Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

MEKANISME KONTROL PERNAPASAN

Disusun oleh:
dr. Amalia
2007601040002

Pembimbing:

dr. Nurrahmah, M.Ked Paru, Sp.P (K), FISR

PESERTA PPDS-1 PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Shalawat
beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada sahabat dan keluarga
beliau.
Ucapan terima kasih tidak lupa saya ucapkan kepada pembimbing saya
yaitu dr.Nurrahmah, M.Ked Paru, Sp.P(K) ,FISR, dan para dokter di bagian/ SMF
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi yang telah memberikan arahan serta
bimbingan hingga terselesaikannya referat ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan referat ini. Keterbatasan dalam
penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap referat ini demi
perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, 5 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

ABSTRAK ..................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3


2.1 Anatomi Sistem Pernapasan........................................................ 3
2.2 Histologi Sistem Pernapasan....................................................... 4
2.3 Fisiologi Sistem Pernapasan........................................................ 5
2.4 Mekanisme Kontrol Pernapasan.................................................. 8
2.4.1 Kontrol sistem saraf......................................................... 8
2.4.2 Kontrol kimiawi............................................................... 13
2.4.3 Badan karotid dan badan aortik....................................... 15
2.4.4 Kemoreseptor batang otak............................................... 17

BAB III KESIMPULAN.......................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

iii
ABSTRAK

Pernapasan merupakan mekanisme yang bertujuan menyediakan oksigen untuk jaringan


dan mengeluarkan karbon dioksida sebagai produk sisa keluar dari tubuh. Pernapasan pada
manusia sangat kompleks dan melibatkan banyak sistem. Ventilasi berlangsung melibatkan
proses mekanik dimana rongga dada mengembang sehingga menciptakan gradien tekanan
intratoraks yang lebih rendah, terjadilah udara berpindah dari menuruni gradient tekanan
dari tinggi ke rendah. Kontrol pernapasan dilakukan oleh pusat pernapasan yang berada di
medulla oblongata dan pons dan kontrol secara kimiawi bergantung pada konsentrasi H+,
PO2 dan PCO2 dalam darah. Kontrol oleh kemoreseptor perifer dilakukan oleh badan
karotid dan badan aortik sedangkan kemoreseptor sentral dilakukan oleh sekelompok
neuron yang sensitif akan perubahan PCO2 dan pH pada cairan serebrospinal.

ABSTRACT

Breathing pathway which aims to provide oxygen to the tissues and exit carbon dioxide as
a byproduct out of the body. Respiration in humans is very complex and involves many
systems. Ventilation takes place involving a mechanical process whereby the chest cavity
expands to create a lower intrathoracic pressure gradient, resulting in air moving from
descending a pressure gradient from high to low. Respiratory control is carried out by the
respiratory center located in the medulla oblongata and pons and chemical control in the
concentrations of H +, PO2 and PCO2 in the blood. Control by peripheral
chemoreceptors is carried out by the carotid and aortic bodies while the central
chemoreceptors are carried out by a group of neurons that are sensitive to changes in
PCO2 and pH in cerebrospinal fluid.

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pernapasan merupakan mekanisme yang bertujuan menyediakan oksigen untuk


jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida sebagai produk sisa keluar dari tubuh. 1–3
Anatomi sistem pernapasan manusia terdiri dari saluran napas bagian atas dan bawah,
masing-masing memiliki peran dalam proses pernapasan.4 Secara histologis, saluran napas
juga terdapat silia pada epitel yang berfungsi dalam menghalau debu yang masuk saat
terhirup.5 Pernapasan pada manusia sangat kompleks dan melibatkan banyak sistem.
Proses bernapas pada manusia melibatkan otot-otot pernapasan yang terjadi secara
involunter, namun bernapas juga dapat dilakukan secara volunter.1–3
Ventilasi berlangsung melibatkan proses mekanik dimana rongga dada mengembang
sehingga menciptakan gradien tekanan intratoraks yang lebih rendah, terjadilah udara
berpindah dari menuruni gradient tekanan dari tinggi ke rendah. 2 Kontrol pernapasan
dilakukan oleh pusat pernapasan yang berada di medulla oblongata dan pons dan kontrol
secara kimiawi bergantung pada konsentrasi H+, PO2 dan PCO2 dalam darah. 1–3 Lebih
detail akan dijelaskan pada referat ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan terdiri dari saluran pernapasan dan paru-paru. Saluran pernapasan
itu sendiri terdiri dari saluran nafas atas dan saluran nafas bawah.4
a) Saluran nafas atas terdiri atas:
- Vestibulum nasi, merupakan area di dalam cavum nasi yang terletak tepat
dibelakang nares.
- Cavum nasi merupakan rongga hidung, terbagi menjadi kiri dan kanan oleh
septum nasi. Cavum nasi mempunyai organ bernama concha nasalis. Bagian
superior dari cavum nasi terdapat nervus olfaktorius sebagai indera penciuman.
- Faring, terdiri atas nasofaring, orofaring dan laringofaring.
- Laring adalah organ yang berperan sebagai sfingter pelindung pada pintu masuk
jalan nafas dan berperan dalam pembentukan suara melalui plica vocalis.
b) Saluran nafas bawah :
- Trakea adalah sebuah tabung cartilaginosa dan membranosa, merupakan terusan
laring setentang vertebrae cervicalis 6 dan berakhir pada carina yang akan
membelah menjadi bronkus prinsipalis.
- Bronkus prinsipalis merupakan percabangan trakea. Bronkus prinsipalis dekstra
meninggalkan trakea dengan sudut 25o dengan panjang 2,5cm dan sinistra 45o
dengan garis vertikal dengan panjang 5cm.
- Bronkus lobaris
- Bronkus segmentalis
- Bronkus terminalis
- Bronkiolus respiratorius
- Duktus alveolaris
- Saccus alveolaris
- Alveolus
c) Anatomi paru-paru
Paru-paru adalah organ pernapasan utama, memiliki struktur menyerupai spon elastis
memiliki luas permukaan bagian dalam yang sangat luas untuk pertukaran gas. Bronkus
segmentalis akan bercabang-cabang menjadi bronkus terminalis di dalam paru-paru, yang
dindingnya semakin menipis. Bronkus terminalis membelah menjadi bronkiolus yang

3
memiliki diameter kurang dari 1 mm dan tidak memiliki tulang rawan serta berakhir pada
alveolus. Alveolus memiliki bentuk seperti kantung kecil berdinding tipis yang terbuka
pada salah satu sisinya sehingga seperti busa atau mirip sarang lebah. Alveolus diselubungi
oleh banyak kapiler darah sehingga memungkinkan adanya difusi gas pernapasan di
dalamnya.4
Paru-paru berada disamping kiri dan kanan rongga mediastinum yang berada tepat
ditengah dada yang berisi jantung dan pembuluh darah besar. Paru-paru memiliki bentuk
kerucut dan diliputi oleh lapisan pleura. Paru kanan memiliki ukuran yang lebih besar
daripada paru kiri dan dibagi oleh fissura oblique dan fissura horizontalis menjadi tiga
lobus; lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Paru kiri dibagi oleh satu fissura
oblique menjadi dua lobus superior dan lobus inferior. Hal tersebut dimungkinkan akibat
jantung sebagian besar berada dibagian kiri sehingga mendesak paru kiri.4
Pleura merupakan lapisan tipis yang melindungi dan membantali paru-paru, jaringan
ini memproduksi cairan pleura yang bertindak layaknya sebuah pelumas, memungkinkan
paru-paru bergerak bebas tanpa hambatan dirongga dada saat bernafas. Pleura terbagi atas
2 macam, yaitu pleura parietalis dan visceralis.4

2.2 Histologi sistem pernapasan


Secara mikroskopis sistem pernapasan dibagi menjadi zona konduksi yang terdiri
atas saluran pernapasan ekstrapulmoner maupun intrapulmoner dan zona respiratori
merupakan tempat terjadinya difusi. Saluran pernapasan ekstrapulmoner meliputi trakea,
bronkus dan bronkiolus besar dilapisi oleh epitel bertingkat semu bersilia dengan
mengandung banyak sel goblet. Zona respiratorik terdiri atas bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, saccus alveolaris dan alveolus. Di alveolus tidak terdapat sel goblet dan
dilapisi epitel selapis gepeng.5
Bagian konduksi sistem pernapasan terdiri atas rongga hidung, faring, laring, trakea,
bronkus dan berakhir pada bronkiolus terminalis. Agar terjamin saluran nafas yang lebih
besar dan selalu terbuka, maka saluran ini ditunjang oleh tulang rawan hialin. Trakea
dilingkari oleh cincin tulang rawan hialin bentuk C. Serat elastis dan otot polos, yang
disebut otot trakealis menghubungkan ruang diantara ujung-ujung tulang rawan hialin.
Semakin dalam percabangan bronkus maka cincin tulang rawan hialin berganti menjadi
lempeng tulang rawan hialin. Bronkiolus pada zona konduksi dilapisi epitel bertingkat
semua bersilia dengan sel goblet, seperti pada trakea dan bronkus. Sejalan dengan
berkurangnya ukuran saluran epitel ini memendek menjadi epitel selapis bersilia.

4
Permukaan epitel pada saluran pernapasan disusun oleh dua sel utama, yaitu epitel bersilia
dan sel sekretorik. Sel sekretorik dibagi menjadi beberapa subtipe seperti clara, goblet dan
sel serous. Selain mensekresikan mukus, sel sekretorik juga mensekresikan berbagai
molekul antimikroba seperti defensin, lisozim dan IgA. Pada saluran nafas besar (diameter
lumen > 2 mm), kelenjar submukosa juga berperan dalam sekresi mukus.5
Lapisan gel mukus merupakan lapisan gel yang terdapat pada saluran nafas, terdiri
atas sebagian besar cairan yang memiliki karakteristik padat yang diproduksi sel
sekretorik. Lapisan gel mukus ini bertindak sebagai barier fisik terhadap kebanyakan
patogen. Bagian respiratorik adalah lanjutan dari bagian konduksi. Bronkiolus terminalis
bercabang menjadi bronkiolus respiratorius, yang ditandai dengan adanya kantung-kantung
udara dinamakan alveoli, tempat berlangsungnya respirasi. Respirasi hanya berlangsung di
dalam alveoli karena sawar antara udara dan darah kapiler sangat tipis. Alveoli
mengandung dua jenis sel, yaitu sel pneumosit tipe 1 yang melapisi seluruh permukaan
alveoli dan sel pneumosit tipe 2. Makrofag juga ditemukan di dalam paru yang berasal dari
sel darah dinamakan sel debu.5

2.3 Fisiologi sistem pernapasan


Rangkaian peristiwa dalam pernapasan dimulai dari ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi merupakan proses aliran udara masuk (inspirasi) dan keluar antara atmosfer
dengan alveoli pada paru (ekspirasi). Proses ventilasi dapat terjadi oleh karena
pengembangan paru yang dapat dicapai melalui dua cara, yaitu pergerakan ke atas atau ke
bawah diafragma dan pergerakan otot diantara tulang iga. Selama inspirasi terjadi
penurunan diafragma sehingga paru-paru mengembang dan udara masuk ke dalam paru-
paru. Ekspirasi terjadi akibat relaksasi diafragma menyebabkan rekoil paru dan dinding
dada menekan paru-paru sehingga udara keluar dari paru-paru. 1–3 Terdapat tiga tekanan
penting yang berperan dalam proses ventilasi, yaitu :
1. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer
pada benda di permukaan bumi. Tekanan ini berkisar 1 atm atau 760 mmHg.
2. Tekanan intra-alveolus adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus
berhubungan dengan atmosfer melalui saluran nafas maka udara akan mengalir
menuruni gradien tekanan sampai tercapai keadaan seimbang.
3. Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini lebih
rendah dari tekanan atmosfer yaitu sekitar 756 mmHg.
Proses pernapasan secara mekanis dapat dilihat pada Gambar 2.1

5
Gambar 1.1 Proses inspirasi dan ekspirasi3
Tekanan intra-alveolus selalu berubah menuju tekanan yang sama dengan tekanan
atmosfer yaitu pada 760 mmHg lebih besar dari pada tekanan intrapleura yang 756 mmHg,
sehingga tekanan yang menekan keluar dinding paru lebih besar daripada tekanan yang
mendorong ke dalam. Perbedaan tekanan antara intraalveolus dengan intrapleura ini
mendorong paru untuk meregang dan paru selalu dipaksa mengembang untuk mengisi
rongga thoraks. Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, sesuai
dengan Hukum Boyle yang menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan yang
ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas. Sewaktu inspirasi oleh
karena kontraksi otot diafragma dan otot interkostal eksterna, rongga dada mengembang
(volume meningkat) maka tekanan intra-alveolus akan menurun 1 mmHg menjadi 759
mmHg yang pada akhirnya udara akan masuk ke paru menuruni gradien tekanan. Ekspirasi
terjadi kebalikannya, tekanan intra-alveolus meningkat 761 mmHg sehingga udara
keluar.2,6 Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2

6
Gambar 2.2 Perbedaan tekanan pada inspirasi dan ekspirasi2
Ekspirasi merupakan suatu proses pasif karena terjadi akibat rekoil elastik paru ketika
otot inspirasi melemas, tanpa kontraksi otot maupun pengeluaran energi. Ekspirasi dapat
menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara tuntas dan cepat, misalnya selama
berolahraga. Ekspirasi menjadi aktif apabila otot-otot ekspirasi berkontraksi untuk
mengurangi volume rongga thoraks. Otot ekspirasi terpenting adalah otot dinding abdomen
dan otot ekspirasi lain adalah otot interkostal internal.1–3
Resistensi saluran nafas dapat menentukan kecepatan aliran udara. Resistensi saluran
nafas terutama ditentukan oleh jari-jari saluran nafas penghantar. Saluran nafas memiliki
jari-jari yang cukup besar sehingga resistensi pun rendah, hal ini menyebabkan cukup
hanya diciptakan gradien tekanan yang sangat kecil sebesar 1 mmHg untuk mencapai
kecepatan aliran udara masuk dan keluar yang memadai. Keadaan normal ukuran saluran
nafas dapat diubah-ubah oleh sistem saraf otonom untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Sebagai contoh saat stimulasi saraf parasimpatis akan menyebabkan bronkokonstriksi
untuk meningkatkan resistensi dan bronkodilatasi saat distimulasi oleh saraf simpatis.2
Difusi adalah proses antara oksigen dan karbon dioksida antara alveoli paru dengan
darah kapiler. Paru-paru berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Oksigen masuk melalui saluran nafas sampai alveoli. Disinilah terjadi proses pertukaran
gas. Proses utama yang menyebabkan oksigen bisa bertukar dengan karbon dioksida saat

7
bernafas adalah gradien tekanan parsial, yaitu perbedaan tekanan yang ditimbulkan secara
independen oleh suatu gas dalam campuran gas. Terdapat gradien tekanan parsial antara
udara alveolus dan darah kapiler paru. Sifat suatu gas akan selalu berdifusi menuruni
gradien tekanan parsialnya yang lebih rendah.2
Tekanan parsial oksigen (Po2) di alveolus rerata bernilai 100 mmHg. Ventilasi secara
terus menerus mengganti oksigen di alveolus dan mengeluarkan karbon dioksida sehingga
tekanan parsial antara darah kapiler dan alveolus dipertahankan. Darah yang akan bertukar
dengan alveolus baru kembali dari jaringan tubuh relatif kekurangan oksigen dengan Po 2
40 mmHg dan relatif banyak karbon dioksida dengan Pco2 46 mmHg. Karena Po2
dialveolus 100 mmHg lebih tinggi daripada tekanan parsial oksigen darah maka oksigen
akan berdifusi menuruni gradient tekanan parsialnya, sedangkan karbon dioksida darah
yang memiliki Pco2 46 mmHg akan berdifusi dengan karbon dioksida pada alveolus yang
memiliki Pco2 40 mmHg. Setelah terjadi pertukaran gas, darah arteri sistemik akan
memiliki Po2 100 mmHg dan Pco2 40 mmHg.1–3

2.4 Mekanisme Kontrol Pernapasan

2.4.1 Kontrol sistem saraf


Terdapat pusat kontrol pernapasan di batang otak yang terdiri dari Pusat
Pernapasan Medular dan Pusat Pernapasan Pons. Grup Respirasi Ventral (VRG) dan Grup
Respirasi Dorsal (DRG) terletak pada Pusat Pernapasan Medular. Pre- Botzinger complex
terletak diatas Kelompok Pernapasan Ventral (VRG) . Pusat Pneumotaxic dan Pusat
Apneustic terletak pada Pusat Pernapasan Pons.2 (Gambar 2.3)
Grup Respirasi Dorsal sebagian besar terdiri dari saraf inspirasi yang serabutnya
turun berakhir pada saraf motorik yang mensuplai otot inspirasi.Grup Neuron Respirasi
Dorsal memainkan peran fundamental dalam mengontrol pernapasan. Sebagian besar
neuron ini terletak di Nukleus Traktus solitaries (NTS), meskipun neuron tambahan di
substansi reticular medulla juga berperan penting dalam mengontrol pernapasan.NTS
adalah terminasi sensorik dari kedua saraf vagal dan saraf glossopharyngeal yang
mengirimkan sinyal sensorik ke pusat pernapasan dari berikut ini : (1) kemoreseptor
perifer,(2) baroreseptor, (3) reseptor di hati,pancreas, dan beberapa bagian saluran
pencernaan,(4) dan beberapa jenis reseptor di paru.2,3
Grup Respirasi Ventral terdiri dari saraf inspirasi dan saraf ekspirasi, keduanya
tetap tidak aktif selama pernapasan tenang dan normal. Wilayah ini disebut oleh DRG
(Grup Respirasi Dorsal) sebagai mekanisme “overdrive” selama periode ketika kebutuhan
8
ventilasi meningkat.Ketika dorongan pernapasan untuk meningkatkan ventilasi paru
menjadi lebih besar dari biasanya, sinyal pernapasan dihantarkan ke neuron pernapasan
ventral dari mekanisme osilasi dasar dari area pernapasan dorsal. Stimulasi listrik dari
beberapa saraf di grup Ventral menyebabkan inspirasi, sedangkan stimulasi lainnya
menyebabkan ekspirasi, Oleh karena itu, saraf ini berkontribusi pada inspirasi dan
ekspirasi. 2,3
Pusat Pneumotaxic mengirimkan impuls ke DRG yang membantu “mematikan”
neuron inspirasi ,membatasi durasi inspirasi,sebaliknya Pusat Apneustik mencegah
pengalihan neuron inspirasi,sehingga memberikan dorongan ekstra untuk penggerak
inspirasi.Pada system check dan balance ini, pusat pneumotaxic mendominasi pusat
apneustic, membantu menghentikan inspirasi dan membiarkan ekspirasi terjadi secara
normal.Tanpa penghentian kerja pneumotaxic, pola pernapasan terdiri dari napas inspirasi
yang berkepanjangan yang tiba-tiba terganggu oleh ekspirasi singkat. Pola pernapasan ini
dikenal dengan Apneusis. Apneusis terjadi pada beberapa jenis kerusakan otak yang
parah.2
Terdapat dua mekanisme kontrol pernapasan oleh sistem saraf, pertama bertanggung
jawab atas kontrol pernapasan volunter dan kedua yaitu kontrol pernapasan otomatis.
Kontrol pernapasan volunter terletak pada korteks serebri yang mengirim impuls pada
neuron motorik pernapasan melalui traktus kortikospinal. Sedangkan kontrol pernapasan
otomatis melalui sekelompok pacemaker yang ada di medulla oblongata yang mengirim
impuls sehingga mengaktivasi neuron motorik pada medulla spinalis bagian servikal dan
torakal yang mempersarafi otot-otot pernapasan. Pada bagian servikal mengaktivasi
diafragma melalui nervus phrenikus dan pada bagian torakal mengaktivasi muskulus
interkostalis eksterna, meskipun persarafan ini juga mencapai muskulus interkostalis
interna dan otot ekspirasi lainnya.1,7

9
Gambar 2.3 pusat pengontrol pernapasan2
a. Medulla Oblongata
Medulla adalah pusat pengontrol pernapasan otomatis. Pola pernapasan ritmik
diinisiasi oleh sel pacemaker pada kompleks pre-Bötzinger (pre-BÖTC) pada kedua sisi
medulla diantara nukleus ambiguous dan nukleus retikular lateral, seperti pada gambar 2.4.
Neuron-neuron ini melepaskan impuls secara ritmis, dan mereka menghasilkan pelepasan
ritmik dalam neuron motorik frenikus yang dihapuskan oleh bagian-bagian antara
kompleks pre-BÖTC dan neuron motorik ini. Kompleks ini juga berhubungan dengan inti
nervus kranialis hipoglosus, dan lidah terlibat dalam pengaturan resistensi jalan napas.1,2,7,8

10
Gambar 2.4 (atas) sel pacemaker pada kompleks pre-BÖTC (bawah) impuls ritmik yang
dicetuskan1
Neuron di kompleks pre-BÖTC keluar secara berirama, penelitian dalam sediaan
irisan otak in vitro, dan jika sediaan irisan tersebut dijadikan hipoksia, pelepasan impuls
menjadikan napas terengah-engah. Penambahan senyawa cadmium ke irisan menyebabkan
pola pelepasan impuls sesekali seperti desahan. Terdapat reseptor NK1 dan reseptor μ-
opioid pada neuron ini dan pada penelitian secara in vivo, neurotransmitter substansi P
menstimulasi dan opioid menghambat respirasi. Depresi pernafasan merupakan efek
samping yang membatasi penggunaan opioid di dalam pengobatan nyeri. Namun, sekarang
diketahui bahwa reseptor 5HT4 hadir dalam kompleks pre-BÖTC dan pengobatan dengan
agonis 5HT4 memblokir efek penghambatan opioid pada respirasi pada hewan percobaan,
tanpa menghambat efek analgesiknya.1,9
Selain itu, kelompok dorsal dan ventral dari neuron pernapasan pada medulla,
dijelaskan pada Gambar 2.5. Namun, lesi pada neuron ini tidak menghilangkan aktivitas
pernapasan, dan tampaknya memproyeksikan ke neuron pacemaker pre-BÖTC. 1 Kelompok
dorsal terdiri dari sebagian besar neuron inspirasi yang mempersarafi otot pernapasan,
neuron pada kelompok ini terletak pada nukleus traktus solitarius. Pada kelompok ventral
terdiri atas neuron inspirasi dan ekspirasi, kelompok ini baru akan aktif apabila terdapat
kebutuhan ventilasi yang meningkat, juga pada ekspirasi aktif.2,3,10,11

11
Gambar 2.5 neuron pernapasan pada batang otak1

b. Pons dan Vagal


Meskipun pelepasan impuls ritmik dari neuron meduler yang terkait dengan respirasi
bersifat spontan, hal itu dimodifikasi oleh neuron di pons dan saraf aferen nervus vagus
dari reseptor di saluran napas dan paru-paru. Area yang dikenal sebagai pusat
pneumotaksis di inti parabrachial medial dan nukleus Kölliker-Fuse dari pons dorsolateral
berisi neuron aktif selama inspirasi dan neuron aktif selama ekspirasi. Ketika area ini
rusak, respirasi menjadi lebih lambat dan volume tidal lebih besar, dan ketika vagi juga
dipotong pada hewan yang dibius, terjadi spasme inspirasi berkepanjangan yang
menyerupai menahan napas (apneusis; bagian B pada gambar 2.5). Fungsi normal dari
pusat pneumotaksis diperkirakan menjadi “saklar yang mematikan” stimulus napas
spontan, sehingga mengontrol durasi ventilasi dan menentukan jumlah pernapasan.1–3,10,11
Peregangan paru-paru selama inspirasi memulai impuls di serabut aferen vagal paru.
Impuls ini menghambat pelepasan inspirasi, juga disebut sebagai refleks Hering-Breuer.
Inilah sebabnya mengapa kedalaman inspirasi meningkat setelah vagotomi dan apneusis
berkembang jika nervus vagus dipotong setelah kerusakan pada pusat pneumotaksis.
Aktivitas umpan balik vagal tidak mengubah laju peningkatan aktivitas saraf di neuron
motorik pernapasan. Ketika aktivitas neuron inspirasi meningkat pada hewan, kecepatan
dan kedalaman pernapasan meningkat. Kedalaman respirasi meningkat karena paru-paru
diregangkan ke tingkat yang lebih tinggi sebelum jumlah aktivitas penghambatan pusat
vagal dan pneumotaksik cukup untuk mengatasi pelepasan neuron inspirasi yang lebih

12
intens. Laju pernafasan meningkat karena pelepasan impuls di vagal dan kemungkinan
aferen pneumotaksik ke medula dengan cepat diatasi.1–3

2.4.2 Kontrol kimiawi


Tujuan akhir dari respirasi adalah untuk mempertahankan konsentrasi O2, CO2, dan
H+ yang tepat di dalam jaringan. Peningkatan konsentrasi PCO2 atau H+ darah arteri atau
penurunan PO2-nya meningkatkan aktivitas neuron pernapasan di medula, dan perubahan
ke arah yang berlawanan memiliki sedikit efek penghambatan. Efek variasi kimiawi darah
pada ventilasi dimediasi melalui kemoreseptor pernapasan yaitu badan karotis dan aorta
(perifer) serta kumpulan sel di medula bagian ventral (pusat) dan tempat lain yang sensitif
terhadap perubahan kimiawi darah. Mereka memulai impuls yang merangsang pusat
pernapasan. Ditumpangkan di atas ini kontrol kimiawi dasar respirasi, serabut aferen lain
memberikan kontrol non-kimiawi yang mempengaruhi pernapasan dalam situasi tertentu.1–
3,12

Kelebihan CO2 atau kelebihan H+ dalam darah terutama bekerja langsung pada
pusat pernapasan, menyebabkan peningkatan kekuatan sinyal motorik inspirasi dan
ekspirasi ke otot-otot pernapasan. Sebaliknya oksigen, tidak memiliki efek langsung yang
besar pada pusat pernapasan otak dalam mengendalikan pernapasan. Oksigen bekerja
hampir seluruhnya pada kemoreseptor perifer yang terletak di carotid dan badan aorta.3
Mengingat peran kunci PCO2 arteri dalam mengatur pernapasan, tidak ada reseptor
penting yang memantau kadar PCO2 arteri. Badan karotis dan aorta hanya sedikit responsif
terhadap perubahan PCO2 arteri, sehingga mereka hanya memainkan peran kecil dalam
merangsang ventilasi secara refleks sebagai respons terhadap peningkatan PCO2 arteri.
Lebih penting dalam menghubungkan perubahan PCO2 arteri ke penyesuaian kompensasi
dalam ventilasi adalah kemoreseptor sentral, yang terletak di medula dekat pusat
pernapasan. Kemoreseptor sentral ini tidak memantau CO2 itu sendiri; Namun, mereka
sensitif terhadap perubahan konsentrasi H+ yang diinduksi CO2 dalam cairan ekstraseluler
otak (ECF).2
Mekanisme kontrol kimiawi mengatur ventilasi sedemikian rupa sehingga PCO2
alveolar biasanya dipertahankan konstan, efek kelebihan H+ dalam darah dilawan dan PO2
dinaikkan, ketika turun ke tingkat yang berpotensi berbahaya. Volume menit pernapasan
sebanding dengan laju metabolisme, tetapi hubungan antara metabolisme dan ventilasi
adalah CO2, bukan O2 . Reseptor di badan karotis dan aorta dirangsang oleh peningkatan
konsentrasi PCO2 atau H+ dari darah arteri atau penurunan PO2-nya. Setelah denervasi
13
kemoreseptor karotis, respon terhadap penurunan PO2 dihilangkan; efek utama hipoksia
setelah denervasi badan karotis adalah depresi langsung dari pusat pernapasan. Respon
terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada kisaran pH 7,3-7,5 juga dihilangkan,
meskipun perubahan yang lebih besar memberikan beberapa efek. Respon terhadap
perubahan PCO2 arteri, di sisi lain, hanya terpengaruh sedikit; berkurang tidak lebih dari
30-35%.1–3

Gambar 2.5 stimulus yang mempengaruhi pusat pernapasan1


Dalam asidosis metabolik, misalnya, akumulasi badan asam keton dalam sirkulasi
pada diabetes mellitus, terdapat pernapasan Kussmaul. Hiperventilasi menurunkan Pco2
alveolar (“mengeluarkan CO2”) dan dengan demikian menghasilkan penurunan
konsentrasi H+ darah sebagai kompensasi. Sebaliknya, pada alkalosis metabolik, misalnya,
muntah berkepanjangan dengan hilangnya HCl dari tubuh, ventilasi tertekan dan Pco2
arteri meningkat, meningkatkan konsentrasi H+ ke arah normal. Jika ada peningkatan
ventilasi yang bukan sekunder akibat peningkatan konsentrasi H+ arteri, penurunan Pco2
menurunkan konsentrasi H+ di bawah normal (alkalosis respiratorik); sebaliknya,
hipoventilasi yang bukan sekunder akibat penurunan konsentrasi plasma H+
menyebabkan asidosis respiratorik.1

14
Gambar 2.6 gambaran umum interaksi pusat pernapasan dengan paru-paru10

2.4.3 Badan carotid dan badan aortik


Terdapat badan karotid didekat percabangan karotis dan biasanya ada dua atau lebih
badan aortik di dekat lengkung aorta. Setiap badan karotid dan aortik (glomus)
mengandung pulau dengan dua tipe sel, tipe I dan tipe II, dikelilingi oleh kapiler sinusoidal
terfenestrasi. Sel tipe I atau glomus berhubungan erat dengan ujung saraf aferen. Sel
glomus menyerupai sel chromaffin adrenal dan memiliki butiran inti padat yang
mengandung katekolamin yang dilepaskan saat terpapar kondisi hipoksia dan senyawa
sianida. Sel-sel tereksitasi oleh hipoksia, dan neurotransmitter utama adalah dopamin, yang
mengeksitasi ujung saraf melalui reseptor D2. Sel tipe II mirip glia, dan masing-masing
mengelilingi empat hingga enam sel tipe I. Fungsi sel tipe II tidak sepenuhnya diketahui.1,3

15
A B
Gambar 2.7 (A) lokasi badan karotid dan aortik (B) struktur badan karotid1
Di luar kapsul badan karotid dan badan aortik, serabut saraf memperoleh selubung
mielin; namun, mereka hanya berdiameter 2–5 μm dan berjalan pada kecepatan yang relatif
rendah yaitu 7–12 m/s. Aferen dari badan karotis naik ke medula melalui sinus karotis dan
nervus glossopharyngeal, dan serabut dari badan aorta naik ke vagi. Penelitian dimana satu
badan karotis telah diisolasi dan perfusi sementara rekaman diambil dari serabut saraf
aferennya menunjukkan bahwa ada peningkatan bertahap dalam lalu lintas impuls di serat
aferen ini karena PO2 dari darah perfusi diturunkan atau PCO2 dinaikkan.1
Kemoreseptor perifer yaitu badan aortik dan karotid sangat responsif terhadap
fluktuasi konsentrasi H+ arteri, berbeda dengan sensitivitasnya yang lemah terhadap
deviasi PCO2 arteri dan tidak responsifnya PO2 arteri hingga turun 40% di bawah normal.
Badan karotid juga responsif pada berbagai stimulis seperti K+, noradrenaline, temperatur
dan osmolaritas juga glukosa dan insulin. Setiap perubahan PCO2 arteri membawa
perubahan yang sesuai pada konsentrasi H+ darah serta ECF otak. Perubahan H+ yang
diinduksi CO2 dalam darah arteri ini dideteksi oleh kemoreseptor perifer; hasilnya adalah
ventilasi yang distimulasi secara refleks sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi
H+ arteri dan penurunan ventilasi terkait dengan penurunan konsentrasi H+ arteri. Namun,
perubahan ventilasi yang dimediasi oleh kemoreseptor perifer ini jauh lebih penting

16
daripada mekanisme kemoreseptor sentral yang kuat dalam mengatur ventilasi sebagai
respons terhadap perubahan konsentrasi H+ yang dihasilkan CO2.2,3,7,13
Sel glomus tipe I memiliki saluran K+ yang sensitif O2, yang konduktansinya
berkurang sebanding dengan tingkat hipoksia. Hal ini mengurangi pengeluaran K+,
mendepolarisasi sel dan menyebabkan masuknya Ca2+, terutama melalui saluran Ca2+ tipe-
L. Masuknya Ca2+ memicu potensial aksi dan pelepasan transmitter, dengan akibat eksitasi
dari ujung saraf aferen. Otot polos arteri pulmonalis mengandung saluran K+ sensitif-O2
yang serupa, yang memediasi vasokonstriksi yang disebabkan oleh hipoksia. Hal ini
berbeda dengan arteri sistemik, yang mengandung saluran K+ yang bergantung pada
adenosin trifosfat (ATP) yang memungkinkan lebih banyak pengeluaran K+ dengan
hipoksia dan akibatnya menyebabkan vasodilatasi daripada vasokonstriksi.1,7,13
Aliran darah di setiap badan karotis adalah sekitar 2000 mL/100 gr jaringan/menit
dibandingkan dengan aliran darah 54 mL atau 420 mL per 100 gr/menit di otak dan ginjal.
Karena aliran darah per unit jaringan sangat besar, kebutuhan O2 sel dapat dipenuhi
sebagian besar dengan O2 terlarut. Oleh karena itu, reseptor tidak terstimulasi dalam
kondisi seperti anemia atau keracunan karbon monoksida, dimana jumlah O2 terlarut
dalam darah yang mencapai reseptor umumnya normal, meskipun gabungan O2 dalam
darah sangat menurun. Reseptor dirangsang ketika PO2 arteri rendah atau ketika, karena
stasis vaskular, jumlah O2 yang dikirim ke reseptor per satuan waktu berkurang. Stimulasi
yang kuat juga diproduksi oleh sianida, yang mencegah penggunaan O2 di tingkat jaringan.
Dalam dosis yang cukup, nikotin dan lobeline mengaktifkan kemoreseptor. Juga telah
dilaporkan bahwa pemberian K+ meningkatkan laju pelepasan pada aferen kemoreseptor,
dan karena kadar K+ plasma meningkat selama olahraga, peningkatan tersebut dapat
berkontribusi pada hiperpnea yang diinduksi oleh olahraga.1
Karena lokasi anatominya, badan aortik belum dipelajari sedetail badan karotis.
Respon mereka mungkin serupa tetapi besarnya lebih kecil. Pada manusia yang kedua
badan karotidnya telah dihilangkan tetapi badan aorta dibiarkan utuh, responsnya pada
dasarnya sama dengan respons setelah denervasi badan karotis dan aorta pada hewan:
sedikit perubahan ventilasi saat istirahat, tetapi respons ventilasi terhadap hipoksia hilang
dan respon ventilasi terhadap CO2 berkurang 30%.1

2.4.5 Kemoreseptor di batang otak


Kemoreseptor yang memediasi hiperventilasi yang dihasilkan oleh peningkatan
PCO2 arteri setelah badan karotis dan aorta denervasi terletak di medula oblongata dan
17
akibatnya disebut kemoreseptor meduler. Mereka terpisah dari neuron pernapasan dorsal
dan ventral dan terletak di permukaan ventral medula. Bukti terbaru menunjukkan bahwa
kemoreseptor tambahan terletak di sekitar inti saluran soliter, lokus ceruleus, dan
hipotalamus. Kemoreseptor memantau konsentrasi H+ dari cairan serebrospinal (CSF),
termasuk cairan interstisial otak. CO2 dengan mudah menembus membran, termasuk sawar
darah-otak, sedangkan H+ dan HCO3- menembus dengan lambat. CO2 yang masuk ke
otak dan cairan serebrospinal segera terhidrasi. H2CO3 terdisosiasi, sehingga konsentrasi
H+ lokal meningkat. Konsentrasi H+ dalam cairan interstisial otak sejajar dengan PCO2
arteri. Perubahan yang dihasilkan secara eksperimental dalam PCO2 dari CSF memiliki
efek variabel kecil pada respirasi selama konsentrasi H+ dipertahankan konstan, tetapi
setiap peningkatan konsentrasi H+ cairan spinal merangsang respirasi. Besarnya stimulasi
sebanding dengan peningkatan konsentrasi H+. Dengan demikian, efek CO2 pada respirasi
terutama disebabkan oleh pergerakannya ke dalam cairan serebrospinal dan cairan
interstisial otak, di mana ia meningkatkan konsentrasi H+ dan menstimulasi reseptor yang
peka terhadap H+.1
Penelitian lain menjelaskan bagaimana kemoreseptor pada batang otak mendeteksi
CO2 untuk meregulasi respirasi. Pada saat istirahat, kemorefleks pernapasan diinisiasi pada
saat di perifer dan di pusat memediasi stabilisasi cepat dari PCO2 dan pH darah. Neuron
spesifik pada batang otak (seperti nukleus retrotrapizoid atau RTN) diaktivasi oleh PCO2
dan menstimulasi pernapasan. Neuron RTN mendeteksi CO2 melalui reseptor proton
intrinsik, input sinaps dari perifer dan sinyal melalui astrosit. 13 Namun data terbaru
menyatakan bahwa adenosine-triphospate (ATP) dilepaskan dalam merespon perubahan
PCO2 dibandingkan pH darah, hal ini dimediasi melalui gap junction hemichannel
connexin.14

18
BAB III
KESIMPULAN

Pusat pernapasan pada batang otak melakukan kontrol pada pernapasan yang terdiri
atas kompleks pons dan kompleks medulla oblongata. Pusat pernapasan medulla oblongata
bertanggung jawab atas pernapasan ritmik otomatis/involunter yang terdiri atas kompleks
pre-Bötzinger, kompleks dorsal dan kompleks ventral. Pada pons, pusat pernapasan terdiri
atas pusat apneustik dan pneumotasik yang melakukan kontrol pada ventilasi. Pusat
pernapasan pada batang otak tidak berdiri sendiri, karena dapat dipengaruhi oleh kontrol
pernapasan kimiawi yang melibatkan kadar H+, PCO2 dan PO2 dalam darah. Dapat juga
dipengaruhi oleh vagal dan berbagai hormon seperti adrenalin.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Barrett, K. E., Barman, S. M., Boitano, S. & Brooks, H. L. Regulation of


Respiration. in Ganong’s Review of Medical Physiology 655 (McGraw and Hill,
2016).
2. Sherwood, L. The Respiratory System. in Human Physiology: From Cells to
Systems 445 (Cengage Learning, 2016).
3. Hall, J. E. & Hall, M. E. Regulation of Respiration. in Guyton and Hall Textbook of
Medical Physiology 531 (Elsevier, 2021).
4. Wineski, L. E. Snell’s Clinical Anatomy by Regions. (Wolters Kluwer, 2018).
5. Eroschenko, V. P. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations.
(Wolters Kluwer, 2016).
6. Mortola, J. P. How to breathe? Respiratory mechanics and breathing pattern. Respir.
Physiol. Neurobiol. 261, 48–54 (2019).
7. Dempsey, J. A. & Smith, C. A. Pathophysiology of human ventilatory control. Eur
Respir J 44, 495–512 (2014).
8. Moreira, T. S. & Mulkey, D. K. New advances in the neural control of breathing. J
Physiol 5, 1065–1066 (2015).
9. Webster, L. R. & Karan, S. The Physiology and Maintenance of Respiration : A
Narrative Review. Pain Ther. 9, 467–486 (2020).
10. Molkov, Y. I. et al. A Closed-Loop Model of the Respiratory System : Focus on
Hypercapnia and Active Expiration. 9, (2014).
11. Medicine. 21 . 10A : Neural Mechanisms ( Respiratory Center ). in The Respiratory
Centers 1–2 (2021).
12. Pittman, R. Chemical Regulation of Respiration. in Regulation of Tissue
Oxygenation (Morgan & Claypool Life Science, 2011).
13. Guyenet, P. & Bayliss, D. Neural Control of Breathing and CO2 Homeostasis.
Neuron 87, 946–961 (2015).
14. Moreira, T. S. et al. Central Chemoreceptors and Neural Mechanism of
Cardiorespiratory Control. Braz J Med Biol Res 44, 883–889 (2011).

20

Anda mungkin juga menyukai