Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

TONSILITIS

Oleh:
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
712018064
M. Aditya Al Muchayat Syah, S.Ked
712018049

Dokter Pembimbing:
dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus yang Berjudul:


“Tonsilitis”

Oleh
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
712018064
M.Aditya Al Muchayat Syah, S.Ked
712018049

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang periode Januari 2020-Februari 2020.

Palembang, 6 Februari 2020


Pembimbing,

dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
Tonsilitis sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu
Penyakit THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI. Shalawat beriring
salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW beserta para
keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Taufik Hidayat, Sp.THT selaku pembimbing Laporan Kasus.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga Laporan Kasus ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 6 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................…................. 1
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tonsil ....................................................................................3
2.2 Tonsilitis...............................................................................................3
2.2.1. Definisi Tonsilitis............................................................3
2.2.2. Epidemiologi Tonsilitis...................................................4
2.2.3. Faktor Risiko Tonsilitis ..................................................5
2.2.4. Etiologi Tonsilitis ...........................................................6
2.2.5. Klasifikasi Tonsilitis ......................................................7
2.2.6. Manifestasi Tonsilitis .....................................................8
2.2.7. Patofisiologi Tonsilitis ...................................................8
2.2.8. Diagnosis Tonsilitis ........................................................10
2.2.9. Diagnosis Banding Tonsilitis .........................................13
2.2.10. Tatalaksana Tonsilitis .................................................13
2.2.11. Komplikasi Tonsilitis .................................................15
2.2.12. Prognosis Tonsilitis ....................................................16

BAB III. LAPORAN KASUS .................................................................................17


BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................29
BAB V. KESIMPULAN ..........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................34

4
5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa kelainan atau penyakit dapat terjadi pada kavum oris sebagai te
mpat pertama kali masuknya makanan ke dalam tubuh, salah satunya adalah perad
angan pada tonsila palatina atau tonsilitis. Tonsilitis merupakan peradangan pada
tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer yang disebabkan oleh
mikroorganisme berupa virus, bakteri, dan jamur yang masuk secara aerogen atau
foodborn. Beberapa penelitian tentang faktor risiko yang dapat memengaruhi
terjadinya tonsilitis, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Layla Tunjung
Sari (2014), yang memperlihatkan terdapatnya hubungan angka kejadian
tonsillitis dengan kebiasaan makan goreng-gorengan (p=0,047), kebiasaan minum
minuman dingin (p= 0,002), hyegine mulut (p=0,011).2

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual. Tonsil palatina yang biasa
disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior
yang berisi m. Palatoglossus, pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan
bagian lateral dibatasi oleh m. Constrictor pharingeus superior.1

Secara global Wortd Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan


data mengenai jumlah kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan
287.000 anak di bawah 15 tahun mengalami tonsilektomi (operasi tonsil), dengan
atau tanpa adenoidektomi. 248.000 anak (86,4%) mengalami
tonsilioadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja.3

Data nasional dari Departemen Kesehatan tentang angka kejadian penyakit


tonsilitis di Indonesia sekitar 23%. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT
di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan September tahun 2012, prevalensi
tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%. Selain
itu, terdapat sebuah penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada
periode Maret sampai dengan April yang menemukan 1024 pasien tonsilitis
6

kronis atau sebesar 6,75% dari seluruh kunjungan.3


Berdasarkan uraian diatas karena masih tingginya angka kejadian penyakit to
nsilitis, maka penulis tertarik menyusun laporan kasus tentang tonsilitis di Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang Bari.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan laporan kasus adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dokter muda dapat memahami setiap kasus tonsilitis.
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukan diskusi mengenai
tonsilitis.
3. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat
mengenai kasus tonsilitis selama menjalani kepaniteraan klinik dan praktik
klinik kedepan nya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil


Tonsil terdiri dari tonsil lingual, tonsil faringeal (adenoid) dan tonsil palatina.
Tonsil palatina merupakan sepasang massa jaringan lunak dibagian belakang
faring. Terdapat satu buah tonsil palatina pada tiap sisi. Tiap tonsil merupakan
jaringan limfoid yang dilapisi epitel respirasi yang berinvaginasi dan membentuk
kripta. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fossa
tonsil. Pada kutub atas tonsil kadang ditemukan celah intratonsil yang merupakan
sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar
lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah
yang disebut kriptus. Tonsil mendapatkan vaskularisasi dari arteri palatine minor,
arteri palatine asendens, cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri faring
asendens dan arteri lingualis dorsal.2,4,5,6
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata. Lokasi
ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik
merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau
kista duktus tiroglosus. Tonsil merupakan bagian dari sistem limfatik yang
berperan dalam sistem imunitas tubuh, bersama dengan tonsil lingual dan tonsil
palatina membentuk cincin Waldeyer selaku agregat limfoid pertama pada
saluran aerodiestif. Tonsil akan menghasilkan limfosit dan aktif mensintesis
immunoglobulin saat terjadinya infeksi di tubuh. Tonsil akan membengkak saat
berespon terhadap infeksi.2,4,5,6

2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi Tonsilitis
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsila palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldayer terdiri atas susunan kelenjar li
mfa yang terdapat didalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tons

7
8

il palatina (tonsil fausial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eust
achius (lateral band dinding faring).7

