Anda di halaman 1dari 92

FARMAKOLOGI OBAT-OBAT SISTEM

RESPIRASI DAN AUTAKOID

MARIA ULFAH, S.Si., APT


TOPIK

Obat-obat batuk

Obat-obat asma

Histamin dan antihistamin

Serotonin dan antiserotonin


SALURAN NAPAS

 Saluran nafas berfungsi untuk mengambil oksigen


yang penting bagi kehidupan dan mengeluarkan
karbon dioksida
OBAT-OBAT BATUK

MARIA ULFAH, S.Si., APT


Definisi

 Proses eksipirasi yang eksplosif yang


memberikan mekanisme proteksi normal untuk
membersihkan saluran pernafasan dari adanya
sekresi atau benda asing yang mengganggu
 Bukan penyakit, tetapi merupakan gejala atau
tanda adanya gangguan pada saluran
pernafasan
 Di sisi lain, batuk juga merupakan salah satu
jalan menyebarkan infeksi
Fase Batuk
Etiologi
 Iritan yang terhirup (asap, asap rokok, debu, dll) atau
teraspirasi (postnasal drip, benda asing, isi lambung)
 Semua gangguan yang menyebabkan inflamasi,
konstriksi, infiltrasi, dan kompresi jalan nafas
 Asma
 TBC
 Kanker paru-paru
 Interstitial lung disease, pneumonia, and lung abscess
 Congestive heart failure
 Ace-Inhibitor drugs (captopril)
Patogenesis
 Melibatkan suatu kompleks rangkaian refleks yang bermula
dari stimulasi terhadap reseptor iritan
 Sebagian besar reseptor diduga berlokasi di sistem
pernafasan, sedangkan pusat batuk diduga berada di medula
 Batuk yang efektif tergantung pada kemampuan untuk
mencapai aliran udara yang tinggi dan tekanan intrathoraks,
sehingga meningkatkan proses pembersihan mukus pada
saluran nafas
 Komplikasi batuk : symptoms of insomnia, hoarseness,
musculoskeletal pain, exhaustion, sweating, and urinary
incontinence
Klasifikasi Berdasarkan Durasi

1. Akut,yaitu batuk yang terjadi kurang dari 3


minggu
2. Sub akut,batuk yang terjadi selama 3-8
minggu
3. Kronis, batuk yang berlangsung lebih dari 8
minggu
1. Akut

Penyebab tersering adalah:


 ISPA (especially the common cold, acute
bacterial sinusitis, dan pertussis), Namun bisa
juga karena pneumonia, pulmonary embolus,
atau congestive heart failure
2. Sub Akut

 Jika batuk terjadi setelah kejadian ISPA yang


tidak terkomplikasi pneumonia (chest X-ray
normal) post infectius cough
 Jika pasien melaporkan adanya post-nasal
drip, diatasi dengan obat common cold,
tetapi batuk masih bertahan (dugaan sinusitis
bakterial)
3. Kronis
 Pada perokok: mungkin disebabkan oleh COPD atau bronchogenic
carcinoma
 Pada non-perokok yang hasil foto thoraxnya normal dan tidak sedang
menggunakan ACEi nhibitor, penyebab yang mungkin : postnasal drip,
asthma, dan gastroesophageal reflux.
 Evaluasi perlu dilakukan dengan melihat riwayat penyakit/obat--
menentukan penyebab yang paling terkait
 Selain itu, secara empirik dapat dilakukan:
1. Hindari “racun” paru-paru : smoking, occupational exposure
2. Hentikan obat-obat yang mungkin menyebabkan batuk : ACE inhibitor, beta
blocker
3. Identifikasi adanya bronkitis kronis : chest X-ray, Lung function test, TBC
4. identifikasi ada/tidaknya penurunan BB atau gejala penyakit serius lain :
demam, menggigil (TBC paru),hemoptysis (darah di sputum), BB turun(kanker
paru),dyspnea,atau pedal edema (CHF)
Klasifikasi Berdasarkan Tanda Klinis

1. Batuk kering
Seringkali sangat menganggu, tidak
dimaksudkan untuk membersihkan saluran
nafas, pada kondisi tertentu berbahaya
(pasca operasi)
2. Batuk berdahak
mekanisme pengeluaran sekret atau benda
asing di saluran nafas
Terapi
 Tujuan terapi :
1. Menghilangkan gejala batuk
2. Menghilangkan penyakit/kondisi penyebab batuk

 Strategi terapi :
1. Menggunakan obat-obat antitusif atau ekspektoran
2. Menggunakan obat-obat sesuai dengan
penyebabnya
3. Menghentikan penggunaan obat-obat penyebab
batuk
Antitusif
 Untuk menekan batuk kering
 Kurang memberi manfaat klinis, kecuali untuk batuk yang
sangat mengganggu
 Mekanisme kerja: aksi sentral pada pusat batuk di medulla.
 Dapat menyebabkan retensi sputum bahaya pada bronkitis
kronis dan bronkiektasis
 contoh obat :
1. kodein
2. noskapin
3. dekstrometorfan
4. Efek samping: pusing, gangguan saluran cerna.
Ekspektoran
 Dimaksudkan untuk memudahkan ekspektorasi (batuk)
 Digunakan sebagai ekspektoran pada batuk berdahak,
 Mekanisme kerjanya dg cara meningkatkan volume dan
menurunkan viskositas dahak di trakea dan bronki,
kemudian merangsang pengeluaran dahak menuju
faring.
 Efek samping: mual, muntah, batu ginjal.
 Contoh :
1. Gliseril guaiakolat / guafenesin
2. Succus Liquiriteae
3. Ammonium chloride
Mukolitik

 Mempercepat ekspektorasi dan mengurangi


viskositas sputum
 Contoh obatnya:
1. Asetilsistein
2. Karbosistein
3. Ambroksol
4. Bromheksin
Mukolitik (Ambroxol)

 Digunakan sebagai mukolitik pada batuk


berdahak.
 Merupakan metabolit dari bromheksin
 Efek samping: efek samping ringan pada
saluran pencernaan, reaksi alergi.
 Selain utk obat batuk, ambroxol juga
memiliki sifat pereda nyeri pada sakit
tenggorokan/faringitis, shg dikembangkan
tablet hisap ambroxol.
Mukolitik (Erdosteine)

 Sifat mukolitik lebih baik daripada


bromheksin
 Efek samping ringan, biasanya hanya di
saluran cerna.
Mukolitik (Asetilsistein)

 Digunakan sebagai mukolitik, dan mencegah


keracunan parasetamol
 Efek samping: bronkospasme, gangguan
saluran cerna
 Asetilsistein memecah ikatan disulfida pada
dahak
Mukolitik (Bromheksin)

Ialah derivat sikloheksil yang berkhasia mukolitik pada


dosis yang cukup tinggi. Obat ini digunakan di bronkus secara
lokal untuk mempermudahpengeluaran dahak dengan
mengurai viskopsitas dengan jalan depolimerisasi serat
mukopolisakaridanya. Bila digunakan inhalasi efeknya setelah
20 menit. Sedangkan oral efeknya setelah beberapa hari
dengan berkurangnya rangsangan batuk. Dalam hati zat ini
dirombak menjadi metabolit aktif ambroksol dan juga
digunakan sebagai mukolitik.

Efek samping : gangguan saluran cerna,pusing,berkeringat.


Pada inhalasi dapat terjadi bronchokontriksi ringan.
OBAT-OBAT ASMA

MARIA ULFAH, S.Si., APT


DEFINISI

 Gangguan inflammatori kronik dari saluran


pernafasan dimana terdapat banyak sel dan
elemen selular yang memainkan peranan
terutama: sel mast, eosinofil, makrofag,
neutropil, dan sel epitelial
National Asthma Education and Prevention Programme (NAEPP)
KARAKTERISTIK ASMA

1.Peningkatan respon saluran pernafasan terhadap


berbagai stimulus
2.Kerusakan saluran nafas yg bersifat reversible
3.Inflamasi saluran pernafasan

 Penyakit yg dapat diturunkan, erat kaitannya


dengan Interaksi gen-lingkungan
KARAKTERISTIK ASMA
PREVALENSI
 Dalam 30 tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi asma
di negara maju maupun negara berkembang
 Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun
dengan menggunakan kuesioner ISAAC menunjukkan
prevalensi asma tahun 1993 masih 2,1% dan meningkat
menjadi 5,2% tahun 2003
 Prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak usia 5-17 tahun
yaitu 9,6 %
 Asma menyebabkan 1,6 % kunjungan ambulatori (kunjungan
ke praktek dokter 13, 7 juta dan 1 juta kunjungan rumah
sakit) dan menghasilkan lebih dari 497.000 rawat inap dan
1,8 juta kunjungan ke UGD
EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
 Faktor usia
Dapat diderita pada semua usia terutama anak-anak
 Faktor jenis kelamin
Usia Prevalensi
Anak-anak Laki-laki:Perempuan (2:1)
Dewasa Sama
Lansia Wanita lebih besar
 Faktor lingkungan
Tingkat prevalensi di kawasan industri lebih tinggi  kualitas udara
yang buruk
TANDA & GEJALA ASMA
 Episode dyspnea (kesulitan bernafas)
 Dada terasa sesak
 Batuk, terutama malam hari
 Wheezing (nafas berbunyi)
 Nafas pendek
 Cemas
 Gelisah
 Hipoksemia
PATOFISIOLOGI

 Differensiasi sel T TH2

Menstimulasi differensiasi sel B menjadi


sel plasma penghasil IgE
KLASIFIKASI ASMA

Perlu diketahui sebagai pendekatan untuk


pengobatan asma

Klasifikasi penyebab
organ yang diserang
waktu gejala
keparahan
KLASIFIKASI ASMA
 Berdasarkan penyebab:
a. Asma alergi  sejarah penyakit alergi diri sendiri atau
keluarga, memberi reaksi kulit positif pada pemberian
antigen secara intradermal, peningkatan IgE dalam serum,
serta memberikan reaksi positif pada uji inhalasi antigen
spesifik.
b. Asma non-alergi (idiosinkrasi)  seseorang tanpa sejarah
alergi, uji kulit negatif, dan kadar IgE dalam serumnya
normal.
c. Campuran asma alergi dan non-alergi  tidak dapat
secara jelas dikelompokkan tetapi memiliki penyebab
diantara kedua kelompok tersebut.
KLASIFIKASI ASMA
 Berdasarkan organ yg diserang:
a. Asma bronkial
serangan gangguan pernafasan dan terjadi kesulitan
ekspirasi karena penyempitan spesifik bronkus dan
pembengkakan mukosa yang disertai pengeluaran lendir
kental dari kelenjar bronkus
b. Asma kardiak
serangan gangguan pernafasan pada pasien penyakit
jantung akibat tidak berfungsinya bilik kiri jantung dan
bendungan paru-paru yang disebabkannya.
KLASIFIKASI ASMA
 Berdasarkan waktu gejala:
a. Asma musiman
muncul pada musim tertentu musim hujan atau
musim semi
b. Asma kronik
gejala timbul terus menerus
c. Asma intermitten
gejala timbul secara berkala (dapat dalam hitungan
minggu, bulan, tahun)
KLASIFIKASI ASMA
Klasifikasi Gejala per hari Gejala (malam) FEV1 PEFv
Asma < sekali seminggu tak ≤ 2x sebulan ≥ 80 % > 20 %
intermitten ada gejala dan PEF
normal diantara
serangan
Asma Sekali seminggu tapi > 2 x sebulan ≥ 80 % 20-30%
persisten < sekali sehari.
ringan Serangan dapat
mempengaruhi
aktifitas
Asma Setiap hari. Serangan > Sekali 60-80% >30 %
persisten mempengaruhi seminggu
sedang aktifitas
Asma Berkelanjutan. Sering ≤ 60 % > 30 %
persisten Aktifitas fisk terbatas
parah
ETIOLOGI

masih belum jelas.


 Dugaan:reaksi berlebihan dari trakea dan
bronkus yang dikarenakan adanya hambatan
sebagian sistem adrenergik, kurangnya
enzim adenil siklase dan peningkatan tonus
parasimpatik.
STIMULUS ASMA

a. Infeksi respiratori
 Virus syncytial respiratori, rhinovirus,
infuenza, parainfluenza, Mycoplasma
pneumonia
Respon inflamatori terhadap infeksi viral
diperkirakan berhubungan langsung dengan
peningkatan hiperreaktivitas bronkus.
STIMULUS ASMA

b. Allergen
 Serbuk sari, debu rumah tangga, kecoa, spora
jamur, bulu binatang.
Menyebabkan peningkatan hiperreaktivitas bronkial
dengan peningkatan terkenanya alergen
Asma alergi tergantung pada respon IgE: adanya
pelepasan mediator kimia akibat degranulasi sel
mast setelah terjadi reaksi antigen-IgE.
STIMULUS ASMA
c. Lingkungan
 Udara dingin, kabut, dioksida nitrogen, asap
tembakau.
Mekanisme yang terjadi diperkirakan akibat
kerusakan epitel dan inflamasi mukosa saluran
nafas.
d. Emosi
 Kecemasan, stress, tertawa
bronkokonstriksi dari faktor psikologis tampaknya
dimediasi utamanya melalui input parasimpatik
yang berlebihan.
STIMULUS ASMA

e. Obat atau pengawet


 Aspirin/obat NSAID menghambat jalur
siklooksigenase
ACE inhibitor: menyebabkan batuk
Beta bloker: menghambat adrenalin yang
dibutuhkan untuk bronkodilator
Obat yang menyebabkan alergi: penisilin,
sulfonamida
Pengawet mengandung sulfit dapat menghambat
jalur siklooksigenase
STIMULUS ASMA
f. Stimulus pekerjaan
 pemanggang roti (tepung), petani & berkebun (serbuk
sari, debu), pekerja kimia (pewarna azo, antrakuinon,
etilendiamin), pekerja kayu (serbuk kayu)
Mekanisme: pelepasan mediator akibat degranulasi sel mast
g. Asma nokturnal
Selama tidur pada malam hari.
Kegagalan fungsi paru-paru yang signifikan antara waktu
tidur dan bangun
 diurnal sekresi endogen kortison dan sirkulasi epinefrin
STIMULUS ASMA
h. Olahraga
Beratnya olahraga yang dilakukan, temperatur udara,
kelembapan udara, & keadaan obstruksi saluran nafas
DIAGNOSIS

 Berdasar sejarah medis, pemeriksaan fisik,


dan berbagai macam tes.
 Dokter juga akan mencari tahu keparahan
penyakit  pendekatan pengobatan
DIAGNOSIS

a. Sejarah medis
Sejarah keluarga pada asma dan alergi
Apakah terdapat gejala asma,kapan serta
bagaimana mereka muncul
Kondisi kesehatan yang akan menginterferensi
penanganan asma
b. Pemeriksaan fisik
Ada tidaknya gejala asma saat pemeriksaan
DIAGNOSIS
c. Pengujian
1. Spirometri
Untuk memeriksa kerja paru-paru  mengukur berapa banyak udara yang
ditarik dan dihembuskan.
Dapat dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC yang sebesar > 20 %
menunjukkan diagnosis asma. Tak ada respon ini bukan berarti tak ada asma.
 melihat keparahan obstruksi dan efek pengobatan
2. Tes bronkoprovokasi
 menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus.
Menggunakan histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, udara dingin, air
penyulingan.
Tak perlu dilakukan bila spirometri positif.
Penurunan FEV1 sebesar 20 % atau lebih setelah tes provokasi adalah
bermakna, khususnya tes kegiatan jasmani dengan berlari cepat selama 6
menit dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum dianggap bermakna bila
terjadi penurunan PEFR 10 % atau lebih.
DIAGNOSIS
3. Pemeriksaan tes kulit
Menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik
penyuntikan intradermal allergen tertentu
4. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam serum
Hanya untuk menyokong penyakit atopik
Dilakukan bila tes kulit kurang dipercaya
5. Pemeriksaan radiologi
Untuk mengetahui kecurigaan terhadap proses patologik di
paru (ada benda asing atau penyakit lain yg menyebabkan
gejala) atau komplikasi asma
DIAGNOSIS

6. Analisis gas darah


Hanya pada penderita dengan serangan asma berat
dimana terjadi hipoksemia dan asidosis respiratori
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
Pada penderita asma, jumlah eosinofil total dalam
darah sering meningkat
Sebagai parameter cukup tidaknya dosis
kortikosteroid yang diperlukan
PENANGANAN ASMA
Terapi Terapi Non Farmakologi

Mengidentifikasi &
menghindari stimulus asma

Edukasi Pasien

Periodic Assessment
& Monitoring

Terapi Farmakologi
TERAPI FARMAKOLOGI
 6 kelas agen terapetik yang saat ini
diindikasikan untuk penanganan asma:
1. Agonis reseptor  adrenergik
2. Glukokortikoid
3. Inhibitor leukotrien
4. Hormon
5. Metilsantin
6. Inhibitor IgE
AGONIS  ADRENERGIK
 MK: stimulasi reseptor beta mengaktivasi jalur adenyl siklase
cAMP sehingga menyebabkan reduksi tonus otot halus.
Stimulasi ini juga meningkatkan konduktansi gerbang besar
Ca2+ yang sensitif K+ pada otot polos saluran pernafasan,
mengarah pada hiperpolarisasi membran dan relaksasi
 Indikasi: asma akut parah, profilaksis asma, mengurangi
gejala
 Efek samping: tremor, takikardia, palpitasi, sakit kepala,
gugup
 Penggunaan oral agonis  reseptor tidak memperoleh
penerimaan yang luas
AGONIS  ADRENERGIK
Terdapat 2 kondisi penggunaan oralnya:
a. Terapi oral singkat pada anak < 5 tahun yang tak dapat
menggunakan inhaler namun memiliki sesekali nafas
berbunyi dengan infeksi virus pada bagian atas saluran
pernafasan.
b. Pasien dengan asma parah yang lebih berat
 Untuk penanganan asma  agonis selektif reseptor 2 (kerja
cepat & kerja lambat)
a. Agonis kerja cepat untuk mengurangi gejala simptomatik
asma
 albuterol, terbutalin
AGONIS  ADRENERGIK
b. Agonis kerja lama untuk penanganan profilaktik
 salmeterol xinofoat, formoterol
 Penggunaan kronik sering mengarah ke desensitisasi
reseptor dan pengurangan efek
 Desensitisasi pada reseptor yang terdapat pada sel mast dan
limfosit
 Penggunaan agonis 2 adrenergik kerja lama dan inhalasi
steroid lebih efektif dari doubling dosis steroid sehingga 2
agonis dapat ditambahkan jika masih terdapat gejala pada
steroid dosis rendah atau medium.
AGONIS  ADRENERGIK
Obat Berinteraksi dengan Efek
Salbutamol Metildopa  Tekanan darah
(albuterol) tetap tinggi
1 bloker adrenergik  Bronkospasmus,
mengurangi
ventilasi paru-paru
Ipratropium bromida
 Glaukoma akut,
peningkatan
tekanan intraokular
Fenelzin (MAOIs)  Takikardia, gelisah
Obat yang mengurangi  Meningkatkan
kalium (kortikosteroid, diuretik, hipokalemia
teofilin)
GLUKOKORTIKOID
 MK: menginhibisi respon inflamasi secara menyeluruh
 Indikasi: inflamasi, mengurangi gejala asma
 Efek samping: penurunan sistem imun, moonface, osteoporosis
a.Inhalasi kortikosteroid
Obat langsung menarget pada tempat inflamasi yang relevan 
memperbaiki indeks terapeutik obat dan secara berarti mengurangi efek
samping
Digunakan untuk terapi profilaktik asma
 beklometason dipropionat, triamnisolon asetonid, budesonid
b. Glukokortikoid sistemik
Digunakan pada asma akut yang lebih berat dan asma kronik yang parah
Terapi selama periode singkat (5-10 hari) menyebabkan toksisitas yang
berhubungan dengan dosis relatif kecil.
GLUKOKORTIKOID
Golongan Berinteraksi dengan Efek
obat
Kortikosteroid Glisirizin, makrolida Peningkatan kadar
kortikostreroid
Aminoglutemid, antasid, Penurunan kadar
barbiturat, ketokonazol, kortikosteroid
kontrasepsi oral Meningkatkan
NSAID perdarahan GI &
ulcer
Efek antidiabetes
berkurang
Antidiabetes
Efek antikoagulan
antikoagulan
berkurang
METILSANTIN
 MK: Inhibisi fosfodiesterase sehingga
menghambat pengubahan cAMP menjadi
AMP yang selanjutnya meningkatkan
bronkodilasi
 Efek samping: Vasokonstriksi serebral
 Penggunaan menurun karena resiko
toksisitas parah yang mengancam nyawa dan
beragam interaksi obat
 kafein, teobromin, teofilin
METILSANTIN
Obat Berinteraksi dengan Efek
Teofilin Asiklovir, simetidin, kontrasepsi Metabolisme teofilin
oral, antibiotik makrolida, terhambat sehingga
siprofloksasin, zafirlukast, kadarnya meningkat
zileuton
Karbamazepin, rifampisin Menurunkan kadar
teofilin dalam darah
Antasid Absorpsi teofilin
dihambat
Hipokalemia, kerja
Agonis 2 adrenergik
jantung meningkat pada
penggunaan dosis tinggi
Antagonis dengan
 1 bloker teofilin, menghambat
metabolisme teofilin
KROMOLIN DAN NEDOKROMIL

 MK: memblok saluran kalsium dalam sel mast


 Indikasi: profilaktik asma kronik, asma alergi
 Efek samping: iritasi, batuk, mual
 Hanya efektif pada inhalasi
 Tidak lebih dari atau kurang efektif dibanding
teofilin, atau antagonis leukotrien pada asma
persisten
LEUKOTRIEN RESEPTOR ANTAGONIS &
INHIBITOR SINTESIS LEUKOTRIEN

 MK: Antagonis reseptor yang berpengaruh


terhadap bronkokonstriksi, inhibisi
pembentukan leukotrien
 Indikasi: Pengobatan jangka panjang
simptomatik asma ringan hingga sedang
 Efek samping: Efek pada hati dan kulit,
infeksi, efek GI
 zafirlukast, montelukast, zileuton
LEUKOTRIEN RESEPTOR ANTAGONIS & INHIBITOR
SINTESIS LEUKOTRIEN

Obat Berinteraksi dengan Efek


Zafirlukast Warfarin Peningkatan
kadar warfarin
Eritromisin Menurunkan
bioavaibilitas
zafirlukast
Peningkatan
Teofilin, aspirin
kadar zafirlukast
ANTIBODI MONOKLONAL ANTI IgE

 MK: mengikat IgE pada Fc sehingga tak dapat berikatan


dengan reseptor IgE pada sel mast dan basofil sehingga
mencegah reaksi alergi
 Indikasi: untuk dewasa dan remaja lebih dari 12 tahun
dengan alergi dan asma persisten sedang hingga parah
 Efek samping: anafilaktik
 Efektif dalam mengurangi ketergantungan pada
kortikosteroid dan mengurangi frekuensi asa yang lebih
berat.
 Diberikan secara subkutan
 Omalizumab
ANTIKOLINERGIK

 MK: mengurangi respon bronkokonstriksi


melalui mekanisme refleks vagus
 Indikasi: Bronkospasmus, terapi penunjang
asma bronkial, asma akut
 Efek samping: Takikardia, agitasi, retensi urin
 atropin sulfat, ipratorium bromida
Obat Histamin dan
Antihistamin

MARIA ULFAH, S.Si., APT


Autakoid
 substansi (kimia) selain transmitor yang
secara normal ada di dalam tubuh dan punya
peran atau fungsi fisiologik penting baik
dalam keadaan normal (sehat) maupun
patologik (sakit)
Histamin

Histamin dan serotonin (5-hydroxytryptamine) : amin biologik yang


terdapat dalam berbagai macam jaringan yang penting dalam fungsi
fisiologik.

Efek histamin timbul melalui aktivasi reseptor histaminergik H1, H2 dan


H3.
Reseptor-H1 : sel otot polos, endotel dan otak.
Reseptor-H2 : mukosa lambung (pada sel parietal),otot
jantung, sel mast, dan otak.
Reseptor-H3 : presinaptik (di otak, pleksus mienterikus
dan saraf lainnya).
 Efek pada sistem kardiovaskuler
Histamin eksogen menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolik melalui vasodilatasi dan
diikuti dengan mekanisme homeostasis berupa
peningkatan denyut jantung.

 Efek pada saluran cerna


Pada dosis besar histamin eksogen dapat memacu
sekresi asam lambung melalui aktivasi reseptor-H2.

 Efek pada bronkus dan otot polos organ lain


Histamin menyebabkan timbulnya bronkokontriksi.
Efek lain histamin: kontstriksi otot polos mata, sal.
Kemih, organ genital.

Efek pada reseptor H1 dan pada ujung saraf 


komponen penting dalam patofisiologi urtikaria

Pada jaringan sekretorik, memacu sekresi asam


lambung, pepsin & faktor intrinsik melalui aktivasi
reseptor H2  peningkatan cAMP intraseluler.
Antihistaminika

 Obat yang mempunyai efek melawan efek histamin dengan


cara memblok reseptor H1.
Efek histamin endogen dapat dihambat melalui 3 cara:
1. Penghambatan secara fisiologis, misal oleh adrenalin
2. Penghambatan pelepasan/degranulasi histamin yg timbul.
Hambatan pelepasan histamin pada proses degranulasi
histamin dapat terjadi pada pemberian kromolin & stimulan
adrenoseptor β2
3. Blokade reseptor histamin H1 dengan obat antihistamin.
Blokade reseptor histamin H1 secara kompetitif dapat
menghambat efek histamin.
1) Antagonis reseptor H1

Umumnya disebut obat antihistamin /


antihistaminika ialah antagonis H1 yg beraksi
melalui blokade reseptor histamin H1, sedangkan
efeknya pada reseptor-H2 dan H3 dapat diabaikan.

Obat: loratadin, terfenadin dan astemizol, efek


mengantuk sangat lemah
Efek obat antihistamin dapat bermanifestasi :
 Sedasi
 Efek antimual & antimuntah.
Doksilamin, mempunyai efek mencegah mabuk
gerak (motion sickness) tetapi tidak
menghilangkan mabuk yang sudah ada
 Efek antiparkinsonisme dan antimuskarinik
Obat antihistamin golongan etanolamin dan
etilendiamin yang punya efek antimuskarinik,
sering menimbulkan retensio urine & penglihatan
kabur, dapat untuk mengurangi rhinorrhoea
Efek blokade adrenoseptor-α, antiserotonin dan anestetik
lokal.
Obat antihistamin mempunyai efek α-blockade yg
mengakibatkan tekanan darah turun. Antagonis reseptor-
H1 (misal: siproheptadin) mempunyai efek blokade
reseptor serotonin. Difenhidramin & prometazin
mempunyai efek anestetik lokal melalui blokade sodium
channel pada membran sel eksitabel.
Antagonis reseptor H1 sering digunakan dalam terapi
alergi seperti rhinitis dan urtikaria
Antagonis H1 (misal difenhidramin & prometazin) juga
dapat mengurangi gejala mabuk & gangguan vestibuler.
2) Antagonis reseptor H2

Antagonis reseptor-H2 dapat mengakibatkan timbulnya


blood dyscrasia sebagai granulositopenia. Turunan ketiga
dari imidazol, misalnya simetidin, tidak punya gugus
tiourea, sehingga relatif tidak menimbulkan
granulositopenia. Senyawa lain (ranitidin, oksmetidin,
famotidin dan nizatidin) merupakan antagonis reseptor
H2 baru yang lebih aman

Antagonis reseptor-H2 dalam klinik digunakan pada


terapi ulkus peptik, sindroma Zollinger-Ellison dan
keadaan hiperasiditas.
SEROTONIN DAN
ANTISEROTONIN

MARIA ULFAH, S.Si., APT


Definisi Serotonin

Serotonin adalah neurotransmiter, zat kimia yang

digunakan untuk membawa pesan antar neuron. Meskipun

hanya sekitar 1% dari serotonin tubuh berada di otak,

serotonin memiliki efek mendalam pada fungsi otak. 99%

sisanya membantu membawa pesan di tempat lain di tubuh,

seperti sumsum tulang belakang dan otot. 


Pada manusia, serotonin disintesis dari triptopan
dalam makanan, yang mula-mula mengalami
hidroksilasi menjadi 5-hidroksitriptopan (5-HTP),
kemudian mengalami dekarboksilasi menjadi 5-
hidroksitriptamin (5-HT, serotonin). Dalam keadaan
normal hanya 2 % triptopan yang diubat menjadi
serotonin.
Serotonin terdapat dalam sel-sel entrokromafin

saluran cerna, trombosit, dan sebagai

neurotransmiter di SSP.Dalam tubuh manusi

serotonin disimpan dalam granul-granul sitoplasmik.

Sebagian besar (90%) serotonin yang terdapat

dalam tubuh disimpan dalam sel argentafin dan sel

enterokromafin dalam mukosa saluran cerna.


Mekanisme Kerja Serotonin
Serotonin bekerja langsung menstimulasi otot polos dan juga

menstimulasi serabut saraf dan efek ini sulit untuk dipisahkan.

Pada kulit terlihat kemerahan menyala yang menunjukan

vasodilatasi beberapa pembuluh darah kecil khusunya venula

Secara fisiologis serotonin mempunyaio peranan dalan

regulasi motilitas saluran cerna dan juga sebagai

neurotransmiter nonkholinergik pada beberapa daerah di SSP


Fungsi Serotonin
 Pada darah : Ketika menggumpal, trombosit akan mengeluarkan

simpanan serotonin yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dan

membantu mengatur hemostasis dan pembekuan darah. Serotonin

juga berkontribusi dalam pertumbuhan beberapa jenis sel yang turut

berperan dalam penyembuhan luka.


 Pada tekanan darah : biasanya efek trifasik dimulai dengan penurunan

tekanan darah terutama karena stimulasi aferen ventrikular, diikuti oleh

suatu peningkatan tekanan darah karena efek vasokon striktor dan

stimulasi kemoreseptor
 Pada pembuluh darah : menyebabkan vasokronstriksi, oleh karena itu

serotonin disebut juga sebagai vasotonin. Efek ini terutama terlihat

jelas pada pembuluh darah ginjal, selaput otak dan paru-paru.


