Anda di halaman 1dari 13

7

BAB II

KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan gizi rumah sakit sangat berpengaruh dalam menyediakan

makanan bagi orang sakit, sehingga tujuan penyelenggaraan makanan di rumah

sakit adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien guna mempercepat

penyembuhan dan memperpendek hari rawat (Rijadi, Chanzul 2002). Makanan

merupakan format yang terbaik dari kebutuhan gizi manusia, dan merupakan

konsep dasar dari gizi klinik, dimana sangat berbahaya melupakan bahwa dari

makanan orang bisa mendapatkan kebutuhan gizinya untuk penyembuhan, dan

makanan juga merupakan jalur psikologi, fisiologi dan nutrisi yang baik (Rick

Wilson).

Dalam National Health Servce (NHS), malnutrisi mengambil biaya yang

besar setiap tahunnya, dimana jika pasien tidak makan, maka lama tinggal di

rumah sakit akan menjadi panjang, sehingga pasien lain tidak dapat masuk.

Tantangan ini untuk membantu staff untuk memahami saling ketergantungan

antara tiap-tiap bagian dalam struktur organisasi rumah sakit. Sehingga dipahami

bahwa menyediakan makanan yang baik menunjukkan keperdulian, yang bisa

membuat pasien merasa nyaman (Rick Wilson).


8

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah bagian dari pelayanan gizi

di rumah sakit dan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan

menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka

pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.

Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan makanan yang berkualitas, baik dalam

jumlah sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien

atau konsumen yang membutuhkan (PGRS, 2005).

Bila makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhan, tapi tidak

dihabiskan dan berlangsung lama akan menyebabkan pasien mengalami defisiensi

zat-zat gizi sehingga terjadi hospital malnutrition (Soegih,R 1998).

Penyelenggaraan makanan merupakan suatu sistem dimana komponen-

komponen dalam penyelenggaraan makanan meliputi pengadaan, penyimpanan,

pemasakan dan penghidangan makanan serta peralatan dan cara yang diperlukan

untuk mencapai tujuan dikoordinasikan secara penuh dengan penggunaan tenaga

kerja sedikit mungkin dan kualitas serta kepuasan konsumen setinggi-tingginya

dengan pengontrolan biaya sebaik-baiknya. Tujuan umum sistem

penyelenggaraan makanan di institusi pada umumnya sama untuk berbagai

institusi makanan, yaitu :

a. Menyediakan makanan bermutu sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

konsumen

b. Menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan (Almatsier,

1994).
9

Penerimaan makanan oleh pasien dipengaruhi oleh keadaan kesehatan

pasien dan keadaan makanan yang disajikan. Hal ini disebabkan oleh nafsu

makan dan kondisi mental pasien yang berubah akibat penyakit yang dideritanya,

karena masalah penyajian makanan pada orang sakit lebih kompleks dari orang

sehat (Almatsier, 1992).

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit mempunyai nilai ekonomi yang

cukup besar dalam pembiayaan rumah sakit yaitu sebesar 20-40 % dari anggaran

kesehatan rumah sakit (Depkes RI, 1991). Analisis biaya makan memberikan

informasi tentang biaya, proses sekaligus produk yang dihasilkan. Untuk

mencapai tujuan penyelenggaraan makanan, rumah sakit harus mampu mengelola

dana yang terbatas dengan efektif dalam upaya memberikan mutu pelayanan yang

baik (Akmal, 2005).

Besarnya biaya yang dikeluarkan harus dikelola secara baik agar

dihasilkan daya guna dan hasil guna dalam upaya meningkatkan citra pelayanan

makanan yang aman dan berkualitas. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah

melalui pengelolaan pembiayaan makan pasien dengan menerapkan sistem dan

prinsip ekonomi yaitu analisis biaya (Munawar, 2007).

2. Sisa Makanan

Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi

setelah makanan disajikan (Hirch, 1979). Sisa makanan merupakan suatu dampak

dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit. Hal ini merupakan suatu implementasi

dari pelayanan gizi dan aspek perilaku pasien. Banyaknya sisa makanan dalam

piring pasien mengakibatkan masukan gizi kurang selama pasien dirawat.

Kebutuhan gizi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan atau
10

dipertimbangkan dalam menyusun menu pasien, karena untuk orang sakit

kebutuhan gizi akan meningkat. Pemberian makanan sehat yang terdiri dari

makanan pokok, lauk, sayur-sayuran dan buah dalam jumlah yang cukup dan

dapat dihabiskan oleh pasien (Moehyi, 1992).

Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan, kelas

perawatan, lama perawatan dan penyakit. Pasien yang menjalani rawat inap

dalam waktu yang cukup lama, makanan yang disajikan dari rumah sakit

seringkali tidak habis. Pasien dengan masa perawatan yang lama cenderung sudah

hafal menu makanan yang disajikan, jenis masakan, rasa masakan dan sebagainya

(Moehyi, 1999). Selain itu, umur pasien juga berhubungan dengan asupan

makanan pasien. Umur pasien 41-90 tahun mempunyai kemungkinan 0,4 kali

lebih kecil dalam asupan makanan pasien rawat inap dibandingkan dengan umur

pasien 15-40 tahun (Khairun Nida, 2011).

Secara umum pengertian sisa makanan adalah makanan yang bukan hanya

tidak dihabiskan oleh pasien pada saat makanan disajikan, tapi termasuk juga

kehilangan bahan makanan atau makanan padaa saat proses seperti persiapan dan

pengiriman bahan makanan. Secara khusus, pengertian sisa makanan

dikategorikan menjadi dua :

a. Food Waste

Sisa makanan atau bahan makanan yang tidak dikonsumsi oleh pasien akibat

kehilangan pada waktu proses pembelian, persiapan, pemasakan dan

pengiriman makanan (NHS,2005)

b. Plate Waste
11

Adalah sisa makanan di piring/ plato yang tidak dihabiskan oleh pasien dan

dinyatakan dalam persentase (NHS,2005).

Food waste lebih menekankan pada aspek kehilangan makanan/bahan

makanan karena suatu proses yaitu proses pembelian, persiapan (karena

pemotongan, pembersihan, pencucian), pemasakan ( kerusakan, penyusutan) dan

kehilangan pada saat pengiriman sebelum makanan siap dimakan oleh pasien.

Sedangkan Plate Waste menekankan kepada sisa makanan yang terbuang setelah

disajikan (Munawar, 2011).

Tingkatan dari sisa makanan biasa dapat setinggi 30-40% di rumah sakit

(William et,al, 2003), dan status kesehatan serta modifikasi diet pada pasien yang

diresepkan dapat berpengaruh secara signifikan. Hirsch et,al (1979) melaporkan

bahwa presentasi kalori yang tebuang pada pasien biasa lebih sedikit dari pasien

yang mendapatkan diet tertentu. Pasien yang dipesankan makanan tinggi

kalori/protein sering diberi dalam jumlah/porsi yang besar dalam rangka

mencukupi kebutuhan, tapi hal ini mengakibatkan jumlah yang terbuang akan

lebih besar (Williams PG). Pada pasien dewasa yang dimonitor terhadap intake

makanannya, pasien menyisakan 42% makanan di piring (plate waste), sehingga

zat gizi yang terserap hanya 70-75% dari energi dan protein (Allisson, 2003).

Sisa makanan dari setiap hidangan merupakan cara untuk mengetahui

penerimaan makanan pasien di rumah sakit. Makanan yang tersisa setelah selesai

makan harus diperhatikan karena akan menunjukkan apakah makanan tersebut

disukai atau tidak oleh konsumen (Puckett, 2004).


12

3. Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah

dikunyah, ditelan, dan dicerna dibandingkan makanan biasa. Makanan lunak

mempunyai tekstur yang empuk dan tidak keras, serta kandungan serat yang

rendah (Almatsier 2005). Makanan lunak diberikan pada orang yang penyakitnya

tidak begitu berat, akan tetapi belum dapat menerima makanan biasa, misalnya

orang yang . baru menjalani operasi atau penderita penyakit infeksi dengan panas

tinggi, dapat diberikan secara langsung maupun peralihan dari makanan saring ke

makanan biasa (Moehyi, 1999).

Makanan lunak mengandung zat-zat gizi yang cukup selama dikonsumsi

dalam jumlah yang cukup atau sesuai kebutuhan pasien. Makanan diberikan

dalam porsi sedang, yaitu 3 kali makan utama dan 2 kali selingan. Makanan lunak

dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan

saring ke makanan biasa. Makanan lunak diberikan kepada pasien dengan

penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, pasien

dengan kesulitan mengunyah dan menelan, pasien sesudah operasi tertentu (tidak

pada saluran pencernaan).

Tujuan diet makanan lunak adalah memberikan makanan dalam bentuk

lunak yang mudah ditelan dan dicerna sesuai kebutuhan gizi dan keadaan

penyakit. Syarat-syarat diet makanan lunak adalah sebagai berikut :

x Energi, protein, dan zat gizi lain cukup

x Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak, sesuai dengan

keadaan penyakit dan kemampuan makan pasien

x Makanan diberikan dalam porsi sedang


13

x Makanan mudah cerna, rendah serat, dan tidak mengandung bumbu yang

tajam.

Berikut ini adalah tabel makanan lunak yang biasa diberikan dalam

penyelenggaraan makan rumah sakit, dan bahan makanan yang boleh dan tidak

boleh diberikan.

TABEL 2.1 : STANDAR MAKANAN LUNAK SEHARI

NO Bahan Makanan Berat Ukuran Rumah Nilai gizi

(gr) Tangga

1 Beras * 250 5 gelas nasi tim Energi : 2097

2 Daging 100 2 potong sedang Kal

3 Telur 50 1 butir Protein : 78 gr

4 Tempe 100 4 potong sedang Lemak : 61 gr

5 Kacang hijau 25 21/2 sdm KH : 311 gr

6 Sayuran 200 2 gelas

7 Buah pepaya 200 2 potong sedang

8 Gula pasir 50 5 sdm

9 Minyak 25 21/2 sdm

10 Susu 200 1 gelas

Sumber : Almatsier, 2005


14

TABEL 2.2 : DAFTAR MAKANAN YANG BOLEH DAN TIDAK BOLEH

DIBERIKAN Untuk Diet Makanan Lunak

Golongan Bahan Makanan Makanan yang Boleh dan yang Makanan yang Tidak Boleh
Tidak Boleh Diberikan Diberikan
Sumber Energi Nasi ditim, ditanak, dikukus; Nasi goreng, beras ketan,
kentang direbus, dipure; mie, bihun, jagung, cantel, ubi,
makaroni, soun, misoa direbus; roti; singkong, talas
tepung-tepungan dibuat bubur atau
puding; gula.

Mentega, margarin untuk mengoles Margarine, minyak goreng


roti atau dicampurkan ke dalam untuk menggoreng; santan
makanan; minyak goreng untuk kental
menumis; santan encer.

Sumber Zat Pembangun Daging sapi, kerbau, ikan, unggas Daging berlemak banyak;
direbus, ditim, dikukus, disemur, daging, ikan, unggas, telur
dipanggang; telur direbus, didadar, digoreng; kacang tanah di
diceplok air dicampur dalam goreng; tempe, tahu, oncom
makanan atau minuman; keju, digoreng
yogurt, susu; kacang hijau, kacang
merah dalam jumlah terbatas
direbus; tempe, tahu, oncom
direbus, ditumis, dikukus,
dipanggang; susu kedele
Sumber Zat Pengatur Sayuran mentah; sayuran
Sayuran yang tak banyak serat yang menimbulkan gas :
dimasak; bayam, kangkung, kacang kol, sawi, lobak, sayuran
panjang, buncis muda, oyong muda banyak serat: genjer, kapri,
dikupas, labu siam, labu kuning, daun singkong, nangka,
labu air, tomat, terubuk, kembang keluwih, melinjo, pare.
kol, ketimun muda dikupas. Buah banyak serat atau
Buah segar; pisang, pepaya, jeruk, menimbulkan gas:
mangga, sawo, adpokat, sari sirsak; kedondong, nangka, durian
buah lain dimasak : nenas, jambu
biji tanpa biji, buah dalam kaleng
Bumbu-bumbuan Cabe, merica dan lain
Bumbu dapur, pala, kayumanis, bumbu yang merangsang
asam, gila, garam dalam jumlah
Minuman terbatas Minuman yang
mengandung gas: air soda,
Teh encer, sirop, coklat, susu coca cola, fanta dan
sebagainya; minuman
beralkohol
15

Sumber : Penuntun Diet 1992

4. Biaya Makan

Sebelum melakukan analisis biaya, terlebih dahulu perlu dipahami

pengertian dan beberapa konsep tentang biaya. Menurut Anshory (2011), ditinjau

dari sudut biaya, ada beberapa definisi tentang biaya.

a. Biaya adalah harga pokok atau bagiannya yang telah dimanfaatkan atau

dikonsumsi untuk memperoleh pendapatan (Sunarto, 2003)

b. Biaya merupakan pengorbanan, sacrifice, yang bertujuan untuk memproduksi

atau memperoleh suatu komoditi (Gani, 1990)

c. Biaya juga diartikan sebagai nilai suatu pengorbanan untuk memperoleh output

tertentu. Pengorbanan dapat berupa uang, barang, tenaga, waktu maupun

kesempatan (Maidin,2003).

Sehingga dalam pengertian tentang biaya terdapat 4 unsur pokok yaitu :

a. Biaya merupakan harga pokok atau bagiannya untuk memperoleh pendapatan.

b. Biaya mencerminkan efisiensi sistem produksi.

c. Biaya merupakan pengorbanan untuk suatu tujuan tertentu.

d. Pengorbanan dapat berupa uang, barang, tenaga, waktu maupun kesempatan.