2.2.2 Epidemiologi Tonsilitis


Penyakit infeksi merupakan ancaman yang mengintai seluruh umat
manusia di muka bumi, salah satunya adalah tonsilitis. Tonsilitis adalah
radang pada tonsil yang dapat mengenai semua umur tetapi utamanya terjadi
pada anak-anak. Tonsilitis dapat di sebabkan oleh infeksi bakteri atau virus,
salah satu jenis penyakit tonsilitis yang paling sering terjadi pada tenggorokan
terutama pada usia muda ialah tonsilitis kronis. Penyakit ini terjadi
disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau
ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut.3
Wortd Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data mengenai
jumlah kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000 anak
di bawah 15 tahun mengalami tonsilektomi atau operasi tonsil, dengan atau
tanpa adenoidektomi. Sebanyak 248.000 anak (86,4%) yang mengalami
tonsilioadenoidektomi dan 39.000 yang lainnya (13,6%) menjalani
tonsilektomi saja. Terdapat data mengenai prevalensi tonsilitis kronis di
berbagai Negara, yaitu di Pakistan pada tahun 1998 hingga 2007 terdapat
15.067 kasus atau dengan prevalensi 22%. Di Amerika Serikat, prevalensi
tonsilitis kronis sebesar 1,59%, sedangkan menurut penelitian di Rusia
mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis yang
dilakukan pada 321 keluarga dan 335 anak-anak (umur 1-15 tahun)
didapatkan data sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu-ibu usia reproduktif
didiagnosis tonsilitis kronis.3
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan bahwa angka kejadian
penyakit tonsilitis di Indonesia sekitar 23%. Berdasarkan data epidemiologi
penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan September tahun
2012, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu
sebesar 3,8%. Selain itu, sebuah penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.
Hasan Sadikin pada periode Maret sampai dengan April 1998 menemukan
1024 pasien tonsilitis kronis atau sebesar 6,75% dari seluruh kunjungan.3
9

Di Indonesia data mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau


tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun dari beberapa rumah sakit di
Indonesia, jumlah kunjungan pasien rawat jalan yang disebabkan penyakit
tonsilitis pada dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2012-2013 berjumlah
sebanyak ±55.383 orang sedangkan pasien rawat jalan yang disebabkan
tonsillitis berjumlah ±37.835 orang. Dengan jumlah laki-laki sebanyak ±
18.213 orang dan perempuan sebanyak ± 19.622 orang.3

2.2.3 Faktor Risiko Tonsilitis


Secara umum faktor risiko tonsilitis berhubungan dengan usia dimana a
nak-anak memiliki prevalensi yang lebih sering terkena tonsilitis. Selain itu p
enurunan daya tahan tubuh, rangsangan menahun dari paparan rokok dan beb
erapa makanan tertentu, riwayat alergi dan kebersihan rongga mulut juga berp
eran.10
Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor
genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko
penyakit tonsilitis kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi
konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya
mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor
genetik sebagai faktor predisposisi penyakit tonsilitis kronis.
Hygiene atau mulut dan gigi merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif karena
dampaknya sangat luas pada kesehatan tubuh. Hygiene mulut dan gigi adalah
tindakan untuk membersihkan rongga mulut, gigi dan gusi untuk pencegahan
penularan penyakit melalui mulut, meningkatkan daya tahan tubuh, serta
mencegah penyakit rongga mulut. Hygiene mulut dan gigi yang buruk dapat
berlanjut menjadi salah satu faktor risiko timbulnya berbagai penyakit di
rongga mulut salah satunya penyakit tonsillitis. Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh (Yuliawati & Wahyuni, 2017) yang
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara oral hygiene
dan angka kejadian tonsilitis.14
Makanan yang mengandung minyak, penyedap rasa seperti Mono
10

Sodium Glutamat (MSG) dan mengandung bahan pengawet apabila


dikonsumsi secara berlebihan akan menimbulkan gejala rasa gatal ataupun
sakit pada tenggorokan, selain itu juga dapat memicu terjadinya infeksi pada
rongga mulut sehingga menyebabkan peradangan pada tonsila palatina.
Telalu banyak mengkonsumsi minuman instan dan air dingin dapat memicu
meradangnya tonsil karena air dingin dapat merangsang dan meregangkan sel
epitel pada tonsil.4

2.2.4 Etiologi Tonsilitis


Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk
bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita
tonsilitis kronis jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A. Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring
dan nasofaring. Namun dapat menjadi patogen infeksius yang memerlukan
pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus
influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella
catarrhalis. Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan
pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh.
Penyebab penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan
herpes simpleks pada remaja. Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi
dengan coxackievirus A yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi
pada tonsil. Epstein-Barr Virus yang menyebabkan infeksi mononukleosis,
dapat menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan
obstruksi jalan napas yang akut. Infeksi jamur seperti Candida spp tidak
jarang terjadi khususnya di kalangan bayi atau pada anak-anak dengan
immunocompromised.8
Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995), kultur apusan
tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering
Tonsilofaringitis Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti
Staphylococcus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A,
Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter,
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.9
11

2.2.5 Klasifikasi Tonsilitis


Secara umum tonsilitis terbagi atas 3 jenis yaitu tonsilitis akut yang terd
iri atas tonsilitis viral dan tonsilitis bakterial. Kedua, tonsilitis membranosa ya
ng terdiri atas tonsilitis difteri dan tonsilitis septik dan ketiga tonsilitis kronik.
7

1. Tonsilitis Akut7
a. Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus ebstain bar virus.
Jika terjadi infeksi virus koksakie, maka pada pemeriksaan rongga mulu
t akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut pada tonsil yang dapat disebabkan kuman grup A Streptok
okus B hemolitikus yang dikenal sebagai streps throat, pneumokokus, s
treptookus viridann dan streptokokus piogen. Infiltrak bakteri pada lapis
an epitel jarringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa kelua
rnya leuosit polimorfonuklear sehingga berbentuk detritus yang merupa
kan umpulan leukosit, bakteri mati dan epitel yang terlepas. Secara klini
s detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.7

