Oleh:
Preseptor :
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, serta berkat rahmat
dan karunia yang telah dilimpahkan maka penulis dapat menyelesaikan case
report session yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronik”
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga case report ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
2.2.1 Definisi........................................................................................7
iii
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga
tengah dan kavum mastoid dengan perforasi membrane timpani dan riwayat
keluarnya cairan dari liang telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
Otitis media supuratif kronik merupakan salah satu penyebab tuli terbanyak,
Jumlah pasien OMSK tipe maligna adalah 64 setiap tahunnya. Jumlah penderita
akan kesehatan yang masih rendah dan pengobatan yang tidak tuntas. Otitis media
negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras
Korea 3,33% dan Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat pada
OMSK dapat terbagi atas 2 yaitu OMSK tipe aman dan OMSK tipe bahaya.
Peradangan pada OMSK tipe aman terbatas hanya pada mukosa dan biasanya
1
intrakranial yang antara lain seperti meningitis, abses otak otogenik, empiema
mastoiditis, petrositis.5
di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita
mengabaikan keluhan telinga berair. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK
ditimbulkan oleh OMSK ini, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai
1.2 Tujuan
Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian THT - KL RSUD M.Natsir Solok dan diharapkan agar dapat menambah
Tujuan penulisan dari case report session ini adalah untuk mengetahui
Case report session ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah7
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka
dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran
timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks
cahaya (cone of ligt).
a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang
tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal. Terdiri dari
stratum kutaneum (epitel) yang berasal dari liang telinga, stratum mukosum
(mukosa) berasal dari kavum timpani dan stratum fibrosum (lamina propria)
yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
4
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa yang terdiri dari
lapisan stratum kutaneum (epitel) berasal dari liang telinga dan stratum mukosum
(mukosa) berasal dari kavum timpani.
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang
dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,
dan posterior.
5
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil),
inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius (muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
3. Prosesus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustakhius.1,5,6
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
6
2.2 Otitis Media Supuratif Kronik
2.2.1 Definisi
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi
otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa
faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5
2.2.2 Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi.. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di
antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
7
2.2.3 Klasifikasi
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA) dan akan berlanjut menjadi OMSK bila
tatalaksanannya tidak adekuat.1,3
8
Otitis Media Akut
1. Lingkungan1,3
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio
ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang
lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan
dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik1,3
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita
otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
9
3. Otitis media sebelumnya1,3
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui
faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke
arah keadaan kronis.
4. Infeksi1,3
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada
OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan
Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK
pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
6. Autoimun1,3
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi1,3
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
10
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakhius sering
tersumbat oleh edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi
membran timpani menetap pada OMSK :1
2. Gangguan pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan
efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli
konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran
yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
11
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan
vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo.
Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran
timpani.1
12
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.2.7 Diagnosis
2. Pemeriksaan otoskopi1,3,6
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi1,3,6
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi1,3
Pemeriksaan radiologi mastoid biasanya memperlihatkan mastoid yang
tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang normal. Erosi tulang yang berada di
daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang
sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
13
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom,
ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal.1,3
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
2.2.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi
14
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga).
Tujuannya untuk membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
15
2. Pemberian antibiotika :1,3
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan
garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang
buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk
sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang
ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.
Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi.
16
aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba
yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian
dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon
(siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III
(sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk
Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per
8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. 1,3,5,6. Bila
atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis,
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
17
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah
untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi
ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus kontrol
teraut ke dokter.
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini
dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang
hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah
18
timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih
dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi
ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
19
Algoritma 1 :
Algoritma 2 :
20
Gambar 8. Pedoman tatalaksana OMSK12
1.2.9 Komplikasi
21
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke
jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi
ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.
Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada
membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus,
akan menyebabkan tuli konduktif yang berat.
22
terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi
labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.
b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis
umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan
labirinitis terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau
tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa.
Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif.
Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan sirkumskripta.
Labirinitis supuratif dibagi atas labirinitis supuratif akut difus dan kronik
difus.
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke
sel-sel udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri daerah parietal,
temporal, dan oksipital (n.V), otore persisten. Dikenal dengan sindrom
Gradenigo. Keluhan lain keluarnya nanah yang terus menerus dan nyeri yang
menetap paska mastoidektomi. Pengobatannya operasi (ekspolorasi sel-sel udara
os petrosum dan jaringan pathogen) serta antibiotika.
c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan
dengan jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen
timpani atau mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen
mastoid posisi Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering
terlihat waktu operasi mastoidektomi.
23
d. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala
dan penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan
tanda kernig positif.
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri
kepala hebat. Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula
menurun dan protein meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian
dilakukan mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa
kranial media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau
meningitis. Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan
mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
c. Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid
gagal mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat
tanpa kelainan kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa
nyeri kepala menetap, diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.
