REKOMENDASI TERAPI SEPSIS 2012
Pratista Hendarjana
66
Bundel resusitasi syok septik 6 Jam :
Target bundel ini harus selesai dalam waktu 6 jam.
Terdiri dari :
1. Pemberian vasopresor pada keadaan hipotensi yang gagal diatasi dengan
resusitasi cairan agar tekanan arteri rata-rata (MAP ) ≥ 65 mm Hg.
2. Apabila masih terjadi hipotensi arteri meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan (syok septik) atau konsentrasi awal laktat darah ≥ 4 mmol / L (36
mg / dL), lakukan:
a . Ukur tekanan vena sentral ( CVP )
b . Ukur saturasi oksigen vena sentral ( ScvO2 )
3. Periksa ulang kadar laktat darah apabila kadarnya meningkat sejak awal.
67
B. Implikasi
Mengingat risiko kematian yang tinggi pada pasien dengan syok septik,
maka semua pasien dengan kadar laktat darah > 4 mmol/L (36 mg/dL)
segera dilakukan resusitasi sesuai dengan pedoman early goal-directed
therapy (EGDT) yang merupakan bagian dari bundel resusitasi syok sepik 6
jam, tanpa melihat tekanan darahnya. Bila terjadi hipotensi dan disertai
dengan peningkatan kadar laktat darah (≥ 4 mmol) maka angka kematian
berkisar 46,1%, bila hanya hipotensi saja berkisar 36,7%, dan bila hanya
peingkatan kadar laktat darah saja berkisar 30%.
68
Pengambilan contoh biakan darah sebaiknya sebelum pemberian antibiotika,
sebab bila diambil sesudah pemberian antibiotika maka akan menyebabkan
tidak terjadi pertumbuhan atau lambat terjadi pertumbuhan.
B. Waktu pengambilan.
Pengambilan biakan darah sebaiknya dilakukan pada pasien yang demam,
menggigil, hipotermia, leukositosis, pergeseran neutrofil ke kiri, neutropenia
dan terjadi gangguan fungsi organ yang tidak jelas penyebabnya (misalnya,
gagal ginjal atau tanda-tanda ganguan hemodinamik) Sampel darah
sebaiknya diambil pada saat demam atau menggigil.
Meskipun sulit untuk memprediksi bakteremia pada pasien sepsis,
sebenarnya beberapa parameter klinis dan laboratoris secara independen
berkorelasi dengan bakteremia, seperti menggigil, hipoalbuminemia, gagal
ginjal dan infeksi saluran kemih Tanda lain seperti demam baru ,hipotermia,
leukositosis dan neutrofil bergeser ke kiri, neutropenia, dan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Demam tinggi lebih sensitif dibanding dengan
leukositosis, namun demam yang tidak terlalu tinggi yang terus menerus,
bisa terjadi pada pasien endokarditis .
69
3 . Pemberian antibiotik spektrum luas
A. Waktu pemberian antibiotik
Antibiotika harus segera diberikan setelah diagnose sepsis ditegakkan.
Pembeian antibiotika awal yang memadai mengurangi kematian akibat
sepsis baik yang disebabkan oleh kuman gram negatif ataupun positif.
Pemberian antibiotika awal adalah secara empiris sambil menunggu
kepastian jenis antibiotika selanjutnya. Walaupun secara empiris, namun
setidaknya harus didasarkan atas perkiraan penyebab sepsis dan jenis kuman
yang sering terjadi.
Penyebab yang sering adalah berasal dari paru (pneumonia) atau infeksi intra
abdomen. Penyebab dari sumber yang lain biasanya < 5%.
B. Pemilihan Antibiotik.
Penentuan jenis antibiotika didasarkan atas pola kuman (pathogen) di sekitar
tempat pasien berada baik yang ada di masyarakat ataupun di rumah sakit.
Selain itu, penentuan antibiotika juga harus melalui pertimbangan keadaan
pasien, penyakit2 yang menyertainya, faktor alergi dan fungsi organ
terutama ginjal dan hati.
Jenis antibiotika awal biasanya golongan spektrum luas agar bisa mencakup
untuk dugaan kuman penyebab.
70
D. Dosis
Semua pasien harus menerima dosis awal antibiotika yang cukup. Namun,
karena pasien sepsis atau syok septik sering terganggu fungsi ginjal atau
hatinya dan memiliki volume distribusi yang tidak normal akibat resusitasi
cairan yang agresif , maka sebaiknya ahli farmakologi klinik ikut berperan
agar bisa dijamin kadar obat dalam darah mencukupi sehingga efektifitasnya
cukup
71
penelitian menunjukkan bahwa pasien pasien tersebut lebih banyak
memerlukan dialisa darah.
