Oleh:
Pembimbing:
dr. Ashri Yudhistira, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL(K)
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan paper berjudul ”Anatomi, Fisiologi, dan Pemeriksaan Hidung”. Paper
ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyusunan paper ini, penulis menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada dr. Ashri Yudhistira, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL
(K) selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis
selama proses penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan paper di kemudian hari. Akhir kata, semoga paper ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan ilmiah di
masa mendatang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 3
2.1 Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal..................................................... 3
2.1.1 Hidung Luar ................................................................................. 3
2.1.2 Septum Nasi ................................................................................. 5
2.1.3 Rongga Hidung ............................................................................ 6
2.1.4 Vaskularisasi Hidung ................................................................... 7
2.1.5 Persarafan Hidung........................................................................ 8
2.1.6 Sinus Paranasal............................................................................. 10
2.2 Fisiologi Hidung dan Sistem Penghidu................................................... 12
2.3 Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal .............................................. 14
BAB III KESIMPULAN.............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat memahami anatomi hidung, fisiologi indra penghidu, serta cara
pemeriksaannya, baik secara teoritis maupun praktik.
2. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Makalah ini disusun untuk dapat memberikan manfaat terhadap penulis
dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
anatomi hidung, fisiologi indra penghidu, serta cara pemeriksaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
arkus tulang dan diantara kedua arcus dijumpai daerah tipis yang disebut sebagai
glabella.2,4
Gambar 2.3 Anatomi Daerah Lateral Hidung. (A), Potongan Secara Korona (B), dan Penampakan
Lateral Kartilage Nasal (C).4
Gambar 2.5 Anatomi Dinding Nasal. Gambaran penampang anatomi dinding nasal lateral sebelah
kanan dengan konka medial dan sepertiga depan konka inferior yang telah diangkat. 4
kerusakan yang disebabkan oleh tekanan aliran udara ataupun trauma pada daerah
ini.6
Aliran vena pada hidung luar tidak paralel dengan aliran arteri akan tetapi
tujuannya sesuai dengan teritori yang disebut dengan satuan arteriovena. Daerah
frontomedian mengalirkan darah menuju vena fasialis dan area orbitopalpebral
mengalirkannya menuju vena oftalmika. Vena fasialis berawal sebagai vena
angular yang terletak pada canthus interna. Vena angular terbentuk dengan adanya
pertemuan vena supratroklear dan supraorbital. Bibir dan hidung bagian atas
disebut sebagai daerah yang berbahaya pada wajah karena infeksi pada daerah ini
ditransmisikan hingga menuju intrakranial menuju sinus kavernosus. Keadaan ini
dapat terjadi disebabkan vena fasialis berhubungan langsung dengan sinus
kavernosus via vena oftalmika melalui sistem pembuluh vena tanpa katup.6
Sinus frontal terletak pada os frontal dan sinus frontal kanan dan kiri pada
umumnya bersifat tidak simetris, dimana satu lebih besar daripada yang lain dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Sinus frontal biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-
septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan
fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke
daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostium-ostium yang terletak di
resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum ethmoid. Kurang lebih
15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal saja dan kurang lebih 5%
sinus frontalnya tidak berkembang.2
Sinus Sfenoid terletak di dalam os sfenoid di belakang sinus ethmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar
hipofisis. Batas inferior meliputi atap nasofaring, batas lateral meliputi sinus
kavernosus dan arteri carotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di
sebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.2
12
pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.2
Mukosa hidung juga merupakan reseptor refleks yang berhubungan
dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan pankreas.2
Fungsi utama hidung lainnya adalah sebagai indra penghidu dan pengecap
dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara
difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung
untuk membantu indra pengecap adala untuk membedakan rasa manis yang
berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis strawberi, jeruk,
pisang, atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan
asam jawa.2
Indra penghidu dikendalikan terutama oleh N. olfaktorius, dimana pada
hidung terdapat membran olfaktori di setiap sisi, yang mana pada setiap lubang
hidung memiliki membran olfaktori dengan luas permukaan sekitar 2,4 sentimeter
persegi. Sel-sel reseptor untuk sensasi penciuman adalah sel olfaktori, yang pada
dasarnya merupakan sel saraf bipolar yang berasal dari sistem saraf pusat itu
sendiri. Ada sekitar 100 juta sel seperti ini pada epitel olfaktori yang tersebar di
antara sel-sel sustentakular. Ujung mukosa dari sel olfaktori akan membentuk
tombol, dari tempat ini akan dikeluarkan 6 sampai 12 rambut atau silia olfaktori
yang berdiameter 0,3 mikrometer dan panjangnya sampai 200 mikrometer,
terproyeksi ke dalam mukus yang melapisi permukaan dalam rongga hidung.8
Sinyal-sinyal olfaktori akan dijalarkan ke dalam bulbus olfaktorius.