2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Frekuensi tonsilitis difteri telah menurun berkat keberhasilan imunisasi
pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Coryne bact
erium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidung di salu
ran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua yang
terinfeksi oleh virus ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantun pada
titer anti tosin dalam darah seseorang. Titer antitoksin sebesar 0.03 satu
an per cc darah dianggap cukup memberikan dasar imunitas.7
12

3. Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang mena
hun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, penga
ruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekua
t. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang k
uman berubah menjadi kuman golongan gram negatif. 7

2.2.6 Manifestasi Klinis Tonsilitis


Bedasarkan hasil anamnesis maka pasien dengan tonsilitis dapat merasa
kan keluhan berupa:10
1. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal
2. Nyeri pada tenggorok terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama se
makin bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan
3. Nyeri dapat menyebar sebagai reffered pain ke telinga.
4. Demam yang dapat hingga sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada
bayi dan anak-anak.
5. Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.
6. Plummy voice atau suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya teri
si penuh oleh makanan panas.
7. Mulut berbau dan liur menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yan
g hebat.
8. Pada tonsilitis kronik pasien mengeluh ada penghalang atau mengganjal di
tenggorok

2.2.7 Patofisiologi Tonsilitis


Bakteri atau virus memasuki tubuh secara aerogen dan foodborn, tonsil
berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk
dan membentuk antibodi terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial mengadakan
reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi
bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
13

bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut
tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit
tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa
sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan demam tinggi (39oC-40oC).
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan, tenggorokan
akan terasa mengental.11,12
Tonsilitis kronik umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut
terutama yang tidak mendapat terapi adekuat. Patofisiologi tonsilitis kronis
karena adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil
tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi
tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah
menjadi tempat infeksi atau fokal infeksi. Dan satu saat kuman dan toksin
dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun. Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripta melebar. Akibat timbulnya jaringan parut maka akan menghalangi
jalan masuk makanan ketika makan. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. roses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.11,12,15
Bila terjadi infeksi maka neutrofil darah akan melpaskan prostaglandin
ke hipothalamus sehingga meningkatkan set point tubuh sebagai demam yang
bertujuan untuk mencegah replikasi bakteri atau patogen dalam tubuh.
Sedangkan batuk dan pilek merupakan mekanisme pertahanan tubuh lain nya
untuk menghilangkan debu dan patogen yang tidak seharusnya ada didalam
saluran napas dan sebagai upaya pengeluaran nya maka terdapat refleks
batuk.1
2.2.8 Diagnosis Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagia
n dari cincin weldeyer, penyakit ini banyak diderita pada anak-anak berusia 3
hingga 10 tahun. Anak-anak dengan usia lima 5-15 tahun merupakan
14

kelompok usia yang paling rentan untuk terinfeksi. Tonsillitis merupakan


peradangan pada tonsil palatine, yang dapat terjadi pada semua usia, terutama
pada anak. Tonsillitis sering terjadi pada anak usia 2-3 tahun dan meningkat
pada usia 5-12 tahun. Umumnya anak tidak menyadari bahwa tonsil meraka
telah mengalami hipertropi, bahkan sebagian dari meraka telah lama
merasakan gejala tonsillitis yang sifatnya selalu berulang seperti nyeri saat
menelan yang disertai demam pada tubuh. Penegakan diagnosis tonsilitis dap
at dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjan
g.10, 13
A. Anamnesis
1. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal
2. Nyeri pada tenggorok terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama se
makin bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan
3. Nyeri dapat menyebar sebagai reffered pain ke telina.
4. Demam yang dapat hingga sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada
bayi dan anak-anak.
5. Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.
6. Plummy voice atau suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya teri
si penuh oleh makanan panas.
7. Mulut berbau dan liur menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yan
g hebat.
8. Pada tonsilitis kronik pasien mengeluh ada penghalang atau mengganjal di
tenggorok

B. Pemeriksaan Fisik
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsil hipertrofi dengan ukuran >T2
b. Hiperemis dan terdapat detritus didalam kripti yang memenuhi permuka
an tonsil baik berbentu folikel, lakuna atau pseudomembran. Bentuk ton
silitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila b
ercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka diseb
ut sebagai tonsilitis lakunaris
15

c. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu ya


ng menutupi ruang antara kedua tonsil sehingga tampak menyempit. Te
muan ini mengarahkan pada diagnosis banding tonsilitis difteri.
d. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak edema da
n hiperemis.
e. Kelenjar limfe leher dapat membesar dan disertai nyeri tekan.

2. Tonsilitis Kronik
a. Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus me
lebar dan berisi detritus.
b. Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami pe
rlengketan.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orifaring, dengan mengukur


jarak antara kedua pilar Anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medi
al kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:

Tabel I: Klasifikasi Ukuran Tonsil10


No. Ukura Keterangan
n
1. T0 Tonsil sudah di angkat.
2. <25% Volume tonsil dibandingkan dengan orofaring atau batas me
dial tonsil melewati pilar anterior hingga ¼ jarak pilar anteri
16

or uvula.
3. 25-50% Volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sa
mpai ½ jarak pilar anterior uvula.
4. 50-75% Volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior uvula sa
mpai ¾ jarak pilar anterior uvula.
5. >75% Volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior uvula sa
mpai uvula atau lebih.

