Anda di halaman 1dari 15

PENGANTAR DASAR MIKROBIOLOGI 

Anis Karuniawati

PENGANTAR DASAR MIKROBIOLOGI KLINIK1,2

M ikroba atau mikroorganisme adalah makhluk hidup sangat kecil yang


hanya akan terlihat oleh mata dengan bantuan mikroskop. Berdasarkan
ukuran dan karakteristik lainnya, mikroba terbagi atas beberapa kelompok
yaitu bakteri, jamur (ragi dan kapang), protozoa, alga mikroskopik, serta
virus dan bentuk non-seluler lain yang berada pada batas hidup dan ‘tidak’-
hidup.
Bakteri adalah mikroorganisme sel tunggal (unicellular) dan relatif
sederhana. Materi genetik di dalam sitoplasmanya tidak terbungkus oleh
membran inti sehingga sel bakteri digolongkan prokariot. Selain bakteri,
golongan prokariot lain adalah archaea. Archaea adalah mikroba seperti
bakteri, sebagian memiliki dinding sel yang tidak mengandung peptidoglikan,
hidup pada lingkungan yang ekstrim, dan selama ini tidak pernah ditemukan
sebagai penyebab infeksi pada manusia.
Jamur atau fungi, protozoa, dan algae adalah mikroba yang termasuk
golongan eukariot yaitu inti selnya terbungkus oleh membran inti sehingga
terpisah sebagai organ sel tersendiri di dalam sitoplasma. Virus adalah
mikroba yang bukan sel (acellular) yang hanya bisa dilihat melalui
mikroskop elektron. Mikroba ini memiliki struktur yang sangat sederhana,
yaitu mengandung salah satu asam nukleat, DNA atau RNA saja dan
terbungkus selubung protein (protein coat). Sebagian virus memiliki lapisan
lipid tambahan yang membungkusnya yang disebut envelope. Semua sel
hidup seharusnya memiliki kedua bentuk asam nukleat (DNA dan RNA)
untuk dapat terjadi reaksi kimia dan bereproduksi. Sementara itu, karena
virus hanya memiliki salah satu tipe asam nukleat maka untuk berkembang
biak harus menggunakan organel sel lain yang diinfeksinya. Dengan
mempertimbangkan bahwa salah satu sifat makhluk hidup adalah dapat
berkembang biak, maka ketidakmampuan virus berkembang biak di luar sel

15 
hidup menyebabkan keraguan untuk mengelompokkan virus sebagai
makhluk hidup.
1. Bakteri dapat diklasifikan berdasarkan berbagai hal:1,2
a. Morfologi sel
Sel bakteri memiliki bentuk dasar batang (bacillus), kokus atau bulat
(coccus), dan spiral. Sel-sel tersebut hidup berkelompok dalam
populasi dalam bentuk sel terpisah (individual), berdua (diplo-),
berkelompok seperti bentuk anggur (staphylo-), berantai (strepto-),
atau berfilamen. Bentuk dalam populasi ini mempengaruhi
penamaannya, seperti misalnya Staphylococcus adalah sel bentuk
bulat yang hidup berkelompok seperti anggur; Streptococcus adalah
sel berbentuk bulat yang berantai.
b. Kecepatan pertumbuhan
Berdasarkan kecepatan pertumbuhannya bakteri dibagi atas tumbuh
cepat (rapid grower) dan tumbuh lambat (slow grower). Pada
umumnya bakteri patogen tumbuh cepat, yaitu waktu yang
diperlukan sel untuk membelah dan berkembak biak dari 1 menjadi
2 sel membutuhkan waktu 20 menit (contoh Escherichia coli),
sedangkan sebagian bakteri patogen lainnya termasuk tumbuh
lambat, yaitu membutuhkan waktu hingga +20 jam untuk
berkembak biak dari 1 menjadi 2 sel (contoh Mycobacterium
tuberculosis).
c. Kebutuhan gas oksigen dan karbondioksida
Berdasarkan kebutuhan gas oksigen dan karbondioksida, mikroba
dikelompokkan menjadi:
 Aerob obligat: membutuhkan O2 sebanyak kandungan O2 di udara
(21%)
 Anaerob obligat: tidak membutuhkan O2 untuk metabolismenya
dan bahkan oksigen bersifat toksik, sehingga mikroba akan mati
bila terpapar O2. Hal ini terjadi karena bakteri tidak memiliki
enzim superoksid dismutase dan peroksidase/katalase yang bisa
mengubah oksigen yang toksik menjadi bentuk netral
 Anaerob fakultatif: mikroba dalam kelompok ini memiliki
kemampuan metabolisme melalui reaksi fermentasi bila tidak ada
O2, sehingga dapat hidup dengan atau tanpa oksigen