Bulbus olfaktorius sebenarnya adalah pertumbuhan jaringan otak dari dasar otak
ke arah anterior yang memiliki pembesaran berbentuk bulat. Pada ujungnya
terletak lempeng kribiformis yang memisahkan rongga otak dari bagian atas
rongga hidung. Lempeng kribiformis memiliki banyak lubang kecil yang
merupakan tempat dimana saraf-saraf kecil dalam jumlah yang sesuai berjalan
naik dari membran olfaktorius di rongga hidung untuk memasuki bulbus
14
dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di
dalam dan saat mengeluarkannya dalam keadaan terbuka dan tidak untuk ditutup
untuk mencegah bulu hidung agar tidak terjepit. Vestibulum hidung, septum
terutama bagian anterior, konka inferior, konka media, konka superior, serta
meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung juga harus
diperhatikan.2,9
Gambar 2.10 Pemeriksaan Rinoskopi Anterior. (A) Prosedur pemeriksaan rinoskopi rnterior dan
(B) Jenis spekulum yang sering digunakan untuk pemeriksaan rinoskopi anterior, diantaranya
spekulum Thudicum (kiri) dan Killian (Kanan).9
Gambar 2.12 Transiluminasi Sinus Paranasal. Interpretasi menunjukkan adanya kista dentis yang
mengindikasikan adanya kelainan pada sinus maksilaris.9
KESIMPULAN
19
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Eccles, R. 2020. The Nose and Control of Nasal Airflow. In: Middleton’s
Allergy: Principles and Practice 9th Edition. United States: Elsevier, Inc. pp:
625-35.
2. Soepardi, E.A. 2015. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. hal: 1-9.
3. Salasche, S.J. and Mandy, S.H. 2018. Anatomy. In: Flaps and Grafts in
Dermatologic Surgery 2nd Edition. United States: Elsevier, Inc. pp: 1-15.
4. Snow Jr., J.B. and Ballenger, J.J. 2016. Ballenger’s Otorhinolaringology
Head and Neck Surgery 18th Edition. Spain: BC Decker. pp: 547-87.
5. Kridel, R.W.H. and Sturm, A. 2020. The Nasal Septum. In: Cummings
Otolaryngology: Head and Neck Surgery 7th Edition. pp: 439-56.
6. Watkinson, J.C. and Clarke, R.W. 2018. Scott-Brown’s Otorhinolaryngology
Head and Neck Surgery 8th Edition. United States: CRC Press. pp: 961-76.
7. Wareing, M.J. 2018. Ear, Nose, and Throat. In: Hutchison’s Clinical Methods
24th Edition. United States: Elsevier, Ltd. pp: 439-63.
8. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
Keduabelas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal: 841-6.
9. Bull, T.R. 2009. Color Atlas of ENT Diagnosis, 5th Edition. Germany:
Thieme. pp: 1-39.
10. Ball, J.W., et al. 2019. Neurologic System. In: Seidel’s Guide to Physical
Examination 9th Edition. United States: Elsevier. pp: 567-606.