Gambar : Gradasi Pembesaran Tonsil10

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit yang seb
agian besar dibentuk oleh limfosit B sehingga tonsil memiliki dua fungsi uta
ma yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan seba
gai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antige
n spesifik.2
C. Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan:10
1. Darah lengkap
2. Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram

2.2.9 Diagnosis Banding Tonsilitis


17

Diagnosis banding tonsilitis dapat meliputi tonsilitis akut, tonsilitis kron


ik, tonsilitis difteri dan faringitis.10

2.2.10 Tatalaksana Tonsilitis


Tatalaksana tonsilitis akibat infeksi virus berupa tirah baring, asupan cai
ran yang cukup, pemberian analgetik atau antipiretik parasetamol jika diperlu
kan dan dapat diberikan antivirus berupa metisoprinol jika gejala berat, diberi
kan sebanyak 60-100 mg/kgBB yang dibagi dalam 4-6 kali pemberian per har
i untuk pasien dewasa, sedangkan pada pasien anak-anak <5 tahun diberikan
50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian per hari.10
Bila penyebabnya diduga bakteri misalnya Streptococcus group A diber
ikan antiniotik yaitu Penisilin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal at
au Amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi tiga kali per hari selama 10 hari dan
pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4x500 mg. selain pe
mberian antibiotik bisa diberikan kortikosteroid karena telah terbukti menunj
ukan perbaikan klinis yang dapat menekan reaksi inflamasi.10

1. Tonsilitis Akut
Pada umumnya, penderita dengan tolnsilitis akut serta demam sebaiknya
melakukan tirah baring, pemberian cairan adekuat dan diet ringan. Aplikasi
lokal seperti obat tenggorokan, dianggap mempunyai arti yang relatif kecil
namun pemberian analgesik oral efektif dalam mengendalikan rasa tidak
nyaman. Pada pemberian obat kumur, efektivitasnya masih dipertanyakan
apakah benar bahwa aktivitas berkumur tidak membawa banyak cairan
berkontak dengan dinding faring karena dalarn beberapa hal cairan ini tidak
mengenai lebih dari tonsila palatina. Meskipun dalam pengalaman klinis
menunjukkan bahwa berkmur yang dilakukan dengan rutin dapat menambah
rasa nyanman pada penderita. Penderita sebaiknya diberi petunjuk untuk
menggunakan tiga gelas penuh cairan obat kumur setiap kali. Gelas pertama
sebaiknya dengan suhu yang hangat sehingga penderita dapat menahan cairan
dengan rasa nyaman, lalu gelas kedua dan ketiga dapat lebih hangat lagi.
Dianjurkan untuk memberikan petunjuk secara khusus pada penderita untuk
menggunakan cairan obat kumur setiap dua jam.8
18

2. Tonsilitis Kronik
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus di mana penatalaksanaan
medis atau yang lebih konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari, dan usaha untuk mernbersihkan kripta tonsilaris
dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai
hubungan dengan infeksi kronis atau berulang.8
Tonsilektomi merupakan satu dari prosedur pembedahan tertua yang
masih dilakukan. Pada tahun 1867 Wise menyatakan bahwa orang Indian
Asiatik trampil dalam tonsileklomi pada tahun 1000 SM. Frekuensi prosedur
pembedahan menurun secara drastis sejak munculnya antibiotik. Selain itu,
pengertian yang lebih baik dari indikasi-indikasi untuk prosedur pembedahan
ini telah menurunkan frekuensinya, dari perkiraan 1,5 juta tonsilektomi di
Amerika Serikat pada tahun 1970 menjadi 350.000 sampai 400.000 insiden
setiap tahun pada tahun 1985. Karena pembedahan tonsil tidak bebas dari
morbiditas dan mortalitas maka harus disadari bahwa prosedur ini harus
dilakukan secara optimal dengan ketrampilan dalam teknik
pembedahan.Kontraindikasi tonsilektomi diantaranya gangguan perdarahan,
resiko anestesi atau penyakit sistemik yang berat dan anemia.8,10
Di Indonesia data mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun dari beberapa rumah sakit di
Indonesia, jumlah kunjungan pasien rawat jalan yang disebabkan penyakit
tonsilitis pada dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2012-2013 berjumlah
sebanyak 55.383 orang sedangkan pasien rawat jalan yang disebabkan
tonsillitis berjumlah 37.835 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 18.213
orang dan perempuan sebanyak 19.622 orang.3
Indikasi tonsilektomi menurut Health technology assesment Kementerian
Kesehatan tahun 2004 yaitu:10
Tabel II: Indikasi Tonsilektomi
Indikasi Absolut Indikasi Relatif
1. Pembengkakan tonsil yang 1. Terjadi 3 episode atau lebih
19

menyebabkan obstruksi saluran infeksi tonsil pertahun dengan


napas, disfagia berat, gangguan terapi antibiotik adekuat
tidur dan komplikasi 2. Halitosis akibat tonsilitis kronik
kardiopulmoner. yang tidak membaik dengan
2. Abses peritonsil yang tidak pemberian terapi medis
membaik dengan pengobatan 3. Tonsilitis kronik atau berulang
medis dan drainase. pada karier Stereptococcus yang
3. Tonsilitis yang menimbulkan tidak membaik dengan
biopsi untuk menentukan patologi pemberian antibiotik.
anatomi.

