TONSILITIS
Oleh:
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
712018064
M. Aditya Al Muchayat Syah, S.Ked
712018049
Dokter Pembimbing:
dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL
Oleh
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
712018064
M.Aditya Al Muchayat Syah, S.Ked
712018049
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang periode Januari 2020-Februari 2020.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
Tonsilitis sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu
Penyakit THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI. Shalawat beriring
salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW beserta para
keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Taufik Hidayat, Sp.THT selaku pembimbing Laporan Kasus.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga Laporan Kasus ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................…................. 1
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tonsil ....................................................................................3
2.2 Tonsilitis...............................................................................................3
2.2.1. Definisi Tonsilitis............................................................3
2.2.2. Epidemiologi Tonsilitis...................................................4
2.2.3. Faktor Risiko Tonsilitis ..................................................5
2.2.4. Etiologi Tonsilitis ...........................................................6
2.2.5. Klasifikasi Tonsilitis ......................................................7
2.2.6. Manifestasi Tonsilitis .....................................................8
2.2.7. Patofisiologi Tonsilitis ...................................................8
2.2.8. Diagnosis Tonsilitis ........................................................10
2.2.9. Diagnosis Banding Tonsilitis .........................................13
2.2.10. Tatalaksana Tonsilitis .................................................13
2.2.11. Komplikasi Tonsilitis .................................................15
2.2.12. Prognosis Tonsilitis ....................................................16
4
5
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual. Tonsil palatina yang biasa
disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior
yang berisi m. Palatoglossus, pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan
bagian lateral dibatasi oleh m. Constrictor pharingeus superior.1
2.2 Tonsilitis
2.2.1 Definisi Tonsilitis
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsila palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldayer terdiri atas susunan kelenjar li
mfa yang terdapat didalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tons
7
8
il palatina (tonsil fausial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eust
achius (lateral band dinding faring).7
1. Tonsilitis Akut7
a. Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus ebstain bar virus.
Jika terjadi infeksi virus koksakie, maka pada pemeriksaan rongga mulu
t akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut pada tonsil yang dapat disebabkan kuman grup A Streptok
okus B hemolitikus yang dikenal sebagai streps throat, pneumokokus, s
treptookus viridann dan streptokokus piogen. Infiltrak bakteri pada lapis
an epitel jarringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa kelua
rnya leuosit polimorfonuklear sehingga berbentuk detritus yang merupa
kan umpulan leukosit, bakteri mati dan epitel yang terlepas. Secara klini
s detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.7
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Frekuensi tonsilitis difteri telah menurun berkat keberhasilan imunisasi
pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Coryne bact
erium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidung di salu
ran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua yang
terinfeksi oleh virus ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantun pada
titer anti tosin dalam darah seseorang. Titer antitoksin sebesar 0.03 satu
an per cc darah dianggap cukup memberikan dasar imunitas.7
12
3. Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang mena
hun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, penga
ruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekua
t. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang k
uman berubah menjadi kuman golongan gram negatif. 7
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut
tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit
tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa
sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan demam tinggi (39oC-40oC).
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan, tenggorokan
akan terasa mengental.11,12
Tonsilitis kronik umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut
terutama yang tidak mendapat terapi adekuat. Patofisiologi tonsilitis kronis
karena adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil
tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi
tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah
menjadi tempat infeksi atau fokal infeksi. Dan satu saat kuman dan toksin
dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun. Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripta melebar. Akibat timbulnya jaringan parut maka akan menghalangi
jalan masuk makanan ketika makan. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. roses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.11,12,15
Bila terjadi infeksi maka neutrofil darah akan melpaskan prostaglandin
ke hipothalamus sehingga meningkatkan set point tubuh sebagai demam yang
bertujuan untuk mencegah replikasi bakteri atau patogen dalam tubuh.