2.2.10 Prognosis
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
24
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien
karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,10
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Ny. L
Nomor RM :-
Alamat : Sumani
Anamnesa
A. Keluhan Utama
M.Natsir dengan tujuan control ulang dan menambah obat yang dikonsumsi
25
B. Riwayat Penyakit Sekarang
M.Natsir sekitar 5 bulan yang lalu dengan keluhan telinga kanan terasa
berair
lalu saat sedang keramas, lalu pasien memasukkan sedikit air ke telinga
nya agar rasa penuh pada telinga dapat berkurang namun keluhan tidak
berkurang
Telinga kanan berair juga disertai rasa nyeri sejak 3 bulan sebelum
Pasien mengeluhkan sakit kepala sejak tiga bulan yang lalu, sakit kepala
Keluhan demam (+) pada 4 bulan bulan yang lalu, demam satu kali
disangkal
26
Keluhan mual muntah disangkal
mendapatkan obat tetes telinga dan obat yang minum, obat digunakan dan
dikonsumsi secara teratur namun tidak kunjung mengalami perbaikan, tidak ada
efek samping obat yang dirasakan, lalu pasien di rujuk ke RSUD M.Natsir
Tidak ada riwayat trauma, DM, HT, alergi, penyakit jantung dan paru pada
pasien
Tidak ada riwayat penyakit keluarga berupa alergi, DM, HT, penyakit paru
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki dua orang
anak
Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
27
Kedaan umum : Tampak Sakit Sedang
TD :120/80 mmHg
Nadi : 88 x/i
Nafas : 20x/i
Temperatur : 36,50C
Telinga
Sempit - -
Liang dan Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Dinding telinga Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Sekret/serumen
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Membran
timpani
Warna Suram Suram
Reflek cahaya (-) (+)
Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perforasi Jenis Subtotal -
Kuadran Pars tensa -
Pinggir Rata -
Massa Lokasi Tidak ada Tidak ada
28
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Hidung
Rinoskopi Anterior
29
Konka inferior Edema Tidak ada Tidak ada
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konka media
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Posterior :
30
Permukaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Post Nasal Drip Ada/tidak Tidak dilakukan pemeriksaan
Jenis Tidak dilakukan pemeriksaan
Laringiskopi Indirek :
31
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk Tidak dilakukan pemeriksaan
Warna Tidak dilakukan pemeriksaan
Epiglotis Edema Tidak dilakukan pemeriksaan
Pinggir rata/tidak Tidak dilakukan pemeriksaan
Massa Tidak dilakukan pemeriksaan
Warna Tidak dilakukan pemeriksaan
Edema Tidak dilakukan pemeriksaan
Massa Tidak dilakukan pemeriksaan
Ariteniod
Gerakan Tidak dilakukan pemeriksaan
Warna Tidak dilakukan pemeriksaan
Ventrikular band Edema Tidak dilakukan pemeriksaan
Massa Tidak dilakukan pemeriksaan
Warna Tidak dilakukan pemeriksaan
Gerakan Tidak dilakukan pemeriksaan
Pingir medial Tidak dilakukan pemeriksaan
Plica vokalis
Massa Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus piriformis Massa Tidak dilakukan pemeriksaan
Sekret Tidak dilakukan pemeriksaan
Valekula Massa Tidak dilakukan pemeriksaan
Sekret ( jenisnya ) Tidak dilakukan pemeriksaan
Diagnosis Kerja
Otitis media supuratif kronis auris dextra susp. Tipe benign
Diferensial Diagnosa
Otitis media supuratif kronis tipe maligna
Otitis media supuratif akut
Otitis media non-spuratif
Pemeriksaan Penunjang
1. Audiometri
Hasil :
Telinga kanan : tuli campuran derajat sedang
Telinga kiri : Normal
Pemeriksaan Anjuran
Darah lengkap
Rotgen foto mastoid posisi schller (L), stenvers (AP)
32
Kultur kuman
Terapi
Non Farmakologi
Pencegahan : menjaga kebersihan telinga, menjaga agar telinga tidak
masuk air dengan menutup telinga saat mandi, tidak berenang
Pengobatan : pakai dan konsumsi obat secara teratur
Mencegah komplikasi : jangan congkel-congkel telinga
Stamina tubuh : makan-makanan yang bergizi seperti sayur dan
buah-buahan, istirahat dan minum yang cukup, tidak ada pantangan
makanan.
Farmakologi
Pencuci telinga larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari
Tablet Cetirizine 10 mg (1xsehari)
Pembedahan
Bila tidak membaik setelah terapi konservatif, dilakukan miringoplasti
atau timpanoplasti (namun pasien menolak dilakukan pembedahan)
Komplikasi :
Penurunan pendengaran : tuli campuran derajat sedang auricula dextra
Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Fungtionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
33
BAB IV
ANALISA KASUS
34
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut
“congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya
cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau
hilang timbul.
2. Otitis media supuratif kronik dapat terbagi atas: tipe tubotimpani
dan tipe atikoantral dimana tipe anti koantral merupakan tipe paling ganas
karena terdapat kolesteatom yang bersifat destruksi.
3. Otitis media supuratif kronik dapat memiliki komplikasi otologik
dan intrakranial
4. Penatalaksanaan OMSK dapat terbagi atas pengobatan konservatif
dan operasi
5. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah
mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Helmi. Otitis media supuratif kronik. Dalam: Otitis media supuratif kronik:
pengetahuan dasar, terapi medik, mastoidektomi, timpanoplasti. Jakarta: Balai
penerbit FKUI. 2005;p.76-92
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden of illnes and management
options. Child and adolescent health and development prevention of Geneva,
Switzerland; 2004
3. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 18 Februari 20015.
4. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik
Medan. Medan : FK USU. 2003.
5. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
6. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Kampus USU. 2007.
7. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
8. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
9. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
10. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari
http://www.medicastore.com pada tanggal 2 April 2012.
11. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al
(editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia :
Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.
37
12. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari
http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 2 April 2012.
13. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
14. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 2 April 2012.
15. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta
: FKUI. h.86.
38