2.2.11 Komplikasi Tonsilitis


1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis akut pada anak-anak sering menimbulkan komplikasi otitis medi
a akut, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronkitis, glomeronefrit
is akut, miokarditis, artritis serta septikemia akibat infeksi pembnuluh dara
h vena jugularis interna. Akibat hipertrofi tonsil dapat menyebabkan pasie
n bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadi
nya Obstructive sleep apnea syndrome.7
2. Tonsilitis Membranosa
Laringitis difteri dapat berlngsung secara cepat, membran semu menjalar k
e laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien maki
n cepat timbul komplikasi ini.7

3. Tonsilitis Kronik
Radang tonsil kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitum. Ko
mplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul end
okarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkel.7

2.2.12 Prognosis Tonsilitis


20

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat


dan pengobatan suportif. Kebanyakan kasus tonsilitis sembuh sendiri dalam
3-4 hari, beberapa pustaka mengatakan bahwa penundaan pemberian
antibiotik pada masa ini aman dan penundaan terapi antibiotik hingga 9 hari
sejak onset keluhan tidak meningkatkan komplikasi mayor tonsilitis akibat
grup A streptokokus beta hemolitikus yaitu demam reumatik akut. Terapi
konservatif seperti antibiotik, analgesik, dapat membantu meningkatkan dan
memercepat waktu pemulihan. Terapi pembedahan berupa tonsilektomi
terhadap anak-anak dengan OSAS dan kronik atau rekuren tonsilitis
menunjukan outcome yang baik.14

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. AA
Usia : 7 Tahun 6 Bulan
Tanggal lahir : 19 Juli 2012
21

Pendidikan : Sekolah Dasar


Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. H. Faqih Usman No. 1773 RT 10/02 1 Ulu Palembang
Agama : Islam
MRS : 4 Februari 2020
Jam MRS : 11.50 WIB
No. RM : 58.76.37

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan utama sulit menelan sejak satu bulan yang lalu.

3.2.2 Keluhan Tambahan


Tenggorokan terasa kering, nyeri pada tenggorok dan kadang muncul demam.

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke Poliklinik THT-KL RSUD Palembang BARI pada
hari Kamis 4 Februari 2020 Pukul 12.50 WIB dengan keluhan sulit menelan y
ang dirasakan semakin memberat sejak satu bulan terakhir sehingga menurut i
bunya belakangan pasien susah ketika diminta untuk makan. Keluhan disertai
nyeri ketika menelan makanan dengan konsistensi padat yang dirasakan sema
in memberat sejak satu minggu ini, pasien juga mengeluh merasa sering haus
sehingga sering meminta minum pada ibunya, menurut ibu pasien saat ini pas
ien selalu mengorok saat tidur. Pasien juga kadang mengalami demam yang h
ilang timbul dan juga kadang mengalami batuk berdahak dan pilek yang juga
hilang timbul. Pasien menyangkal adanya perubahan suara menjadi serak-sera
k dan nyeri saat sedang berbicara. Napas yang berbau dan nyeri pada telinga j
uga disangkal. Selain itu pasien dan ibunya juga menyangkal adanya keluhan
muntah dan penurunan berat badan selama muncul keluhan.
Keluhan pertama kali dirasakan 1 tahun lalu yang diawali dengan terasa
mengganjal pada tenggorokan ketika makan namun keluhan tidak menyebabk
an kesulitan ketika menelan, sejak saat itu pasien juga kadang-kadang mengal
22

ami demam dan batuk pilek yang hilang timbul. Menurut ibunya, pasien jaran
g melakukan sikat gigi dan juga pasien memiliki kebiasaan meminum es lilin
bersama teman-teman nya sejak usia 6 tahun.
Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter dan mendapatkan obat, na
mun keluhan dirasakan tidak ada perbaikan sehingga dokter menganjurkan un
tuk dilakukan operasi.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang sama disangkal
Riwayat alergi disangkal

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama disangkal
Riwayat alergi disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 15
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Napas : 21x/menit
Temperatur : 36.7˚C
Tinggi Badan : 123 Cm
Berat Badan : 34 Kg

B. Pemeriksaan Spesifik
1. Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula TAK TAK
- Abses - -
- Sikatrik - -
23

- Pembengkakan - -
- Fistula - -
- Jaringan Granulasi - -
Regio Zigomatikus TAK TAK
- Kista Brankial Klep - -
- Fistula - -
- Lobulus Aksesorius - -
Aurikula TAK TAK
- Mikrotia - -
- Efusi Perikondrium - -
- Keloid - -
- Nyeri tarik aurikula - -
- Nyeri tekan tragus - -
Meatus Akustikus Eksternus TAK TAK
- Lapang/sempit Lapang Lapang
- Edema - -
- Hiperemis - -
- Pembengkakan - -
- Erosi - -
- Krusta - -
- sekret - -
(serous/seromukous/mukopus/pus) -
- Perdarahan - -
- Bekuan darah - -
- Cerumen plug - -
- Epithelial plug - -
- Jaringan Granulasi - -
- Debris - -
- Benda asing - -
- Sagging - -
- Exostosis - -
II. Membran timpani
- Warna - -
(putih/suram/hiperemis/hematoma) - -
- Bentuk (oval/bulat) Bulat Bulat
- Reflek cahaya + +
- Retraksi - -
- Bulging - -
- Bulla - -
- Rupture - -
- Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) - -
- Pulsasi - -
24

- Sekret - -
(serous/seromukous/mukopus/pus)
(kecil/besar/subtotal/total)
- Tulang pendengaran - -
- Kolesteatoma - -
- Polip - -
- Jaringan granulasi - -

Gambar Membran Timpani


Kanan Kiri

Tes Khusus
III. Tes khusus Kanan Kiri
1. Tes garpu tala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
- Tes aliran udara Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tembakau Tidak dilakukan Tidak dilakukan
II. Hidung luar Kanan Kiri
- Dosum nasi TAK TAK
- Akar hidung TAK TAK
- Puncak hidung TAK TAK
- Sisi hidung TAK TAK
- Ala nasi TAK TAK
- Deformitas - -
25