16 
 Mikroaerofilik: mikroba dalam kelompok ini hanya bisa hidup
dan berkembang biak pada tekanan oksigen yang lebih rendah
dari pada udara, yaitu 5-10%
 Kapnofilik: mikroba yang tumbuh baik bila terdapat karbondioksida
dengan tekanan lebih tinggi (5-10%) dalam lingkungannya.
Sebagian bakteri aerob, anaerob dan anaerob fakultatif juga
bersifat kapnofilik.
d. Pewarnaan diferensial
Pewarnaan Gram dan tahan asam adalah pewarnaan diferensial yang
seringkali digunakan untuk membedakan bakteri dalam 2 kelompok
besar. Pewarnaan Gram, yang metodenya diciptakan oleh Hans
Christian Gram pada tahun1884 mengelompokkan bakteri menjadi
bakteri gram-positif (berwana ungu) dan gram-negatif (berwarna
merah). Sementara itu beberapa jenis pewarnaan tahan asam
(Kinyoun Gabbet, Ziehl Neelsen, Auramine-O, Auramine-rhodamin)
mengelompokkan bakteri menjadi bakteri tahan asam dan tidak
tahan asam.
Pewarnaan Gram menggunakan 2 zat warna dan 2 reagen, yaitu
pewarna gentian ungu sebagai pewarna pertama dan safranin sebagai
pewarna kedua, sedangkan reagen yang digunakan adalah iodin dan
alkohol 95%. Perbedaan warna yang timbul adalah akibat perbedaan
struktur dinding sel kedua kelompok bakteri. Lapisan peptidoglikan
yang cukup tebal pada bakteri gram-positif akan mempertahankan
kompleks zat warna gentian violet dan iodin setelah perlakuan
dengan alkohol 95%. Sementara itu gram-negatif yang memiliki
lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan lapisan lipopolisakarida
yang akan dirusak oleh alkohol, akan melepaskan zat warna gentian
violet-iodin sehingga menjadi tidak berwarna dan tidak terlihat di
bawah mikroskop. Oleh karena itu diperlukan zat warna kedua, yaitu
safranin yang berwarna merah supaya bakteri dapat terlihat di bawah
mikroskop.1
Pewarnaan Gram adalah pewarnaan yang cepat (kurang lebih proses
pewarnaan membutuhkan waktu 15 menit), mudah dan sangat
berguna dalam pemeriksaan mikrobiologi. Namun demikian tidak
semua bakteri dapat diwarnai Gram dengan baik karena bakteri

17 
tersebut tidak dapat menyerap zat warna yang digunakan. Hasil
pewarnaan Gram pada beberapa jenis spesimen dapat digunakan
oleh klinisi sebagai acuan dalam pemberian dan pemilihan terapi
antibiotik empirik. Bagi laboran, hasil pewarnaan ini digunakan
untuk menentukan kualitas spesimen, kemurnian isolat bakteri,
sebagai penentu jenis metode identifikasi selanjutnya, serta kontrol
kualitas hasil biakan.
e. Uji Biokimia
Pada sebagian besar kelompok bakteri, aktifitas enzimatik secara
rutin digunakan untuk membedakan spesies bakteri yang satu dan
lainnya. Sebagai contoh uji yang sering dilakukan adalah penentuan
kemampuan fermentasi beberapa jenis karbohidrat untuk mem-
bedakan spesies di dalam famili Enterobacteriaceae. Selain uji
fermentasi, terdapat uji lainnya yang menyertai untuk dapat
mengidentifikasi bakteri lebih baik. Sebagai contoh sebelum dilaku-
kan uji fermentasi karbohidrat pada bakteri gram-negatif, terlebih
dahulu dilakukan uji oksidase. Bakteri dalam famili Enterobac-
teriaceae (Escherichia coli, Citrobacter sp., Enterobacter sp.,
Shigella sp., Salmonella sp.) dan Acinetobacter sp. bersifat oksidase
negatif sedangkan Pseudomonas sp. bersifat oksidase positif. Uji
lain yang juga dilakukan misalnya adalah koagulase, urease, indol,
merah metil, sitrat, dan sebagainya. Semakin banyak jenis reaksi
yang dilakukan akan semakin meningkatkan spesifisitas uji.
Reagen uji biokimia dapat dibuat di laboratorium atau digunakan
serangkaian uji biokimia yang tersedia secara komersial. Waktu
yang diperlukan untuk melakukan uji sampai dengan membaca hasil
berkisar antara 4-24 jam tergantung metode yang digunakan. Uji
komersial yang saat ini banyak tersedia menggunakan metode
identifikasi numerik, yang memberikan angka untuk setiap hasil uji
yang terlihat lalu disesuaikan dengan database untuk setiap bakteri
yang hasil uji biokimianya telah diketahui.1
f. Serologi
Selain digunakan untuk deteksi adanya antibodi dalam serum, uji
serologi juga digunakan untuk mengidentifikasi adanya antigen
spesifik pada mikroba. Uji serologi tidak hanya mampu mem-

