Anda di halaman 1dari 28

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

RSUD PROF. W. Z. JOHANNES KUPANG JULI 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

ABSES SEPTUM

Disusun Oleh

Vanessa Luvita Sari, S.Ked


2008020062

Pembimbing:
dr. Tince Sarlin Nalle, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. W.Z. JOHANNES KUPANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini diajukan oleh :


Nama : Vanessa Luvita Sari, S.Ked
NIM : 2008020062
Bagian Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
RSUD Prof DR W.Z. Johannes Kupang.
Referat ini disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat yang diperlukan untuk mengikuti ujian akhir di Bagian Ilmu Penyakit THT-
KL Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana RSUD W.Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

1. dr.Tince Sarlin Nalle, Sp.THT-KL 1……………………………

Ditetapkan di : Kupang
Hari/tanggal : Juli 2022

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iv
BAB 1 PENDHULUAN...............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................3
2.1 Anatomi Hidung.................................................................................................3
2.1.1 Hidung Eksternal.............................................................................................3
2.1.2 Septum Nasi....................................................................................................5
2.1.3 Vaskularisasi...................................................................................................8
2.1.4 Inervasi............................................................................................................9
2.2 Fisiologi Hidung...............................................................................................10
2.3 Definisi Abses Septum......................................................................................10
2.4 Epidemiologi.....................................................................................................10
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko..............................................................................11
2.6 Patofisiologi.......................................................................................................12
2.7 Manifestasi Klinis.............................................................................................14
2.8 Diagnosis...........................................................................................................15
2.8.1 Anamnesis.....................................................................................................15
2.8.2 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................15
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................16
2.9 Tatalaksana.......................................................................................................18
2.11 Prognosis...........................................................................................................21
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anatomi Hidung Eksternal...............................................................................4


Gambar 2. 2 Anatomi Kartilago Hidung...............................................................................5
Gambar 2. 3 Septum Nasi........................................................................................................7
Gambar 2. 4 Vaskularisasi Nasal............................................................................................8
Gambar 2. 5 Inervasi Nasal.....................................................................................................9
Gambar 2. 6 Abses Septum Nasi (gambar pertama). Pembengkakan Septum (gambar
kedua)......................................................................................................................................15
Gambar 2. 7 Tampak Pus Bercampur Darah Setelah Dilakukan Insisi pada Septum
Nasi Dekstra............................................................................................................................16
Gambar 2. 8 Hasil CT Scan Pasien dengan Abses Nasal...................................................18
Gambar 2. 9 CT Scan Abses Nasal.......................................................................................19
Gambar 2. 10 Teknik Insisi Drainase Abses Septum.........................................................20
Gambar 2. 11 Tampon Septum Nasi....................................................................................21

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

Abses septum nasi adalah pus yang terkumpul di antara tulang rawan dengan

mukoperikondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang melapisinya (1).

Kasus ini sangat jarang ditemukan sehingga sangat sedikit dibicarakan dalam

berbagai kepustakaan. Data epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat 3 kasus abses

septum nasi dalam waktu 10 tahun terakhir di Children’s Hospital Los Angeles. Pada

dekade terakhir ini, didapatkan hanya 14 kasus abses septum nasi, termasuk 16 kasus

yang terjadi lebih dari periode 10 tahun di Massachusetts Eye and Ear Infirmary(1,2).

Abses septum biasanya didahului oleh trauma hidung yang kadang-kadang sangat

ringan sehingga tidak dirasakan oleh penderita, akibatnya timbul hematoma septum

yang bila terinfeksi akan menjadi abses(1).

Pada umumnya, abses septum nasi yang besar, terasa nyeri dan mukosa

mengalami inflamasi dan ditutupi oleh eksudat. Diagnosis abses septum nasi

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Anamnesis adanya riwayat

trauma hidung, hidung tersumbat, nyeri, sakit kepala, dan demam. Pemeriksaan fisik

didapatkan pembengkakan septum nasi yang bulat disebut ”cherry like swelling”

berwarna merah keunguan, teraba lunak, berfluktuasi, dan nyeri tekan. Secara klinis

sulit dibedakan dengan hematoma septum nasi(3). Pemeriksaan yang penting

dilakukan adalah aspirasi abses, kemudian dilakukan biakan dan tes sensitivitas.

