TONSILITIS KRONIK
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING:
dr. Jenny Tri Yuspita Sari, Sp.THT-KL
Puji syukur penulis kepada ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Maka penulis dapat
menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Tonsilitis” sebagai salah satu
persyaratan kepanitraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kesehatan Telingga Hidung
dan Tenggorokan RSUD M. Natsir Solok.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Jenny Tri Yuspita Sari
Sp.THT-KL yang telah banyak memberikan bimbingan di poliklinik THT RSUD
Solok Sumatera Barat.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang menbangun untuk dimasa
yang mendatang.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB IV DISKUSI ..................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
35
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
...................................................................................................
4
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris pada
kedua sudut orofaring. Tonsilitis adalah peradangan dari tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Peradangan pada tonsil palatina
(tonsilitis) merupakan masalah umum yang terjadi pada anak maupun dewasa.
Cincin Waldeyer sendiri terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam
rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
5
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah) dan tonsil tuba Eustachius (lateral band
dinding faring / Gerlach’s tonsil). Tonsilitis dapat disebabkan oleh bakteri ataupun
virus. Peradangan tonsil bisa berasal dari infeksi saluran pernafasan atas (ISPA),
seperti batuk dan pilek. Penyebaran tersebut bisa melalui udara (air borne
droplets), tangan dan ciuman. Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak – anak.Prevalensi tonsilitis kronik merupakan salah satu penyakit
tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%. Data menurut WHO
tonsilitis kronis memiliki tingkat prevalensi sebesar 22%.1
Berdasarkan onset kejadiannya, tonsilitis terbagi atas tonsilitis akut dan
tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis terjadi akibat tonsilitis yang berulang untuk
jangka waktu yang cukup lama, terkadang tonsilitis kronis tidak menimbulkan
gejala spesifik pada penderita, sakit yang ditimbulkan juga tidak terlalu berat
hingga membuat penderita datang konsultasi ke dokter. Tonsilitis sering terjadi
pada anak – anak yang tidak diawasi konsumsi makanan maupun
minumannya.Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering
meningkat pada anak usia 5-12 tahun. Penatalaksanaan dapat berupa pengobatan
dengan antibiotik, NSAID atau dengan operasi sesuai dengan gejala – gejala klinis
yang ditemukan.1
2.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan case ini adalah untuk memenuhi persyaratan untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok di RSUD Mohammad Natsir Solok.
2.3 Manfaat
Adapun manfaat penulisan case ini ialah agar menambah ilmu
pengetahuan para pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan
masyarakat secara umumnya dapat lebih mengetahui dan memahami mengenai
tonsillitis.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
2. Tonsilla palatina, terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingeus
3. Tonsilla pharingea (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar
ostium tuba auditiva
5. Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum
8
4. A. Faringeal asenden
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensais dari serabut saraf ke V (trigeminus)
melalui ganglion spenophalatina dan pada bagian bawah mendapat sensasi dari
cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeus).3
Fisiologi dan imunologi tonsil
Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting
sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke
saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat
bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka
sel – sel fagositik mononuklear pertama – tama akan mengenal dan mengeliminasi
antigen.
9
Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel
limfosit T dengan antigen spesifik.
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak
pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu
mencegah terjadinya infeksi dan bertindak seperti filter untuk mencegah bakteri
dan virus masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi
sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk melawan patogen. Lokasi tonsil
sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya
membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka
akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis.7
Tonsil mengandung sel limfosit B dan limfosit T. Limfosit B membentuk
kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar sedangkan limfosit T pada tonsil adalah
40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), interferon, lisozim dan
sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi.1
2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi
Tonsilitis adalah peradangan dari tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer.1
2.2.2 Etiologi
Radang pada tonsil umumnya terjadi akibat infeksi virus, paling sering
karena Epstein-Barr. Selain juga bisa disebabkan karena berbagai virus lainnya,
seperti common cold virus (adenovirus, rhinovirus, influenza, coronavirus, virus
respiratori syncytial), herpes simpleks, cytomegalovirus ataupun karena HIV.