72
vasopressor pada keadaan yang masih hipovolemik akan merugikan bahkan
membahayakan terutama terhadap ginjal dan usus. Demikian juga pada
pasien dengan fungsi jantung yang kurang baik, sebab tekanan darah yang
meningkat akibat penggunaan vasopresor akan memperberat kerja jantung.
A.Pemantauan
Pemantauan hemodinamika pasien sepsis sangat penting karena hipotensi
merupakan ciri yang khas dan sering harus menggunakan vasopresor. Oleh
karena itu diperlukan pemantauan yang akurat serta terus menerus. Untuk
hal demikian pemantauan secara invasif melalui arteri radialis lebih tepat
disamping arteri femoralis. Yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada
keadaan tertentu (pasien masih hipovolemik dan mendapatkan vasopresor)
hasil pemantauan kedua tempat tersebut bisa berbeda.cukup bermakna.
B. Jenis Vasopresor
B.1. Norepinephrine (NE).
Merupakan obat pilihan pertama untuk mengatasi hipotensi pada pasien syok
septik. Obat ini bekerja di reseptor α adrenergic dan sedikit pada β
adrenergic, sehingga akan menyebabkan vasokonstriksi tanpa terlalu banyak
meningkatan HR. Dahulu dipercaya bahwa NE menyebabkan iskhemia pada
ginjal dan usus, namun sekarang terbukti sebaliknya asal pasien dalam
keadaan syok septik yang hiperdinamik. Sebab pada pasien demikian terjadi
penurunan filtrasi ditingkat glomerulus akibat tekanan aliran darah ke
glomerulus menurun. Dengan pemberian NE tekanan aliran darah ke
glomerulus diperbaiki sehingga flitrasinya membaik. Sebaliknya
penggunaan pada pasien yang hipovolemik akan menyebabkan perjelekan
fungsi ginjal walaupun tekanan darah sistemik meningkat.
Dibanding dengan dopamine, NE lebih efektif dalam mengatasi hipotensi
pasien syok septik.
B.2. Dopamin.
Merupakan obat vasopresor alternative setelah NE. Hanya digunakan pada
pasien dengan resiko takhiaritmia yang rendah dan bradiaritmia yang mutlak
atau relatif.
73
Dopamin akan meningkatkan tekanan darah melalui stroke volume jantung
yang meningkat dan sedikit berefek pada tahanan pembuluh darah tepi.
Efek terhadap sirkulasi splanknik bervariasi. Dopamin dosis rendah akan
meningkatkan penyediaan oksigen sebesar 65% namun hanya meningkatkan
konsumsi oksigen sebesar 16%. Dopamine akan menurunkan pH lambung
dan juga mengganggu motilitas gastroduodenal.
Dopamine akan mempengaruhi respon inflamasi pasien syok septik melalui
pengeluaran beberapa hormone termasuk diantaranya hormone prolactin.
Efek terhadap hormone dari dopamine akan berakibat jelek pada pasien yang
mengalami trauma.
Berdasar beberapa efek dopamin yang masih kontroversi, mungkin
penggunaan pada pasien syok septik kurang baik atau potensial berbahaya.
C. Terapi kombinasi
Penggunaan terapi kombinasi kadang diperlukan. Untuk ini, kombinasi
dobutamin dengan NE lebih baik dibanding dengan kombinasi dopamine
dan NE atau hanya dopamin saja.
74
kurang dari 30%, diberikan transfusi sel darah merah dengan syarat
resusitasi cairan telah mencapai nilai CVP > 8 mm Hg. Strategi yang kedua
dengan meningkatkan profil hemodinamik menggunakan inotropik. Dalam
beberapa kasus, curah jantung sendiri dapat berkurang karena disfungsi
jantung yang disebabkan oleh sepsis. Dalam kasus ini, pemberian dobutamin
(sampai maksimal 20 ug/ kgbb/min) diperlukan untuk meningkatkan suplai
oksigen ke jaringan dan mencegah disfungsi organ lebih lanjut karena
hipoperfusi dan iskhemia. Jika setelah terapi dobutamin masih terjadi
hipotensi, terapi norepinephrine harus diberikan untuk melawan efek
vasodilatasi dari dobutamin.
Pemberian inotropik cukup beralasan, karena pada kasus sepsis seringkali
terjadi gangguan fungsi kontraksi otot jantung. Namun perlu diingat bahwa
pemberian iniotropik pada kasus yang tidak menunjukkan penurunan cariac
output (untuk mencapai nilai supra normal) tidak dianjurkan.
75
1. Kortikosteroid
1. Jangan menggunakan hidrokortison intravena untuk terapi pasien
dewasa syok septik jika resusitasi cairan dan terapi vasopressor sudah
dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik Apabila dengan cara
tersebut tidak bisa mencapai sasaran, bisa diberikan hidrokortison
intravena 200 mg/hari.
2. Tidak perlu melakukan tes stimulasi ACTH pada pasien dewasa syok
septik yang sebenarnya harus mendapatkan hidrokortison.
3. Apabila vasopresor sudah tidak diperlukan lagi, sebaiknya hidrokortison
diturunkan secara bertahap.
4. Kortikosteroid jangan diberikan pada pasien sepsis tanpa syok.
5. Pemberian hidrokortison lebih baik secara kontinyu dengan meng-
gunakan pompa infus dibanding dengan pemberian secara bolus
berulang .
3. Immunoglobulin
Imunoglobulin intravena sebaiknya tidak digunakan pada pasien dewasa
yang sepsis berat atau syok septik.
76
4. Selenium
Selenium intravena tidak digunakan untuk terapi pasien sepsis berat.
77
6. Sedasi, Analgesia, dan pelumpuh otot pada pasien sepsis
Pemberian sedasi baik secara kotinyu atau intermiten pada pasien yang
menggunakan ventilasi mekanik hendaknya dititrasi sesuai dengan target
yang ingin dicapai. Penggunaan NMBA pada pasien sepsis yang tidak
disertai ARDS sebaiknya dihindari karena bisa menyebabkan efek yang
berkepanjangan setelah penghentian penggunaannya. Kalau toh terpaksa
digunakan, hendaknya dipantau ketat sesuai target yang diinginkan dengan
menggunakan train of four. Penggunaannya hanya dalam waktu yang
singkat saja (≤ 48 jam) dan pada fase dini ARDS dimana PaO2/FiO2 < 150
mmHg.
Pada pasien yang mengalami gagal ginjal akut dan hemodinamikanya tidak
stabil, seringkali perlu menggunakan terapi pengganti ginjal (baik yang
secara intermiten atau kontinyu) yang sekaligus untuk mengelola terapi
cairannya.
9. Terapi bikarbonat
Pemberian natrium bikarbonat untuk tujuan memperbaiki hemodinamik atau
mengurangi kebutuhan vasopresor pada pasien yang mengalami asidosis
laktatemia (ph < 7,15) akibat hipoperfusi, hendaknya tidak dilakukan.
78
ginjal < 30 ml / men, sebaiknya menggunakan dalteparin atau LMWH yang
lain yang tidak terlalu dimetabolisir ginjal.
Sebaiknya pencegahan tromboemboli dilakukan secara mekanik (pneumatic
compression) dan obat2an. Bila ada indikasi kontra penggunaan obat-obatan
(heparin) seperti trombositopenia, gangguan pembekuan darah yang serius,
perdarahan yang masih aktif, perdarahan otak yang baru saja terjadi,
pencegahan DVT bisa dilakukan dengan mekanik saja, yaitu pneumatic
compression atau stocking compression, kecuali bila ada indikasi kontra.
12.Nutrisi
1. Dalam waktu 48 jam sejak terdiagnosa sepsis dan pasien bisa toleran,
nutrisi secara oral atau enteral segera diberikan daripada pasien
dipuasakan dan hanya diberikan glukosa intravena
2. Hindari pemberian makan dengan kalori penuh di minggu pertama,
cukup dengan dosis rendah (misalnya 500 kalori per hari ) , yang
kemudian dinaikkan secara bertahap.
3. Dalam waktu 7 hari pertama, menggunakan glukosa intravena dan
nutrisi enteral lebih baik daripada hanya nutrisi parenteral total ( TPN )
saja atau nutrisi parenteral digabung dengan makanan enteral
4. Tidak perlu menggunakan tambahan nutrisi yang bersifat
imunomodulator.
13. Prognosa
Segala rencana pengelolaan pasien hendaknya dikemukakan dan
didiskusikan dengan fihak keluarga, termasuk didalamnya tentang prognosa
pasien. Juga kemungkinan tentang pengakhiran pengelolaan atau penundaan
pengobatan atau dikelola secara paliatif saja. Penjelasan kepada keluarga
hendaknya secepatnya, jangan lebih dari 72 jam sejak masuk ICU.
79
REFERENSI
1. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving Sepsis Campaign:
International guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012.
Critical Care Medicine. 2013 Feb;41(2):580-637.
2. Institute for Healthcare Improvement, Severe Sepsis Bundles (April 2013).
www.ihi.org
80