- Hematoma - -
- Pembengkakan - -
- Krepitasi - -
- Hiperemis - -
- Erosi kulit - -
- Vulnus - -
- Ulkus - -
- Tumor - -
- Duktus nasolakrimalis TAK TAK
(Tersumat/tidak tersumbat)
III. Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
a. Vestibulum nasi
- Sikatrik - -
- Stenosis - -
- Atresia - -
- Furunkel - -
- Krustas - -
- Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh - -
- Sikatrik - -
- Ulkus - -
c. Cavum nasi
- Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/ - -
Pus)
- Krusta - -
- Bekuan darah - -
- Perdarahan - -
- Benda asing - -
- Rinolit - -
- Polip - -
- Tumor - -
d. Konka Inferior
- Mukosa (erutropi/hipertrofi/atropi) Kering Kering
(basah/kering)
( licin/tak licin)
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
26

e. Konka media
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi) Basah Basah
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
f. Konka Superior
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi) Basah Basah
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
g. Meatus medius
- lapang/sempit Lapang Lapang
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/ - -
Pus )
- Polip - -
- Tumor - -
h. Meatus inferior
- lapang/sempit Lapang Lapang
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/ - -
Pus )
- Polip - -
- Tumor - -
i. Septum nasi
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi) Basah Basah
( basah/kering)
(licin/tak licin)
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
- Deviasi ( ringan/sedang/berat) - -
(kanan/kiri)
(Superior/inferior)
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S)
- Krista - -
- Spina - -
- Abses - -
- Hematoma - -
27

- Perforasi - -
- Erosi Septum Anterior] - -

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


- Postnasal drip Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Mukosa (licin/tak licin) - -
(merah muda/hiperemis)
- Adenoid - -
- Tumor - -
- Koana (sempit/lapang) - -
- Fossa Russenmullery (tumor/tidak) - -
- Torus tobarius (licin/tak licin) - -
- Muara tuba (tertutup/terbuka) - -
(secret/tuba)

Gambaran Hidung Bagian Posterior


28

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


- Nyeri tekan/ketok Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Infraorbitalis - -
- Frontalis - -
- Kantus medialis - -
- Pembengkakan - -
- Transluminasi - -
- Region infraorbitalis - -
- Region palatum durum - -

3. Tenggorok
I. Rongga Mulut Kanan Kiri
- Lidah ( hiperemis/edema/ulkus/fissure TAK TAK
( mikroglosia/makroglosia) - -
( leukoplakia/gumma) - -
( papiloma/kista/ulkus) - -
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus) TAK TAK
- Bukal (hiperemis/edema) TAK TAK
(vesikel/ulkus/mukolel)
- Palatum durum (utuh/terbelah/pistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus) - -
(pembengkakan/abses/tumor) - -
(rata/tonus palatinus) - -
29

- Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasisi) TAK TAK


(striktur/ranula)
- Gigi –geligi (mikrodontia/makrodontia) TAK TAK
(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II. Faring Kanan Kiri


- Pallatum molle Hiperemis Hiperemis
(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)
- Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating) - -
- Pilar anterior ( hiperemis/edema/perlengketan) Hiperemis Hiperemis
( pembengkakan/ulkus) - -
- Pilar posterior ( hiperemis/edema/perlengketan) Hiperemis Hiperemis
(pembengkakan/ulkus) - -
- Dinding belakang faring ( hiperemis/edema) TAK TAK
( granuler/ulkus) - -
( secret/membrane) - -
- Lateral band ( menebal/tidak) TAK TAK
- Tonsil palatina ( derajat pembesaran) T4 T4
( permukaan rata/tidak) Tidak rata Tidak rata
( konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
( lekat/tidak) Tidak Tidak
( kripta lebar/tidak) Tidak Tidak
( detritus/membrane) - -
( hiperemis/edema) Hiperemis Hiperemis
( ulkus/tumor) - -

Gambar Rongga Mulut dan Faring


30

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tabel III: Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.5 g/dl 12-14
Eritrosit 4.94 10*6/uL 4-4.5
Leuoksit 10.3 10*6/uL 5-10
Trombosit 438 10*6/uL 150-400
Hematokrit 38 % 37-43
Waktu Perdarahan 3
Waktu Pembekuan 8 S 10-15
Hitung Jenis
- Basofil 0 % 0-1
- Eusinofil 1 % 1-3
- Batang 2 % 2-6
- Segmen 60 % 50-70
- Limfosit 32 % 20-40
- Monosit 5 % 2-8

SEROLOGI/IMUNOLOGI
HbsAG Negatif Negatif
31

KIMIA DARAH
GDS 83 Md/dl <180
SGOT 29 U/L <31
SGPT 21 U/L <31
Ureum 26 mg/dL 20-40
Kreatinin 0.6 mg/dL 0.6-1.1