Sekitar 30% tonsilitis disebabkan karena infeksi bakteri. Bakteri yang paling
sering adalah streptokokus grup A β-hemolitikus. Bakteri lain yang mungkin jadi
10
penyebab tonsilitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Mycobacterium plasma pneumoniae, dan Chlamydia pneumoniae. Pada kasus
yang jarang terjadi dapat disebabkan karena pertussis, Fusobacterium, difteri,
sifilis dan juga gonorrhea. 4
2.2.3 Epidemiologi
Data epidemiologi yang menunjukan bahwa penyakit tonsilitis kronis sering
terjadi pada anak – anak dengan usia 5 – 15 tahun dan dewasa muda di usia 15 –
30 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris, prevalens dari tonsilitis
bacterial, terutama karena streptokokus grup A β-hemolitikus mencapai 15% –
30% dari anak – anak yang sering mengalami batuk berulang, sedangkan pada
dewasa yang sering mengalami batuk, angka kejadiannya hanya sekitar 5% - 15%.
Menurut penelitian di Norwegia, dilaporakan sebanyak 11.7% anak – anak di
Norwegia menderita tonsilitis yang berulang dan sebesar 12.1% pada anak – anak
di Turki.5, 6
11
Berdasarkan besarnya pembengkakan, tonsilitis dibagi berdasarkan derajat
tertentu. Pembengkakan tonsil yang dibiarkan terus menerus akan menyebabkan
timbulnya tidur yang mendengkur mengarah ke OSA, dapat menghalangi jalan
nafas, oksigenasi yang kurang baik, dan juga kesulitan menelan.7
Gambar 3. Derajat tonsilitis7
Derajat 0: Post tonsilektomi
Derajat 1: Tonsil tampak pada fossa tonsilaris
Derajat 2: Tonsil tampak membesar sampai pilar anterior dan posterior
Derajat 3: Tonsil tampak membesar melewati pilar anterior posterior tidak
sampai linea mediana
Derajat 4: Tonsil tampak membesar sampai melewati linea mediana
Klasifikasi Tonsilitis
Tonsilitis secara garis besar dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tonsilitis akut,
tonsilitis membranosa dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut bisa terjadi akibat
bakteri ataupun virus. Sedangkan yang termasuk dalam tonsilitis membranosa
adalah tonsilitis difteri, tonsilitis septik, Angina Plaut Vincent, penyakit kelainan
darah.8
1. Tonsilitis Akut
12
Tonsilitis akut merupakan infeksi pada tonsil yang ditandai dengan gejala
nyeri tenggorokan, nyeri menelan, panas lokal ataupun sistemik, dan malaise. Dari
pemeriksaan biasanya ditemukan tonsil yang sedang membesar dengan eritema,
limfadenopati servikal dan demam >38,3oC. Tonsilitis akut bisa terjadi karena
bakteri dan virus.8
a. Tonsilitis Viral
Tonsilitis viral biasanya terjadi akibat virus Epstein – Barr. Gejala tonsilitis
viral biasanya menyerupai gejala common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorokan, sulit menelan dan malaise. Hemofilus influenzae merupakan
penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka – luka kecil pada palatum dan tonsil
yang sangat nyeri dirasakan pasien. Tonsilitis viral biasanya akan sembuh sendiri
tanpa pengobatan causal.8
b. Tonsilitis Bakterial
Tonsilitis bacterial dapat disebabkan karena streptokokus grup A β-
hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus
viridian dan streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Detritus ini akan mengisi
kripta dan tampak sebagai bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus
yang jelas disebut tonsilitis fosikularis, bila bercak detritus ini menjadi satu dan
membentuk alur – alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini
dapat melebar hingga membentuk membrane semu. Masa inkubasi sekitar 2 – 4
hari. Gejala yang biasanya timbul adalah nyeri tenggorokan, nyeri menelan,
demam tinggi, malaise, arthralgia, dan kemungkinan otalgia. Pada pemeriksaan
didapatkan tonsil membengkak, hiperemis dan tampak detritus berbentuk folikel,
lakuna atau tertutup oleh membran semu. Tonsilitis bakterial memerlukan
pengobatan antibiotik spektrum lebar, antipiretik dan obat kumur.9
13
Gambar 4. Tonsilitis bakterial dan virus9
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis difteri
Penyebab tonsilitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae, kuman yang
termasuk gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung,
faring dan laring. Pada kenyatannya tidak semua orang yang terinfeksi bakteri ini
akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah
seseorang terhadap bakteri ini. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2 – 5 tahun, tetapi
hal tersebut tidak menyangkal kejadian pada orang dewasa. Gejala umum seperti,
kenaikan suhu tubuh, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal akan menunjukan tonsil membengkak
ditutupi oleh bercak putih kotor yang makin lama meluas dan membentuk
membrane semu. Membran semu ini dapat menyebar ke palatum molle, faring,
uvula, laring, trakea dan bronkus. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan
bakteri ini dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh pada jantung dari
miokarditis hingga decompensation cordis, selain jantung dapat menyerang saraf
kranial hingga menyebabkan kelumpuhan dan parese otot palatum dan otot – otot
