Anda di halaman 1dari 25

TUGAS REFERAT

RADIOLOGI
OEDEM PULMONUM

Disusun Oleh:
Mergerizka Amiko Kapindo (20710046)

Pembimbing:
dr. Agustina Susiati, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas Referat yang berjudul “Oedem
Pulmonum” tepat pada waktunya. Referat ini diajukan untuk memenuhi tugas pada
kepaniteraan klinik di SMF Radioloogi RSUD Sidoarjo. Pada kesempatan ini penulis hendak
mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Agustina Susiati, Sp. Rad selaku pembimbing dan dosen di SMF Radiologi RSUD
Sidoarjo.
2. dr. Iriawati, Sp. Rad selaku dosen dan kepala bagian Instalasi Radiologi di RSUD
Sidoarjo.
3. dr. Tuty Sulistyowulan, Sp. Rad selaku dosen di SMF Radiologi RSUD Sidoarjo.
4. dr. ririn Poerwandira, Sp. Rad selaku dosen di SMF Radiologi RSUD Sidoarjo.
5. Tenaga paramedis yang membantu selama penulis menjalani kepaniteraan klinik di
bagian stase Radiologi.
6. Teman dan saudara sejawat dokter muda yang memberi masukan dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, dan karenanya
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari dokter pembimbing dan
saudara sejawat dokter muda demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih.

Sidoarjo, 7 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Depan .......................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan................................................................................................. 01
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 01
BAB II Tinjauan Pustaka......................................................................................... 02
2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru .................................................................... 02
2.1 Edema Paru.. ......................................................................................... 05
2.2 Edema Paru Kardiogenik....................................................................... 07
2.3 Edema Paru Non-Kardiogenik ................................................................ 16
BAB III Kesimpulan……………………………………………………………….. 21
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Oedem pulmonum (edema paru) didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru yang disebabkan oleh
tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiogenik) atau karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan
terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di
alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Edema yang terjadi akut dan luas sering
disusul oleh kematian dalam waktu singkat.

Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di
atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas tanpa adanya gangguan pada
mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor
mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.
Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa
penderita. Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang
terjadi. Edema paru akut adalah suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang
masih tinggi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru

2.1.1 Anatomi Paru

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru-paru adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan paru
kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai
dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian, terdapat sekitar
sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian
kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum
(Evelyn, 2009).

Gambar 1: Anatomi Paru

2
Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput
tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut
cavum pleura (Guyton, 2007).

Gambar 2: Paru-paru manusia

Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke dalam


sistem:

a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru.

3
Menurut Alsagaff (2015) sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru,
sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer.

Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada
otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua
yaitu:

a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,


sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.

2.1.2 Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-
paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur yang elastis.
Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).

Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus
berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi
pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon
dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).

Fisiologi pernafasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Pernafasan paru-paru atau pernafasan eksterna


Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru-paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung waktu
bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan sampai ke alveoli

4
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonary. Alveoli
memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil
oleh sel darah merah, dibawa ke jantung dan dipompakan tubuh. Empat
proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
 Ventilasi Pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
 Arus darah melalui paru mengandung O2, masuk ke seluruh tubuh dan
CO2 dari tubuh masuk ke paru.
 Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
yang tepat bisa mencapai seluruh bagian.
 Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
b. Pernafasan jaringan atau pernafasan interna
Darah merah yang banyak mengandung oksigen dari seluruh
tubuh masuk ke jaringan akhirnya mencapai kapiler darah mengeluarkan
oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksa untuk dibawa ke
paru-paru dan di paru terjadi pernafasan internal.