18 
bedakan sampai ke tingkat spesies, namun juga dapat menentukan
serotipe, serovar ataupun biovar. Sebagai contoh penentuan serotipe
adalah deteksi komposisi antigen O dan H pada Enterobacteriaceae.
Metode yang digunakan pada uji serologi antara lain adalah uji
aglutinasi, enzym linked immunosorbent assay (ELISA), dan Western
blotting.
g. Uji Faga
Faga adalah virus yang menginfeksi bakteri dan mengakibatkan lisis
sel bakteri yang sensitif terhadap faga tersebut. Uji ini cukup sensitif
karena jenis faga tertentu hanya menginfeksi spesies bakteri tertentu
bahkan hanya strain tertentu. Sebaliknya suatu strain mungkin
sensitif terhadap dua jenis faga sedangkan strain lain dalam spesies
yang sama sensitif terhadap 2 jenis faga yang sama dan jenis faga
ketiga lainnya.
h. Profil asam lemak
Bakteri menyintesis berbagai macam asam lemak yang bersifat
konstan untuk suatu spesies bakteri tertentu. Suatu sistem komersial
telah dikembangkan untuk mengidentifikasi bakteri melalu
pengujian asam lemak yang dihasilkan dibandingkan dengan profil
asam lemak bakteri yang telah diketahui dalam database.
i. Asam deoksinukleat (DNA)
Susunan dan komposisi DNA seringkali digunakan untuk melihat
adanya kemiripan mikroba secara genotip. Beberapa metode dapat
digunakan seperti uji komposisi basa DNA (DNA base composition)
untuk melihat persentase guanine dan cytosine. Dengan mengetahui
persentase GC maka akan diketahui pula persentase AT karena
GC+AT=100%. Dua jenis bakteri dikatakan sangat mirip bila
memiliki persentase GC yang hampir sama (<10%), artinya kedua
bakteri memiliki gen yang mirip atau hampir identik. Tetapi uji ini
tidak dapat berdiri sendiri, harus disertai uji lain yang mendukung
kemiripan 2 atau lebih bakteri uji.
Uji lain yang dapat dilakukan adalah DNA fingerprinting. Uji ini
dapat membandingkan kemiripan 2 atau lebih mikroba dengan
menggunakan enzim restriksi atau pemotong. Fragmen yang di-
hasilkan kemudian dipisahkan dengan elektroforeses. Perbandingan

19 
jumlah dan ukuran fragmen DNA yang terestriksi atau terpotong
yang terlihat pada hasil elektroforesis akan memberikan informasi
tentang kemiripan atau perbedaan sifat genotip bakteri yang diuji.
Uji ini sering digunakan untuk menentukan sumber infeksi suatu
wabah infeksi di rumah sakit.
Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu metode molekuler
untuk mendeteksi mikroba, terutama yang sulit dibiakkan dengan
metode konvensional. Metode ini sangat sensitif dan spesifik. Mesin
PCR berfungsi untuk memperbanyak DNA mikroba menggunakan
primer yang spesifik yang akan berikatan secara komplementer
dengan DNA mikroba. Hasil reaksi ini kemudian divisualisasikan
diantaranya menggunakan gel elektroforesis.