Komplikasi yang sangat berbahaya berupa infeksi intrakranial sehingga setiap abses

septum nasi harus dianggap sebagai kasus emergensi yang memerlukan penanganan

1
yang tepat dan segera(1,3). Penanganan dini dari penyakit ini sangat penting karena

dapat menimbulkan komplikasi yang serius. Risiko komplikasi yang dapat terjadi

akibat abses septum nasi adalah risiko penyebaran infeksi ke daerah sekitar sampai ke

intracranial, serta kelainan bentuk hidung dan wajah(4,5).

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung

2.1.1 Hidung Eksternal

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar

menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas (6). Struktur hidung luar

dibedakan atas tiga bagian, yang paling atas terdapat kubah tulang yang tidak dapat

digerakkan di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan

yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung

luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya yang tampak pada Gambar 2.1 sebagai

berikut:(1,6)

1. Pangkal Hidung (Bridge)

2. Batang Hidung (Dorsum Nasi)

3. Puncak Hidung (Hip)

4. Ala Nasi

5. Kolumela

6. Lubang Hidung (Nares Anterior)

3
Gambar 2. 1 Anatomi Hidung Eksternal

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang tampak

pada Gambar 2.1, dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang

berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang

terdiri dari :(7)

1. Tulang Hidung (Os Nasal)

2. Prosesus Frontalis Os Maksila

3. Prosesus Nasalis Os Frontal

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak di bagian bawah hidung yang tampak pada Gambar 2.2, yaitu :(7)

1. Sepasang Kartilago Nasalis Lateralis Superior

2. Sepasang Kartilago Nasalis Lateralis Inferior atau Kartilago Ala Mayor

3. Tepi Anterior Kartilago Septum

4
Gambar 2. 2 Anatomi Kartilago Hidung

2.1.2 Septum Nasi

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os. Internum

di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari

nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior,

konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung

dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut

meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior yang tampak

pada Gambar 2.3(6,8). Bagian tulang yang membentuk septum nasi terdiri dari

5
Kartilago kuadrangularis, Lamina perpendikularis os ethmoid, Os vomer, Krista

nasalis maksila. Septum nasi terletak pada tulang penyangga yang terdiri dari (ventral

ke dorsal) spina nasal anterior, premaksila, dan vomer. Pada bagian kaudal, kartilago

septum nasi bebas bergerak dan berhubungan dengan kolumela oleh membran septum

nasi. Pada bagian dorsal bersatu dengan lamina perpendikularis os ethmoid. Pada

bagian ventral, berhubungan dengan dua kartilago triangularis (kartilago lateral atas),

dan bersama-sama membentuk kartilago vault dan batang hidung. Bagian tulang

septum nasi terdiri dari lamina perpendikularis os ethmoid, premaksilaris dan vomer

yang merupakan perluasan dari rostrum sphenoid(6).

Kerangka tulang rawan dari septum nasi dan kartilago lateral atas yang

berbentuk “T” memberi kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan dari tulang di

sekitarnya. Kartilago kuadrangularis adalah bagian medial kerangka T hidung.

Kaudal hidung sampai di daerah inferior septum nasi terletak pada krista maksilaris

dan diikat oleh perikondrium dan periosteum. Reseksi atau destruksi dari tulang

rawan tersebut akibat trauma atau operasi pengangkatan kartilago kuadrangularis

yang berlebihan akan mengakibatkan bentuk hidung seperti pelana(7).

6
Gambar 2. 3 Septum Nasi

Septum nasi membagi cavitas nasi menjadi dua rongga kanan dan kiri.

Septum nasi terdiri dari dua bagian yaitu yang berupa tulang dibagian posterior dan

tulang rawan di bagian anterior. Septum kartilagenous merupakan plat rata kartilago

dengan bentuk kuadrilateral yang tidak teratur yang berartikulasi dengan lamina

perpendicular os ethmoid, os vomer, dan premaksilaris. Pada bagian kaudal septum,

teridentifikasi tiga sudut. Sudut septum anterior dapat dipalpasi dengan menekan area

supratip nasal. Sudut septal posterior ditemukan di bawah nasal spine articulation

dekat perlintasan bibir/hidung. Sudut midseptal terletak di pertengahan antara sudut

anterior dan posterior septal. Septum berfungsi sebagai pendukung dorsum nasal dan

puncak hidung, dan mendukung penopang berbentuk L di bagian kaudal dan dorsal

septum(7,8).