3.5 Diagnosis Banding


1. Tonsilitis Kronis
2. Tonsilitis Akut
3. Tumor Tonsil

3.6 Diagnosis Kerja


Tonsilitis kronis

3.7 Tatalaksana
Non Farmakologi
- Tirah baring
- Asupan cairan yang cukup
- Pemberian obat kumur

Farmakologi
Jika perlu diberi antipiretik Paracetamol

Operatif
Tonsilektomi

3.8 Prognosis
Vitam : Dubia ad bonam
Functionam : Dubia ad bonam
32

Sanationam : Bonam

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
33

4.1 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan faktor risiko. Pasien berumur 7,6 tahun datang ke poli THT
RSUD Palembang BARI pada hari Kamis 4 Februari 2020 Pukul 12.50 WIB deng
an keluhan sulit menelan yang dirasakan semakin memberat sejak satu bulan terak
hir sehingga menurut ibunya belakangan pasien susah ketika diminta untuk makan
Keluhan disertai nyeri ketika menelan makanan dengan konsistensi padat yang di
rasakan semakin memberat sejak satu minggu ini, pasien juga mengeluh merasa se
ring haus sehingga sering meminta minum pada ibunya, menurut ibu pasien saat i
ni pasien selalu mengorok saat tidur.
Usia pasien pada kasus ini merupakan salah satu faktor risiko tonsilitis karena
anak-anak dengan usia lima 5-15 tahun merupakan kelompok usia yang paling
rentan untuk terinfeksi. Tonsillitis merupakan peradangan pada tonsil palatina,
yang dapat terjadi pada semua usia, terutama pada anak. Tonsillitis sering terjadi
pada anak usia 2-3 tahun dan meningkat pada usia 5-12 tahun. Umumnya anak
tidak menyadari bahwa tonsil meraka telah mengalami hipertropi, bahkan
sebagian dari meraka telah lama merasakan gejala tonsillitis yang sifatnya selalu
berulang seperti nyeri saat menelan yang disertai demam pada tubuh.
Keluhan sulit menelan dan nyeri menelan pada pasien merupakan salah satu
manifestasi klinis dari tonsilitis kronis, dan karena adanya keluhan penyerta berup
a nyeri ketika menelan sehingga anak menjadi tidak nafsu makan, ditambah lagi d
engan makanan yang berkonsistensi keras maka kemungkinan akan menyenggol t
onsil yang meradang menyebabkan akan terasa nyeri dan menyebabkan anak sem
akin malas untuk makan. Keluhan lain yang dirasakan berupa rasa kering di tengg
orokan juga merupakan sebagai manifestasi klinis dari tonsilitis, akibat tenggorok
an yang kering maka pada pasien ini lebih sering meminta minum pada ibunya de
ngan maksud membasahi tenggorokan nya.
Sulit menelan terjadi karena proses radang berulang yang timbul sehingga
pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripta melebar sehingga akan menghalangi
tenggorokan ketika makan yeng bermanifestasi sebagai sulit menelan. Selain itu
adanya infeksi pada tonsil yang melebar maka ketika terkena makanan yang
34

hendak ditelan maka akan menimbulkan rasa nyeri.


Pasien juga kadang mengalami demam yang hilang timbul dan juga kadang m
engalami batuk berdahak dan pilek yang juga hilang timbul. Demam pada kasus t
onsilitis juga merupakan manifestasi klinis yang bahkan dapat menimbulkan kejan
g pada bayi dan anak-anak. Batuk pada tonsilitis menandakan kemungkinan adany
a gangguan fungsi tonsil sebagai mekanisme pertahanan tubuh.
Mekanisme demam dan batuk pilek pada kasus ini karena adanya tonsilitis
kronis yang disebabkan oleh infeksi berulang pada tonsil yang menyebabkan
tonsil tidak dapat membunuh semua patogen sehingga menyebabkan adanya
infeksi, bila terjadi infeksi maka neutrofil darah akan melpaskan prostaglandin ke
hipothalamus sehingga meningkatkan set point tubuh sebagai demam yang
bertujuan untuk mencegah replikasi bakteri atau patogen dalam tubuh. Sedangkan
batuk dan pilek merupakan mekanisme pertahanan tubuh lain nya untuk
menghilangkan debu dan patogen yang tidak seharusnya ada didalam saluran
napas dan sebagai upaya pengeluaran nya maka terdapat refleks batuk.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit yang sebag
ian besar dibentuk oleh limfosit B sehingga tonsil memiliki dua fungsi utama yait
u menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ ut
ama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
Pasien menyangkal adanya perubahan suara menjadi serak-serak dan nyeri sa
at sedang berbicara. Napas yang berbau dan nyeri pada telinga juga disangkal. Sel
ain itu pasien dan ibunya juga menyangkal adanya keluhan muntah dan penurunan
berat badan selama muncul keluhan. Perubahan suara yang disangkal dan nyeri sa
at berbicara menandakan kemungkinan tonsilitis tidak disertai dengan faringitis da
n laringitis.
Keluhan pertama kali dirasakan 1 tahun lalu yang diawali dengan terasa meng
ganjal pada tenggorokan ketika makan namun keluhan tidak menyebabkan kesulit
an ketika menelan, sejak saat itu pasien juga kadang-kadang mengalami demam d
an batuk pilek yang hilang timbul.
Keluhan satu tahun yang lalu lebih ringan dari yang dirasakan saat ini kemun
gkinan disebabkan karena pada saat satu tahun yang lalu tonsilitis yang dialami ny
a merupakan tonsilitis akut yang lama kelamaan berubah menjadi kronis. Hal ini s
35

