Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

PNEUMOTHORAX

Disusun oleh : Kelompok D2

1. Muhammad Ary Wardana (20710080)


2. Anak Agung Ayunda Saraswati (20710069)
3. Made Metu Bayu Kubera (20710047)
4. Vannisa Kurnia Angelina (20710014)
5. Nur Farida (20710093)

Pembimbing :

dr. Ririn Poerwandari Sp.Rad

SMF RADIOLOGI RSUD SIDOARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia Nya, maka penulis mampu menyelesaikan tugas referat dengan
judul “Pneumothorax”. Referat ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam rangka
menjalani kepaniteraan klinik di SMF Radiologi di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo.

Tugas ini berhasil diselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab
itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. dr. Ririn Poerwandari, Sp.Rad selaku pembimbing klinik.

2. Teman-teman sejawat Dokter Muda yang telah memberikan dukungan


menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan kita semua. Akhir kata, ijinkan penulis mengucapkan terimakasih.

Sidoarjo, 27 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................i

KATAPENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTARISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA............................................................................7

A. Anatomi Sistem Respirasi.........................................................................2

B. Fisiologi Pernapasan.................................................................................3

C. Pneumothorax...........................................................................................4

D. Gejala Klinis.............................................................................................9

E. Pemeriksaan Fisik.....................................................................................10

F. Gambaran Radiologi..................................................................................11

G. Diagnosa Banding.....................................................................................18

H. Penatalaksanaan........................................................................................20

I. Prognosis....................................................................................................23

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Paru merupakan salah satu organ vital pada manusia yang berfungsi sebagai alat
pernafasan. Pernafasan mencakupi pemindahan O 2 dari lingkungan eksternal dan CO 2 dari
hasil reaksi metabolik intrasel. Sistem pernafasan membawa udara melalui hidung kedalam
alveoli. Dirongga hidung udara dibersihkan dari debu ukuran 2 – 10 u, dipanaskan dan
dilembabkan oleh bulu dan lendir hidung sebelum masuk ke trakea.

Paru dipisahkan dari dinding thoraks dan struktur lain di sekitarnya oleh suatu kantung
tertutup berdinding rangkap yaitu kantung pleura. Interior kantung pleura dikenal sebagai
rongga pleura. Permukaan pleura mengeluarkan suatu cairan intrapleura yang melumasi
permukaan pleura selagi keduanya saling bergeser sewaktu pergerakan napas.

Pada pernafasan spontan ruang pelura memiliki tekanan negatif untuk menyesuaikan
dengan tekanan atmosfer. Tekanan negatif biasanya tidak memungkinkan udara masuk ke
ruang pleura karena tidak ada koneksi alami untuk ruang yang berisi udara, dan tekanan gas
dalam aliran darah terlalu rendah untuk mereka yang akan dirilis ke ruang pleura. Bila
tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps. Penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan rongga pleura adalah efusi pleura dan pneumotoraks. Bila terdapat udara
disertai cairan di dalan rongga pleura disebut hidropneumotoraks

Pneumotorax adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura dari dada
antara paru-paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa
kondisi paru-paru kronis (primer) serta pada mereka dengan penyakit paru-paru (sekunder),
dan banyak pneumotoraks terjadi setelah trauma fisik dada, cedera ledakan, atau sebagai
komplikasi dari perawatan medis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Respirasi

Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru, paru itu sendiri, dan struktur-
struktur thoraks yang berperan menyebabkan aliran udara masuk dan keluar paru melalui
saluran napas. Saluran napas berawal dari hidung. Saluran hidung membuka ke dalam faring,
yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk system pernapasan dan pencernaan. Terdapat
dua saluran yang berasal dari faring, trakea, yang dilalui oleh udara untuk menuju paru, dan
esophagus yang dilalui makanan untuk menuju lambung. Karena faring berfungsi sebagai
saluran bersama untuk udara dan makanan maka sewaktu bernafas terjadi mekanisme reflex
yang menutup esophagus untuk mencegah udara masuk ke lambung sewaktu bernapas.

Laring terletak di pintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring membentuk jakun. Pita
suara, dua pita jaringan elastic yang melintang di pintu masuk laring, dapat diregangkan dan
diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Sewaktu udara dilewatkan melalui pita
suara yang kencang, lipatan tersebut bergetar untuk menghasilkan berbagai suatu bicara.

Dibelakang laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri. Di
dalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang
semakin sempit, pendek, dan banyak. Cabang-cabang lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus.
Diujung bronkiolus terminal terdapat alveolus, kantung-kantung udara halus tempat
pertukaran gas antara udara dan darah.