STRUKTUR BAKTERI1,2

Secara umum struktur bakteri atas 3 bagian yaitu struktur eksternal dari
dinding sel, dinding sel, dan struktur internal dari dinding sel. Struktur
eksternal atau berada di bagian luar dari dinding sel terdiri dari:
 Glycocalyx (=sugar coat) yang menyelubungi sel, yang terutama terdiri
dari polisakharida atau polipeptida atau keduanya. Komposisi kimia
sangat bervariasi diantara spesies bakteri. Bila substansi ini tersusun
teratur dan melekat erat pada dinding sel, disebut sebagai kapsul.
Sebaliknya bila susunan tidak teratur dan tidak terlalu melekat erat pada
dinding sel, disebut sebagai slime layer. Glycocalyx yang terbuat dari
gula disebut sebagai extracellular polysaccharide (EPS) yang sangat
berguna untuk mempertahankan dirinya dengan cara menempel pada
permukaan benda; mencegah dehidrasi dan keluarnya nutrisi dari dalam
sel. Pada beberapa bakteri, kapsul merupakan salah satu faktor virulen
untuk mencegah proses fagositosis selain juga sebagai sumber makanan
cadangan.
 Flagel menyerupai rambut yang berfungsi sebagai alat gerak bakteri.
Flagel terdiri atas 3 bagian yaitu filamen yang mengandung protein
flagelin, hook, dan basal body yang masuk (tertambat) pada dinding sel
dan membrane plasma. Protein flagelin juga disebut sebagai antigen H

20 
yang digunakan sebagai penanda serovar atau variasi dalam spesies pada
bakteri gram-negatif terutama Enterobacteriaceae.
 Axial filaments atau disebut sebagai endoflagella merupaka alat gerak
yang terdapat di dalam sel bakteri Spirochetes, diantaranya Treponema
pallidum penyebab sifilis dan Borrelia burgdorferi penyebab penyakit
Lyme.
 Fimbriae dan pili adalah rambut halus yang lebih pendek, lurus, dan
kecil dari pada flagel. Fimbriae merupakan rambut halus yang terletak
pada ujung sel atau seluruh permukaan sel, sehingga jumlah perselnya
bisa beberapa saja atau sampai ratusan. Fungsi fimbriae adalah untuk
pelekatan pada permukaan benda ataupun sel lain. Pili biasanya lebih
panjang daripada fimbriae dan berjumlah 1-2 saja perselnya. Fungsi pili
selain sebagai pelekatan pada permukaan sel lain juga sebagai jembatan
untuk perpindahan materi genetik dari satu sel ke sel yang lain.

Dinding sel memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai pelindung isi


sel, mempertahankan bentuk sel, mengandung faktor virulen penting pada
beberapa spesies dan tempat bekerjanya golongan antibiotik tertentu.
Komposisi kimia dinding sel sangat penting dalam klasifikasi bakteri.
Dinding sel bakteri gram-positif terdiri atas lapisan peptidoglikan
yang tebal dan asam teikoat (teichoic acids). Sedangkan dinding sel bakteri
gram-negatif tersusun dari outer membrane (membrane luar) dan lapisan
peptidoglikan. Peptidoglikan berada di dalam periplasma dan berikatan
dengan lipoprotein yang berada pada outer membrane. Periplasma adalah
ruangan di antara outer membrane dan membran plasma yang berisi cairan
seperti gel mengandung enzim dan protein transport. Dinding sel bakteri
gram-negatif tidak mengandung asam teikolat dan karena peptidoglikan
sangat tipis maka sel bersifat lebih rapuh daripada sel bakteri gram-positif.
Outer membrane pada sel bakteri gram-negatif memiliki banyak
fungsi diantaranya sebagai penghambat proses fagositosis, merupakan barier
untuk masuknya beberapa jenis antibiotik dan mengandung enzim pencerna
seperti lisosim, deterjen, logam berat, logam berat, dan garam empedu.
Struktur ini juga bersifat permeabel karena mengandung protein porin yang
membentuk channels untuk lewatnya nutrisi dan molekul antibiotik.
Komponen lipopolisakharida (LPS) di dalam outer membrane mengandung

21 
polisakharida yang terdiri dari gula dan disebut O polisakharida yang juga
berguna untuk klasifikasi bakteri gram-negatif. Selain itu komponen LPS
juga mengandung endotoksin yang bila terlepas dalam jumlah besar
misalnya di dalam darah, dapat menyebabkan demam dan syok.
Jenis dinding sel lain adalah yang dimiliki sel bakteri tahan asam, yang
mengandung asam mikolat (hydrophobic waxy lipid) dengan konsentrasi
tinggi (60%) sehingga sulit diwarnai dengan pewarnaan Gram. Lapisan asam
mikolat ini terletak di sebelah luar lapisan peptidoglikan dan keduanya
terhubung oleh polisakharida. Jenis bakteri ini dapat diwarnai dengan
pewarnaan tahan asam menggunakan zat warna karbofuksin.
Genus Mycoplasma adalah bakteri dengan ukuran terkecil yang tidak
memiliki dinding sel tapi memiliki membran sel yang mengandung sterol
yang dapat melindungi isi sel.
Struktur internal atau struktur yang berada di bagian lebih dalam dari
dinding sel adalah:
 Membran sitoplasma merupakan lapisan tipis yang terutama mengandung
fosfolipid dan protein tapi tidak mengandung sterol kecuali Mycoplasma.
Membran sitoplasma merupakan barier bersifat semipermeabel yang
mengatur masuk dan keluarnya materi ke- dan dari sitoplasma yang
dibantu oleh molekul tansporter. Selain itu membran juga mengandung
enzim untuk memecah nutrien untuk menghasilkan energi.
Beberapa jenis antibiotik (contoh: polimiksin) dan desinfektan (contoh:
alkohol dan quartenary ammonium) bekerja pada membran plasma, dan
mengingat pentingnya fungsi membran ini maka kerusakannya akan
mengakibatkan kebocoran materi intrasel dan kematian sel.
 Sitoplasma terdiri dari 80% air yang mengandung protein, karbohidrat,
lipid, ion inorganik dan molekul lainnya. Struktur utama sitoplasma
adalah daerah inti sel yang mengandung DNA; ribosom; dan cadangan
makanan yang disebut inklusi.
 Nukleoid adalah suatu area di dalam sitoplasma yang mengandung satu
untaian materi genetik berupa rantai ganda DNA yang panjang dan
melingkar-lingkar disebut kromosom. Kromosom tidak dibungkus
membran seperti pada sel eukariot dan mengandung informasi tentang
struktur dan fungsi sel. Kromosom ini menempati kurang lebih 20%
besar sel.

22 
Selain kromosom, seringkali bakteri juga memiliki elemen genetik
ekstra-kromosom berupa rantai ganda DNA sirkular yang kecil disebut
plasmid. Plasmid hanya memiliki 5-100 gen yang bukan merupakan gen
yang penting untuk kehidupan sel. Plasmid bisa berpindah dari satu sel
ke dalam sel yang lain tanpa menimbulkan kerusakan sel.
 Ribosom berfungsi untuk melakukan sintesis protein, yang terdiri dari 2
sub-unit yang masing-masing terdiri dari protein dan ribosomal RNA
(rRNA). Ribosom pada sel prokariot disebut sebagai 70S ribosom
(S=Svedberg unit) yang terdiri dari 30S subunit mengandung 1 molekul
rRNA dan 50S 2 molekul rRNA.
Beberapa jenis antibiotik bekerja dengan cara menghambat sintesis
protein pada sel prokariot. Sebagai contoh 30S adalah target kerja
streptomisin dan gentamisin sedangkan 50S adalah target kerja
eritromisin dan kloramfenikol sehingga keduanya akan mengakibatkan
sintesis protein terganggu.
 Inklusi adalah cadangan makanan yang akan digunakan bila lingkungan
tidak menyediakan sumber makanan yang cukup. Sebagian jenis inklusi
dimiliki oleh berbagai spesies bakteri dan sebagian lainnya hanya
dimiliki oleh spesies tertentu sehingga dapat digunakan sebagai penanda
identifikasi bakteri.

KERJA ANTIBIOTIK1,2,3

Antibiotik dapat bersifat bakterisid atau bakteriostatik. Antibiotik yang


bakterisid dapat membunuh bakteri secara langsung sedangkan bakterio-
statik hanya menghambat pertumbuhan bakteri, selanjutnya sistem imun
tubuh pejamu yang akan mematikannya.
Berdasarkan aktifitasnya, antibiotik terbagi atas:
1. Menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik golongan beta-laktam yaitu penisilin, sefalosporin, basitrasin,
dan vankomisin mencegah sintesis peptidoglikan yang intak sehingga
akan melemahkan dinding sel dan mengakibatkan sel lisis. Oleh karena
yang dihambat adalah proses sintesis, maka hanya sel yang sedang aktif
tumbuhlah yang dapat dibunuh oleh antibiotik ini. Dinding sel manusia

23 
tidak mengandung peptidoglikan sehingga toksisitas golongan antibiotik
ini sangat minimal bagi manusia.
2. Menghambat sintesis protein
Antibiotik yang memiliki target kerja di ribosom 70S adalah kloram-
fenikol, eritromisin, streptomisin, dan tetrasiklin. Seperti telah disebut-
kan sebelumnya bahwa sel bakteri memiliki ribosom 70S, berbeda
dengan sel manusia (eukariot) yang memiliki ribosom 80S, hal ini
mengakibatkan adanya toksisitas selektif pada sel manusia. Selain itu sel
manusia juga memiliki mitokondria yang mengandung ribosom 70S
yang mirip dengan ribosom yang terdapat dalam sel bakteri, sehingga
pemberian antibiotik tersebut akan dapat memberikan efek samping
(advers effect) pada pasien. Antibiotik yang bekerja dengan cara ini
berspektrum luas kecuali eritromisin yang berspektrum sempit untuk
bakteri gram-positif saja karena bakteri ini tidak mampu menembus
dinding bakteri gram-negatif.
Kloramfenikol bekerja pada ribosom 50S, menghambat pembentukan
ikatan peptida. Tetrasiklin bekerja pada ribosom 30S, mengganggu
penempelan rRNA yang membawa asam amino pada ribosom sehingga
mencegah penambahan asam amino pada pembentukan rantai
polipeptida. Antibiotik golongan aminoglikosida seperti gentamisin dan
streptomisin mengganggu tahap awal sintesis protein dengan cara
mengubah bentuk 30S, sehingga perintah mRNA tidak dapat terbaca
dengan benar.
3. Merusak membran sitoplasma
Antibiotik golongan polipeptida, misalnya polimiksin B melekat pada
fosfolipid dalam membran sitoplasma sehingga mengubah permea-
bilitasnya yang berakibat sel kehilangan metabolit sel yang penting.
4. Menghambat sintesis asam nukleat
Rifampin dan golongan kuinolon bekerja dengan mengganggu proses
replikasi dan transkripsi DNA dan toksisitasnya bersifat selektif karena
antibiotik ini juga dapat mengganggu sintesis DNA dan RNA sel
mamalia.
5. Menghambat sintesis metabolit esensial
Aktifitas enzimatik di dalam sel mikroba dapat dihambat secara
kompetitif oleh zat lain. Sebagai contoh adalah inhibisi kompetitif antara

24 
sulfanilamide (golongan sulfa) dan para-aminobenzoic acid (PABA).
PABA adalah zat yang diperlukan dalam reaksi enzimatik sintesis asam
folat, yaitu suatu koenzim untuk sintesis purin dan pirimidin yang
diperlukan dalam pembuatan asam nukleat dan asam amino.
Sulfanilamide akan berkompetisi dengan PABA, sehingga sintesis asam
folat akan terganggu. Antibiotik yang juga memiliki aktifitas
antimetabolit adalah sulfones dan trimethoprim.

