Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KMB I

ANATOMI DAN FISIOLOGI DAN BIOKIMIA


SISTEM PERNAFASAN

Disusun Oleh :

KELOMPOK III

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU

2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanatkan pui syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-NYA kepada saya sehingga dapat membuat makalah Keperawatan
Gerontik.

Makalah yang berudul “ANATOMI FISIOLOGI DAN BIOKIMIA SISTEM


PERNAFASAN ” ditulis untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan
Medical Bedah l.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan
dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada :

1. Bapak Anggie Stiexs, Skep, Ners, M.Kep. selaku dosen pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah l.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini.
3. Rekan satu kelas tutorial yang telah mendukung dan menyelesaikan makalah ini.

Bandar Lampung, 19 September 2022

Tim

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i

BAB I........................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1

I.1. Latar Belakang................................................................................................... 1

II.2. Rumusan Masalah............................................................................................ 1

III.3. Tujuan.............................................................................................................. 1

BAB II.......................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN............................................................................................................ 2

II.1. Pengertian Sistem Pernafasan.......................................................................... 2

II.2. Fisiologi Pernafasan.......................................................................................... 2

II.3. Mekanisme Pernafasan..................................................................................... 4

II.4. Kecepatan Pernafasan...................................................................................... 5

II.5. Gerakan Pernafasan ........................................................................................ 5

II.6. Kebutuhan Akan Oksigen…………………………………………………………….5

ANATOMl SlSTEM RESPlRASl………………………………………………………………7


FlSlOLOGl SlSTEM PERNAFASAN…………………………………………………………10

BlOKlMlA SlSTEM PERNASAFAN………………………………………………………….14

BAB III...................................................................................................................... .23

PENUTUP................................................................................................................. 23

III.1 SIMPULAN...................................................................................................... 23

III.2 SARAN............................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….........24

Ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Suatu organisme atau mahluk hidup memiliki bermacam-macam sistem
jaringan atau organ dalam tubuhnya, dimana sistem tersebut memiliki fungsi dan
peranan serta manfaat tertentu bagi mahluk hidup.  Salah satu sistem yang ada
pada suatu organisme yakni sistem pernapasan. Sistem pernapasan ini sendiri
memiliki fungsi dan peranan yang sangat struktural dan terkoordinir.

1.2  Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian pernapasan dan bagaimana mekanisme pernapasan
itu?
2. Apakah sajakah saluran pada sistem pernapasan itu?
3. Apa sajakah gangguan pada sistem pernapasan?

1.3  Tujuan

1. Untuk mengetahui saluran-saluran pada sistem pernapasan.


2. Untuk mengetahui mekanisme pernapasan.
3. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berhubungan dengans sistem
pernapasan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernafasan

Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan
oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia
dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang
karbondioksida ke lingkungan.
     Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan
paru- paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di
dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan
dengan rongga perut oleh diafragma.
           
2.2  Fisiologi Pernapasan
Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh
hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri
ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100
mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan
eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru – paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih
mudah berdifusi drpd oksigen.

2
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah
datang di paru – paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah
CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah.
Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan dan
dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2 dan memungut
lebih banyak O2.
Perubahan – perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli,
yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau pernapasan
jarigan.
Udara (atmosfer) yang di hirup:
Nitrogen ..................................................................... 79 %
Oksigen ...................................................................... 20 %
Karbon dioksida ........................................................ 0-0,4 %

Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembapan atmosfer


Udara yang diembuskan:
nitrogen....................................................................... 79 %
Oksigen....................................................................... 16 %
Karbon dioksida ........................................................ 4-0,4 %
Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh paru – paru
ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 41/2 sampai 5 literudara. Hanya sebagian kecil
dari udara ini, kira-kira 1/10nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air), yaitu
yang di hirup masuk dan diembuskan keluar pada pernapasan biasa dengan tenang.
Kapasitas vital. Volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas vital paru-paru. Diukurnya dengan
alat spirometer. Pada seoranng laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang
perempuan, 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit
jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan otot pernapasan.