pernafasan lainnya. Diagnosis ini ditegakan berdasarkan pemeriksaan kultur
bakteri ditemukannya Corynebacterium diphteriae.9
14
Gambar 5. Tonsilitis difteri9
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis septik disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi sehingga pada saat konsumsi susu tersebut, bakteri akan kontak
langsung dan menginfeksi tonsil. Tonsilitis ini sudah jarang ditemukan lagi karena
susu sapi di Indonesia sudah dimasak dahulu dengan cara pasteurisasi sehingga
bakteri akan mati.9
c. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang di
dapatkan pada penderita dengan higenitas mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C. Gejala yang dialami biasanya demam hingga 39 oC, nyeri kepala, badan
lemah, kadang – kadang terdapat gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi yang mudah berdarah. Pada pemeriksaan akan dapat
ditemukan mukosa mulut dan faring yang hiperemis, tampak membran putih
keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris,
halitosis dan kelenjar sub mandibular yang membesar.9
d. Penyakit kelainan darah
Tonsilitis membranosa dapat merupakan tanda pertama dari penyakit –
penyakit kelainan darah, seperti leukemia akut, angina agranulositosis, dan infeksi
mononucleosis. Gejala pada penyakit kelainan darah biasanya ditemukan ulkus,
tanda radang tonsil, pembesaran kelenjar limfa, dan pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan kelainan darah.9
3. Tonsilitis Kronis
15
Tonsilitis kronis terjadi akibat tonsilitis akut yang berulang terus menerus.
Penyebab utama terjadinya tonsilitis kronis sama dengan etiologi pada tonsilitis
akut, antara lain virus dan bakteri. Pada penderita tonsilitis kronis terdapat
beberapa faktor predisposisi, seperti rangsangan menahun dari rokok, jenis
makanan yang memicu peradangan, higenitas mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Bakteri
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut, tetapi pada beberapa kasus kuman dapat
berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.
Proses radang yang berulang akan menyebabkan jaringan limfoid
tergantikan oleh jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Secara klinis kripta ini terisi oleh dedritus. Hal ini terjadi terus menerus
hingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perleketan dengan
jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak - anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula. Gejala dan tanda pada tonsilitis kronis
biasanya tampak tonsil yang membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa kripta terisi oleh detritus, rasa mengganjal di tenggorokan,
dan halitosis.10
2.2.5 Diagnosis
Tonsilitis pada umumnya dapat diketahui dari anamnesis secara lengkap
dan sistematis serta pemeriksaan fisik yang tepat. Pada anamnesis, penderita
biasanya datang dengan keluhan rasa nyeri pada saat menelan, rasa ada yang
mengganjal di tenggorokan, rasa iritasi pada tenggorokan, penurunan nafsu
makan, suara serak, sakit kepala, demam, dan bau mulut. Sedangkan pada anak –
anak bisa diikuti dengan tidak ada peningkatan berat badan untuk waktu yang
cukup lama, rewel terus menerus, tidak mau makan, mual, muntah, sakit perut dan
demam. Pada pasien anak kemungkinan anamnesis dilakukan secara allo
anamnesis ke orang tua anak, tetapi apabila anak sudah mengerti tentang keluhan
yang dialami maka akan lebih baik jika anamnesis dilakukan secara auto
anamnesis agar pemeriksaan lebih objektif. Pada pemeriksaan akan tampak tonsil
membesar dengan permukaan tonsil rata / tidak rata, kripta melebar / tidak,
dengan dedritus atau tidak tergantung dengan jenis tonsilitis.10
16
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis
lebih pasti dengan menggunakan endoskopi tenggorokan untuk melihat keadaan
tonsil secara langsung. Pemeriksaan bakteriologi dengan kultur juga dapat
dilakukan apabila diperlukan untuk menentukan jenis bakteri dengan tepat agar
dapat diberikan antibiotik sesuai dengan penyebabnya. Pemeriksaan bakteriologi
diperlukan swab tenggorokan, bisa menggunakan pewarnaan gram. Pemeriksaan
patologi anatomi dapat dilakukan juga apabila dicurigai keganasan pada tonsil,
tetapi hanya dilakukan setelah tonsilektomi.10
2.2.6 Tatalaksana
Tatalaksana secara edukatif adalah memberitahu orang tua pasien (jika anak
– anak) untuk menjaga konsumsi makanan dan minuman agar menghindari faktor
predisposisi terjadinya tonsilitis. Selain itu tetap memberikan gizi yang cukup
agar imunitas sang anak tetap baik sehingga tidak rentan terinfeksi bakteri ataupun
virus dari lingkungan sekitarnya. Orang tua juga harus mengawasi pengobatan
anak pada masa akut agar tidak sampai menjadi tonsilitis kronis di kemudian
hari.11
Secara medikamentosa, tatalaksana terbaik adalah sesuai dengan jenis
infeksi tonsilitis itu sendiri. Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik
per oral selama 10 hari. Jika anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan
dalam bentuk suntikan.