Sedangkan batuk dan pilek merupakan mekanisme pertahanan tubuh lain nya
untuk menghilangkan debu dan patogen yang tidak seharusnya ada didalam
saluran napas dan sebagai upaya pengeluaran nya maka terdapat refleks
batuk.1
2.2.8 Diagnosis Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagia
n dari cincin weldeyer, penyakit ini banyak diderita pada anak-anak berusia 3
hingga 10 tahun. Anak-anak dengan usia lima 5-15 tahun merupakan
14
B. Pemeriksaan Fisik
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsil hipertrofi dengan ukuran >T2
b. Hiperemis dan terdapat detritus didalam kripti yang memenuhi permuka
an tonsil baik berbentu folikel, lakuna atau pseudomembran. Bentuk ton
silitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila b
ercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka diseb
ut sebagai tonsilitis lakunaris
15
2. Tonsilitis Kronik
a. Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus me
lebar dan berisi detritus.
b. Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami pe
rlengketan.
or uvula.
3. 25-50% Volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sa
mpai ½ jarak pilar anterior uvula.
4. 50-75% Volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior uvula sa
mpai ¾ jarak pilar anterior uvula.
5. >75% Volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior uvula sa
mpai uvula atau lebih.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit yang seb
agian besar dibentuk oleh limfosit B sehingga tonsil memiliki dua fungsi uta
ma yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan seba
gai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antige
n spesifik.2
C. Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan:10
1. Darah lengkap
2. Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram
1. Tonsilitis Akut
Pada umumnya, penderita dengan tolnsilitis akut serta demam sebaiknya
melakukan tirah baring, pemberian cairan adekuat dan diet ringan. Aplikasi
lokal seperti obat tenggorokan, dianggap mempunyai arti yang relatif kecil
namun pemberian analgesik oral efektif dalam mengendalikan rasa tidak
nyaman. Pada pemberian obat kumur, efektivitasnya masih dipertanyakan
apakah benar bahwa aktivitas berkumur tidak membawa banyak cairan
berkontak dengan dinding faring karena dalarn beberapa hal cairan ini tidak
mengenai lebih dari tonsila palatina. Meskipun dalam pengalaman klinis
menunjukkan bahwa berkmur yang dilakukan dengan rutin dapat menambah
rasa nyanman pada penderita. Penderita sebaiknya diberi petunjuk untuk
menggunakan tiga gelas penuh cairan obat kumur setiap kali. Gelas pertama
sebaiknya dengan suhu yang hangat sehingga penderita dapat menahan cairan
dengan rasa nyaman, lalu gelas kedua dan ketiga dapat lebih hangat lagi.
Dianjurkan untuk memberikan petunjuk secara khusus pada penderita untuk
menggunakan cairan obat kumur setiap dua jam.8
18
2. Tonsilitis Kronik
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus di mana penatalaksanaan
medis atau yang lebih konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari, dan usaha untuk mernbersihkan kripta tonsilaris
dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai
hubungan dengan infeksi kronis atau berulang.8
Tonsilektomi merupakan satu dari prosedur pembedahan tertua yang
masih dilakukan. Pada tahun 1867 Wise menyatakan bahwa orang Indian
Asiatik trampil dalam tonsileklomi pada tahun 1000 SM. Frekuensi prosedur
pembedahan menurun secara drastis sejak munculnya antibiotik. Selain itu,
pengertian yang lebih baik dari indikasi-indikasi untuk prosedur pembedahan
ini telah menurunkan frekuensinya, dari perkiraan 1,5 juta tonsilektomi di
Amerika Serikat pada tahun 1970 menjadi 350.000 sampai 400.000 insiden
setiap tahun pada tahun 1985. Karena pembedahan tonsil tidak bebas dari
morbiditas dan mortalitas maka harus disadari bahwa prosedur ini harus
dilakukan secara optimal dengan ketrampilan dalam teknik
pembedahan.Kontraindikasi tonsilektomi diantaranya gangguan perdarahan,
resiko anestesi atau penyakit sistemik yang berat dan anemia.8,10
Di Indonesia data mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun dari beberapa rumah sakit di
Indonesia, jumlah kunjungan pasien rawat jalan yang disebabkan penyakit
tonsilitis pada dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2012-2013 berjumlah
sebanyak 55.383 orang sedangkan pasien rawat jalan yang disebabkan
tonsillitis berjumlah 37.835 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 18.213
orang dan perempuan sebanyak 19.622 orang.3
Indikasi tonsilektomi menurut Health technology assesment Kementerian
Kesehatan tahun 2004 yaitu:10
Tabel II: Indikasi Tonsilektomi
Indikasi Absolut Indikasi Relatif
1. Pembengkakan tonsil yang 1. Terjadi 3 episode atau lebih
19
3. Tonsilitis Kronik
Radang tonsil kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitum. Ko
mplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul end
okarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkel.7
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan utama sulit menelan sejak satu bulan yang lalu.
