ABSES PERITONSIL
Pembimbing :
Disusun Oleh :
KHAIRUL ANWAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
KATA PENGANTAR
bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala & Leher (THT-
mengucapkan terima kasih kepada preseptor penulis dr.H. Vive Kananda Sp.THT-
yang telah memberikan masukan dan kepada semua pihak yang telah membantu
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................2
1.4 Metode Penulisan.......................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
2.1 Tonsil............................................................................................................ 4
2.1.1 Anatomi Tonsil................................................................................... 4
2.1.2 Sistem Vaskularisasi Tonsil................................................................6
2.1.3 Persarafan Tonsil.................................................................................7
2.1.4 Fisiologi Tonsil....................................................................................8
2.2 Abses Peritonsil.............................................................................................10
2.2.1 Definisi Abses Peritonsil....................................................................10
2.2.2 Etiologi Abses Peritonsil....................................................................10
2.2.3 Epidemiologi Abses Peritonsil...........................................................11
2.2.4 Patogenesis Abses Peritonsil..............................................................11
2.2.5 Manifestasi Klinik Abses Peritonsil...................................................13
2.2.6 Diagnosis Abses Peritonsil.................................................................14
2.2.7 Diagnosis Banding Abses Peritonsil..................................................18
2.2.8 Tatalaksana Abses Peritonsil..............................................................19
2.2.9 Komplikasi Abses Peritonsil...............................................................21
2.2.10 Prognosis Abses Peritonsil................................................................22
BAB 3 PENUTUP............................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan................................................................................................... 23
3.2 Saran.............................................................................................................
ii 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................25
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Abses peritonsil termasuk salah satu abses leher bagian dalam. Selain
(Ludwig’s angina), atau abses submandibula juga termasuk abses leher bagian
dalam. Abses leher dalam terbentuk di antara fascia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus
tenggorokan pada satu ruangan areolar yang longgar disekitar faring yang biasa
tonsil, tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring. Peradangan akan
terjadi abses adalah di bagian pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior,
Infeksi ini bisa terjadi pada setiap kelompok usia namun insiden tertinggi
yang paling sering pada kepala dan tenggorok pada usia dewasa muda. Seringkali
terlalu rumit jika kita sebagai dokter 1tanggap dan mengetahui dengan benar
anatomi, patofisiologi, dan gejala dari penyakit ini. Pengenalan awal dan
pemberian terapi merupakan hal yang penting dilakukan untuk mencegah
komplikasi serius yang mungkin timbul.3 Oleh karena itu penulis tertarik untuk
pengetahuan kita sebagai dokter dalam hal diagnosis dan tatalaksana yang tepat
1. Tujuan Umum
Untuk melengkapi persyaratan tugas kepaniteraan klinik stase Bedah di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi tentang “Abses Peritonsil”
2. Tujuan Khusus
Memberikan penjelasan tentang anatomi hidung, definisi Abses Peritonsil, etiologi Abses
Peritonsil, patofisiologinya, klasifikasinya, sampai ke bagaimana penanganan Abses
Peritonsil beserta komplikasinya.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil
3
Gambar 2.2 Cincin Waldeyer.6
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
4
Gambar 2.3 Tonsil Palatina.2
eksterna, yaitu:
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal
dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, di antara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal
asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus
yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di
5
Gambar 2.4 Vaskularisasi Tonsil.2
2.1.3 Persarafan Tonsil
(nervus glosofaringeal).
sekresi bahan imun dan mengatur produksi dari imunoglobulin sekretoris. Peran
tonsil mulai aktif antara umur 4-10 tahun dan akan menurun setelah masa
pubertas. Hal ini menjadi alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih besar pada
tahan tubuhnya terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil
merupakan salah satu organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas
yang luas.8
sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga
jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen. Sewaktu baru lahir, tonsil
kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan
adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan
dapat dipakai sebagai indeks aktivitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau
sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses
involusi. Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesifik dan non spesifik.8
tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah
dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman
dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel
kepekaan bakteri terhadap fagosit. Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel
bakterisidal. H2O2 yang terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau berdifusi di
fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan bakteri maka
membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir dalam
tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah.
Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal
terhadap organisme patogen. Di samping itu tonsil dan adenoid juga dapat
menghasilkan IgE yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, di
mana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu
histamin. Bila ada alergen maka alergen8 itu akan bereaksi dengan IgE, sehingga
teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan dari plasma sel,
terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.
immunologi, sehingga dalam proses neutralisasi dari infeksi virus, IgA mencegah
terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu IgA merupakan barrier untuk
per 100.000 orang per tahun, sekitar 45.000 kasus tiap tahunnya. Infeksi sebagian
besar terjadi pada bulan November hingga Desember dan April hingga Mei,
peritonsiler sebagian besar berkaitan dengan nyeri, biaya terapi, absensi kerja dan
c. Jenis kelamin
d. Usia
Abses peritonsil dapat terjadi pada orang usia 10 hingga 60 tahun, akan
tetapi sebagian besar terjadi pada usia 20-40 tahun. Anak-anak yang lebih muda
immunocompromised.
peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang. Pada stadium
hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih
mendorong tonsil ke tengah, depan, bawah, dan uvula bengkak terdorong ke sisi
kontra lateral.
dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru. Selain itu, abses
peritonsil terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsilitis kronis atau
berjumlah 20-25 ini terletak pada suatu tempat di palatum molle, dan superior
terhadap tonsil, dan dihubungkan dengan permukaan tonsil oleh suatu duktus.
Glandula ini membersihkan area tonsil dari debris dan membantu proses digesti
partikel makanan yang terperangkap pada kripta tonsilla. Jika glandula Weber
oleh karena inflamasi di sekitarnya. Nekrosis jaringan dan pembentukan pus yang
dihasilkan oleh proses ini, menimbulkan tanda dan gejala klasik abses peritonsil.
Abses pada umumnya terbentuk pada area pada palatum molle, di atas polus
superior tonsil, di lokasi glandula Weber. Terjadinya abses peritonsil pada pasien
Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain panas sub febris, disfagia dan
odinofagia yang menyolok dan spontan, “hot potato voice”, mengunyah terasa
sakit karena m. masseter menekan tonsil yang meradang, nyeri telinga (otalgia)
ipsilateral, foetor ex orae, perubahan suara karena hipersalivasi dan banyak ludah
yang menumpuk di faring, rinolalia aperta karena udem palatum molle (udem
dapat terjadi karena infeksi menjalar ke radix lingua dan epiglotis = udem
sangat nyeri bisa didapatkan dengan palpasi pada sisi yang terkena. Akibat
limfadenopati dan inflamasi otot, pasien sering mengeluhkan nyeri leher dan
12
Gambar 2.6 Dari kiri ke kanan: abses peritonsil dextra, abses peritonsil sinistra.21
Abses peritonsil akan menggeser kutub superior tonsil ke arah garis tengah
Terdapat riwayat faringitis akut, tonsillitis, dan rasa tidak nyaman pada
hebat. Kematian dapat terjadi oleh karena obstruksi jalan nafas, aspirasi, atau
Tabel 2.2 Gejala dan tanda yang umum ditemukan pada pasien dengan abses
peritonsil.15
Gejala Tanda
Demam Eritematosa, bengkak di palatum molle dengan deviasi
uvula ke sisi kontralateral dan pembesaran tonsil
Malaise Trismus
Nyeri tenggorok Drooling/ Hipersalivasi
Nyeri menelan Hot potato voice
Otalgia (ipsilateral) Nafas berbau
Limfadenitis servikal
1. Anamnesis
Informasi dari pasien sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis abses
peritonsil. Adanya riwayat pasien mengalami nyeri pada tenggorokan adalah salah
satu yang mendukung terjadinya abses peritonsil. Riwayat adanya faringitis akut
yang disertai tonsilitis dan rasa kurang nyaman pada pharingeal unilateral. Selain
itu juga terlihat tanda dan gejala adanya abses peritonsil (Tabel 2.2).
2. Pemeriksaan Fisik
tengah, depan, dan bawah. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.
Abses peritonsil biasanya unilateral dan terletak di pole superior dari tonsil yang
tengah, dengan edema dari palatum mole dan penonjolan jaringan dari garis
3. Pemeriksaan Penunjang 12
berukuran 10 cc. Aspirasi material yang purulen merupakan tanda khas, dan
Throat culture atau throat swab and culture diperlukan untuk identifikasi
antibiotik.
Plain radiographs adalah foto pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft
tissue views) dari nasopharyng dan oropharyng dapat membantu dokter dalam
tonsil yang terkena disamping itu juga dapat dilihat pembesaran yang
asimetris pada tonsil. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk rencana operasi.
dan spesifisitas 92,8 %. merupakan teknik yang simple dan noninvasif dan
dapat membantu dalam membedakan antara selulitis dan awal dari abses.
Pemeriksaan ini juga bias menentukan pilihan yang lebih terarah sebelum
16
Gambar 2.9 Ultrasonografi dari abses peritonsil.16
1. Abses retrofaring
2. Abses parafaring
3. Abses submandibula
4. Angina ludovici
Hal ini karena pada semua penyakit abses leher dalam, nyeri tenggorok,
paling umum. Untuk membedakan abses peritonsil dengan penyakit leher dalam
Selain itu, abses peritonsil juga didiagnosis banding dengan infeksi gigi,
e) Pemberian steroid.
pada leher. Pemilihan antibiotik yang tepat tergantung dari hasil kultur
abses peritonsil dan efektif pada 98% kasus jika dikombinasikan dengan
metronidazole. Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600 mg IV tiap 6 jam
selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/kg tiap 6 jam. Metronidazole dosis
awal untuk dewasa 15 mg/kg dan dosis penjagaan 6 jam setelah dosis awal dengan
infus 7,5 mg/kg selama 1 jam diberikan selama 6-8 jam dan tidak boleh lebih dari
4 gr/hari.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan
gejala-gejala pasien.4
tonsilektomi “a” chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase
abses disebut tonsilektomi “a” tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah
dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.4
peritonsil berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
mediastinitis.
20
Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan thrombus
kecuali jika terjadi komplikasi berupa abses pecah spontan dan menyebabkan
nyawa pasien.19
peradangan telah mereda, biasanya terdapat jaringan fibrosa dan granulasi pada
saat operasi.20
21
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3. Abses peritonsil dapat terjadi pada orang usia 10 hingga 60 tahun, akan tetapi
sebagian besar terjadi pada usia 20-40 tahun. Anak-anak yang lebih muda
immunocompromised.
5. Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain panas sub febris, disfagia dan
terasa sakit, nyeri telinga (otalgia) ipsilateral, foetor ex orae, perubahan suara,
mulut).
pemeriksaan fisik yang teliti. Adanya riwayat pasien mengalami nyeri pada
tengah, depan, dan bawah. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.
obat simtomatik, pungsi dan aspirasi disertai antibiotik parenteral, insisi dan
perdarahan, aspirasi paru, atau piemia dapat terjadi jika diagnosis abses
penyakit.
kecuali jika terjadi komplikasi berupa abses pecah spontan dan menyebabkan
3.2 Saran
progresi penyakit. Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Abidin, Taufik. Abses Peritonsiler. Mataram : Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram; 2006.
2. Staff. Palatine Tonsil. Diunduh dari http://www.webmd.com, diakses
Februari 2016.
3. Nicholas J. Galioto, Md. Peritonsillar Abscess. Des Moines, Iowa :
Broadlawns Medical Center; 2008.
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi VII.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014.
5. Anonim. Host Defence Againts Pneumococcal Disease. Diunduh dari
http://www.ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/haart/vk/nieminen/review.htm,
diakses Februari 2016.
6. Budapest Student. The Waldeyer’s Ring. Diunduh dari
http://www.tulip.ccny.cuny.edu, diakses Februari 2016.
7. Wanri A. Tonsilektomi. Palembang: Departemen Telinga, Hidung Dan
Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2007.
8. Wiatrak BJ, Woolley AL. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease dalam
Cummings Otolaryngology–Head and Neck Surgery. 4th Edition. Elsevier
Mosby Inc.; 2005.
9. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan:
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007.
10. Bailey, Byron J., Johnson, J.T., 2006. Head & Neck Surgery –
Otolaryngology 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins
11. Galioto, N., Peritonsillar Abscess. Am Fam Physician. 2008;77(2):199-202.
12. Gosselin, B.J., Geibel, J. 2010. Peritonsillar Abscess. Available at
www.medscape.com
13. Paleri, V., Hill, J., 2010. ENT Infections: An Atlas of Investigation and
Management. Clinical Publishing: Oxford
14. Tan, A.J., Pamela, L.D. 2012. Peritonsillar Abscess in Emergency Medicine.
Available at www.medscape.com
15. Anonim. Peritonsillar Abscess. Available at :
https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/page/peritonsillar-abscess. Accessed on
February 5th, 2016.
16. Kartosoediro S, Rusmarjono. Abses Leher Dalam. Edisi VI. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
17. Henry. Peritonsillar Abcess. Available at:
http://www.revolutionultrasound.com . Accessed on February 5th, 2016.
18. Kaneshiro N. Tonsillitis. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov, diakses
Februari 2016.
19. Gosselin BJ. Peritonsillar Abscess Treatment and Management. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/194863-treatment#d13, diakses
Februari 2016.
20. Kartosoediro S, Rusmarjono. Abses Leher Dalam. Edisi VI. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
24 Indonesia; 2007
21. Adam. Peritonsillar Abcess. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov .
Accessed on February 5th, 2016.
25