2.2 Oedem Pulmonum (Edema Paru)

2.2.1 Definisi

Edema paru dapat didefinisikan secara luas sebagai akumulasi cairan yang
berlebihan di dalam sel, ruang antar sel, dan rongga alveoli pada paru. Penyebabnya
beragam, tetapi memiliki hasil akhir yang sama, yaitu jumlah air yang berlebihan di
dalam paru. Edema paru secara klasik dikategorikan berdasarkan patofisiologinya,
yaitu Edema paru kardiogenik (hidrostatik) dan Edema paru non kardiogenik
(permeabilitas).

Pada keadaan normal, cairan pada kapiler paru berada dalam keadaan
seimbang dengan cairan yang berada di ruang interstisial. Sejumlah kecil plasma

5
kapiler (air dan sedikit zat terlarut) terus-menerus memasuki ruang interstisial, yang
kemudian dialirkan melalui saluran limfe menuju sirkulasi vena sistemik. Faktor yang
menentukan keseimbangan cairan di kapiler dan ruang interstisial adalah tekanan
hidrostatik dan tekanan onkotik.

Walaupun penyebab kedua jenis edema paru tersebut berbeda, namun


membedakannya terkadang sulit karena manifestasi klinisnya yang mirip.
Kemampuan membedakan penyebab edema paru sangat penting karena berimplikasi
pada penanganannya yang berbeda. Edema paru merupakan penimbunan cairan
serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus
paru-paru. Jika oedem timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu
singkat.

Edema paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam
kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau
kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-
gas yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal
proses oksigenasi.

Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru kardiogenik dan


edema paru non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru yang dapat terjadi akibat perfusi berlebihan baik dari
infus darah maupun produk darah dan cairan lainnya, sedangkan edema paru non-
kardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru antara lain pada
pasca transplantasi paru dan reekspansi edema paru.

Walaupun penyebab edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik berbeda,


namun keduanya memiliki penampilan klinis yang serupa sehingga menyulitkan
dalam menegakkan diagnosisnya. Terapi yang tepat dibutuhkan untuk
menyelamatkan pasien dari kerusakan lanjut akibat gangguan keseimbangan cairan
di paru.

6
2.3 Edema Paru Kardiogenik
A. Definisi
Edema paru kardiogenik akut merupakan penyakit yang sering terjadi,
merugikan dan mematikan dengan tingkat kematian 10-20 %. Edema paru
kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan
transvaskular. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru biasanya disebabkan oleh
meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi akibat meningkatnya tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri.
B. Etiologi
Penyebab edema paru kardiogenik ialah:
 Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh: infark miokard,
penyakit katup aorta dan mitral, kardiomiopati, aritmia, hipertensi
krisis, kelainan jantung bawaan (paten duktus arteriosus, ventrikel
septal defek).
 Volume overload.
 Obstruksi mekanik aliran kiri.
 Insufisiensi limfatik, yang terjadi sebagai akibat lanjut transplantasi.

C. Patofisiologi
Pada edema paru kardiogenik (volume overload edema) terjadinya
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru menyebabkan peningkatan
filtrasi cairan transvaskular. Bila tekanan interstisial paru lebih besar daripada
tekanan intrapleural maka cairan bergerak menuju pleura viseral yang menyebabkan
efusi pleura. Bila permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edema
yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein rendah.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru biasanya disebabkan oleh
meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi akibat meningkatnya

7
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri (>25 mmHg). Dalam
keadaan normal tekanan kapiler paru berkisar 8-12 mmHg dan tekanan osmotik
koloid plasma 28 mmHg. Kejadian tersebut akan menimbulkan proses-proses
sebagai berikut:
1. Meningkatnya kongesti paru menyebabkan desaturasi dan menurunnya
pasokan oksigen miokard memperburuk fungsi jantung.
2. Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan
vasokonstriksi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan
yang melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan semakin
menurunkan fungsi ventrikel kiri.
3. Insufisiensi sirkulasi menyebabkan asidosis sehingga memperburuk
fungsi jantung.