7
2.1.3 Vaskularisasi

Bagian anterosuperior septum nasi dan dinding lateral memperoleh

perdarahan dari arteri ethmoidalis anterior dan posterior, sedangkan bagian

posteroinferior septum nasi memperoleh dari arteri sfenopalatina dan arteri maksilaris

interna. Pada bagian kaudal septum nasi terdapat pleksus Kiesselbach yang terletak

tepat di belakang vestibulum yang terlihat pada Gambar 2.4. Pleksus ini merupakan

anastomosis dari arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri palatina

mayor(9).

Area ini paling sering menjadi sumber perdarahan atau epistaksis. Perdarahan

dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang arteria sphenopalatina,

arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmoidalis posterior, arteria palatina mayor,

arteria labialis superior, dan rami lateralis arteria facialis. Pleksus venosus

menyalurkan darah kembali ke dalam vena sphenopalatina, vena facialis, dan vena

ophtalmica(9).

Gambar 2. 4 Vaskularisasi Nasal

8
2.1.4 Inervasi

Bagian anterosuperior hidung bagian dalam dipersarafi oleh n.etmoidalis

anterior dan posterior, sedangkan cabang dari n. maksilaris dan ganglion

pterigopalatina mempersarafi bagian posterior dan sensasi pada bagian anteroinferior

septum nasi dan dinding lateral yang terlihat pada Gambar 2.5 (10). Persarafan bagian

dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama terjadi melalui nervus

nasopalatinus, cabang nervus kranialis V2. Bagian anterior dipersarafi oleh nervus

ethmoidalis anterior, cabang nervus nasociliaris yang merupakan cabang nervus

cranialis V1. Dinding lateral cavitas nasi memperoleh pesarafan melalui rami nasal

nervi maksilaris, nervus palatina mayor, dan nervus ethmoidalis anterior(11).

Gambar 2. 5 Inervasi Nasal

9
2.2 Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka

fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :(12)

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring

udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme

imunologik local

2. Fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius (penciuman) dan

reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu

3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses

berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4. Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi

terhadap trauma dan pelindung panas

5. Refleks nasal. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan

dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi pada mukosa hidung aka

menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti

2.3 Definisi Abses Septum

Abses septum nasi didefinisikan sebagai pus atau nanah yang terkumpul

antara tulang rawan septum nasi dengan mukoperikondrium atau tulang septum

dengan mukoperiosteum yang melapisinya(1).

2.4 Epidemiologi

Kasus abses septum nasi sangat jarang ditemukan sehingga sangat sedikit

10
dibicarakan dalam berbagai kepustakaan. Abses septum memiliki angka kejadian

yang langka dan dapat terjadi pada semua kelompok umur. Dilaporkan terjadi pada

0,8% - 1,6% pasien dengan cedera hidung yang datang ke klinik telinga, hidung, dan

tenggorokan. Akan tetapi, sejumlah besar kasus sering tetap tidak terdiagnosis,

terutama pada anak-anak, sampai terjadi komplikasi(13).

Eavei mendapatkan 3 kasus abses septum nasi dalam waktu 10 tahun terakhir

di Children’s hospital Los Angeles. Fearon mendapatkan 43 kasus abses septum nasi

dalam periode 8 tahun di Hospital for Sick Children di Toronto. Ambrus menyatakan

pada dekade terakhir ini didapatkan hanya 14 kasus abses septum nasi, termasuk 16

kasus yang terjadi lebih dari periode 10 tahun di Massachusetts Eye and Ear

Infirmary. Dilaporkan di Rusia terdapat 116 anak dengan abses septum nasi selama 6

tahun(3). Di Toronto, Kanada dilaporkan terdapat 43 kasus abses septum nasi dalam

periode waktu 8 tahun. Trauma nasal diketahui sebagai penyebab dari abses septum

nasi, yang menyebabkan terjadinya hematoma dan berakibat pada pembentukan

abses. Usia yang paling sering terkena adalah di bawah 15 tahun diikuti usia 16-31

tahun dan jarang usia lanjut. Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Hal ini

dihubungkan dengan agresivitas dan aktivitas mereka sehingga insidens trauma

mudah terjadi(2).

2.5 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab paling sering dari abses septum adalah trauma (75%). Penyebab lain

adalah akibat penyebaran dari sinusitis ethmoidalis dan sinusitis sphenoidalis.