Terdapat dua buah paru, masing-masing dibagi menjadi beberapa lobus dan masing-
masing mendapat satu bronkus. Jaringan paru itu sendiri terdiri dari serangkaian saluran napas
yang sangat bercabang-cabang, alveolus, pembuluh darah paru, dan sejumlah besar jaringan
ikat elastic. Setiap paru dipisahkan dari dinding thoraks dan struktur lain di sekitarnya oleh
suatu kantung tertutup berdinding rangkap yaitu kantung pleura. Interior kantung pleura
dikenal sebagai rongga pleura. Permukaan pleura mengeluarkan suatu cairan intrapleura yang
melumasi permukaan pleura selagi keduanya saling bergeser sewaktu pergerakan napas.

2
Gambar 1. Anatomi Sistem Pernapasan

Gambar 2. Paru-paru

B. Fisiologi Pernapasan

Pada manusia dikenal 2 macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi
internal mencakup reaksi-reaksi metabolik intrasel yang menggunakan O 2 dan menghasilkan
CO2 sewaktu oksidasi molekul nutrien untuk menghasilkan energi. Respirasi eksternal
mencakup berbagai tahap dalam pemindahan O 2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel
jaringan. Proses respirasi dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.

3
Ventilasi adalah proses pemasukan ke (inspirasi dan pengeluaran udara (ekspirasi)
dari paru. Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan
volume intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari sekitar -2,5
mmHg pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin teregang.Tekanan
di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara akan mengalir ke dalam
paru.Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan
ekspirasi sampai tercapai keseimbangan kemba;I antara daya recoil paru dan dinding dada.
Tekanan di saluran udara menjadi lebih positif dan udara mengalir meninggalkan
paru.Ekspirasi selama pernapasan tenang meruupakan proses pasif yang tidak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks.

Pada proses difusi terjadi perpindahan oksigen dan CO 2 berpindah menembus


membran mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Tekanan parsial suatu gas dalam
udara adalah bagian dari tekanan atmosfer total yang disumbangkan oleh gas tersebut, yang
berbanding lurus dengan persentase gas ini dalam udara. Tekanan parsial suatu gas dalam
darah bergantung pada jumlah gas tersebut yang larut dalam darah. Difusi netto oksigen
terjadi pertama antara alveolus dan darah dan kemudian antara darah dan jaringan akibat
gradien tekanan parsial oksigen yang tercipta karena pemakaian terus menerus oksigen di sel
dan penggantian terus menerus oksigen alveolus segar dari ventilasi. Sedangkan difusi netto
CO2 bekerja berlawanan akibat produksi terus menerus di sel dan pengeluaran terus-menerus
oleh alveolus melalui ventilasi.

Akibat O2 dan CO2 sukar larut dalam darah, maka keduanya harus diangkut melalui
mekanisme di luar pelarutan fisik biasa. Oksigen biasanya diangkut dalam darah dengan
berikatan dengan hemoglobin. Karbon dioksida yang diambil di kapiler sistemik diangkut
dalam darah melalui tiga cara: 1. 10% larut secara fisik, 2. 30% berikatan dengan Hb, 3. 60%
mengambil bentuk bikarbonat.

C. Pneumothorax

3.1 Definisi

Pneumotorax adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura dari dada
antara paru-paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa
kondisi paru-paru kronis (primer) serta pada mereka dengan penyakit paru-paru (sekunder),
dan banyak pneumotoraks terjadi setelah trauma fisik dada, cedera ledakan, atau sebagai
komplikasi dari perawatan medis.

4
Gambar 3. Pneumothorax

3.2 Patofisiologi

Pada orang normal, tekanan di ruang pleura adalah negatif yang disesuaikan dengan
tekanan alveolar selama siklus pernafasan. Gradien tekanan antara alveolus dan ruang pleura
yang dikenal sebagai tekanan transpulmoner adalah hasil dari keelastisitasan pada recoiling
paru. Pada pernafasan spontan ruang pelura juga memiliki tekanan negatif untuk
menyesuaikan dengan tekanan atmosfer. Tekanan negatif biasanya tidak memungkinkan
udara masuk ke ruang pleura karena tidak ada koneksi alami untuk ruang yang berisi udara,
dan tekanan gas dalam aliran darah terlalu rendah untuk mereka yang akan dirilis ke ruang
pleura.

Pneumothorax spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasariny, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula sublpeural ditemukan
pada 76-100% pasien. Mekanisme pembentukan bula masih merupakan spekulasi namun
sebuah teori menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok
yang kemudian diikuti oleh serbukan netrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan-antioksidan serta menginduksi
terjadinya obstruksi saluran nafas akibat inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan
alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstisial paru menuju hilus dan
menyebabkan pneumomediastinum. Tekanan di mediastinum akan meningkat dan pleura
parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumothorax. Jika ruang pelura terisi
udara maka paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan tekanan atau bagian
yang ruptur tersebut ditutup. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya sesak akibat
kurangnya kapasitas vital paru.

Pada pneumothorax sekunder diketahui akibat penyakit paru yang sudah ada
menyebabkan peningkatan tekanan alveolar melebihi tekanan interstisial paru. Hal ini

5
menyebabkan perpindahan udara dari alveolus ke interstisial dan akhirnya menuju hilus dan
menyebabkan pneumomediastinum. Udara nantinya akan menuju ke pleura parietalis pars
mediastinal dan menuju ke ruang pleura dan menimbulkan pneumothorax.

Pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non-


penetrasi. Bila terjadi pneumothorax, paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke
luar dinding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan
pengembangan paru yang baik. Tekanan pleura yang normalnya negatif akan meningkat
hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian yang mengalami pneumothorax.

Pada tension pneumothorax terdapat robekan pada pleura yang bersifat katup searah.
Katup searah ini menyebabkan banyaknya udara yang masuk ke ruang pleura tetapi udara
yang sudah berada di ruang pleura tidak dapat dikeluarkan. Seiring berjalannya inspirasi,
volume udara yang masuk akan terus bertambah. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan
pada hemithorax yang terkena yang akan menyebabkan paru-paru kolaps. Semakin
bertambahnya tekanan juga akan menyebabkan mediastinum bergeser ke arah hemithorax
kontralateral. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hipoksia yang nantinya akan timbul
vasokonstriksi. Apabila tidak ditangani dapat terjadi hipoksemia, asidosis metabolik, dan
penurunan cardiac output yang dapat berujung ke cardiac arrest dan kematian.

3.3 Klasifikasi Penumothorax

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe


ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a) Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba


tanpa diketahui sebabnya.

b) Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan


didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru,
asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun

6
paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,
yaitu :

a) Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi


karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b) Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat


komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :

 Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu pneumotoraks


yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari
tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

 Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah suatu


pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke
dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan
pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapatdiklasifikasikan ke


dalam tiga jenis, yaitu (4) :

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus
yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini
tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan (

7
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi
pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound) .

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi
udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju
pleura melalui fistel yang terbuka.Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal napas

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<
50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks


yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).

8
D. Gejala Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

a. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.

b. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

c. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

d. Denyut jantung meningkat.

e. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

f. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer.

E. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya dapat memastikan diagnose jika pneumothorax yang


besar. Bunyi napas saat diauskultasi pada sisi yang terkena akan bekrurang. Saat perkusi akan
ditemukan hyperresonant dan resonansi vocal dan fremitus taktil dapat menurun.

9
Tension pneumothorax ditandai dengan bernapas cepat, sianosis, hipotensi dan
kebingungan. Sisi dada yang terkena mungkin akan hyperexpanded dan menunjukkan
gerakan menurun, dengan gerakan peningkatan di sisi lain. Dalam kasus yang sangat parah,
tingkat pernapasan turun tajam, dengan syok dan koma. Tanda-tanda klinis khusus juga
mungkin kurang berguna dalam tension pneumothorax, seperti deviasi trakea dan adanya
peningkatan tekanan vena jugular.

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan . :

 Inspeksi:

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal .

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

 Palpasi ;

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

 Perkusi:

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi

 Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

F. Gambaran Radiologi

1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan
dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :

10
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang
mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru
yang mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan
gambaran radiopak. Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami
pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis
radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal
sebagai pleural white line.

Gambar 4 Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.

Gambar 5 Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan


anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang


dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. (11)

Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura


menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien.
Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi

11
lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang klinisi harus lebih
berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus yang lebih dalam
daripada biasanya atau jika menemukan sudut kostofrenikus menjadi
semakin dalam dan lancip pada foto dada seri. Jika hal ini terjadi maka
pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign,
terdapat tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung yang terlihat lebih
tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara
berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.(11)

Gambar 6 Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai
deviasi mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus
atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke
arah kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong
jantung yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini
terlambat ditangani akan menyebabkan kematian pada penderita
pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga menjadi lebih lebar.(6,10)

12
Gambar 7 Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat


masuk ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura
(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi
inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang
sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di mana paru
menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit. Pada kedua
pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothorax atau encysted
pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas
akibat adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah
adanya daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang
telur. (14)

Gambar 8 Loculated Pneumotoraks.

13
Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi
tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi.
Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh. (11)

Gambar 9 Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi


(kiri) dan dalam keadaan ekspirasi (kanan).

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif


menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan
sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang
berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada
keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya.
(11,13)

Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan foto


lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi pada
hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat dibandingkan
pada posisi tegak. (11,13,14)
Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
ini (4):
- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung
mulai dari basis sampai ke apeks.

14
Gambar 10 CT-Scan thoraks yang menunjukkan pneumomediastinum.

- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah


kulit.

Gambar 11. Emfisema subkutan.

- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan
cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada
kasus Hidropneumotoraks.

15
Gambar 12. Hidropneumothoraks.

Dalam kasus pneumotoraks ini kita juga perlu mengetahui bagaimana cara
menghitung luas pneumothoraks. Perhitungan luas pneumotoraks ini berguna
terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis.
Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru,
antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio
diameter kubus adalah :

83 512
______
= = ± 50 %
________

103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah
dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian
dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

16
% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
= x 10
__________________

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks (4).

(L) hemitorak – (L) kolaps paru


(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

2. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder. (7)

17
Gambar 13 CT-Scan pneumothoraks.

G. Diagnosa Banding

Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru,


dan pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika setelah
difoto diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke
pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang
sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau
bulla.(2)
Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang
hiperlusen, dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa
kasus, dimana bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan
gambaran radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk membedakannya,
dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada daerah tersebut terdapat
gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah hiperlusen-nya
tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular, sedangkan
pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang
mengalami bleb atau bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan
paru di sekitar bulla akan mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh
pendesakan bulla tersebut kepada jaringan paru. (18)

18
Gambar 14. Bleb dan bulla paru.

Gambar 15. Gambaran foto thoraks bulla paru.

19
Gambar 16. CT-Scan pulmonary bullae.

H. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari


rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk
(2)

pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).


2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut
.
(2), (4)

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

20
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (2,4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura,
jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian
dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (2,4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem
penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea
mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat
pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi
ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di
bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan
mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan
agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang

21
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien
dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).

3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

22
Gambar 17. Alur terapi pneumotoraks

I. Prognosis

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami


kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup
baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan
sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS
dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.

23
BAB III

Kesimpulan

Pneumotorax adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura dari dada
antara paru-paru dan dinding dada, hal ini dapat menganggu proses respirasi dan
menimbulkan gejala klinis seperti sesak nafas, nyeri dada, pernafasan cepat dan peningkatan
denyut jantung. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan maupun traumatik. Pneumothorax
spontan sendiri dapat bersifat primer maupun sekunder.
Dalam penegakkan diagnosis pneumothorax dapat dilakukan dengan melihat gejala
klinis dan dikonfirmasi kembali dengan pencitraan medis. Hasil foto roentgen akan
menunjukkan gambaran:
1. Bayangan radiolusen tanpa struktur jaringan paru
2. Tampak batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viseral
3. Gambaran paru kolaps
4. Pendorongan mediastinum ke arah kontralateral
5. Pelebaran sela iga
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O 2 yang
dilanjutkan dengan dekompresi. Pada pneumothorax sekunder diperlukan proses medikasi
untuk menyingkirkan penyebab utama dari munculnya pneumothorax.

24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar


Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
2. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo,
Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P. 1063-1068.
3. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011]. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-
Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax
(Collapsed Lung). Cited : [26 September 2011]. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.
7. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [26 September
2011]. Available from www.emedicine.com
8. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.
9. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi
Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.
10. Reed, James, C. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam : Radiologi
Thoraks. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 1995. P. 63-64.
11. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology
Second Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.
12. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
pneumothorax

25
13. Felson, Benjamin. Pneumothorax. In : Chest Roentgenology.
Philadelphia : W. B. Saunders Company. P. 366-372.
14. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and
Imaging. Vol. 1. 5th edition. London : Churchill Livingstone. 1992. P.
371-374.
15. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [28 September 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
16. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-
emphysema
17. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
hydropneumothorax-1
18. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae.
Cited on [05 Oktober 2011]. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01326
-0101.pdf
19. Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Cited on [05 Oktober 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-bullae

26

Anda mungkin juga menyukai