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI3,4

Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui ada atau


tidaknya mikroba yang diduga merupakan penyebab penyakit infeksi yang
diderita oleh seorang pasien. Bila pemeriksaan membuktikan bahwa terdapat
mikroba patogen penyebab maka dilanjutkan dengan uji kepekaan bakteri
atau jamur terhadap antibiotik atau antijamur. Hasil pemeriksaan harus
diinterpretasi dengan baik, mengingat permukaan tubuh manusia (kulit dan
mukosa) mengandung flora normal yang bisa terambil bersama spesimen
dan teridentifikasi tetapi tidak harus dilaporkan kepada klinisi sebagai
bakteri penyebab infeksi. Bila hasil pemeriksaan mikrobiologi diinterpretasi
dengan salah, maka justru akan menyebabkan diagnosis dan penatalaksanaan
yang salah pula.
Pemeriksaan mikrobiologi terdiri atas tahap pra-analitik, analitik dan pasca-
analitik, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Fase Pra-analitik:
Fase pra-analitik adalah fase penanganan spesimen yang dimulai sejak
klinisi memutuskan perlunya pemeriksaan mikrobiologi untuk
menegakkan diagnosis infeksi sampai spesimen diterima oleh laboran
mikrobiologi. Beberapa faktor yang harus diperhatikan pada fase ini
untuk untuk mendapatkan hasil yang baik adalah:
 Waktu pengambilan spesimen
Pada prinsipnya spesimen harus segera diambil segera ketika klinisi
memberikan instruksi. Hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
waktu pengambilan adalah:
 Pengambilan pada saat akut dan sebelum pemberian antibiotik
atau bebas antibiotik selama 3 hari
 Spesimen darah diambil saat pasien demam

25 
Beberapa pengecualian dapat dilakukan namun diperlukan konsultasi
dengan SpMK untuk menentukan jenis spesimen, waktu pengambilan
ataupun jenis medium yang digunakan.
 Jenis spesimen yang diambil
Jenis spesimen ditentukan berdasarkan suspek sumber infeksi pada
tubuh pasien. Dalam hal ini pengetahuan tentang patogenesis atau
perjalanan penyakit sangat diperlukan sehingga dapat dipilih jenis
spesimen yang tepat dan pada waktu yang tepat. Pada keadaan sepsis,
selain pembiakan darah juga digunakan spesimen lain yang diduga
kuat sebagai sumber infeksi.
 Cara pengambilan spesimen
Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi berbeda dengan
untuk tujuan pemeriksaan hematologi, kimia, patologi anatomi, atau yang
lainnya. Selain itu cara pengambilan yang dilakukan harus sedemikian
sehingga dapat menghindari kontaminasi flora normal atau kolonisasi
mikroba di area pengambilan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah:
 Tenaga kesehatan yang mengambil spesimen menggunakan alat
pelindung diri
 Penggunaan alat dan wadah steril
 Pembersihan kulit dengan antiseptik sebelum pengambilan darah
atau kulit sekitar luka sebelum pengambilan spesimen usap atau
aspirat luka
 Penggunaan antiseptik dan larutan fisiologis steril untuk mencuci luka
sebelum pengambilan spesimen di dasar dan tepi luka. Penggunaan
antiseptik adalah untuk menghindari terambilnya bakteri yang
mengkolonisasi luka, sedangkan pencucian dengan larutan fisiologi
steril untuk mencegah terbawanya antiseptik ke dalam medium
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
 Jumlah spesimen yang mencukupi
 Edukasi secara jelas dan gamblang (menggunakan gambar) harus
dilakukan kepada pasien yang mengambil spesimennya sendiri,
seperti urin dan feses
 Pemberian label pada wadah spesimen (bukan tutupnya) yang
memberi informasi tentang nama pasien, tanggal lahir atau umur,
nomor rekam medik, jenis spesimen (bila swab disertai tempat

26 
pengambilan), bangsal tempat rawat, dan waktu pengambilan
(tanggal dan jam)
 Penyimpanan dan Pengiriman spesimen
Penyimpanan dan pengiriman yang benar bertujuan untuk
mempertahankan hidup bakteri patogen yang mungkin hanya sedikit
jumlahnya atau merupakan bakteri yang mudah mati. Selain itu
penyimpanan yang benar selama pengiriman penting pada spesimen
yang berasal dari tempat yang tidak steril (sputum, urin, feses, dll)
untuk mencegah pertumbuhan flora normal yang berlebihan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah:
 Penggunaan medium transport yang sesuai jenis spesimen dan
mikroba yang diduga sebagai penyebab infeksi
 Pengiriman secepatnya ke laboratorium, diharapkan dalam 30
menit (ideal) – 2 jam sampai di laboratorium
 Spesimen yang disimpan dalam suhu dingin (refrigerate) adalah
cairan serebrospinal untuk pemeriksaan virus, telinga luar, feses,
sputum, dan urin
 Spesimen yang disimpan dalam suhu ruang adalah aspirat atau
usap abses, lesi, luka, aspirat cairan tubuh, aspirat cairan serebro-
spinal untuk kultur bakteri, aspirat atau usap telinga tengah, usap
genital, usap hidung, usap tenggorok, jaringan