Edema paru kardiogenik dapat terjadi akibat dekompensasi akut pada gagal
jantung kronik maupun akibat gagal jantung akut pada infark miokard dimana
terjadinya bendungan dan peningkatan tekanan di jantung dan paru akibat
melemahnya pompa jantung. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru
menyebabkan transudasi cairan ke dalam ruang interstisial paru, dimana tekanan
hidrostatik kapiler paru lebih tinggi dari tekanan osmotik koloid plasma. Pada
tingkat kritis, ketika ruang interstitial dan perivaskular sudah terisi, maka
peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan penetrasi cairan ke dalam ruang
alveoli.

Terdapat tiga tingkatan fisiologi dari akumulasi cairan pada edema paru
kardiogenik:

Tingkat 1: ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja.

8
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali ronki pada saat
inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Tingkat 2: terjadi edema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus menjadi kabur. Garis-garis yang memanjang dari hilus
ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis kerley B) dan garis-garis
yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru (garis kerley C) menebal.
Penumpukan cairan di jaringan interstisial, akan lebih memperkecil saluran napas
bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
dapat terjadi reflex bronkhokonstriksi dan sering disertai dengan takipnea.

Tingkat 3: Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveolar.


Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.

D. Gambaran Klinis
Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya sesak
napas yang bersifat tiba-tiba yang berkaitan dengan riwayat nyeri dada dan riwayat
sakit jantung. Perkembangan edema paru bisa berangsur-angsur atau tiba-tiba seperti
pada kasus edema paru akut. Selain itu, sputum dalam jumlah banyak, berbusa dan
berwarna merah jambu.
Gejala-gejala umum lain yang mungkin ditemukan ialah:
 Mudah lelah
 Lebih cepat merasa sesak napas dengan aktivitas yang biasa (dyspnea
on exertion)
 Napas cepat (takipnea)
 Pening, atau kelemahan.
 Tingkat oksigenasi darah yang rendah (hipoksia) dapat ditemukan
pada pasien dengan edema paru.

9
 Pada auskultasi dapat didengar suara-suara paru yang abnormal,
seperti ronki atau crakles.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, yaitu:
1. Pemeriksaan foto toraks menunjukkan kardiomegali (pada pasien
dengan CHF) dan adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan
infiltrasi bilateral dengan pola butterfly, gambaran vaskular paru dan
hilus yang berkabut serta adanya garis-garis Kerley b di interlobularis.
Gambaran lain yang berhubungan dengan penyakit jantung berupa
pembesaran ventrikel kiri sering dijumpai. Efusi pleura unilateral juga
sering dijumpai dan berhubungan dengan gagal jantung kiri.

Gambar 3: Foto Thorax Normal

10
Gambar 4: Foto Thorax Abnormal

Gambar 5: Garis Kerley B

11
Gambar 6: Garis Kerley A

Gambar 6: Batwing/Butterfly appearance

12
Gambar 6: Edema Pulmonar Alveolar

2. EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium


kiri, pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun
infark.
3. Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan
fungsi dari ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-katup jantung.
4. Pemeriksaan laboratorium enzim jantung perlu dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis infark miokard. Peningkatan kadar
brain natriuretic peptide (BNP) di dalam darah sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan di ventikel; kadar BNP >500 pg/ml
dapat membantu menegakkan diagnosis edema paru kardiogenik.
5. Analisis gas darah (AGDA) dapat memperlihatkan penurunan PO2
dan PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit
selanjutnya PO2 semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat. Pada
kasus yang berat biasanya dijumpai hiperkapnia dan asidosis
respiratorik.
6. Kateterisasi jantung kanan: Pengukuran P pw (pulmonary capillary
wedge pressure) melalui kateterisasi jantung kanan merupakan baku

13
emas untuk pasien edema paru kardiogenik yaitu berkisar 25-35
mmHg sedangkan pada pasien ARDS P pw 0-18 mmHg.
7. Kadar protein cairan edema: Pengukuran rasio konsentrasi protein
cairan edema dibandingkan protein plasma dapat digunakan untuk
membedakan edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik. Bahan
pemeriksaan diambil dengan pengisapan cairan edema paru melalui
pipa endotrakeal atau bronkoskop dan pengambilan plasma. Pada
edema paru kardiogenik, konsentrasi protein cairan edema relatif
rendah dibanding plasma (rasio 0,7) karena sawar mikrovaskular
berkurang.
F. Penatalaksanaan
Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang perlu
penanganan secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan utama
meliputi pengobatan suportif yang ditujukan terutama untuk mempertahankan fungsi
paru (seperti pertukaran gas, perfusi organ), sedangkan penyebab utama juga harus
diselidiki dan diobati sesegera mungkin bila memungkinkan. Prinsip penatalaksanaan
meliputi pemberian oksigen yang adekuat, restriksi cairan, dan mempertahankan
fungsi kardiovaskular. Pertimbangan awal ialah dengan evaluasi klinis, EKG, foto
toraks, dan AGDA.

Suplementasi oksigen

Hipoksemia umum pada edema paru merupakan ancaman utama bagi susunan
saraf pusat, baik berupa turunnya kesadaran sampai koma maupun terjadinya syok.
Oleh karena itu suplementasi oksigen merupakan terapi intervensi yang penting untuk
meningkatkan pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengoptimalisasi
unit fungsional paru sebanyak mungkin, serta mengurangi overdistensi alveolar.

Pada kasus ringan oksigen bisa diberikan dengan kanul hidung atau masker
muka (face mask). Continuous positive airway pressure (CPAP) sangat membantu

14
pada pasien edema paru kardiogenik. Masip et al. mendapatkan bahwa penggunaan
CPAP menurunkan kebutuhan akan intubasi dan angka mortalitas.

Pada pasien dengan oedem pulmonum kardiogenik akut, induksi ventilasi


noninvasif dalam gangguan pernapasan dan gangguan metabolik meningkat lebih
cepat daripada terapi oksigen standar tetapi tidak berpengaruh terhadap mortalitas
jangka pendek.18 Ventilasi non-invasif dengan CPAP telah terbukti menurunkan
intubasi endotrakeal dan kematian pada pasien dengan oedem pulmonum akut
kardiogenik. Menurut penelitian Agarwal et al., noninvasive pressure support
ventilation (NIPSV) tampaknya aman dan berkhasiat sebagai CPAP, daripada jika
bekerja dengan titrasi pada tekanan tetap.

Penelitian Winck et al. mendukung penggunaan CPAP dan non-invasive


positive pressure ventilation (NPPV) pada edema paru akut kardiogenik. Kedua
teknik tersebut dipakai untuk menurunkan need for endotracheal intubation (NETI)
dan kematian dibandingkan standard medical therapy (SMT), serta tidak
menunjukkan peningkatan risiko infark miokard akut. CPAP dianggap sebagai
intervensi pertama dari NPPV yang tidak menunjukkan khasiat yang lebih baik
bahkan pada pasien dengan kondisi lebih parah, tetapi lebih murah dan lebih mudah
untuk diimplementasikan dalam praktek klinis. Intubasi dan penggunaan ventilasi
mekanik dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) diperlukan pada kasus yang
berat.

Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan preload

Nitrogliserin (NTG) dapat menurunkan preload secara efektif, cepat, dan


efeknya dapat diprediksi. Pemberian NTG secara intra vena diawali dengan dosis
rendah (20µg/menit) dan kemudian dinaikkan secara bertahap (dosis maksimal
200µg/menit). Loop diuretics (furosemide) dapat menurunkan preload melalui 2
mekanisme, yaitu: diuresis dan venodilatasi. Dosis furosemide dapat diberikan per

15
oral 20-40 mg/hari pada keadaan yang ringan hingga 5-40 mg/jam secara infus pada
keadaan yang berat. Morfin sulfat digunakan untuk menurunkan preload dengan dosis
3 mg secara intra vena dan dapat diberikan berulang.

Obat-obatan yang menurunkan afterload

Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACE inhibitors) menunurunkan


after load, serta memperbaiki volume sekuncup dan curah jantung. Pemberian secara
intra vena (enalapril 1,25 mg) ataupun sublingual (captopril 25 mg) akan
memperbaiki keluhan pasien. Pada suatu meta analisis didapati bahwa pemberian
ACE inhibitors akan menurunkan angka mortalitas.

Obat-obatan golongan inotropik

Obat-obatan golongan inotropik diberikan pada edema paru kardiogenik yang


mengalami hipotensi, yaitu dobutamin 2-20 µg/kg/menit atau dopamin 3-20
µg/kg/menit.

2.4 Edema Paru Non-Kardiogenik


A. Definisi
Edema paru nonkardiogenik adalah akumulasi cairan yang abnormal atau
berlebihan dalam ruang intestitial dan alveolar paru akibat peningkatan permeabilitas
mikro vascular. Edema paru terjadi apabila terjadi peringkatan laju filtrasi membran
alveolo kapiler yang melebihi kapasiatas aliran saluran limfa. Edema paru
nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru antara lain
pada pasca transplantasi paru dan reekspansi edema paru, termasuk cedera iskemia-
reperfusi-dimediasi.
Sebab lain edema paru karena adanya peningkatan alveoli kapiler, akibat
bahan yang bersifat toksik dari dalam paru maupun luar paru karena menghirup gas
beracun. Pada keadaan ini terjadi penimbunan protein dan cairan dalam intersitial
paru tanpa terjadi peningkatan mikovaskuler yang dikenal sebagai edema paru non
kardiogenik.

16
B. Etiologi
Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-
pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang
diakibatkan selain kelainan pada jantung. Walaupun edema paru dapat berbeda-beda
derajatnya, bagaimanapun dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap
merupakan temuan yang menakutkan. Terjadinya edema paru seperti di atas dapat
diakibatkan oleh berbagai sebab, diantaranya seperti:
1. Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
a. Sepsis
b. Uremia
c. Koagulasi intravascular diseminata (DIC)
d. Inhalasi zat kimia
e. Tenggelam (near drowning)
2. Overload volume
3. Penyebaran limfatik karena keganasan
4. Penyebab lainnya seperti:
a. Edema paru karena ketinggian (high-altitude)
b. Edema paru neurogenic
c. Edema paru reekspansi
d. Overdosis heroin atau zat-zat lainnya

C. Patofisiologi
Edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik
maka sebaliknya edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan
protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edem paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih
permeabel untuk dilewati oleh moleku besar seperti protein plasma.

17
Banyaknya cairan edem tergantung pada luasnya edem interstisial, ada atau
tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan acute lung injury di mana terjadi cedera
epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan
cairan alveolar. Akumulasi cairan edem ditentukan oleh keseimbangan antara
kecepatan filtrasi cairan ke dalam paru dan kecepaan cairan tersebu dikeluarkan dari
alveoli dan interstisial

D. Gambaran Klinis
Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit ini
berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita sering sekali
mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada
dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan sputum berbusa dan
berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang cepat dan lemah,
biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis.

Gambar 7: Gambaran Foto Thorax Edema Pulmonar Non Kardiogenik

18
Pemeriksaan Kardiogenik Non Kardiogenik
Anamnesis Kejadian kardiovaskular (+) Penyakit yang mendasari (+)
Pemeriksaan fisik
 Akral Dingin Hangat, nadi kuat
 S3 (+) (-)
galop/kardiomegali
 Tekanan vena jugular Meningkat Tak meningkat
 Ronki Basah Kering
Penunjang
 EKG Iskemia/infark Biasanya normal
 Foto toraks Distribusi perihiler Distribusi perifer
Dapat meningkat Biasanya normal
 Enzim kardiak
>18 mmHg < 18 mmHg
 PCWP
Normal/sedikit menurun ≤300
 Rasio PaO2/FiO2
 Hipoksemia (+) Berat
 Rasio protein edema
dan plasma < 0,5 >0,7

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan meliputi pengobatan non spesifik, pengobatan faktor


pencetus, serta penyakit dasar.

Posisi setengah duduk dapat membantu merrgurangi venous return.


Pemberian Oksigen dengan konsentrasi tinggi dianjurkan memakai masker dan sudah
dihumidifikasi, diupayakan pO2 minimal 60 mm Hg dengan saturasi 90%.

Untuk mengatasi hipoksia dan menurunkan kapiler pembuluh darah paru.


Pemberian Oksigen dengan konsentrasi lebih dari 50% dapat memberi risiko
kerusakan endotel kapiler serta mengakibatkan kehilangan surfactan. Untuk
menghindari hal ini penggunaan veltilasi mekanik dapat membartu mengurangi risiko
kolapsnya alveoli. Kadar Hemoglobin yang adekuat, serta Hematokrit perlu
dipertahankan 30 – 35%. Pemberian diuretik bertujuan untuk mengurangi pre-load
yang menjadi beban ventrikel.

Pada keadaan dimana terjadi hipotensi dengan pulmonary capillary wedge


pressure yang rcndah membutuhkan resusitasi cairan untuk meningkatkan tekanan

19
darah dan perfusi jaringan, bila tidak terdapat respon pemberian inotropik dapat
dipertimbangkan.

Faktor pencetus edema paru non kardiogenik harus didentifikasi dan


dilakukan penatalaksanaan dengan optimal. Penyebab edema paru dengan tekanan
mikovaskuler normal diantaranya karena menghirup gas beracun (Nitogen dioksida,
CO, Sulfur dioksida, dsb.), aspirasi cairan lambung, maupun edema paru karena
ketinggian. Edema paru seharusnya dirawat di ruang pelawatan intensif untuk
pemantauan dan evaluasi analisa gas darah, keseimbangan cairan, tekanan darah,
gambaran radiologi, Pengobatan khusus mengacu pada penyebab dasar dari kasus
edema paru terkait.

20
BAB III
KESIMPULAN

a. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.

Disebabkan oleh ketidakseimbangan Starling forces, perubahan permeabilitas

membrane alveolar-kapiler (ADRS), insufisiensi limfatik, dan penyebab yang tidak

dikteahui atau tidak jelas.

b. Edema paru dibedakan menjadi dua sebab yaitu kardiogenik dan non kardiogenik.

c. Edema paru kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler

paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular.

d. Edema paru non kardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru

antara lain pada pasca transplantasi paru dan reekspansi edema paru, termasuk cedera

iskemia-reperfusi-dimediasi.

e. Penegakan diagnosis untuk edema paru dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik,

radiography, pemeriksaan laboratorium, pulmonary arteri catheter (Swan Ganz),

ekokardiografi.

f. Untuk penatalaksaan pada pasien dengan edema paru disesuaikan dengan gejala yang

timbul.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Herring, William. 2016. Learning Radiology Recognizing The Basics 3rd

Edition. Albert Einstein Medical Center, Pennsylvania. Elsevier

2. Rampengan, Starry. 2014. Edema Paru Kardiogenik Akut Jurnal. Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Biomedik Vol. 6, No.

3, hlm. 149-156.

3. Mulyadi. 2010. Edema Paru Non Kardiak. Fakultas Kedokteran Universitas

Syiah Kuala. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala: Vol. 10, No. 1 April 2010.

4. Huldani. 2014. Edem Paru Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Mangkurat Banjarmasin.

5. Moeller, Torsten. Reif, Emil. 2000. Pocket Atlas of Radiographic Anatomy.

Georg Thieme Verlag, Stuttgart, Germany.

22

Anda mungkin juga menyukai