Disamping itu dapat juga akibat penyebaran dari infeksi gigi. Sebanyak 7% dari abses

11
septum disebabkan oleh trauma akibat tindakan septomeatoplasti. Penyebab lain

adalah trauma tumpul, diathesis perdarahan, cedera saat olahraga, dan kekerasan pada

anak. Staphylococcus aureus adalah organisme yang paling sering didapat dari hasil

kultur pada abses septum. Dapat ditemukan Streptococcus pneumoniae,

Streptococcus ß hemolyticus, Haemophilus influenzae dan organisme anaerob(1,2).

2.6 Patofisiologi

Patogenesis abses septum biasanya tergantung dari penyebabnya. Penyebab

abses septum nasi tersering adalah trauma hidung akibat kecelakaan, perkelahian,

olah raga ataupun trauma yang sangat ringan sehingga tidak dirasakan penderita

seperti mengorek kotoran hidung atau mencabut bulu hidung, sehingga timbul

hematoma septum. Selain itu, Abses septum nasi dapat terjadi secara spontan pada

pasien sindrom imunodefisiensi. Abses septum nasi dapat terjadi akibat furunkel

intranasal, peradangan sinus, akibat komplikasi operasi hidung dan penyakit sistemik.

Trauma pada septum nasi dapat menyebabkan pembuluh darah sekitar tulang rawan

pecah. Kemudian terjadi supurasi septum akibat trauma sebagai abses septum primer,

sedangkan penyebab lainnya dianggap sebagai abses septum nasi sekunder(2,4).

Hematoma septum nasi terjadi akibat trauma pada septum nasi yang merobek

pembuluh darah yang berbatasan dengan tulang rawan septum nasi. Darah akan

terkumpul pada ruang di antara tulang rawan dan mukoperikondrium. Hematoma ini

akan memisahkan tulang rawan dari mukoperikondrium, sehingga aliran darah

sebagai nutrisi bagi jaringan tulang rawan terputus, maka terjadilah nekrosis (14).

Tulang rawan septum nasi yang tidak mendapatkan aliran darah masih dapat bertahan

12
hidup selama 3 hari, setelah itu kondrosit akan mati dan akan terjadi resorpsi tulang

rawan. Bila tidak segera ditanggulangi, maka tulang septum nasi dan triangular

kartilago dapat ikut terlibat dan perforasi septum nasi dapat terjadi. Pada akhirnya

sedikit atau banyak akan terjadi parut dan hilangnya penyangga pada 2/3 kaudal

septum, ini akan menghasilkan hidung pelana, retraksi kolumella, dan pelebaran dasar

hidung. Jika ada fraktur tulang rawan, maka darah akan mengalir ke sisi kontralateral

dan terjadilah hematom septum bilateral. Hematom yang terjadi dapat besar sehingga

dapat menyumbat kedua nares. Akibat keadaan yang relatif kurang steril di bagian

anterior hidung, hematoma septum nasi dapat terinfeksi dan akan cepat berubah

menjadi abses septum nasi yang mempercepat resorpsi tulang rawan yang nekrotik.

Selain dari trauma ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan timbulnya

abses septum, yaitu penyebaran langsung dari jaringan lunak yang berasal dari infeksi

sinus. Di samping itu penyebaran infeksi dapat juga dari gigi dan daerah orbita atau

sinus kavernosus. Pada beberapa kondisi abses septum bisa diakibatkan trauma pada

saat operasi hidung(14).

Staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sering ditemukan

pada hasil kultur abses septum nasi. Selain itu, Streptococcus pneumoniae,

streptococcus milleri, Streptococcus viridians, Staphylococcus epidermis,

Haemophillus influenza dan kuman anaerob juga ditemukan pada abses septum nasi.

Tidak semua hematom septum nasi berkembang menjadi abses, bila sembuh dengan

terapi antibiotik akan terbentuk jaringan ikat, sehingga akan terjadi penebalan

jaringan septum nasi yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas dan retraksi

13
yang menimbulkan kontraktur septum nasi. Bila keadaan ini terjadi pada masa anak-

anak, akan mempengaruhi pertumbuhan 2/3 bagian wajah yang dapat menyebabkan

hipoplasia maksila. Infeksi pada septum nasi dapat masuk ke dalam sinus kavernosus

sehingga akan terjadi trombosis dan atau meningitis(14,15).