3
2.3  Mekanisme Pernapasan

Mekanisme pernafasan diatur dan di kendalikan dua faktor utama,(a)


pengendalian oleh saraf, dan (b). Kimiawi. Beberapa faktor tertentu merangsang
pusat pernafasan yang terletak di dalam mendula oblongata, dan kalau dirangsang,
pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan saraf spinalis ke otot pernafasan yaitu
otot diafragama dan otot interkostalis.
1.  Pengendalaian oleh saraf
Pusat pernafasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radiks saraf
servikalis impuls ini di antarrkan ke diafragma oleh saraf frenikus: Dibagian yang
lebih rendah pada sumsum belakang ,impulsnya berjalan dari daerah toraks
melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini
menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang
berkecepatan kira-kira lima belas setiap menit.
2.  Pengendalian secara kimiawi
Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan
frekuensi, kecepatan,& kedalaman gerakan pernapasan. Pusat pernapasan di
dalam sumsum sangat peka pada reaksi: kadar alkali daah harus dipertahankan.
Kedua pengendalian, baik melalui saraf maupun secara kimiawi, adalah penting.
Tanpa salah satunya orang tak dapat bernapas terus. Dalam hal paralisa otot
pernapasan ( interkostal dan diafragma) digunakan ventilasi paru-paru atau suatu
alat pernapasan buatan yang lainnya untuk melanjutkan pernapasan, sebab dada
harus bergerak supaya udara dapat dikeluarmasukkan paru-paru.
Impuls aferen dari kulit mengasilkan efek serupa—bila badan di celup dalam
air dingin atau menerima guyuran air dingin, penarikan pernapasan kuat
menyusul.
Pengendalian secara sadar atas gerakan pernapasan mungkin, tetapi tidak
dapat dijalankan lama karena gerakannya otomatik. Suatu usaha untuk menahan
napas dalam waktu lama akan gagal karena pertambahan karbon dioksida yang
melebihi normal di dalam darah akan menimbulkan rasa tak enak.

4
2.4  Kecepatan Pernapasan
Pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Kalau bernapas secara normal,
ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada istirahat sebentar. Inspirasi-
ekspirasi-istirahat. Pada bayi yang sakit urutan ini ada kalanya terbalik dan urutannya
menjadi : inspirasi-istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut pernapasan terbalik.
Kecepatan normal setiap menit:
Bayi baru ............................................................ 30-40
Dua belas bulan .................................................. 30
Dari dua sampai lima tahun .............................. 24
Orang dewasa..................................................... 10-20

2.5  Gerakan Pernapasan


Ada dua saat terjadi pernapasan:
1.      Inspirasi atau menarik napas
Adalah proses aktif yang diselengarakan kerja otot. Kontraksi diafragma
meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikel. Penaikan
iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis , meluaskan
rongga dada kedua sisi dan dari belakang ke
depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang
membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal
eksterna diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi
gerak sadar.
2.   Ekspirasi
Udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-paru kempis
kembali yang disebabkan sifat elastis paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses
pasif.
Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan
bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang
dan abdomen juga dibawa bergerak, dan alae nasi (cuping atau sayap hidung)
dapat kembang kempis.

2.6  Kebutuhan Tubuh Akan Oksigen


Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut, oksigen dapat diatur
menurut keperluan . Orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya; kalau tidak
5
mendapatkannya selama lebih dari empat menit akan mengakibatkan kerusakan
pada otak yang tak dapat diperbaiki dan biasanya pasien meninggal. Keadaan
genting timbul bila misalnya sorang anak menudungi kepala dan mukannya
dengan kantung pelastik dan menjadi mati lemas. Tetapi penyediaan oksigen
hanya berkurang, pasien menjadi kacau pikiran—ia menderita anoksia serebralis.
Hal ini terjadi pada orang bekerja dalam ruang sempit, tertutup, seperti dalam
ruang kapal, di dalam tank, dan ruang ketel uap; oksigenyang ada mereka
habiskan dan kalau mereka tidak diberi oksigen untuk pernapasan atau tidak
dipindahkan ke udara yang normal, mereka akan meninggal karena anoksemia
atau disingkat anoksia.

Beberapa kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia antara lain
sebagai berikut:
1.      Asma
Asma ditandai dengan kontraksi yang kaku dari bronkiolus yang
menyebabkan kesukaran bernapas. Asma biasanya disebabkan oleh
hipersensitivas bronkiolus (disebut asma bronkiale) terhadap benda-benda
asing di udara. penyebab penyakit ini juga dapat terjadi dikarenakan faktor
psikis dan penyakit menurun.
2.      Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis merupakan penyakit spesifik yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosae. Bakteri ini dapat menyerang semua organ tubuh,
tetapi yang paling sering adalah paru-paru dan tulang. Penyakit ini
menyebabkan proses difusi oksigen yang terganggu karena adanya bintik-bintik
kecil pada dinding alveolus.
Keadaan ini menyebabkan :
1)      Peningkatan kerja sebagian otot pernapasan yang berfungsi untuk
pertukaran udara paru-paru
2)      Mengurangi kapasitas vital dan kapasitas pernapasan
3)      Mengurangi luas permukaan membran pernapasan, yang akan
meningkatkan ketebalan membran pernapasan sehingga menimbulkan
penurunan kapasitas difusi paru-paru
3.      Faringitis

6
Faringitis merupakan peradangan pada faring sehingga timbul rasa nyeri
pada waktu menelan makanan ataupun kerongkongan terasa kering. Gangguan
ini disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan dapat juga disebabkan terlalu
banyak merokok. Bakteri yang biasa menyerang penyakit ini adalah
Streptococcus pharyngitis.

4.      Bronkitis
Penyakit bronkitis karena peradangan pada bronkus (saluran yang
membawa udara menuju paru-paru). Penyebabnya bisa karena infeksi kuman,
bakteri atau virus. Penyebab lainnya adalah asap rokok, debu, atau polutan
udara.
5.     Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan paru-paru dimana alveolus biasanya
terinfeksi oleh cairan dan eritrosit berlebihan. Infeksi disebarkan oleh bakteri dari
satu alveolus ke alveolus lain hingga dapat meluas ke seluruh lobus bahkan
seluruh paru-paru. Umumnya disebabkan oleh bakteri streptokokus
(Streptococcus), Diplococcus pneumoniae, dan bakteri Mycoplasma
pneumoniae.

Anatomi Sistem Respirasi

Cavum Nasi
Rongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda :

di luar adalah vestibulum dan di dalam fossa nasalis.

Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior yang melebar, kira-
kira 1,5 cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh epitel berlapis pipih yang
mengalami keratinisasi, terdapat rambut-rambut pendek dan tebal atau vibrissae dan
terdapat banyak kelenjar minyak (sebasea) dan kelenjar keringat.

Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum nasalis. Dari masing-
masing dinding lateral terdapat 3 penonjolan tulang yang dikenal sebagai concha,
yaitu concha superior, concha tengah dan concha inferior.

7
Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis semu bersilia, sel-
sel goblet yang menghasilkan mucus. Pada lamina propria terdapat jaringan ikat dan
kelenjar serous dan mukus yang mendukung sekresi sel goblet, dan juga terdapat
vena yang membentuk dinding tipis yang disebut cavernous bodies.

Pharynx
Pharynx dibatasi oleh epitel respirasi. Pharynx terdiri dari nasopharynx dan
oropharynx. Nasopharynx dilapisi oleh epitel respirasi sedang oropharynx dilapisi
oleh epitel berlapis pipih. Limfosit banyak dijumpai di bawah epitel dari pharynx.
Jaringan ikat adalah fibroelastik yang dikelilingi oleh otot lurik.

Larynx

Larynx menghubungkan pharynx dengan trakea. Larynx mempunyai 4


komponen yaitu lapisan mukosa dengan epitel respirasi, otot ektrinsik dan intrinsic,
tulang rawan. Tulang rawannya meliputi tulang rawan tiroid, krikoid dan arytenoids
(merupakan tulang rawan hialin). Otot intrinsik menentukan posisi, bentuk dan
ketegangan dari pita suara, otot ekstrinsik menghubungan tulang rawan dengan
struktur lain dari leher.

Pita suara terdiri dari epitel berlapis pipih yang tidak kornifikasi, lamina propria
dengan jaringan ikat padat yang tipis, jaringan limfatik dan pembuluh darah.

Trakea
Trakea adalah saluran pendek (10-12 cm panjangnya) dengan diameter sekir
2 cm. Trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Sejumlah sel-sel goblet terdapat di antara
sel-sel epitelnya, dan jumlah tergantung ada tidaknya iritasi kimia atau fisika dari
epitelium ( yang dapat meningkatkan jumlah sel goblet). Iritasi yang berlangsung
dalam waktu yang lama dapat mengubah tipe sel dari tipe sel epitel berlapis pipih
menjadi metaplasia. Pada lapisan epitel terdapat sel brush, sel endokrin (sel granul
kecil ), sel klara (sel penghasil surfaktan) dan sel serous.

Lapisan-lapisan pada trakea meliputi lapisan mukosa, lapisan submukosa dan


lapisan tulang rawan trakeal dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa meliputi lapisan
sel-sel epitel respirasi dan lamina propria. Lamina proprianya banyak mengandung
8
jaringan ikat longgar dengan banyak serabut elastik, yang selanjutnya membentuk
membran elastik yang menghubungkan lapisan mukosa dan submukosa. Pada
submukosa terdapat kelenjar muko-serous yang mensekresikan sekretnya menuju
sel-sel epitel.

Tulang rawan pada trakea berbentuk huruf C yang terdiri dari tulang rawan hialin.
Ujung-ujung dorsal dari huruf C dihubungkan oleh otot polos dan ligamentum
fibroelastin. Ligamentum mencegah peregangan lumen berlebihan, dan kontraksi
otot polos menyebabkan tulang rawan saling berdekatan. Hal ini digunakan untuk
respon batuk. Tulang rawan trakea dapat mengalami osifikasi dengan bertambahnya
umur.

Bronkus dan Bronkiolus

Bronkus primer kiri dan kanan bercabang membentuk 3 bronkus pada paru-
paru kanan dan 2 bronkus pada paru-paru kiri. Bronkus-bronkus ini bercabang
berulang-ulang membentuk bronkus-bronkus yang lebih kecil, dan cabang-cabang
terminalnya dinamakan bronkiolus. Masing-masing bronkiolus bercabang-cabang
lagi membentuk 5 – 7 bronkiolus terminalis. Tiap-tiap bronkiolus terminalis
bercabang menjadi 2 bronkiolus respiratorius atau lebih.

Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan


adventitia. Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu
bersilia dengan lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin), limfosit
yang tersebar dan berkas otot polos yang silang menyilang tersusun seperti spiral.
Limfosit dapat berupa nodulus limfatikus terutama pada percabangan bronkus.
Lapisan submukosa terdiri dari alveoli dari kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada
lapisan adventitia terdapat tulang rawan berupa lempeng-lempeng tulang rawan dan
jaringan ikat longgar dengan serabut elastin.

Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa dan adventitia.


Lapisan mukosa seperti pada bronkus, dengan sedikit sel goblet. Pada bronkiolus
terminalis, epitelnya kubus bersila dan mempunyai sel-sel Clara (dengan permukaan
apical berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen). Pada lamina propria
terdapat jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot polos. Pada bronkiolus tidak
ada tulang rawan dan kelenjar. Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan ikat elastin.

9
Lapisan otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada bronkus. Pada
orang asma diduga resistensi jalan udara karena kontraksi otot bronkiolus.

Alveolus

Saluran alveolaris dibatasi oleh lapisan epitel gepeng yang sangat tipis. Dalam
lamina propria terdapat jala-jala sel-sel otot polos yang saling menjalin. Jaringan
ikatnya berupa serabut elastin dan kolagen. Serabut elastin memungkinkan alveoli
mengembang waktu inspirasi dan sebut kolagen berperan sebagai penyokong yang
mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan kapiler-kapiler halus dan septa
alveoli yang tipis. Saluran alveolaris bermuara pada atria (suatu ruang yang terdiri
dari dua atau lebih sakus alveolaris).

Alveolus merupakan suatu kantung kecil yang terbuka pada salah satu sisinya
pada sakus alveolaris. Pada kantung kecil ini O2 dan CO2 mengadakan pertukaran
antara udara dan darah. Alveolus dibatasi oleh sel epitel gepeng yang tipis dengan
lamina propria yang berisi kapiler dan jaringan ikat elastin.

FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

1) Sistem Respirasi
a. Fisiologi ventilasi paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan
udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
(1) Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru
dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H 2O, yang
merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar
tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal,
pengembangan rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan
kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih
negatif (sekitar -7,5 cm H2O).
(2) Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika
glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar
paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya
sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu

10
tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di
bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik
sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi,
terjadi tekanan yang berlawanan.
(3) Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan
pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru
yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang
disebut tekanan daya lenting paru.3

b. Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan


Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan
pernafasan.
(1) Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat
volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron motorik
otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.
(2) Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan
otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan keluaran eferen dari
sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan
ventral jaras kortikospinal.
Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada
neuron motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron
motorik intercostales externa pada kornu ventral sepanjang segmen toracal
medulla. Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu terutama
pada neuron motorik intercostales interna sepanjang segmen toracal
medulla.
Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron
motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun refleks
spinal ikut berperan pada persarafan timbal-balik (reciprocal innervation),
aktivitas pada jaras descendens-lah yang berperan utama. Impuls melalui
jaras descendens akan merangsang otot agonis dan menghambat yang
antagonis. Satu pengecualian kecil pada inhibisi timbal balik ini aadalah
terdapatnya sejumlah kecil aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka
waktu singkat, setelah proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca inspirasi ini

11
nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil elastik jaringan paru dan
menghasilkan pernafasan yang halus (smooth). 4

c. Pengaturan aktivitas pernafasan


Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun penurunan
PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di medulla
oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan mengakibatkan
efek inhibisi ringan. Pengaruh perubahan kimia darah terhadap pernafasan
berlangsung melalui kemoreseptor pernafasan di glomus karotikum dan
aortikum serta sekumpulan sel di medulla oblongata maupun di lokasi lain
yang peka terhadap perubahan kimiawi dalam darah. Reseptor tersebut
membangkitkan impuls yang merangsang pusat pernafasan. Bersamaan
dengan dasar pengendalian pernafasan kimiawi, berbagai aferen lain
menimbulkan pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan pada
keadaan tertentu. Untuk berbagai rangsang yang memengaruhi pusat
pernafasan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 4

Berbagai rangsang yang memengaruhi pusat pernafasan4


Pengendalian kimia
CO2 (melalui konsentrasi H+ di LCS dan cairan interstitiel otak)
O2
H+
Pengendalian non-kimia
Aferen (melalui
nervus vagus darikarotikum
glomus reseptor didan
saluran pernafasan dan paru
aortikum)
Aferen dari pons, hipothalamus dan sistem limbik
Aferen dari proprioseptor
Aferen dari baroreseptor: arteri, atrium, ventrikel, pulmonal

d. Pengendalian kimiawi pernafasan


Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi sedemikian rupa
sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal dipertahankan tetap. Dampak
kelebihan H+ di dalam darah akan dilawan, dan PO 2 akan ditingkatkan apabila
12
terjadi penurunan mencapai tingkat yang membayakan. Volume pernafasan
semenit berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi penghubung antara
metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2. Reseptor di glomus
karotikum dan aortikum terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun
konsentrasi H+ darah arteri atau oleh penurunan PO2. Setelah denervasi
kemoreseptor karotikum, respons terhadap penurunan PO2 akan hilang, efek
utama hipoksia setelah denervasi glomus karotikum adalah penekanan
langsung pada pusat pernafasan. Respon terhadap perubahan konsentrasi H+
darah arteri pada pH 7,3-7,5 juga dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih
besar masih dapat menimbulkan efek. Sebaliknya, respons terhadap
perubahan PCO2 darah arteri hanya sedikit dipengaruhi,; dengan penurunan
tidak lebih dari 30-35%.4
 Kemoreseptor dalam batang otak
Kemoreseptor yang menjadi perantara terjadinya hiperventilasi pada
peningkatan PCO2 darah arteri setelah glomus karotikum dan aortikum
didenervasi terletak di medulla oblongata dan disebut kemoreseptor
medulla oblongata. Reseptor ini terpisah dari neuron respirasi baik dorsal
maupun ventral, dan terletak pada permukaan ventral medulla oblongata. 4
Reseptor kimia tersebut memantau konsentrasi H+ dalam LCS, dan juga
cairan interstisiel otak. CO2 dengan mudah dapat menembus membran,
termasuk sawar darah otak, sedangkan H+ dan HCO3- lebih lambat
menembusnya. CO2 yang memasuki otak dan LCS segera dihidrasi. H 2CO3
berdisosiasi, sehingga konsentrasi H+ lokal meningkat. Konsentrasi H+
pada cairan interstitiel otak setara dengan PCO2 darah arteri. 4
 Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen
Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan meningkatkan volume
pernafasan semenit. Selama PO2 masih diatas 60 mmHg, perangsangan
pada pernafasan hanya ringan saja,dan perangsangan ventilasi yang kuat
hanya terjadi bila PO2 turun lebih rendah. Nsmun setiap penurunan PO 2
arteri dibawah 100 mmHg menghasilkan peningkatan lepas muatan dari
kemoreseptor karotikum dan aortikum. Pada individu normal, peningkatan
pelepasan impuls tersebut tidak menimbulkan kenaikan ventilasi sebelum
PO2 turun lebih rendah dari 60 mmHg karena Hb adalah asam yang lebih