Pengiriman spesimen harus disertai formulir permintaan pemeriksaan


yang diisi lengkap meliputi:
 Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, bangsal tempat rawat)
 Identitas dokter yang merawat (nama, alamat, nomor telefon yang
mudah dihubungi)
 Keterangan spesimen yang dikirim (jenis, asal pengambilan,
waktu pengambilan meliputi tanggal dan jam)
 Informasi klinis yang relevan (infeksi akut atau kronik, tanda klinis
spesifik yang bisa mengarahkan pada jenis mikroba penyebab)
 Penggunaan antibiotik sebelum atau saat pengambilan spesimen
 Pemeriksaan mikrobiologi yang dikehendaki
 Penilaian spesimen yang memenuhi syarat untuk diperiksa
Penilaian kualitas spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium.
Penilaian meliputi:

27 
 Wadah dalam keadaan utuh (tidak bocor) dan tertutup rapat
 Spesimen tidak kering dan disimpan pada suhu yang benar sesuai
jenis spesimen dan tujuan pemeriksaan. Spesimen dalam bentuk
usap (swab kapas) dikirim menggunakan medium transport
 Jarak antara waktu pengambilan dan penerimaan tidak melebihi
ketentuan
 Terdapat label pada wadah
 Formulir diisi dengan lengkap
Pengiriman yang tidak memenuhi persyaratan akan diinformasikan
kepada klinisi yang merawat pasien pemilik spesimen untuk diambil
spesimen ulang atau bila tidak memungkinkan atas persetujuan klinisi
spesimen tetap diperiksa dengan catatan khusus.
2. Analitik:
Tahap analitik meliputi pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan di
laboratorium, yaitu:
 Pemeriksaan mikroskopik
 Pemeriksaan kultur, identifikasi, dan uji kepekaan terhadap
antimikroba
 Pemeriksaan serologi untuk deteksi antibodi atau antigen
 Pemeriksaan biologi molekuler untuk mendeteksi DNA atau RNA
yang spesifik terdapat pada mikroba tertentu
3. Pasca-analitik
Tahap pasca-analitik adalah sejak dilakukan interpretasi hasil di
laboratorium sampai dengan interpretasi klinisi ketika membaca hasil
pemeriksaan mikrobiologi. Tahap ini meliputi:
 Pembacaan dan penulisan hasil pemeriksaan
 Pengiriman hasil kepada klinisi
 Pemahaman hasil oleh klinisi
 Penatalaksanaan lanjutan yang dilakukan berdasarkan hasil tersebut
Dalam menentukan bahwa bakteri yang teridentifikasi dari spesimen
kemungkinan sebagai penyebab infeksi atau bukan maka hal yang
perlu diperhatikan adalah:
 Kualitas spesimen yang diperiksa baik dan kuantitas cukup
 Kesesuaian antara jenis mikroba patogen yang teridentifikasi dengan
organ atau sistem asal spesimen dan tanda klinis yang terjadi. Dalam

28 
hal ini interpretasi mencakup kesimpulan bahwa mikroba atau bakteri
yang diisolasi adalah kolonisasi atau patogen penyebab infeksi
 Bila pada spesimen yang berasal dari tempat steril ditemukan mikroba
lebih dari satu jenis, perlu dicurigai adanya kontaminasi selama
pengambilan, meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa
penyebabnya adalah polimikroba.
 Kondisi sistem imun pasien. Pada pasien dengan sistem imun yang
rendah maka sangat mungkin terjadi infeksi oleh bakteri oportunis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora Gerard J, BR Funke, CL Case. Microbiology in Introduction. 9th edition.


Pearson Benjamin Cummings. 2007
2. Bauman Robert W. Microbiology with Diseases by Taxonomy. International
Edition. Pearson. 2011
3. Mandell GL, JE Bennett, R Dolin. Mandell, Douglas, Bennett’s Principles and
Practice of Infectious Diseases. 7th edition. Churchill Livingstone Elsevier. 2010
4. Garcia Lynne S, Henry D. Isenberg. Clinical Microbiology Procedures
Handbook. 2nd Edition Update. ASM Press Washington DC. 2007

29 

Anda mungkin juga menyukai