 Pada sistem respirasi : serotonin menstimulasi langsung otot polos

bronkus (bronkhokontiksi) pada berbagai binatang dan paba penderita

asma.
 Pada saraf ; Stimulasi ujung saraf sensoris menimbulkan rasa nyeri

hebat.
 Pada saluran cerna : motilitas saluran cerna ditingkatkan oleh

serotonin. Hal ini secara lokal disebabkan oleh efek langsung

pada otot polos tetapi dalam ukuran besar disebabkan oleh

stimulasi sel ganglion dalam fleksus mienterikus dan sentisisasi

ujung saraf aferen yang memulai aksi peristaltik lokal


 Pada otot polos lain : menstilulasi otot polos uterus
Serotonin adalah neurotransmiter, zat kimia yang digunakan

untuk membawa pesan antar neuron. Meskipun hanya sekitar 1%

dari serotonin tubuh berada di otak, serotonin memiliki efek

mendalam pada fungsi otak. 99% sisanya membantu membawa

pesan di tempat lain di tubuh, seperti sumsum tulang belakang dan

otot. (Kamus kesehatan)
Efek serotonin sangat kompleks dan tidak dipahami
sepenuhnya. Terlalu sedikit serotonin dapat menyebabkan depresi
, dan obat-obatan yang meningkatkan kadar serotonin otak (
selective serotonin reuptake inhibitor, atau SSRI) dapat
mengurangi depresi. Namun, obat-obatan tersebut juga dapat
menyebabkan efek samping seperti insomnia, kecemasan dan
hilangnya libido.
Definisi Antiserotonin

Antiserotonin adalah obat-obat yang dapat melawan efek


serotonin. Serotonin mempunyai banyak macam efek sehingga
obat antiserotonin umumnya hanya dapat menghambat sebagian
efek serotonin yang banyak tersebut. Jadi, antiser otoin bekerja
pada reseptor serotonin pada organ tertentu saja 
Mekanisme kerja

Obat antiserotonin bekerja menghambat secara


bersaing (antagonis kompetitif) dengan serotonin
untuk menempati reseptor serotonin yang sama.
Oleh karena efek serotonin banyak macamnya,
terdapat bermacam2 mekanisme kerja antiserotonin
lanjutan
a. LSD, metisergid dan siproheptadin bekerja secara
bersaing (antagonis kompetitif) dengan serotonin dan
tidak mempunyai efek stimulasi.
b. Triptamin, golongan indol asaetamidin, dan guanidin
mempunyai efek yang sama dengan serotonin dosis
tinggi, yaitu mula-mula terjadi efek penghambatan,
kemudian diikuti efek perangsangan dan menyebabkan
desensitisasi pada reseptor serotonin. 
Penggolongan Antiserotonin

1. Golongan antihistamin, termasuk siproheptadin, etilendiamin, dan


fenotiazin.
2. Golongan alkaloid ergot, termasuk metisergid, asam lisergat dietilamid
(LSD), dan Bromo LSD.
3. Golongan senyawa indol, termasuk derivat gramin, harmin, triptamin.
4. Golongan penghambat adrenergik, termasuk fenoksibenzamin dan lain-lain.
1. Siproheptadin

Siproheptadin merupakan antagonis histamin   (H1) dan serotonin

yang kuat. Siproheptadin melawan efek bronkhokontriksi akibat

pemberian histamin pada   marmot, dengan potensi yang menyamai atau

melampaui   antihistamin yang paling kuat.

Obat ini juga menghambat efek bronkhokonstriktor,   stimulasi rahim

dan udema oleh serotonin pada hewan   percobaan dengan aktifitas yang

sebanding atau   melebihi LSD.


Siproheptadin bermanfaat untuk pengobatan alergi   kulit seperti dermatosis

pruritik yang tidak teratasi   dengan antihistamin.

Berdasarkan efek antiserotoninnya obat ini digunakan   pada dumping

syndrome pasca gestrektomi dan   hipermotilitas usus pada karsinoid.

Efek sampingnya adalah ngantuk, mulut kering, mual   pusing dan sering

menyebabkan berat badan   bertambah (menambah nafsu makan).


2.  Metisergid

Metisergid menghambat efek vasokontriksi dan   presor

serotonin pada otot polos vascular, efek   terhadap susunan saraf

sangat kecil.

INDIKASI : Obat ini dapat digunakan untuk mencegah   serangan

migren dan sakit kepala vaskuler lainya.   Penggunaan profilaksis

mengurangi frekuensi dan   intensitas serangan sakit kepala.


Metisergid tidak bermanfaat pada migren akut   bahkan

merupakan kontraindikasi. Metisergid   berguna   untuk

pengobatan diare dan malabsorbsi pada pasien   karsinoid dan

dumping syndrome pasca gastrektomi.

Efek samping metisergid adalah terjadi gangguan   saluran cerna

berupa diare, kejang perut, mual dan   muntah, efek samping

lainnya insomnia, nervositas,   euforia, halusinasi, bingung,

kelemahan badan dan   nafsu makan hilang,

Anda mungkin juga menyukai