13
lemah bila dibandingkan dengan HbO2, sehingga PO2 darah arteri
berkurang dan hemoglobin kurang tersaturasi dengan O 2, terjadi sedikit
penurunan konsentrasi H+ dalam darah arteri. Penurunan konsentrasi H+
cenderung menghambat pernafasan. Di samping itu, setiap peningkatan
ventilasi yang terjadi, akan menurunkan PCO 2 alveoli, dan hal inipun
cenderung menghambat pernafasan. Dengan demikian, manifestasi efek
perangsangan hipoksia pada pernafasan tidaklah nyata sebelum rangsang
hipoksia cukup kuat untuk melawan efek inhibisi yang disebabkan
penurunan konsentrasi H+ dan PCO2 darah arteri. 4
 Pengaruh H+ pada respons CO2
Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada pernafasan tampaknya bersifat
aditif dan saling berkaitan dengan kompleks, serta berceda halnya dari CO 2
dan O2. Sekitar 40% respons ventilasi terhadap CO2 dihilangkan apabila
peningkatan H+ darah arteri yang dihasilkan oleh CO2 dicegah. 60% sisa
respons kemungkinan terjadi oleh pengaruh CO2 pada konsentrasi H+
cairan spinal atau cairan interstitial otak. 4
e. Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung
pada: jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas
dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas darah
untuk mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi
jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di
dalam darah ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah hemoglobin
dalam darah dan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. 4

Biokimia Sistem Respirasi

Komposisi gas pernafasan

Kita menghisap udara atmosfer dengan tekanan 760 mmHg. Udara atmosfer ini
memiliki komposisi gas-gas utama dengan tekanannya masing-masing sebagai
berikut:

14
 N2 : 79% → P N2 : 79% X 760 = 600 mmHg
 O2 : 21% → P O2 : 21% X 760 = 159 mmHg
 CO2 : 0,04% → P CO2 : 0,04% X 760 = 0,3 mmHg

Dengan adanya uap air (H2O) yang relatif konstan di dalam alveoli paru yaitu dengan
tekanan 47 mmHg, maka komposisi gas oksigen dan karbondioksida berbeda, yaitu:

 H2O : dengan tekanan parsial 47 mmHg


 O2 : dengan tekanan parsial 104 mmHg
 CO2 : dengan tekanan parsial 40 mmHg

Dari analisa gas darah diketahui pula komposisi gas-gas dalam darah arterial, venous
maupun jaringan, dengan komposisi sebagai berikut:

Gas Tekanan parsial (mmHg)


Atmosfer Alveoli Arterial Jaringan Venous
O2 159 104 95 Interstitial Intrasel 40
40 23
CO2 0,3 40 40 Intrasel Interstitiel 45
46 45

Difusi gas pernafasan

Kita menghisap udara atmosfer dengan tekanan 760 mmHg. Udara atmosfer ini
memiliki komposisi gas-gas dengan tekanannya masing-masing sebagai berikut:

Perbedaan tekanan parsial dari gas-gas akan mendorong gas-gas tersebut dari
tempat satu ke tempat lainnya di dalam tubuh kita.

15
Difusi gas oksigen dan karbondioksida akibat perbedaan tekanan parsial gas

Transportasi gas pernafasan

Transport O2 dari alveoli paru ke sel, diangkut dalam dua bentuk, yaitu:

 Sebagai larutan gas O2


Oksigen yang larut dalam darah kira-kira 1,5%. Bentuk ini mengikuti hukum-hukum
larutan gas sehingga tergantung pada tekanan parsial. Makin besar tekanan
parsial, makin banyak gas yang terlarut. Pada P O2 normal dalam arteri (95
mmHg), gas O2 yang terlarut berkisar 0,29/100 ml darah.

 Diangkut oleh hemoglobin (Hb)

16
Oksigen yang terikat oleh Hb kira-kira 98,5%. Hb mampu mengikat O2 secara
reversibel. Ikatan antara Hb dengan O2 merupakan ikatan yang longgar.

Hb + O2 → Hb-O2

(Deoxygenated Hb) (Oxygenated Hb)

Pada P O2 95 mmHg, setiap gram Hb mampu mengikat 1,34 ml O 2. Jadi bila kadar
Hb 14,5 g%, maka O2 yang diangkut dalam bentuk ini adalah

14,5 X 1,34 ml = 19,43 ml/100 ml darah.

Dari dua macam pengangkutan di atas, dapat dihitung bahwa O 2 yang diangkut oleh
darah arteridari alveoli paru ke jaringan tubuh adalah 0,29 ml + 19,43 ml atau kira-kira
19,72 ml/100ml darah.

Adapun transport CO2 dari sel/jaringan menuju alveoli paru melalui 3 cara yaitu:

 Larut dalam plasma kira-kira 10% dari volume CO2.

 Terikat oleh Hb sebagai senyawa karbamin yaitu karbaminohemoglobin, kira-kira


30% dari volume CO2
Hb + CO2 → Hb-CO2

 Sebagai garam bikarbonat HCO3-, kira-kira 60%. Reaksi pembentukan bikarbonat


memerlukan aktifitas enzim karbonik anhidrase yang terdapat di dalam eritrosit,
sehingga proses ini terjadi di dalam eritrosit.

CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3- + Na+/K+ → NaHCO3/KHCO3

Setelah senyawa bikarbonat terbentuk, senyawa tersebut dikeluarkan dari eritrosit


menuju plasma. Untuk mengimbangi muatan listrik yang dikeluarkan, maka
sebagai ganti ion Cl- masuk dari plasma ke dalam eritrosit. Peristiwa ini dinamakan
Chloride shift.

17
Transportasi CO2

Pengaruh transportasi CO2 terhadap pH cairan tubuh

Pengeluaran CO2 melalui paru yang sangat besar merupakan sumber asam yang luar
biasa, yang mampu mengubah pH cairan tubuh menjadi sangat rendah. Namun tubuh
kita mampu mengendalikan keadaan tersebut.

18
Pada keadaan normal, rasio bikarbonat (HCO 3-) dengan asam karbonat H2CO3 adalah
20:1.

HCO3-
------- = 20
H2CO3

Jika rasio bikarbonat dan asam karbonat bisa dipertahankan 20, maka pH akan tetap
7,4, tidak memandang berapapun kadar bikarbonat dan asam karbonat tersebut.

Selain CO2 masih banyak hasil sampingan yang bersifat asam misalnya laktat, piruvat,
benda keton, sulfat, fosfat dan sebagainya. Bila dibiarkan, bahan-bahan ini dapat
mengganggu keseimbangan asam-basa cairan tubuh, sehingga perlu dibuang melalui
paru dan ginjal. Agar selama perjalanan menuju organ pembuangan tidak
mengganggu pH cairan tubuh, maka asam-asam tadi harus diikat dulu oleh bahan
yang disebut larutan penyangga (buffer).

Pada dasarnya buffer adalah campuran antara asam lemah dan garamnya atau
campuran antara basa lemah dan garamnya. Di dalam tubuh buffer merupakan
campuran asam lemah dan garamnya, misalnya garam bikarbonat dengan asam
karbonat, garam protein dengan protein, garam fosfat dengan asam fosfat, garam
organik dengan asam organik, garam Hb dengan H-Hb

Gangguan keseimbangan asam-basa cairan tubuh

Selama rasio garam HCO3 : H2CO3 tetap 20, maka pH tetap 7,35-7,45. Jika ada
sesuatu hal menyebabkan perubahan rasio tersebut, maka pH cairan akan berubah.

 Jika garam HCO3 : H2CO3 > 20, maka pH > 7,45 (disebut alkalosis)
 Jika garam HCO3 : H2CO3 < 20, maka pH < 7,35 (disebut asidosis)

Penyebab dari perubahan tersebut bisa berasal dari kadar garam HCO 3, kadar H2CO3
atau keduanya.

 Perubahan kadar H2CO3 berhubungan dengan p CO2 sedangkan p CO2 ditentukan


oleh respirasi. Maka perubahan kadar H2CO3 dinamakan respiratorik.

19
Penurunan pH akibat peningkatan kadar H2CO3 dinamakan asidosis respiratorik.
Peningkatan pH akibat penurunan kadar H2CO3 dinamakan alkalosis respiratorik

 Sedangkan perubahan kadar garam HCO3 dihubungkan dengan metabolik


Penurunan pH akibat penurunan kadar garam HCO3 dinamakan asidosis
metabolik. Peningkatan pH akibat peningkatan kadar garam HCO 3 dinamakan
alkalosis respiratorik

ASIDOSIS RESPIRATORIK

Penyebab:

Pengeluaran CO2 terhalang sehingga terjadi penumpukan CO2 (P CO2 meningkat)


akibatnya kadar H2CO3 juga meningkat. Keadaan ini terjadi akibat asthma bronchiale,
pneumonia, emfisema, pneumothoraks, fraktur kosta dll.