Biaya adalah sumber daya yang sangat penting dan menentukan dalam

penyelenggaraan makanan rumah sakit. Biaya ini harus diperhitungkan dan


16

dikendalikan seefisien serta seefektif mungkin, oleh karena itu biaya yang

didkeluarkan harus dapat dihitung setepat mungkin, sehingga secara ekonomi

dapat dipertanggungjawabkan (Siti Utami, 2010). Menurut Akmal (2005), biaya

adalah pengorbanan yang diukur dalam bentuk uang, yang telah terjadi dan akan

terjadi untuk memperoleh barang tertentu.

Salah satu unsur biaya dalam penyelenggaraan makanan adalah biaya

bahan makanan. Biaya bahan makanan dapat dihitung dengan beberapa

pendekatan, dimana masing-masing pendekatan dapat dijadikan alat untuk

mengontrol biaya bahan makanan secara keseluruhan. Salah satu pendekatan yang

mendasar adalah menghitung biaya dari resep masakan atau standar resep yang

diberlakukan di institusi terkait (Siti Utami, 2010).

Biaya makan merupakan biaya bahan-bahan yang dipakai untuk

menghasilkan makanan yang diperlukan. Biaya ini mempunyai hubungan

langsung terhadap pelayanan makanan yang diselenggarakan (PGRS, 2006).

Analisis biaya makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan rumah

sakit adalah perhitungan biaya yang telah dikorbankan oleh suatu

penyelenggaraan makanan di rumah sakit dalam menyediakan atau memproduksi

makanan selama periode tertentu, baik biaya total maupun biaya unit atau satuan

(Akmal, 2005)

Manfaat dilakukannya analisis biaya adalah sebagai bahan laporan

banyaknya pengeluaran dan pendapatan. Selain itu manfaat analisis biaya adalah

sebagai salah satu alat pengawasan dan pengendalian biaya (Siti Utami, 2010).
17

Penelitian yang dilakukan oleh Iff et al (2008) menyatakan bahwa sisa

makanan yang tinggi akhirnya menghasilkan biaya yang lebih tinggi, sebagaimana

disetujui oleh Dupertius et al (2001) dan Barton et al (2000) dengan tingkat

kenaikan diperkirakan sekitar 22-30% dari anggaran makanan. Sisa makanan akan

mengakibatkan anggaran gizi kurang efisien, sehingga akan berdampak terhadap

anggaran persediaan bahan makanan (Mukrie, 1990).

B. Kerangka Berpikir

Tujuan dari pelayanan makanan di rumah sakit antara lain adalah

memenuhi kebutuhan zat gizi pasien untuk mempercepat penyembuhan penyakit,

mencapai status gizi yang optimal dan memenuhi kepuasan pasien. Salah saatu

indikator ukuran keberhasilan pelayanan makanan di rumah sakit adalah dengan

melihat banyaknya sisa makanan (Dep Kes RI, 2003).

Biaya makanan merupakan salah satu biaya yang cukup besar di

rumah sakit, dan 40% biaya makanan adalah pada biaya bahan makanan (Bartono,

2005). Biaya adalah sumber daya yang sangat penting dan menentukan dalam

penyelenggaraan makanan rumah sakit. Biaya ini harus diperhitungkan dan

dikendalikan seefisien serta seefektif mungkin. (Siti Utami, 2010).

Dengan banyaknya sisa makanan pada pasien, maka akan mengakibatkan

tujuan dari pelayanan gizi tidak tercapai dan pemborosan anggaran.

Sisa makanan bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut

Almatsier (1992) sisa makanan dipengaruhi antara lain oleh jenis kelamin, tingkat

pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan, kelas perawatan, lama perawatan

dan penyakit.
18

- Kelas ra
- Jenis kelamin

- Tingkat pendidikan

- Cita rasa makanan Asupan zat gizi


- Kelas rawat tidak optimal

- Penyakit

Sisa Makanan

- Umur Biaya makanan


terbuang
- Lama rawat

Gambar 1. Kerangka Berpikir


19

C. Kerangka Konsep

UMUR

SISA MAKANAN

1. Jumlah sisa makanan

2. Nilai gizi sisa


makanan

3. Harga sisa makanan

LAMA HARI
RAWAT

Gambar 2. Kerangka Konsep

Keterangan :

1. Variabel Dependen : Sisa Makanan

2. Variabel Independen : Umur dan Lama Hari Rawat

D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara umur dengan sisa makanan

2. Ada hubungan antara lama hari rawat dengan sisa makanan.

Anda mungkin juga menyukai