- Penisilin 500 mg 3 x sehari.
- Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg
3 x sehari yang diberikan selama 5 hari.
Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 – 50
mg/kgBB/hari.16
Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak
meningkatkan komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit. Antibiotik hanya
sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam rematik. Bila
suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk banyak
minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri menelan.
Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif
daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat
17
diterapi dengan spray lidokain. Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri, penderita
harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala sumbatan nafas,
segera rujuk ke rumah sakit.11
Pada tonsilitis karena virus, tidak perlu pengobatan antibiotik melainkan
hanya perlu istirahat yang cukup, minum air putih yang banyak dan pemberian
analgetika jika diperlukan. Seperti yang kita tahu bahwa tonsilitis karena virus
sifatnya adalah self limiting disease. Pemberian antivirus pada kasus berat perlu
diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.11
Tatalaksana lain dapat dilakukan dengan jalur operasi, yaitu tonsilektomi.
Tonsilektomi dilakukan apabila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan nafas atau kecurigaan keganasan. Indikasi tonsilektomi dibagi menjadi
indikasi absolut dan indikasi relatif.12
Indikasi Absolut12
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia,gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmonar
b.Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatom
e. Tonsilitis haemorrhagic
Indikasi relatif12
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan pengobatan
yang adekuat
b. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada pasien karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotic resisten β lactamase
18
Menurut penelitian oleh Obaslkene G, et al 13 berbagai teknik dapat
dilakukan mulai dari konvensional hingga teknik dengan alat modern. Beberapa
teknik tonsilektomi :
- Guillotine method: Teknik ini menjepit tonsil dengan alat Guillotine
kemudian dipotong
- Blunt dissection method: menggunakan pisau potong untuk memisahkan
tonsil dari jaringan pengikatnya
- Cryo tonsillectomy: menggunakan suhu sangat rendah (dibawah 0oC) untuk
memotong tonsil
- Laser tonsillectomy: menggunakan laser untuk memotong dan menutup luka
secara bersamaan
- Tonsillectomy by electrocautery: menggunakan kauter sebagai alat operatif
dengan suhu 400-600oC
- Ultrasonic scalpel tonsillectomy : menggunakan ultrasonic scalpel untuk
memotong dan menutup perdarahan di waktu yang sama
- Tonsillectomy by Microdebrider: menggunakan microdebrider, instrument
silinder untuk memotong tonsil
- Tonsillectomy by Coblation technique: gabungan antara radiofrekuensi
energy dan saline untuk menciptakan plasma field dengan suhu 40-70oC.
Plasma field berada di ujung alat agar dapat melakukan pemotongan dengan
tepat.
2.2.7 Komplikasi
Tonsilitis yang tidak diobati dengan baik akan dapat menimbulkan berbagai
komplikasi – komplikasi yang berbahaya. Komplikasi yang dapat terjadi
tergantung dari jenis tonsilitis yang di derita. Tonsilitis bakterial dapat
menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, abses
19
parafaring, bronchitis, glomerulonephritis akut pasca infeksi streptokokus,
miokarditis, Tonsilolith, artritis dan juga septikemia akibat infeksi vena jugularis
internar (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien
bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, dan gangguan tidur karena timbul
OSA.