Penanggulangan:

Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena P CO2
meningkat, maka garam HCO3 juga harus ditingkatkan, dengan cara meningkatkan
resorpsi HCO3 di tubulus ginjal sampai rasio 20 tercapai (asidosis respiratorik
terkompensasi). Tahap berikutnya adalah secara pelan-pelan kadar garam HCO3 dan
H2CO3 dikembalikan ke keadaan normal.

ALKALOSIS RESPIRATORIK

Penyebab:

Pengeluaran CO2 berlebihan (pada pernafan cepat/hiperventilasi) sehingga P CO2


menurun sehingga kadar H2CO3 juga menurun. Keadaan ini terjadi akibat anoksia,
ensefalitis, febris, histeris dll.

Penanggulangan:

Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena P CO2
menurun, maka garam HCO3 juga harus diturunkan, dengan cara mengurangi resorpsi
HCO3 di tubulus ginjal sampai rasio 20 tercapai (alkalosis respiratorik terkompensasi).

20
Tahap berikutnya adalah secara pelan-pelan kadar garam HCO 3 dan H2CO3
dikembalikan ke keadaan normal.

ASIDOSIS METABOLIK

Penyebab:

Penurunan kadar garam HCO3 tanpa diimbangi penurunan kadar H2CO3, umumnya
terjadi akibat pengeluaran HCO3 yang berlebihan, misalnya pada kasus:

- Terlalu banyak pembuangan asam melalui ginjal sehingga garam HCO 3 ikut
terbuang, misalnya pada diabetes mellitus, keracunan asam salisilat dll.
- Fungsi resorpsi ginjal terganggu (nefritis, hidronefrosis, pielonefritis, TBC ginjal
dll.)
- Terbuangnya HCO3 melalui usus misalnya diare

Penanggulangan:

Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena kadar basa
berkurang, maka H2CO3 harus diturunkan pula dengan cara menurunkan CO 2 melalui
pernafasan sampai rasio 20 tercapai (asidosis metaboli terkompensasi). Akibatnya
terjadilah pernafasan yang cepat dan dalam (kusmault)

ALKALOSIS METABOLIK

Penyebab:

Peningkatan kadar garam HCO3 tanpa diimbangi peningkatan kadar H2CO3, misalnya
pada kasus:

- Pemberian obat alkalis yang berlebihan (pada kasus ulkus peptikum)


- Pengeluaran HCl lambung berlebihan (emesis, kumbah lambung). Hal ini
menyebabkan sekresi asam lambung berlebihan, sehingga chloride shift
meningkat yang berakibat pada kandungan bikarbonat meningkat dalam
plasma.

21
- Terbuangnya HCO3 melalui usus misalnya diare

Penanggulangan:

Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena kadar basa
meningkat, maka H2CO3 harus ditingkatkan pula dengan cara meningkatkan CO2
melalui pernafasan sampai rasio 20 tercapai (alkalosis metabolik terkompensasi)
Akibatnya terjadilah pernafasan yang lambat dan dangkal

22
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Saluran pernapasan pada manusia diantaranya hidung, saluran pernapasan
(farink, larink, trakea, bronkus) dan paru-paru.
Gerakan pernapasan ada 2 yaitu inspirasi dan ekspirasi. Saat Inspirasi atau
menarik napas adalah proses aktif yang diselengarakan kerja otot. Kontraksi
diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikel.
Penaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis ,
meluaskan rongga dada kedua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang
bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara
ditarik masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi peran
sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.
Sedangkan saat Ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan
karena paru-paru kempis kembali yang disebabkan sifat elastis paru-paru itu.
Gerakan ini adalah proses pasif.
Gangguan pada sistem pernapasan diantaranya : Asma, Tubeculosa,
Bronkitis, Dieptri, Asfiksia, Enfisema paru, Pneumonia dan kanker paru-paru.

3.2 Saran
Dari penyusunan makalah ini diharapkan penulisa dan pembaca dan memahami
sistema pernafasan manusia, oran pernafasan, kelainan pada sistema pernafan dan
penangannya,

23
DAFTAR PUSTAKA

Bloom & Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. Hal. 629-637

http://biologigonz.blogspot.com/2009/12/gangguan-sistem-respirasi.html
(Diakses tanggal : 31 Maret 2012)

http://kamaruddinkhimenkbima.blogspot.com/2011/02/makalah-sistem-
pernapasan.html (diakses tanggal : 1 April 2012)
Pearce, Evelyn C.2009.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

Leeson, C Roland., Leeson, Thomas S., Paparo, Anthony A. 1996. Buku Ajar Histologi
Ed. 5. Jakarta : EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai