Oleh :
Tri Cahaya Putra 014.06.0039
PEMBIMBING :
dr. I Dewa Gede Oka Darsana, Sp.An
Puji syukur saya panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya lah laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian/SMF
Anestesia, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar, di RSU Bangli .
Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. I Dewa Gede Oka Darsana, Sp.An selaku pembimbing dalam
laporan kasus ini.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
COVER......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Saluran Pernafasan.......................................................................2
2.2 Peritonitis....................................................................................................7
2.3 Anestesia.....................................................................................................21
2.4 General Anestesia OTT...............................................................................23
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien...........................................................................................37
3.2 Anamnesis...................................................................................................37
3.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................39
3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang.....................................................................43
3.5 Resume.......................................................................................................44
3.6 Penatalaksanaan..........................................................................................45
3.7 Analgetik post op........................................................................................46
BAB IV PEMBAHASAN
4.3 Penatalaksanaan..........................................................................................47
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan.....................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................54
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri. Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver
Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara,
karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Pada
tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental
dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada
pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi,
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
memahami anatomi dan fisiologi jalan napas bagian atas dimana intubasi itu
dipasang.3
karbondioksida (CO2) antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Semua sel mengambil
2
3
dalam mitokondria sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa kaya energi, air dan
lingkungannya.
2. Pernapasan internal (dalam) atau respirasi sel terjadi di dalam sel yaitu
sitoplasma dan mitokondria. Sistem pernapasan terdiri atas saluran atau organ
di angkut oleh darah dari jaringan tubuh keparu-paru dan dinapaskan ke luar
udara.
dari udara kedalam darah dan memungkinkan karbon dioksida terlepas dari dara ke
udara bebas. Meskipun fungsi utama system pernapasan adalah pertukaran oksigen
2. Untuk meniup (balon, kopi/the panas, tangan, alat musik dan lain sebagainya)
3
4
dalam tubuh atau melalui jalur udara pernapasan untuk menuju sel-sel tubuh. Struktur
organ atau bagian-bagian alat pernapasan pada manusia terdiri atas Rongga hidung,
Farings (Rongga tekak), Larings (kotak suara), Trakea (Batang tenggorok), Bronkus
dan Paru-paru. 3
1. Rongga Hidung
Hidung adalah bangunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah
menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Hidung meliputi bagian eksternal yang
menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat
penyalur udara.
masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih lebar
tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi. Permukaan luar hidung
ditutupi oleh kulit yang memiliki ciri adanya kelenjar sabesa besar, yang meluas ke
dalam vestibulum nasi tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel
rambut yang kaku dan besar. Rambut ini berfungsi menapis benda-benda kasar yang
4
5
Pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti buah alpukat, terbagi
dua oleh sekat (septum mediana). Dari dinding lateral menonjol tiga lengkungan
tulang yang dilapisi oleh mukosa, yaitu: konka nasalis superior, medius, dan konka
nasalis inferior.
Sinus paranasal adalah rerongga berisi udara yang terdapat dalam tulang-
yang ada adalah sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus
sfenoidalis.
2. Faring
Faring udara masuk ke dalam rongga mulut atau hidung melalui faring dan
membukanya tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat
ditutup secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu
makan, selama membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan harus ditutup
sewaktu makan dan menelan atau makanan akan masuk ke dalam laring dan rongga
hidung posterior.5
Faring mempunyai dua fungsi yaitu untuk sistem pernafasan dan sistem
5
6
3.Laring
Laring terletak di antara akar lidah dan trakhea.Laring terdiri dari 9 kartilago
berongga yang dapat menjaga agar tidak mengalami kolaps. Pita suara terletak di
dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran suara yang merupakan
jalannya udara antara faring dan laring.Bagian laring sebelah atas luas, sementara
dalam trakhea dan mencegah makanan dan air masuk ke dalam trakhea.Ketika
terjadi pengaliran udara pada trakhea, glotis hampir terbuka setiap saat dengan
demikian udara masuk dan keluar melalui laring namun akan menutup pada saat
menelan.3
laringjuga sangat berperan pada waktu memasang intubasi, karena dapat dijadikan
patokan untuk melihat pita suara yang berwarna putih yang mengelilingi lubang.3
4.Trakea
Trakea adalah sebuah struktur berbentuk tubulus yang mulai setinggi Cervikal
6 columna vertebaralis pada level kartilago tiroid. Trakea mendatar pada bagian
6
7
posterior, panjang sekitar 10-15 cm, didukung oleh 16-20 tulang rawan yang
berbentuk tapal kuda sampai bercabang menjadi dua atau bifurkasio menjadi
bronkus kanan dan kiri pada thorakal 5 kolumna vertebaralis. Luas penampang
melintang lebih besar dari glotis, antara 150-300 mm 2. Beberapa tipe reseptor pada
trakea, sensitif terhadap stimulus mekanik dan kimia. Penyesuaian lambat reseptor
regang yang berlokasi pada otot-otot dinding posterior, membantu mengatur rate
penurunan aktivitas afferen nervus vagus. Respon cepat resptor iritan yang berada
pada seluruh permukaan trakea berfungsi sebagai reseptor batuk dan mengandung
reflek bronkokontriksi.3
2.2. Peritonitis
2.2.1 Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
organ perut dan dinding perut sebelah dalam.Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau
difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau
dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering
peritonitis8.
7
8
2.2.2 Etiologi
8
9
9
10
2.2.3 Patofisiologi
10
11
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
11
12
tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial,
terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan
akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga
12
13
ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya
lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
13
14
timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang
onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.Bila perforasi terjadi dibagian
sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila
2.2.4 Klasifikasi
14
15
a. Keluhan
dan syok.
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak latergi dan kesakitan
Dapat ditemukan demam
Distensi abdomen disertai nyeri tekan dan nyeri lepas tekan
abdomen
Defans muskular
Hipertimpani pada perkusi abdomen
Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas di bawah
diafragma
Bising usus menurun atau menghilang
15
16
a. Laboratorium
Hitung darah lengkap akan menunjukkan leukositosis.
Urea dan elektrolit akan mengkonfirmasi dehidrasi dan gagal ginjal
akut; hasilnya digunakan untuk memandu penggantian cairan dan
elektrolit.
Tes fungsi hati dan serum amilase - konsentrasi tinggi amilase
dalam serum mendiagnostik pankreatitis akut, tetapi konsentrasi yang
cukup tinggi dapat disebabkan oleh katastropi intraabdominal
(misalnya ulkus duodenum perforasi).
Gas darah arteri sering mencerminkan asidosis metabolik didahului
oleh tekanan karbon dioksida arteri yang rendah yang disebabkan
oleh hiperventilasi9.
b. Radiologi
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu
adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas
line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal12.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak
jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada
pemeriksaan USG.
Sedangkan gambaran radiologis peritonitis karena perforasi
dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada
16
17
17
18
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif
Perawatan medis diindikasikan jika:
1. Infeksi telah terlokalisasi (misalnya massa apendiks)
2. Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan (misalnya
pankreatitis akut)
3. Pasien tidak cocok untuk anestesi umum (mis. Lansia, pasien dengan
komorbiditas berat)
4. Fasilitas medis tidak dapat mendukung pengelolaan operasi yang
aman
18
19
b. Definitif
1. Laparotomi biasanya dilakukan melalui insisi garis tengah bagian
atas atau bawah(tergantung pada lokasi patologi yang dicurigai).
Tujuannya adalah untuk:
Menetapkan penyebab peritonitis
Mengontrol asal sepsis dengan mengangkat organ yang
meradang atau iskemik (atau penutupan viskus yang berlubang)
Melakukan lavage /toilet peritoneal yang efektif.
19
20
20
21
2.3 Anestesi
penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus
21
22
dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien,
perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi.
a. Hipnotik (tidur)
1. Anestesia Umum : suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang
diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat
inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui
Sungkup wajah
22
23
Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal
obat anestesia lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu,
temporer.10,11
Intubasi orotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex
23
24
OTT dapat digunakan untuk memberikan gas anestesi secara langsung ke trakea
dan memberikan ventilasi dan oksigenasi terkontrol. Bentuk dan kekerasan OTT
dapat diubah dengan stilet. Resistensi terhadap aliran udara tergantung pada diameter
Pipa Orotrakea
pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan
dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di bawah
usia 5 tahun hampir bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi
dan anak kecil digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan
Sering ukuran pipa trakea yang digunakan pada wanita dewasa diameter
internal 7-7.5 mm dengan panjang 24 cm. pada pria dewasa diameter internal
24
25
Laringoskop
ialah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar
25
26
Gambar 7. Laringoskop
26
27
jalan napas bagian atas yang buruk atau fraktur dari wajah dan leher dapat
menjadi kontraindikasi.1
keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk
terang.
27
28
atau tercabut.
berikut:13
28
29
9. Lalu pasang laringoskop sesuai ukuran dan pasang OTT sesuai ukuran
yang dibutuhkan
2L : 2L + 2%
12. Kendalikan napas pasien secara manual atau mekanik dengan volume
14. Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas atau obat
16. Ekstubasi pipa trakea dilakukan apabila pasien sudah bernapas spontan
dan adekuat serta jalan napas (mulut, hidung, dan pipa endotrakea)
29
30
2.3.6 Ekstubasi
batuk dan kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan nafas, hipoksia
sianosis.1,5
30
31
dilakukan pada saat yang tepat bagi pasien untuk menghindari terjadinya
kesadaran pasien belum pulih atau setelah kesadaran pasien pulih. Tidak boleh
dilakukan dalam keadaan setengah sadar karena bisa menyakiti pasien. Adapun
2. Cadangan paru yang adekuat seperti: laju paru <30 kali/menit, FVC
3. Pada pasien pasca pembedahan jalan nafas atas atau edema jalan nafas
atas. Edema jalan nafas telah minimal atau ditandai dengan adanya
dikosongkan.
ekstubasi.
31
32
diinginkan seperti:13
2. Strech injury
4. Stenosis trakea
7. Aspirasi
8. Spasme bronkus
terutama bila intubasi tersebut gagal. Hal ini merupakan salah satu
32
33
dapat memprediksi pasien yang kemungkinan sulit untuk diintubasi, hal ini
Klasifikasi Cromack
LEMON Score
L= Look externally
33
34
Jarak antara gigi seri pasien sekurangnya 3 jari (3), jarak antara tulang
hyoid dan dagu sekurangnya 3 jari (3), dan jarak antara thyroid notch
Gambar 11 jarak antar gigi seri dalam jari, 2 jarak hyoidmental dalam
M= Mallampati
34
35
N = Neck mobility
Ini merupakan hal yang vital dalam keberhasilan intubasi.Hal ini dapat
35
36
Cara penilaian LEMON dapat dilihat dalam tabel berikut, dengan nilai
maksimal 10 (1 point ditambahkan bila nilai Mallampati 3 atau lebih) dan minimal
adalah nol.
36
37
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny RK
Umur : 10 tahun
Berat Badan : 50 kg
Alamat : Kintamani
Agama : Hindu
No.RekamMedis 123456
3.2 Anamnesis
Pasien datang ke UGD RSU Bangli pada tanggal 7 Oktober 2020 dalam
keadaan sadar dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-
tusuk dan hilang timbul, bertambah saat membungkuk, duduk, berjalan dan
37
38
berkurang saat berbaring. Nyeri perut dirasakan menjalar keseluruh bagian perut
yang lain. Selain itu pasien juga mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu
bersamaan dengan munculnya nyeri perut, demam dirasakan tak kunjung turun,
berkeringat, tanpa disertai kejang dan tidak menggigil. Awalnya, sebelum nyeri
perut kanan bawah muncul, pasien mengeluh nyeri di bagian ulu hati disertai
dengan keluhan mual dan muntah sebanyak 3 kali yang berisikan makanan
sehingga membuat nafsu makannya menurun. Buang air besar, BAK, dan kentut
tidak ada keluhan. Keluhan perut melilit dan mencret sebelumnya disangkal.
dengan diagnosa suspek peritonitis, pasien diberi obat tapi tidak kunjung
membaik.
- RiwayatOperasi (-)
- RiwayatPenggunaanzatanestesi (-)
- RiwayatHipertensi (-)
- RiwayatAsma (-)
- RiwayatAlergiobatdanmakanan (-)
- RiwayatSakitJantung (-)
38
39
Keluarga menyangkal memiliki penyakit dan keluhan yang sama dengan pasien.
- RiwayatHipertensi : (-)
- RiwayatAsma (-)
- RiwayatAlergiobatdanmakanan (-)
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Berat Badan : 50 kg
Tanda – tanda vital :
1. Tekanan Darah : 100/60 mmHg
2. Nadi : 100 x/menit
3. Respirasi : 20 x/menit
4. Suhu : 39,3oC
5. NRS : 6
B1 (Brain) : E4 V5 M6
Kepala : Normocephal
Mata :Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, kedua pupil
isokor.
B2 (Breath) :
Inspeksi : Bentuk simetris, gerak pernafasan statis dan
dinamis simetris, retraksi sela iga (-).
39
40
40
41
b. Status Lokalis
Regio Abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada titik Mc Burney, Nyeri lepas (+), Defans
Muskular (-)
Perkusi :Terdengar timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok pada
Mc Burney (+)
Skor Alvarado
Migration of pain : 0
Anorexia : 1
Tenderness in RLQ : 2
Rebound pain : 0
Elevated temperature : 1
Leukositosis : 2
Total :8
41
42
Skor LEMON
Look External :
Mallampati :
Skor 1
Obstruction :
Trauma : (-)
Neck :
42
43
Darah Lengkap
WBC : 17,3
RBC : 4,85
HGB : 13,7
HCT : 40,6
PLT : 306
BT : 2’00”
CT : 8’30”
d. USG Abdomen
43
44
Kesan :
3.5 Resume
maka didapatkan:
44
45
3.6 Penatalaksanaan
a. Pramedikasi :
(IV)
b. Induksi :
oksigen
45
46
46
47
Terapi Cairan
Berat Badan : 50 kg
= 50 kg x 6 cc/kg
= 300 cc
= 0% + 90cc/jam + 300cc/jam
Paracetamol 3x 250 mg
Monitoring Post Op :
- Tanda-tanda vital
47
48
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1.Pembahasan
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik
akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
nyeri perut kanan bawah semenjak tiga hari yang lalu sebelum MRS, nyeri
dirasakan terus menerus seperti tertusuk, nyeri dirasa membaik apabila istiahat.
tanda vital didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg; nadi 100x/menit; respirasi
granulosit dan urin lengkap dalam batas normal. Dari hasil anamnesis,
untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah
pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat
48
49
Pemilihan teknik anestesi umum dengan pemasangan OTT pada pasien ini
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien baik
celcius.
Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain:
1. KIE pasien dan keluarga dan menjelaskan tentan pembiusan yan menyebabkan
pasien ketika diruang operasi nanti akan tertidur dan tidak sadarkan diri.
49
50
2. Puasa minimal 8 jam Pre Op untuk makanan padat, makanan lunak minimal 6 jam,
Premedikasi
Sedatif :
Midazolam sebagai obat golongan sedative yang merupakan obat anti cemas
dengan tujuan memberikan suasana nyaman, bebas dari rasa cemas dan takut,
mempunyai efek sedasi yang bekerja pada sistem limbik dan pada ARAS
dan “system limbik” yang merupakan pusat emosi, perilaku dan dorongan. Onset
Antiemetik :
50
51
saraf vagus terminalis di visceral yang menghantar impuls eferen dari saluran
Analgesik :
prostaglandin (PG) yang lemah. Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui
siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan
Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan
Induksi
51
52
Dosis 1 – 2 mcg/kgBB IV
2,5mg/kg/BB.
berlangsung cepat, pasien akan bangun 4-5 menit tanpa disertai efek
penurunan tonus otot rangka, hal ini disebabkan oleh efek sentralnya
a. Pemasangan OTT
yang lebih besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting
dengan dosis 100 mg untuk mencapai kedalaman anestesi yang lebih besar.
52
53
b. Maintenance
2vol% tujuannya yaitu untuk pemakaian salah satu kombinasi obat seperti
tersebut diatas secara inhalasi dalam kasus ini yaitu melalui sungkup laring
dengan pola nafas spontan dengan komponen trias anestesia yang dipenuhinya
Analgesia Post Op
analgetik post operasi diberikan atas dasar manipulasi operasi yang sedang
53
54
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan
pasien tidak hanya dilakukan pada saat operasi tetapi juga mencakap persiapan
intubasi pada anastesi umum didarkan pada jenis operasi yang akan dilakukan,
keluhan nyeri perut kanan bawah dan berdasarkan hasil pemeriksaan dan
Orotrakeal Tube (GA OTT) dengan jenis napas kendali dan hasil pemeriksaan
54
55
DAFTAR PUSTAKA
55
56
12. Doherty, G.M., Current Diagnosis & Treatment. 2010, USA : McGraw Hill
Company.
56