2.2.8 Prognosis
Perkembangan medis membuat komplikasi yang menyangkut kematian
akibat tonsilitis sangatlah jarang. Pada awal abad ke – 20 scarlet fever merupakan
salah satu penyebab kematian utama dari tonsilitis, dan demam rematik
merupakan penyebab utama masalah jantung dan kematian. Di zaman modern ini
pengobatan antibiotik yang adekuat sudah cukup baik menangani tonsilitis hingga
kesembuhan total sehingga kasus kematian karena tonsilitis sangatlah jarang
ditemukan.18
BAB III
ANALISA KASUS
20
IDENTITAS PASIEN
Umur : 9 Tahun
No. MR : 211722
ANAMNESIS
Pasien datang ke Poli THT RSUD M.Natsir karena dirujuk dari RSUD
21
Pasien tidak mengeluhkan adanya penurunan penglihatan seperti
telinga kiri dan kanan. Pasien juga tidak mengeluhkan telinga berdenging,
Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri pada pipi kiri maupun kanan dan
kantus media.
dengan peradangan amandel, dan di beri obat antibiotik (pasien lupa nama
obatnya).
Pasien mengatakan bahwa obat diminum teratur dan tidak ada tanda-tanda
Pasien memiliki riwayat penyakit yang sama 2 tahun yang lalu, pasien
22
Riwayat operasi, trauma, dan gangguan pembekuan darah tidak ada.
pasien alami.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran : CMC
Suhu : 37oC
Pemeriksaan Sistemik
23
Toraks : Tidak ada wheezing, tidak ada rhonki, murmur tidak ada,
Abdomen : Soepel, nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak ada
Telinga
(N)
Sempit - -
Dinding Liang Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Telinga Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Sekret/serumen
Membran timpani
Warna Putih seperti Putih seperti
mutiara mutiara
Reflex cahaya + +
Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Kuadran - -
Perforasi Pinggir - -
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
24
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Mastoid Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes Garpu Tala
(Lateralisasi)
R + Sama dg
L + - pemeriksa
- Sama dg
pemeriksa
Kesan : Normal
Hidung
Sinus paranasal :
Rinoskopi Anterior :
25
Jumlah - -
Bau - -
Sekret
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka inferior
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Kripta Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Septum Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Warna - -
Konsistensi - -
Massa Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor
Rinoskopi Posterior
Eustachius
26
Edema mukosa Tidak Ada Tidak Ada
Lokasi Tidak Ada Tidak Ada
Massa Ukuran Tidak Ada Tidak Ada
Bentuk Tidak Ada Tidak Ada
Permukaan Tidak Ada Tidak Ada
Post Nasal Drip Ada/ Tidak Tidak Ada Tidak Ada
Jenis Tidak Ada Tidak Ada
Bentuk Simetris
Lidah
Deviasi Tidak Ada
Massa Tidak Ada
Mobilitas Segala arah
Palatum Mole,
Arkus Faring
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Rata Rata
Tonsil Muara Kripti Melebar Melebar
Detritus Tidak Ada Tidak Ada
Eksudat Tidak Ada Tidak Ada
Warna Merah muda Merah muda
27
Uvula Bavida Tidak Ada Tidak Ada
Warna Merah muda Merah muda
Laringoskopi Indirek
band
Plika vokalis Warna Tidak dilakukan
Gerakan Tidak dilakukan
Pinggir medial Tidak dilakukan
Massa Tidak dilakukan
Sinus piriformis Massa Tidak dilakukan
Sekret Tidak dilakukan
Valekula Massa Tidak dilakukan
Sekret (jenisnya) Tidak dilakukan
28
Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
Darah Rutin :
Hb : 13,2 g/dl
Ht : 37,8 %
Haemostasis
PT : 10,60 (10-12,7)
Diff count
Basophil : 0%
Eusinofil : 3%
Limfosit : 27%
Monosit : 3%
Diagnosis Kerja
Diferensial Diagnosis
Faringitis
Tumor Tonsil
Terapi
29
Non medikamentosa :
Tonsiloaadenoidektomi
Dexametashone 3x 5 mg
Paracetamol 3x500 mg
Komplikasi
Aspirasi
Prognosis
Setelah Operasi
Rabu, 23 Desember 2020
S/
Nyeri tenggorok (+)
Nyeri menelan (+)
Demam (-)
Suara serak dan sakit ketika berbicara
Hidung tersumbat (-)
O/
30
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Non Medikamentosa
Diet Makanan Lunak jika Bising usus (+)
Kompres dingin pada leher
31
BAB IV
DISKUSI
Dilaporkan seorang pasien perempuan berumur 9 tahun dengan diagnosis
tonsillitis kronis T3-T3 dan hipertrofi adenoid. Diagnosis ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis riwayat nyeri
menelan yang berulang disertai rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan
hilang timbul semenjak 1 tahun yang lalu. Keluarga pasien juga mengeluhkan
pasien tidur ngorok.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan Tonsil ukuran T3-T3, hiperemis,
permukaan rata, muara kripti melebar, detritus dan eksudat tidak ada, serta
ditemui hipertrofi adenoid. Pasien ini dicurigai sebagai tonsillitis kronis karena
pada tonsillitis kronis ditemukan tonsil palatina membesar melewati garis
paramedian dengan permukaan yang rata,muara kripta melebar dan rasa
mengganjal di tenggorok. Prinsip penatalaksanaan pada tonsilitis kronis ini adalah
tindakan operatif apabila telah terjadi infeksi berulang dan sudah mengganggu
fungsi menelan.