esuai dengan teori yang menatakan bahwa tonsilitis kronik umumnya merupakan
komplikasi dari tonsilitis akut terutama yang tidak mendapat terapi adekuat.
Menurut ibunya, pasien jarang melakukan sikat gigi dan juga pasien memiliki
kebiasaan meminum es lilin dan gorengan bersama teman-teman nya sejak usia 6 t
ahun. Jarang melakukan sikat gigi merupakan tanda bahwa adanya oral hygiene y
ang buruk, memakan es lilin, gorengan dan tinggal bersama perokok merupakan f
aktor risiko tonsilitis kronik.
Hygiene atau mulut dan gigi merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif karena
dampaknya sangat luas pada kesehatan tubuh. Hygiene mulut dan gigi adalah
tindakan untuk membersihkan rongga mulut, gigi dan gusi untuk pencegahan
penularan penyakit melalui mulut, meningkatkan daya tahan tubuh, serta
mencegah penyakit rongga mulut. Hygiene mulut dan gigi yang buruk dapat
berlanjut menjadi salah satu faktor risiko timbulnya berbagai penyakit di rongga
mulut salah satunya penyakit tonsillitis. Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh (Yuliawati & Wahyuni, 2017) yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara oral hygiene dan angka kejadian
tonsilitis.
Makanan yang mengandung minyak dan penyedap rasa seperti Mono Sodium
Glutamat (MSG) dan mengandung bahan pengawet apabila dikonsumsi secara
berlebihan akan menimbulkan gejala rasa gatal ataupun sakit pada tenggorokan,
selain itu juga dapat memicu terjadinya infeksi pada rongga mulut sehingga
menyebabkan peradangan pada tonsila palatina. Telalu banyak mengkonsumsi
minuman instan dan air dingin dapat memicu meradangnya tonsil karena air
dingin dapat merangsang dan meregangkan sel epitel pada tonsil.
Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter dan mendapatkan obat, namun k
eluhan dirasakan tidak ada perbaikan sehingga dokter menganjurkan untuk dilaku
kan operasi.
Tidak ada perbaikan pada saat pengobatan merupakan tanda relatif untuk dila
kukan nya tonsilektomi dan merupakan tanda adanya tonsilitis kronik karena prog
resivitas penyakit dari tonsilitis akut menjadi tonsilitis kronik. Tanda relatif tonsil
ektomi adalah terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi
36

antibiotik adekuat, halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis dan tonsilitis kronik atau berulang pada karier
Stereptococcus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik. Selain itu pada
anamnesis sudah terdapat keluhan pasien suka mengorok ketika tidur yang menan
dakan terdapat komplikasi dari tonsilitis berupa keadaan sulit bernapas yang juga
merupakan indikasi absolut dari tonsilektomi.
Penatalaksanaan pada kasus ini berupa tatalaksana non farmakologi yatu tirah
baring, asupan cairan yang cukup dan pemberian obat kumur. Tatalaksana farmak
ologi jika perlu diberi antipiretik parasetamol dan tatalaksana operatif berupa tonsi
lektomi.
Pemberian cairan yang cukup pada pasien berguna untuk menghindari dehidr
asi pada pasien, pemberian antipiretik dapat digunakan sebagai obat simptomatik.
Pada pemberian obat kumur, memang efektivitasnya masih dipertanyakan apakah
benar bahwa aktivitas berkumur tidak membawa banyak cairan berkontak dengan
dinding faring karena dalarn beberapa hal cairan ini tidak mengenai lebih dari
tonsila palatina.
Selanjutnya dilakukan pembedahan karena pengobatan pasti untuk tonsilitis
kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada
kasus-kasus di mana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal
untuk meringankan gejala-gejala dan apabila sudah memenuhi gelaja relatif dan
absolut tindakan pembedahan

BAB V
SIMPULAN

5.1 Simpulan
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat ditegakkan
tonsilitis kronis pada kasus ini.
2. Faktor risiko tonsilitis pada kasus ini adalah usia, hygiene yang buruk, pen
37

gobatan tonsilitis yang adekuat.


3. Penyebaran atau infeksi tonsilitis dapat terjadi secara aerogen dan melalui
foodborn.
4. Tatalaksana pada kasus berupa tatalaksana non medikamentosa, tatalaksan
a medikamentosa dan operatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Irfanuddin. 2018. Fungsi Tubuh Manusia. FK Unsri Press. Universitas Sriwij


aya: Palembang

2. Amin, A. A. 2017. Hubungan Antara Pengetahuan dan Tonsilitis pada siswa


SD Inpres Maccini Sombala 2017. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar

3. Ibrahim, K., Sahrudin., & Ramadhan, F. 2017. Analisis faktor risiko kejadian
tonsilitis kronis pada anak usia 5-11 tahun di wilayah kerja puskesmas
puuwatu kota kendari tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Vol.2.
No. 6/ Mei 2017
38

4. Sherwood, L. 204. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Ked
okteran EGC: Jakarta

5. Sobotta. 2014. Atlas Tubuh Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakart
a

6. Snell, R. 2014. Anatomi Klinis. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

7. Soepardi, E. A., & Rusmarjono. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hi
dung Tenggorok Kepala dan Leher. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indo
nesia: Jakarta

8. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997. p263-340

9. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam


Malik Medan Tahun 2009. 2011.pdf

10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Panduan Praktik Klinik: J


akarta

11. Farokah. 2005. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar Siswa Ke
las 2 SD Kota Semarang. Skripsi. FK-UNS

12. Walker, M. J., Barnett, T. C., Arthur, J. D. M., Cole, J. N., Gillen, C. M.,
Henningham, A., Sriprakash, K. S., et al. Disease manifestations and
pathogenic mechanisms of group a streptococcus. Clin. Microbiol. Rev. 2014
(27): p.268-70.

13. Shah, U. K. Tonsilitis and peritonsillar abscess treatment and management.


Diakses pada 11 Desember 2016,
http://emedicine.medscape.com/article/871977-treatment

14. Wahyuni, S. 2017. Hubungan Usia, Konsumsi Makanan dan Hygiene Mulut d
engan Gejala Tonsilitis Pada Anak SDN 005 Sungai Pinang Kota Samarinda.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Kali
mantan Timur

15. Alfarisi, R., Damayanti, S., & Tan’im. 2019. Hubungan Kebiasaan Makan de
ngan Risiko Tonsilitis Kronis Pada Anak Sekolah Dasar di Bandar Lampung.
Malahayati Journal: Bandar Lampung

Anda mungkin juga menyukai