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala abses septum nasi adalah hidung tersumbat progresif disertai dengan

rasa nyeri hebat, terutama terasa di puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam dan

sakit kepala. Obstruksi umumnya satu sisi setelah beberapa hari karena nekrosis

kartigalo pus mengalir ke sisi lain menyebabkan obstruksi nasi bilateral dan total.

Dengan adanya proses supurasi tersebut akan terjadi penumpukan pus yang semakin

lama semakin bertambah banyak sehingga mengakibatkan terjadinya pembengkakan

septum yang bertambah besar seperti pada Gambar 2.6. Biasanya pasien mengeluh

hidungnya bertambah besar(3,4).

Gambar 2. 6 Abses Septum Nasi (gambar pertama). Pembengkakan Septum (gambar


kedua)

14
2.8 Diagnosis

2.8.1 Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan sebagian besar abses septum nasi biasanya

mempunyai riwayat trauma. Gejala abses septum adalah adanya obstruksi nasi

bilateral yang parah dengan rasa nyeri di hidung. Terkadang pasien juga

mengeluhkan adanya demam dan menggigil serta nyeri dikepala dibagian frontal.

Abses septum nasi sering timbul 24 – 48 jam setelah trauma, terutama pada dewasa

muda dan anak. Perlu ditanyakan riwayat operasi hidung sebelumnya, gejala

peradangan hidung dan sinus paranasal, furunkel intra nasal, penyakit gigi dan

penyakit sistemik. Apabila akibat trauma hidung, terkadang pada inspeksi masih

tampak kelainan berupa eskoriasi, laserasi kulit, epistaksis, deformitas hidung, edema

dan ekimosis. Tampak pembengkakan septum berbentuk bulat dengan permukaan

licin pada kedua sisi(14).

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Akibat trauma hidung, terkadang pada inspeksi masih tampak kelainan berupa

eskoriasi, laserasi kulit, epistaksis, deformitas hidung, edema dan ekimosis. Tampak

pembengkakan septum berbentuk bulat dengan permukaan licin pada kedua sisi. Pada

pemeriksaan rinoskopi anterior, seluruh septum nasi harus diperiksa dari kaudal

septum nasi sampai nasofaring. Tampak pembengkakan unilateral ataupun bilateral,

mulai tepat di belakang kolumella meluas ke posterior dengan jarak bervariasi.

Perubahan warna menjadi kemerahan atau kebiruan pada daerah septum nasi yang

15
membengkak menunjukkan suatu hematoma. Daerah yang dicurigai dipalpasi dengan

forsep bayonet atau aplikator kapas untuk memeriksa adanya fluktuasi dan nyeri

tekan(1,14).

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Pungsi dan aspirasi

Memastikan abses septum nasi cukup dengan aspirasi pada daerah yang

paling fluktuasi. Pada aspirasi akan didapatkan pus pada abses septum nasi,

sedangkan dari hematoma septum nasi akan keluar darah yang tampak pada Gambar

2.7. Pus yang diperoleh diperiksakan di laboratorium untuk menentukan jenis kuman

dan tes sensitifitas terhadap antibiotik. Selain bernilai diagnostik, aspirasi juga

berguna untuk mengurangi ketegangan jaringan di daerah abses septum nasi dan

mengurangi kemungkinan komplikasi ke intrakranial(1,4).

Gambar 2. 7 Tampak Pus Bercampur Darah Setelah Dilakukan Insisi pada Septum
Nasi Dekstra

16
2. Pemeriksaan laboratorium darah akan menunjukkan leukositosis(1)

3. Pemeriksaan foto rontgen sinus paranasal atau CT scan

Abses septum nasi memiliki penampakan yang khas pada pemeriksaan CT

scan sebagai akumulasi cairan dengan peninggian pinggiran yang tipis yang

melibatkan septum nasi. Hasil pemeriksaan CT scan pada penyakit abses septum nasi

adalah kumpulan cairan yang berdinding tipis dengan perubahan peradangan di

daerah sekitarnya, sama yang dengan yang terlihat pada abses di bagian tubuh yang

lain. Pemeriksaan CT scan pada kavum nasi yang memperlihatkan pengumpulan

cairan yang berdinding tipis dan seperti kista yang melibatkan septum nasi kartilago

dan pembengkakan pada jaringan nasi di sekitarnya(13).

Pencitraan CT melalui hidung rongga yang tampak pada Gambar 2.8

menunjukkan kumpulan berdinding tipis, seperti kista dengan peningkatan perifer

yang melibatkan septum hidung tulang rawan (panah besar) konsisten dengan abses

hidung. Ada tidak ada komponen padat terkait. Perhatikan pembengkakan jaringan

lunak hidung yang berdekatan (kecil panah). Sedangkan pada Gambar 2.9

menunjukkan pencitraan CT otak dengan gambaran halus hipoatenuasi septum hidung

tulang rawan (panah), ditemukan secara klinis untuk m ewakili abses septum hidung

(Gambar A) dan resolusi abses septum hidung setelah perawatan (Gambar B)(13).

17
Gambar 2. 8 Hasil CT Scan Pasien dengan Abses Nasal

Gambar 2. 9 CT Scan Abses Nasal

2.9 Tatalaksana

Abses septum nasi dan hematoma septum nasi harus dianggap sebagai kasus

darurat dalam bidang THT dan tindakan penanggulangannya harus segera dilakukan

untuk mencegah adanya komplikasi lebih lanjut. Penatalaksanaan abses septum nasi

18
yang dianjurkan yaitu drainase, antibiotik parenteral dan rekonstruksi defek septum.

Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk menyangga dorsum nasi, memelihara keutuhan

dan ketebalan septum, mencegah perforasi septum yang lebih besar dan mencegah

obstruksi nasal akibat deformitas. Sebelum insisi terlebih dahulu dilakukan aspirasi

abses dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas(1,4).

1. Insisi

Insisi dan drainase abses septum nasi dapat dilakukan dalam anestesi local

atau anestesi umum. Insisi dilakukan 2 mm dari kaudal kartilago kira-kira perbatasan

antara kulit dan mukosa (hemitransfiksi) atau caudal septal incision (CSI) pada

daerah sisi kiri septum nasi. Septum nasi dibuka secara perlahan-lahan tanpa merusak

mukosa. Jaringan granulasi, debris dan kartilago yang nekrosis diangkat dengan

menggunakan kuret dan suction. Sebaiknya semua jaringan kartilago yang patologis

diangkat(4).

Gambar 2. 10 Teknik Insisi Drainase Abses Septum

2. Dipasang Tampon

Dilakukan pemasangan tampon anterior dan pemasangan salir untuk

mencegah rekurensi. Drainase bilateral merupakan kontraindikasi karena dapat

19
menyebabkan perforasi septum nasi. Pada abses bilateral atau nekrosis dari tulang

rawan septum nasi dianjurkan untuk segera melakukan eksplorasi dan rekonstruksi

septum nasi dengan pemasangan implan tulang rawan(4).

Gambar 2. 11 Tampon Septum Nasi

3. Pemberian Antibiotik

Antibiotik spektrum luas untuk gram positif dan gram negatif, serta kuman

anaerob dapat diberikan secara parenteral. Sebelum diperoleh hasil kultur dan tes

resistensi dianjurkan untuk pemberian preparat penicillin IV dan kloramfenikol IV,

serta terapi terhadap kuman anaerob. Pada kasus tanpa komplikasi, terapi antibiotik

parenteral diberikan selama 3 sampai 5 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral

selama 7-10 hari kemudian(1).

2.10 Komplikasi

Deformitas dan gangguan fungsi hidung akibat abses septum nasi dapat

dibedakan dalam tiga proses yakni :(14)

1. Hilangnya sanggahan mekanik dari kartilago piramid dan lobul

2. Adanya retetraksi dan atrofi jaringan ikat

20
3. Terdapat angguan pertumbuhan hidung dan muka bagian tengah

Abses septum nasi dapat juga menimbulkan komplikasi yang berat dan

berbahaya bila terjadi penjalaran infeksi ke intrakranial berupa meningitis, abses otak

dan empiema subaraknoid. Penjalaran ke intracranial dapat melalui berbagai jalan.

Komplikasi lainnya yaitu berupa penjalaran infeksi ke organ-organ di sekitar hidung

dapat juga melalui saluran limfe dan selubung saraf olfaktorius sehingga terjadi

infeksi ke orbita dan sinus paranasal. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan

destruksi tulang rawan dan tulang hidung sehingga terjadi deformitas yang berupa

hidung pelana, retraksi kolumella,dan pelebaran dasar hidung. Nekrosis pada setiap

komponen septum nasi dapat menyebabkan terjadinya perforasi septum nasi(16).

2.11 Prognosis

Prognosis ditentukan oleh cepat lambatnya terdiagnosis. Keterlambatan

diagnosis dapat menyebabkan dekstruksi tulang rawan dan tulang hidung sehingga

terjadi deformitas. Nekrosis pada setiap komponen septum nasi dapat menyebabkan

terjadinya perforasi septum nasi(16).

21
BAB 3

KESIMPULAN

Abses septum nasi didefinisikan sebagai pus atau nanah yang terkumpul

antara tulang rawan septum nasi dengan mukoperikondrium atau tulang septum

dengan mukoperiosteum yang melapisinya, dengan penyebab terbanyak adalah

trauma. Kondisi Abses septum biasanya didahului oleh hematoma septum yang

kemudian terinfeksi kuman sehingga terbentuknya abses.

Manifestasi abses septum berupa obstruksi nasal bilateral, yang disertai oleh

gejala lain berupa nyeri nasal, malaise, demam, dan nyeri kepala. Abses septum

didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Apabila telah ditegakkan diagnosis secara klinis dan penunjang, maka dibeirkan

tatalaksana sebagai kasus darurat karena komplikasi berat dapat muncul dalam waktu

singkat dapat menyebabkan nekrosis tulang rawan septum. Tatalaksana yang dapat

diberikan berupa insisi dan drainase abses, pemasangan tampon dan pemberian

antibiotik dosis tinggi. Kondisi abses septum memiliki prognosis sesuai dengan

waktu ditanganinya, semakin cepat diterapi maka prognosis semakin baik. Namun

bila semakin lama ditangani, akan muncul komplikasi dengan prognosis yang buruk.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman BJ, Prijadi J. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Septum Nasi. J Kesehat
Andalas. 2013;2(1):51.
2. Shapiro RS. Nasal septal abscess. Can Med Assoc J. 1978;119(11):1321–3.
3. Cain J, Roy S. Nasal septal abscess. Ear, Nose Throat J. 2011;90(4):144–7.
4. nwosu Peter nnadede J. Patient Preference and Adherence Dovepress nasalseptal
hematoma/abscess: management and outcome in a tertiary hospital of a developing
country. Patient Prefer Adherence [Internet]. 2015;1017–21. Available from:
http://dx.doi.org/10.2147/PPA.S85184
5. Yavuz H, Vural O. Nasal septal abscess: Uncommon localization of extraintestinal
amoebiasis. Braz J Otorhinolaryngol. 2021;87(2):241–3.
6. Image C, What E. Anatomy and Physiology of the Nose and Throat. :2–3.
7. Geurkink N. Nasal anatomy, physiology, and function. J Allergy Clin Immunol.
1983;72(2):123–8.
8. Freeman SC, Karp DA, Kahwaji CI. Physiology , Nasal. 2022;1–6.
9. MacArthur FJD, McGarry GW. The arterial supply of the nasal cavity. Eur Arch Oto-
Rhino-Laryngology. 2017;274(2):809–15.
10. Cavity N. Overview of the Nasal Cavity Big Picture Boundaries of the Nasal
Cavity. :1–6.
11. Sobiesk JL, Munakomi S. Anatomy, Head and Neck, Nasal Cavity. StatPearls
[Internet]. 2019;i:1–13. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/31334952
12. Eduardo C, Nigro N, Nigro A, Mion O. physiology. 2009;75(March 2007):305–10.
13. Debnam JM, Gillenwater AM, Ginsberg LE. Nasal septal abscess in patients with
immunosuppression. Am J Neuroradiol. 2007;28(10):1878–9.
14. Shah SB, Murr AH, Lee KC. Nontraumatic Nasal Septal Abscesses in the
Immunocompromised: Etiology, Recognition, Treatment, and Sequelae. Am J
Rhinol. 2000;14(1):39–43.

23
15. AKYİĞİT A, KELEŞ E, KARLIDAĞ T, KAYGUSUZ İ, YAĞMAHAN MS,
YALÇIN Ş. Analysis of Patients With Septal Abscess Caused By
Electrocauterisation of the Nasal Septum. ENT Updat. 2020;10(3):418–23.
16. Sowerby LJ, Wright ED. Intracranial abscess as a complication of nasal septal
abscess. Cmaj. 2013;185(6):120431.

24

Anda mungkin juga menyukai