan iritasi mata (0,7).
Penelitian ini juga membuktikan bahwa cuci hidung menggunakan larutan salin
hipertonis 3 kali sehari lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan tetes
hidung yang mengandung oxymetazoline, sehingga ketergantungan terhadap obat
obatan dapat dikurangi, perbaikan gejala dan kualitas hidup dapat tercapai.
Walaupun manfaat klinis yang muncul membutuhkan waktu cukup lama, tetapi
efek samping yang didapatkan lebih kecil dari penggunaan obat obatan.49
Dalam studi lainnya yang terdiri dari 871 orang dewasa usia 17 65 tahun
penderita sinusitis dengan gangguan sedang sampai berat terhadap kualitas hidup.
Responden penelitian dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama
diberikan terapi cuci hidung, kelompok kedua diberikan terapi inhalasi uap air
panas, dan kelompok ketiga diberikan kombinasi terapi cuci hidung dan inhalasi
uap air panas. Setelah 6 bulan, kebanyakan responden yang menggunakan terapi
cuci hidung dapat mempertahankan 10 poin perbaikan pada Rhinosinusitis
Disability Index dibandingkan responden yang tidak menggunakan cuci hidung.

Universitas Sumatera Utara


Kebanyakan dari responden tersebut juga sudah mengurangi penggunaan obat
bebas dalam 6 bulan terakhir. Mekanisme utama yang dapat mengurangi gejala
tersebut adalah bahwa cuci hidung membilas keluar seluruh zat alergen / iritan
dan kelebihan mukus yang terdapat di mukosa hidung. Cuci hidung dapat
digunakan untuk jangka panjang selama alat cuci hidungnya selalu diganti setelah
beberapa pemakaian, untuk mencegah terjadinya infeksi.50,51
Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa hasil penelitian ini
memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian penelitian
sebelumnya dan menunjukkan bahwa terapi cuci hidung adalah terapi yang
sederhana, aman, murah, dan efektif untuk mengatasi gangguan sinonasal,
termasuk rinitis alergi.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan antara lain:
1. Prevalensi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
tahun 2016 yang memiliki rinitis alergi adalah 40,9%, dengan jumlah lebih
tinggi pada perempuan sebesar 63,2% dan laki laki 36,8%.
2. Rata rata total skor kualitas hidup RQLQ mahasiswa yang memiliki
rinitis alergi sebelum melakukan cuci hidung dengan NaCl 0,9% adalah
sebesar 62,12 30,989.
3. Rata rata total skor kualitas hidup RQLQ mahasiswa yang memiliki
rinitis alergi sesudah melakukan cuci hidung dengan NaCl 0,9% 2 kali
sehari selama 14 hari adalah sebesar 29,21 30,397.
4. Terdapat pengaruh yang bermakna terhadap penurunan rata rata total
skor kualitas hidup RQLQ sebelum dan sesudah melakukan cuci hidung
menggunakan NaCl 0,9% 2 kali sehari selama 14 hari, dengan nilai p =
0,000. Dengan demikian, penurunan bermakna ini dapat dinilai sebagai
adanya perbaikan kualitas hidup mahasiwa dengan rinitis alergi.

6.2. Saran
Dari hasil penelitian ini ada beberapa hal yang direkomendasikan yang
dianggap dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Bagi petugas kesehatan, dapat menggunakan terapi cuci hidung dengan
NaCl 0,9% pada pasien rinitis alergi untuk mengurangi gejala gejala
yang mengganggu dan untuk memperbaiki fungsi / kualitas hidup pasien.
2. Bagi peneliti lain, dapat menambahkan kelompok kontrol ataupun variabel
lain untuk menguji bagaimana pengaruhnya terhadap efektivitas terapi
cuci hidung menggunakan NaCl 0,9% pada pasien rinitis alergi, seperti
faktor perbedaan usia, suku, jenis kelamin, adanya penambahan obat,

Universitas Sumatera Utara


durasi melakukan cuci hidung, ataupun faktor lainnya yang diprediksi
dapat mempengaruhi efektivitasnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai