Anda di halaman 1dari 35

Case Report Session

TONSILITIS KRONIK

DISUSUN OLEH :

Nevia Anggina 1610070100023


Tiarani Usvatiana 1610070100147
Sonia Trisia Jolanda 1610070100148

PEMBIMBING:
dr. Jenny Tri Yuspita Sari, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
DEPARTEMEN ILMU THT-KLRSUD M. NATSIR
SOLOK
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kepada ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Maka penulis dapat
menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Tonsilitis” sebagai salah satu
persyaratan kepanitraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kesehatan Telingga Hidung
dan Tenggorokan RSUD M. Natsir Solok.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Jenny Tri Yuspita Sari
Sp.THT-KL yang telah banyak memberikan bimbingan di poliklinik THT RSUD
Solok Sumatera Barat.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang menbangun untuk dimasa
yang mendatang.

Solok, Desember 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................. 2
DAFTAR TABEL........................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................
7
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil...............................................
7
2.2 Tonsilitis...............................................................................
9
2.2.1 Definisi...............................................................................
9
2.2.2 Etiologi...............................................................................
10
2.2.3 Epidemiologi......................................................................
10
2.2.4 Gejala Klinis dan Klasifikasi..............................................
10
2.2.5 Diagnosis............................................................................
15
2.2.6 Penatalaksanaan................................................................
16
2.2.7 Komplikasi.........................................................................
18
2.2.8 Prognosis.............................................................................
19
BAB III ANALISA KASUS.....................................................................
20

2
BAB IV DISKUSI ..................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
35

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tanda tonsillitis akut dan kronis


...................................................................................................
...................................................................................................

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Tonsil


...................................................................................................

...................................................................................................

Gambar 2. Peredaran Darah Tonsil


...................................................................................................
...................................................................................................

Gambar 3. Derajat tonsilitis


...................................................................................................
...................................................................................................
Gambar 4. Tonsilitis bakterial dan virus...................................................
Gambar 5. Tonsilitis difteri……………....................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang

Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris pada
kedua sudut orofaring. Tonsilitis adalah peradangan dari tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Peradangan pada tonsil palatina
(tonsilitis) merupakan masalah umum yang terjadi pada anak maupun dewasa.
Cincin Waldeyer sendiri terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam
rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),

5
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah) dan tonsil tuba Eustachius (lateral band
dinding faring / Gerlach’s tonsil). Tonsilitis dapat disebabkan oleh bakteri ataupun
virus. Peradangan tonsil bisa berasal dari infeksi saluran pernafasan atas (ISPA),
seperti batuk dan pilek. Penyebaran tersebut bisa melalui udara (air borne
droplets), tangan dan ciuman. Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak – anak.Prevalensi tonsilitis kronik merupakan salah satu penyakit
tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%. Data menurut WHO
tonsilitis kronis memiliki tingkat prevalensi sebesar 22%.1
Berdasarkan onset kejadiannya, tonsilitis terbagi atas tonsilitis akut dan
tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis terjadi akibat tonsilitis yang berulang untuk
jangka waktu yang cukup lama, terkadang tonsilitis kronis tidak menimbulkan
gejala spesifik pada penderita, sakit yang ditimbulkan juga tidak terlalu berat
hingga membuat penderita datang konsultasi ke dokter. Tonsilitis sering terjadi
pada anak – anak yang tidak diawasi konsumsi makanan maupun
minumannya.Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering
meningkat pada anak usia 5-12 tahun. Penatalaksanaan dapat berupa pengobatan
dengan antibiotik, NSAID atau dengan operasi sesuai dengan gejala – gejala klinis
yang ditemukan.1

2.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan case ini adalah untuk memenuhi persyaratan untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok di RSUD Mohammad Natsir Solok.
2.3 Manfaat
Adapun manfaat penulisan case ini ialah agar menambah ilmu
pengetahuan para pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan
masyarakat secara umumnya dapat lebih mengetahui dan memahami mengenai
tonsillitis.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang


letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan
lokasinya, tonsil dibagi menjadi:
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae

7
2. Tonsilla palatina, terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingeus
3. Tonsilla pharingea (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar
ostium tuba auditiva
5. Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum

Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina,


tonsilla pharingea, tonsilla tubaria dan ditambah lateral pharyngeal band
membentuk cincin yang dikenal dengan cincin waldeyer.2

Gambar 1 Anatomi tonsil2

Tonsilla palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di


dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior
(musculus palatoglosus) dan pilar posterior (musculus palatofaringeus). Tonsilla
palatina berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai
10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil.6
Vaskularisasi
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. karotis eksterna, yaitu:2
1. A. Maksilaris eksterna (A. Fasialis) dengan cabangnya A. Tonsilaris dan
A. Palatina asenden
2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. Palatina desenden
3. A. Lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsal

8
4. A. Faringeal asenden

Gambar 2 Peredaran darah tonsil2

Aliran getah bening


Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M.
Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.2

Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensais dari serabut saraf ke V (trigeminus)
melalui ganglion spenophalatina dan pada bagian bawah mendapat sensasi dari
cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeus).3
Fisiologi dan imunologi tonsil
Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting
sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke
saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat
bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka
sel – sel fagositik mononuklear pertama – tama akan mengenal dan mengeliminasi
antigen.

9
Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel
limfosit T dengan antigen spesifik.
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak
pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu
mencegah terjadinya infeksi dan bertindak seperti filter untuk mencegah bakteri
dan virus masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi
sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk melawan patogen. Lokasi tonsil
sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya
membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka
akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis.7
Tonsil mengandung sel limfosit B dan limfosit T. Limfosit B membentuk
kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar sedangkan limfosit T pada tonsil adalah
40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), interferon, lisozim dan
sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi.1

2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi
Tonsilitis adalah peradangan dari tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer.1

2.2.2 Etiologi
Radang pada tonsil umumnya terjadi akibat infeksi virus, paling sering
karena Epstein-Barr. Selain juga bisa disebabkan karena berbagai virus lainnya,
seperti common cold virus (adenovirus, rhinovirus, influenza, coronavirus, virus
respiratori syncytial), herpes simpleks, cytomegalovirus ataupun karena HIV.
Sekitar 30% tonsilitis disebabkan karena infeksi bakteri. Bakteri yang paling
sering adalah streptokokus grup A β-hemolitikus. Bakteri lain yang mungkin jadi

10
penyebab tonsilitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Mycobacterium plasma pneumoniae, dan Chlamydia pneumoniae. Pada kasus
yang jarang terjadi dapat disebabkan karena pertussis, Fusobacterium, difteri,
sifilis dan juga gonorrhea. 4

2.2.3 Epidemiologi
Data epidemiologi yang menunjukan bahwa penyakit tonsilitis kronis sering
terjadi pada anak – anak dengan usia 5 – 15 tahun dan dewasa muda di usia 15 –
30 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris, prevalens dari tonsilitis
bacterial, terutama karena streptokokus grup A β-hemolitikus mencapai 15% –
30% dari anak – anak yang sering mengalami batuk berulang, sedangkan pada
dewasa yang sering mengalami batuk, angka kejadiannya hanya sekitar 5% - 15%.
Menurut penelitian di Norwegia, dilaporakan sebanyak 11.7% anak – anak di
Norwegia menderita tonsilitis yang berulang dan sebesar 12.1% pada anak – anak
di Turki.5, 6

2.2.4 Gejala Klinis dan Klasifikasi


Gejala klinis tonsilitis secara umum seperti, nyeri tenggorokan, nyeri
menelan, malaise, demam, bengkak pada daerah submandibular, nafsu makan
menurun, nyeri kepala, dan rasa nyeri di telinga. Gejala – gejala tersebut
tergantung pada jenis tonsilitis yang dialami dan tingkat keparahannya. Tonsilitis
kronis dapat juga menimbulkan halitosis, obstructive sleep apnea (OSA), tidur
mendengkur, dan penyebararan infeksi ke daerah sekitar tonsil. Tonsilitis kronis
biasanya timbul akibat pengobatan yang tidak adekuat ataupun karena tonsilitis
akut yang rekuren dan tidak ditangani hingga selesai.7

Tanda Tonsilitis akut Tonsilitis kronis


Warna Hiperemis (+) Hiperemis(-)
Oedema (+) (-)
Kripta Melebar Melebar
Detritus (+/-) (+)
Perlengketan (-) (+)
Tabel 1. Tanda tonsilitis akut dan kronis7

11
Berdasarkan besarnya pembengkakan, tonsilitis dibagi berdasarkan derajat
tertentu. Pembengkakan tonsil yang dibiarkan terus menerus akan menyebabkan
timbulnya tidur yang mendengkur mengarah ke OSA, dapat menghalangi jalan
nafas, oksigenasi yang kurang baik, dan juga kesulitan menelan.7
Gambar 3. Derajat tonsilitis7
Derajat 0: Post tonsilektomi
Derajat 1: Tonsil tampak pada fossa tonsilaris
Derajat 2: Tonsil tampak membesar sampai pilar anterior dan posterior
Derajat 3: Tonsil tampak membesar melewati pilar anterior posterior tidak
sampai linea mediana
Derajat 4: Tonsil tampak membesar sampai melewati linea mediana

Klasifikasi Tonsilitis
Tonsilitis secara garis besar dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tonsilitis akut,
tonsilitis membranosa dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut bisa terjadi akibat
bakteri ataupun virus. Sedangkan yang termasuk dalam tonsilitis membranosa
adalah tonsilitis difteri, tonsilitis septik, Angina Plaut Vincent, penyakit kelainan
darah.8
1. Tonsilitis Akut

12
Tonsilitis akut merupakan infeksi pada tonsil yang ditandai dengan gejala
nyeri tenggorokan, nyeri menelan, panas lokal ataupun sistemik, dan malaise. Dari
pemeriksaan biasanya ditemukan tonsil yang sedang membesar dengan eritema,
limfadenopati servikal dan demam >38,3oC. Tonsilitis akut bisa terjadi karena
bakteri dan virus.8
a. Tonsilitis Viral
Tonsilitis viral biasanya terjadi akibat virus Epstein – Barr. Gejala tonsilitis
viral biasanya menyerupai gejala common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorokan, sulit menelan dan malaise. Hemofilus influenzae merupakan
penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka – luka kecil pada palatum dan tonsil
yang sangat nyeri dirasakan pasien. Tonsilitis viral biasanya akan sembuh sendiri
tanpa pengobatan causal.8
b. Tonsilitis Bakterial
Tonsilitis bacterial dapat disebabkan karena streptokokus grup A β-
hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus
viridian dan streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Detritus ini akan mengisi
kripta dan tampak sebagai bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus
yang jelas disebut tonsilitis fosikularis, bila bercak detritus ini menjadi satu dan
membentuk alur – alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini
dapat melebar hingga membentuk membrane semu. Masa inkubasi sekitar 2 – 4
hari. Gejala yang biasanya timbul adalah nyeri tenggorokan, nyeri menelan,
demam tinggi, malaise, arthralgia, dan kemungkinan otalgia. Pada pemeriksaan
didapatkan tonsil membengkak, hiperemis dan tampak detritus berbentuk folikel,
lakuna atau tertutup oleh membran semu. Tonsilitis bakterial memerlukan
pengobatan antibiotik spektrum lebar, antipiretik dan obat kumur.9

13
Gambar 4. Tonsilitis bakterial dan virus9
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis difteri
Penyebab tonsilitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae, kuman yang
termasuk gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung,
faring dan laring. Pada kenyatannya tidak semua orang yang terinfeksi bakteri ini
akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah
seseorang terhadap bakteri ini. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2 – 5 tahun, tetapi
hal tersebut tidak menyangkal kejadian pada orang dewasa. Gejala umum seperti,
kenaikan suhu tubuh, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal akan menunjukan tonsil membengkak
ditutupi oleh bercak putih kotor yang makin lama meluas dan membentuk
membrane semu. Membran semu ini dapat menyebar ke palatum molle, faring,
uvula, laring, trakea dan bronkus. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan
bakteri ini dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh pada jantung dari
miokarditis hingga decompensation cordis, selain jantung dapat menyerang saraf
kranial hingga menyebabkan kelumpuhan dan parese otot palatum dan otot – otot
pernafasan lainnya. Diagnosis ini ditegakan berdasarkan pemeriksaan kultur
bakteri ditemukannya Corynebacterium diphteriae.9

14
Gambar 5. Tonsilitis difteri9
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis septik disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi sehingga pada saat konsumsi susu tersebut, bakteri akan kontak
langsung dan menginfeksi tonsil. Tonsilitis ini sudah jarang ditemukan lagi karena
susu sapi di Indonesia sudah dimasak dahulu dengan cara pasteurisasi sehingga
bakteri akan mati.9
c. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang di
dapatkan pada penderita dengan higenitas mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C. Gejala yang dialami biasanya demam hingga 39 oC, nyeri kepala, badan
lemah, kadang – kadang terdapat gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi yang mudah berdarah. Pada pemeriksaan akan dapat
ditemukan mukosa mulut dan faring yang hiperemis, tampak membran putih
keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris,
halitosis dan kelenjar sub mandibular yang membesar.9
d. Penyakit kelainan darah
Tonsilitis membranosa dapat merupakan tanda pertama dari penyakit –
penyakit kelainan darah, seperti leukemia akut, angina agranulositosis, dan infeksi
mononucleosis. Gejala pada penyakit kelainan darah biasanya ditemukan ulkus,
tanda radang tonsil, pembesaran kelenjar limfa, dan pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan kelainan darah.9
3. Tonsilitis Kronis

15
Tonsilitis kronis terjadi akibat tonsilitis akut yang berulang terus menerus.
Penyebab utama terjadinya tonsilitis kronis sama dengan etiologi pada tonsilitis
akut, antara lain virus dan bakteri. Pada penderita tonsilitis kronis terdapat
beberapa faktor predisposisi, seperti rangsangan menahun dari rokok, jenis
makanan yang memicu peradangan, higenitas mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Bakteri
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut, tetapi pada beberapa kasus kuman dapat
berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.
Proses radang yang berulang akan menyebabkan jaringan limfoid
tergantikan oleh jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Secara klinis kripta ini terisi oleh dedritus. Hal ini terjadi terus menerus
hingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perleketan dengan
jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak - anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula. Gejala dan tanda pada tonsilitis kronis
biasanya tampak tonsil yang membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa kripta terisi oleh detritus, rasa mengganjal di tenggorokan,
dan halitosis.10

2.2.5 Diagnosis
Tonsilitis pada umumnya dapat diketahui dari anamnesis secara lengkap
dan sistematis serta pemeriksaan fisik yang tepat. Pada anamnesis, penderita
biasanya datang dengan keluhan rasa nyeri pada saat menelan, rasa ada yang
mengganjal di tenggorokan, rasa iritasi pada tenggorokan, penurunan nafsu
makan, suara serak, sakit kepala, demam, dan bau mulut. Sedangkan pada anak –
anak bisa diikuti dengan tidak ada peningkatan berat badan untuk waktu yang
cukup lama, rewel terus menerus, tidak mau makan, mual, muntah, sakit perut dan
demam. Pada pasien anak kemungkinan anamnesis dilakukan secara allo
anamnesis ke orang tua anak, tetapi apabila anak sudah mengerti tentang keluhan
yang dialami maka akan lebih baik jika anamnesis dilakukan secara auto
anamnesis agar pemeriksaan lebih objektif. Pada pemeriksaan akan tampak tonsil
membesar dengan permukaan tonsil rata / tidak rata, kripta melebar / tidak,
dengan dedritus atau tidak tergantung dengan jenis tonsilitis.10

16
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis
lebih pasti dengan menggunakan endoskopi tenggorokan untuk melihat keadaan
tonsil secara langsung. Pemeriksaan bakteriologi dengan kultur juga dapat
dilakukan apabila diperlukan untuk menentukan jenis bakteri dengan tepat agar
dapat diberikan antibiotik sesuai dengan penyebabnya. Pemeriksaan bakteriologi
diperlukan swab tenggorokan, bisa menggunakan pewarnaan gram. Pemeriksaan
patologi anatomi dapat dilakukan juga apabila dicurigai keganasan pada tonsil,
tetapi hanya dilakukan setelah tonsilektomi.10

2.2.6 Tatalaksana
Tatalaksana secara edukatif adalah memberitahu orang tua pasien (jika anak
– anak) untuk menjaga konsumsi makanan dan minuman agar menghindari faktor
predisposisi terjadinya tonsilitis. Selain itu tetap memberikan gizi yang cukup
agar imunitas sang anak tetap baik sehingga tidak rentan terinfeksi bakteri ataupun
virus dari lingkungan sekitarnya. Orang tua juga harus mengawasi pengobatan
anak pada masa akut agar tidak sampai menjadi tonsilitis kronis di kemudian
hari.11
Secara medikamentosa, tatalaksana terbaik adalah sesuai dengan jenis
infeksi tonsilitis itu sendiri. Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik
per oral selama 10 hari. Jika anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan
dalam bentuk suntikan.
- Penisilin 500 mg 3 x sehari.
- Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg
3 x sehari yang diberikan selama 5 hari.
Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 – 50
mg/kgBB/hari.16
Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak
meningkatkan komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit. Antibiotik hanya
sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam rematik. Bila
suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk banyak
minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri menelan.
Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif
daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat

17
diterapi dengan spray lidokain. Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri, penderita
harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala sumbatan nafas,
segera rujuk ke rumah sakit.11
Pada tonsilitis karena virus, tidak perlu pengobatan antibiotik melainkan
hanya perlu istirahat yang cukup, minum air putih yang banyak dan pemberian
analgetika jika diperlukan. Seperti yang kita tahu bahwa tonsilitis karena virus
sifatnya adalah self limiting disease. Pemberian antivirus pada kasus berat perlu
diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.11
Tatalaksana lain dapat dilakukan dengan jalur operasi, yaitu tonsilektomi.
Tonsilektomi dilakukan apabila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan nafas atau kecurigaan keganasan. Indikasi tonsilektomi dibagi menjadi
indikasi absolut dan indikasi relatif.12
Indikasi Absolut12
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia,gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmonar
b.Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatom
e. Tonsilitis haemorrhagic
Indikasi relatif12
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan pengobatan
yang adekuat
b. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada pasien karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotic resisten β lactamase

Teknik operasi tonsilektomi

18
Menurut penelitian oleh Obaslkene G, et al 13 berbagai teknik dapat
dilakukan mulai dari konvensional hingga teknik dengan alat modern. Beberapa
teknik tonsilektomi :
- Guillotine method: Teknik ini menjepit tonsil dengan alat Guillotine
kemudian dipotong
- Blunt dissection method: menggunakan pisau potong untuk memisahkan
tonsil dari jaringan pengikatnya
- Cryo tonsillectomy: menggunakan suhu sangat rendah (dibawah 0oC) untuk
memotong tonsil
- Laser tonsillectomy: menggunakan laser untuk memotong dan menutup luka
secara bersamaan
- Tonsillectomy by electrocautery: menggunakan kauter sebagai alat operatif
dengan suhu 400-600oC
- Ultrasonic scalpel tonsillectomy : menggunakan ultrasonic scalpel untuk
memotong dan menutup perdarahan di waktu yang sama
- Tonsillectomy by Microdebrider: menggunakan microdebrider, instrument
silinder untuk memotong tonsil
- Tonsillectomy by Coblation technique: gabungan antara radiofrekuensi
energy dan saline untuk menciptakan plasma field dengan suhu 40-70oC.
Plasma field berada di ujung alat agar dapat melakukan pemotongan dengan
tepat.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, teknik dengan menggunakan


ultrasonic scalpel menghasilkan perdarahan paling sedikit selama operasi
dilakukan. Metode dengan laser merupakan teknik kedua dengan perdarahan
paling sedikit setelah ultrasonic scalpel dan perdarahan paling banyak dengan
metode konvensional.13, 14

2.2.7 Komplikasi
Tonsilitis yang tidak diobati dengan baik akan dapat menimbulkan berbagai
komplikasi – komplikasi yang berbahaya. Komplikasi yang dapat terjadi
tergantung dari jenis tonsilitis yang di derita. Tonsilitis bakterial dapat
menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, abses

19
parafaring, bronchitis, glomerulonephritis akut pasca infeksi streptokokus,
miokarditis, Tonsilolith, artritis dan juga septikemia akibat infeksi vena jugularis
internar (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien
bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, dan gangguan tidur karena timbul
OSA.

2.2.8 Prognosis
Perkembangan medis membuat komplikasi yang menyangkut kematian
akibat tonsilitis sangatlah jarang. Pada awal abad ke – 20 scarlet fever merupakan
salah satu penyebab kematian utama dari tonsilitis, dan demam rematik
merupakan penyebab utama masalah jantung dan kematian. Di zaman modern ini
pengobatan antibiotik yang adekuat sudah cukup baik menangani tonsilitis hingga
kesembuhan total sehingga kasus kematian karena tonsilitis sangatlah jarang
ditemukan.18

BAB III
ANALISA KASUS

20
IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. Dwi Nabila

 Umur : 9 Tahun

 Jenis kelamin : Perempuan

 Alamat : Talawi Sawahlunto

 Suku bangsa : Minangkabau

 No. MR : 211722

ANAMNESIS

Pasien datang ke Poli THT RSUD M.Natsir karena dirujuk dari RSUD

Sawahlunto dengan diagnosa tonsilitis kronis.

Keluhan Utama : Nyeri di tenggorok semenjak 4 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Pasien datang untuk melakukan operasi tonsil, awalnya pasien

mengeluhkan nyeri tenggorok semenjak 4 hari SMRS.

 Keluhan dirasakan hilang timbul dan nyeri tenggorok semakin memberat

jika mengkonsumsi minuman dingin dan makan snack ciki.

 Pasien mengeluhkan adanya nyeri menelan dan rasa mengganjal di

tenggorok, dan tidur ngorok.

 Tiga minggu yang lalu pasien mengeluhkan hidung tersumbat, hidung

berair, dan bersin-bersin.

 Pasien tidak mengeluhkan adanya demam.

 Nafas bau, stridor, sesak nafas, nyeri kepala tidak ada.

21
 Pasien tidak mengeluhkan adanya penurunan penglihatan seperti

pandangan berkabut. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya mata berair

dan mata gatal.

 Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan penurunan pendengaran pada

telinga kiri dan kanan. Pasien juga tidak mengeluhkan telinga berdenging,

telinga tersumbat, dan keluar cairan dari telinga.

 Gangguan keseimbangan tidak ada

 Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri pada pipi kiri maupun kanan dan

kantus media.

 BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Pengobatan Sebelumnya :

 Pasien sebelumnya sudah berobat ke RSUD Sawahlunto dan di diagnosa

dengan peradangan amandel, dan di beri obat antibiotik (pasien lupa nama

obatnya).

 Pasien mengatakan bahwa obat diminum teratur dan tidak ada tanda-tanda

efek samping obat.

 Keluhan berkurang jika meminum obat.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien memiliki riwayat penyakit yang sama 2 tahun yang lalu, pasien

minum obat teratur dan sering kontrol ke Puskesmas Sawahlunto.

 Riwayat alergi udara dingin tidak ada.

 Riwayat diabetes mellitus tidak ada.

 Riwayat asma tidak ada.

22
 Riwayat operasi, trauma, dan gangguan pembekuan darah tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Adik pasien sebelumnya menderita penyakit yang sama seperti yang

pasien alami.

 Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga tidak ada

 Riwayat hipertensi dalam keluarga tidak ada

 Riwayat asma dalam keluarga tidak ada

 Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan :

 Pasien adalah seorang pelajar sd

 Pasien memiliki kebiasaan minum es dan makan snack ciki.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Sakit Sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 100/ 70 mmHg

Frekuensi nadi : 94 ×/menit

Frekuensi nafas : 18 ×/menit

Suhu : 37oC

Pemeriksaan Sistemik

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB, JVP 5-2 mmH2O

23
Toraks : Tidak ada wheezing, tidak ada rhonki, murmur tidak ada,

galop tidak ada

Abdomen : Soepel, nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak ada

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik

STATUS LOKALIS THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel. Congenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada


Radang Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang

(N)
Sempit - -
Dinding Liang Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Telinga Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Sekret/serumen

Membran timpani
Warna Putih seperti Putih seperti

mutiara mutiara
Reflex cahaya + +
Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Kuadran - -
Perforasi Pinggir - -
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada

24
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Mastoid Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes Garpu Tala

FREKUENSI RINNE WEBER SCHWABACH

(Lateralisasi)
R + Sama dg

L + - pemeriksa

- Sama dg

pemeriksa
Kesan : Normal

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kel. Congenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal :

Pemeriksaan Dekstra Sinistra


Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Transluminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rinoskopi Anterior :

Vibrise Ada Ada


Radang Tidak ada Tidak ada
Vestibulum
Cavum nasi Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit - -
Lapang - -
Lokasi - -
Jenis - -

25
Jumlah - -
Bau - -
Sekret
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka inferior
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Kripta Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Septum Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Warna - -
Konsistensi - -
Massa Mudah digoyang - -
Pengaruh - -

vasokonstriktor
Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Cukup Lapang Cukup Lapang Cukup Lapang
Koana Lapang - -
Sempit - -
Warna Merah Muda Merah Muda
Mukosa Edema Tidak Ada Tidak Ada
Jaringan Granulasi Tidak Ada Tidak Ada
Fossa Warna Merah Muda Merah Muda
Permukaan Licin Licin
Rossenmuler Edema Tidak Ada Tidak Ada
Adenoid Ada/ Tidak Hipertrofi Hipertrofi
Muara Tuba Tertutup Sekret Tidak Ada Tidak Ada

Eustachius

26
Edema mukosa Tidak Ada Tidak Ada
Lokasi Tidak Ada Tidak Ada
Massa Ukuran Tidak Ada Tidak Ada
Bentuk Tidak Ada Tidak Ada
Permukaan Tidak Ada Tidak Ada
Post Nasal Drip Ada/ Tidak Tidak Ada Tidak Ada
Jenis Tidak Ada Tidak Ada

Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Lembab/tidak Kering Kering
Warna Merah muda Merah muda
Bibir Edema Tidak ada Tidak ada
Gigi Karies/Radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan Hygine mulut baik
Warna Merah muda

Bentuk Simetris
Lidah
Deviasi Tidak Ada
Massa Tidak Ada
Mobilitas Segala arah

Simetris/Tidak Simetris Simetris


Warna Merah muda Merah muda
Palatum
Oedema Tidak Ada Tidak Ada
Durum, Bercak/Eksudat Tidak Ada Tidak Ada

Palatum Mole,

Arkus Faring
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Rata Rata
Tonsil Muara Kripti Melebar Melebar
Detritus Tidak Ada Tidak Ada
Eksudat Tidak Ada Tidak Ada
Warna Merah muda Merah muda

Peritonsil Abses Tidak Ada Tidak Ada


Edema Tidak Ada Tidak Ada

27
Uvula Bavida Tidak Ada Tidak Ada
Warna Merah muda Merah muda

Dinding Faring Permukaan Licin Licin


Lokasi Tidak Ada Tidak Ada
Ukuran Tidak Ada Tidak Ada
Bentuk Tidak Ada Tidak Ada
Massa Permukaan Tidak Ada Tidak Ada

Konsistensi Tidak Ada Tidak Ada

Laringoskopi Indirek

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Bentuk Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan
Edema Tidak dilakukan
Pinggir rata/ tidak Tidak dilakukan
Epiglotis Massa Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan
Edema Tidak dilakukan
Massa Tidak dilakukan
Gerakan Tidak dilakukan
Aritenoid
Warna Tidak dilakukan
Edema Tidak dilakukan
Ventricular Massa Tidak dilakukan

band
Plika vokalis Warna Tidak dilakukan
Gerakan Tidak dilakukan
Pinggir medial Tidak dilakukan
Massa Tidak dilakukan
Sinus piriformis Massa Tidak dilakukan
Sekret Tidak dilakukan
Valekula Massa Tidak dilakukan
Sekret (jenisnya) Tidak dilakukan

Pemeriksaan kelenjar getah bening leher

Inspeksi : Tidak terlihat tanda pembesaran kelenjar getah bening

Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

28
Hasil Pemeriksaan Laboratorium :

 Darah Rutin :

 Hb : 13,2 g/dl

 Ht : 37,8 %

 Leukosit : 12.400 mm3

 Trombosit : 280.000 mm3

 Haemostasis

 PT : 10,60 (10-12,7)

 APTT : 26,30 (23,0-34,7)

 Diff count

 Basophil : 0%

 Eusinofil : 3%

 Netrofil batang : 2% (L)

 Netrofil segmen : 65% (H)

 Limfosit : 27%

 Monosit : 3%

Diagnosis Kerja

Tonsilitis Kronis T3-T3 + Hipertrofi adenoid

Diferensial Diagnosis

 Faringitis

 Tumor Tonsil

Terapi

29
Non medikamentosa :

 Tonsiloaadenoidektomi

Medikamentosa sebelum Operasi

 Ceftriaxone 2x1 gram

 Dexametashone 3x 5 mg

 Paracetamol 3x500 mg

Komplikasi

Komplikasi ketika Operasi

 Aspirasi

Prognosis

Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad Fungtionam : Dubia ad Bonam

Setelah Operasi
Rabu, 23 Desember 2020

S/
 Nyeri tenggorok (+)
 Nyeri menelan (+)
 Demam (-)
 Suara serak dan sakit ketika berbicara
 Hidung tersumbat (-)
O/

30
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

 Tekanan darah : 110/70 mmHg

 Frekuensi nadi : 80x / menit

 Frekuensi Napas : 20x / menit


 Suhu : 36,5o c
A/
 Post Tonsiloadenoidektomi a/i Tonsilitis Kronis T3-T3 + Hipertrofi
adenoid
P/
Medikamentosa
 IVFD RL 10 gtt + drip tramadol 1 ampul (1 hari)
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gram
 Inj. Dexametason 3x1 amp
 Paracetamol 3x500 mg (Sprn)

Non Medikamentosa
 Diet Makanan Lunak jika Bising usus (+)
 Kompres dingin pada leher

31
BAB IV
DISKUSI
Dilaporkan seorang pasien perempuan berumur 9 tahun dengan diagnosis
tonsillitis kronis T3-T3 dan hipertrofi adenoid. Diagnosis ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis riwayat nyeri
menelan yang berulang disertai rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan
hilang timbul semenjak 1 tahun yang lalu. Keluarga pasien juga mengeluhkan
pasien tidur ngorok.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan Tonsil ukuran T3-T3, hiperemis,
permukaan rata, muara kripti melebar, detritus dan eksudat tidak ada, serta
ditemui hipertrofi adenoid. Pasien ini dicurigai sebagai tonsillitis kronis karena
pada tonsillitis kronis ditemukan tonsil palatina membesar melewati garis
paramedian dengan permukaan yang rata,muara kripta melebar dan rasa
mengganjal di tenggorok. Prinsip penatalaksanaan pada tonsilitis kronis ini adalah
tindakan operatif apabila telah terjadi infeksi berulang dan sudah mengganggu
fungsi menelan.
Terapi yang dianjurkan pada pasien ini adalah tonsilektomi. Tindakan ini
dipilih dikarenakan telah terjadi infeksi berulang dan sudah terdapat adanya
gangguan mekanik yaitu nyeri menelan. Prognosis untuk kehidupan pada pasien
ini adalah baik dan untuk kesembuhannya prognosisnya juga baik.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala& Leher. 7 th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012.h. 199-203
2. Basmajian JV, Slonecker CE. Grant Anatomi Klinik. 11th ed. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher, 2011. h. 600-5
3. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. 20th ed. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC. 1997. h. 114-27
4. Aitken ML, Altman RD, Anawalt BD, Anderson KC, Andriole GL, Apatoff
BR, et al. Beers MH, Porter RS, Jones TV, Kaplan JL, Berkwits M, editors.
The merck manual of diagnosis and therapy. 18 th ed. New Jersey: Merck
Research Laboratories; 2006. p. 825
5. Gerogalas C, eleftherios MV. Tonsillitis. BMJ Publishing Group. 2016. p. 4
6. Kvestad E, Kvaerner KJ, Roysamb E, Tambs K, Harris JR, Magnus P.
Heritability of recurrent tonsillitis.Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2005.
131(5):383-7.
7. Muchtar B. Referat Tonsilitis THT-KL 2012. Available at :
https://www.scribd.com/document/252442888/Referat-Tonsilitis-Tht-kl-
Koreksi-2
8. Stelter K. Tonsilitis and sore throat in children. Germany : GMS current
topics in Otorhinolaryngology – Head and Neck Surgery 2014; vol. 13, ISSN
1865 - 1011
9. Hsieh TH, Chen PY, Huang FL, Wang JD, Wang LC, Lin HK, et al. Are
empiric antibiotics for acute exudative tonsillitis needed in children?. J Micro
Immunol Infect 2011; Vol. 44 :328-32
10. Tonsillitis: symptoms, causes, and treatments. Portland : WebMD Health
services. 2016. Available at:http://www.webmd.com/oral-
health/guide/tonsillitis-symptoms-causes-and-treatments
11. Tonsilitis and peritonsillar abscess. California : Emedicinehealth. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview

33
12. Aremu SK. Gendeh BS, editor. A review of tonsillectomy techniques and
technologies. 2012. ISBN:978-953-51-0624-1.
13. Obaslkene G, Ramalingam R, Vadivu AS, Ramalingam KK. Newer methods
of tonsillectomy as compared to conventional dissection method. J pain relief
2013; 3:126. DOI:10.4172/2167-0846.1000126
14. Info kesehatan THT – Bedah kepala leher. 2012. Available at :
https://thtkl.wordpress.com/2012/11/27/mengenal-bermacam-macam-teknik-
operasi-amandel/
15. Schmidt RJ, Herzog A, Cook S, O’Reilly R, Deutsch E, Reilly J.
Complications of tonsillectomy. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg. 2007.
133:925-928.
16. Tonsilitis and sore throat in children.
Available at:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4273168/
17. Tonsils and throat. Available at: https://en.wikipedia.org/wiki/Tonsil
18. Cavum oris and oropharyng anterior view. Available at:
http://www.mayoclinic.org
19. Tonsil blood supply. Available at:http://cursoenarm.net/UPTODATE/co
20. Tonsil grading. Available at:http://tonsilcure.com

34

Anda mungkin juga menyukai