Terapi yang dianjurkan pada pasien ini adalah tonsilektomi. Tindakan ini
dipilih dikarenakan telah terjadi infeksi berulang dan sudah terdapat adanya
gangguan mekanik yaitu nyeri menelan. Prognosis untuk kehidupan pada pasien
ini adalah baik dan untuk kesembuhannya prognosisnya juga baik.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala& Leher. 7 th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012.h. 199-203
2. Basmajian JV, Slonecker CE. Grant Anatomi Klinik. 11th ed. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher, 2011. h. 600-5
3. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. 20th ed. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC. 1997. h. 114-27
4. Aitken ML, Altman RD, Anawalt BD, Anderson KC, Andriole GL, Apatoff
BR, et al. Beers MH, Porter RS, Jones TV, Kaplan JL, Berkwits M, editors.
The merck manual of diagnosis and therapy. 18 th ed. New Jersey: Merck
Research Laboratories; 2006. p. 825
5. Gerogalas C, eleftherios MV. Tonsillitis. BMJ Publishing Group. 2016. p. 4
6. Kvestad E, Kvaerner KJ, Roysamb E, Tambs K, Harris JR, Magnus P.
Heritability of recurrent tonsillitis.Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2005.
131(5):383-7.
7. Muchtar B. Referat Tonsilitis THT-KL 2012. Available at :
https://www.scribd.com/document/252442888/Referat-Tonsilitis-Tht-kl-
Koreksi-2
8. Stelter K. Tonsilitis and sore throat in children. Germany : GMS current
topics in Otorhinolaryngology – Head and Neck Surgery 2014; vol. 13, ISSN
1865 - 1011
9. Hsieh TH, Chen PY, Huang FL, Wang JD, Wang LC, Lin HK, et al. Are
empiric antibiotics for acute exudative tonsillitis needed in children?. J Micro
Immunol Infect 2011; Vol. 44 :328-32
10. Tonsillitis: symptoms, causes, and treatments. Portland : WebMD Health
services. 2016. Available at:http://www.webmd.com/oral-
health/guide/tonsillitis-symptoms-causes-and-treatments
11. Tonsilitis and peritonsillar abscess. California : Emedicinehealth. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview
33
12. Aremu SK. Gendeh BS, editor. A review of tonsillectomy techniques and
technologies. 2012. ISBN:978-953-51-0624-1.
13. Obaslkene G, Ramalingam R, Vadivu AS, Ramalingam KK. Newer methods
of tonsillectomy as compared to conventional dissection method. J pain relief
2013; 3:126. DOI:10.4172/2167-0846.1000126
14. Info kesehatan THT – Bedah kepala leher. 2012. Available at :
https://thtkl.wordpress.com/2012/11/27/mengenal-bermacam-macam-teknik-
operasi-amandel/
15. Schmidt RJ, Herzog A, Cook S, O’Reilly R, Deutsch E, Reilly J.
Complications of tonsillectomy. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg. 2007.
133:925-928.
16. Tonsilitis and sore throat in children.
Available at:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4273168/
17. Tonsils and throat. Available at: https://en.wikipedia.org/wiki/Tonsil
18. Cavum oris and oropharyng anterior view. Available at:
http://www.mayoclinic.org
19. Tonsil blood supply. Available at:http://cursoenarm.net/UPTODATE/co
20. Tonsil grading. Available at:http://tonsilcure.com
34