ami demam dan batuk pilek yang hilang timbul. Menurut ibunya, pasien jaran
g melakukan sikat gigi dan juga pasien memiliki kebiasaan meminum es lilin
bersama teman-teman nya sejak usia 6 tahun.
Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter dan mendapatkan obat, na
mun keluhan dirasakan tidak ada perbaikan sehingga dokter menganjurkan un
tuk dilakukan operasi.
B. Pemeriksaan Spesifik
1. Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula TAK TAK
- Abses - -
- Sikatrik - -
23
- Pembengkakan - -
- Fistula - -
- Jaringan Granulasi - -
Regio Zigomatikus TAK TAK
- Kista Brankial Klep - -
- Fistula - -
- Lobulus Aksesorius - -
Aurikula TAK TAK
- Mikrotia - -
- Efusi Perikondrium - -
- Keloid - -
- Nyeri tarik aurikula - -
- Nyeri tekan tragus - -
Meatus Akustikus Eksternus TAK TAK
- Lapang/sempit Lapang Lapang
- Edema - -
- Hiperemis - -
- Pembengkakan - -
- Erosi - -
- Krusta - -
- sekret - -
(serous/seromukous/mukopus/pus) -
- Perdarahan - -
- Bekuan darah - -
- Cerumen plug - -
- Epithelial plug - -
- Jaringan Granulasi - -
- Debris - -
- Benda asing - -
- Sagging - -
- Exostosis - -
II. Membran timpani
- Warna - -
(putih/suram/hiperemis/hematoma) - -
- Bentuk (oval/bulat) Bulat Bulat
- Reflek cahaya + +
- Retraksi - -
- Bulging - -
- Bulla - -
- Rupture - -
- Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) - -
- Pulsasi - -
24
- Sekret - -
(serous/seromukous/mukopus/pus)
(kecil/besar/subtotal/total)
- Tulang pendengaran - -
- Kolesteatoma - -
- Polip - -
- Jaringan granulasi - -
Tes Khusus
III. Tes khusus Kanan Kiri
1. Tes garpu tala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
- Tes aliran udara Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tembakau Tidak dilakukan Tidak dilakukan
II. Hidung luar Kanan Kiri
- Dosum nasi TAK TAK
- Akar hidung TAK TAK
- Puncak hidung TAK TAK
- Sisi hidung TAK TAK
- Ala nasi TAK TAK
- Deformitas - -
25
- Hematoma - -
- Pembengkakan - -
- Krepitasi - -
- Hiperemis - -
- Erosi kulit - -
- Vulnus - -
- Ulkus - -
- Tumor - -
- Duktus nasolakrimalis TAK TAK
(Tersumat/tidak tersumbat)
III. Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
a. Vestibulum nasi
- Sikatrik - -
- Stenosis - -
- Atresia - -
- Furunkel - -
- Krustas - -
- Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh - -
- Sikatrik - -
- Ulkus - -
c. Cavum nasi
- Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/ - -
Pus)
- Krusta - -
- Bekuan darah - -
- Perdarahan - -
- Benda asing - -
- Rinolit - -
- Polip - -
- Tumor - -
d. Konka Inferior
- Mukosa (erutropi/hipertrofi/atropi) Kering Kering
(basah/kering)
( licin/tak licin)
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
26
e. Konka media
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi) Basah Basah
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
f. Konka Superior
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi) Basah Basah
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
g. Meatus medius
- lapang/sempit Lapang Lapang
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/ - -
Pus )
- Polip - -
- Tumor - -
h. Meatus inferior
- lapang/sempit Lapang Lapang
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/ - -
Pus )
- Polip - -
- Tumor - -
i. Septum nasi
- Mukosa (erutropi/hipertropi/atropi) Basah Basah
( basah/kering)
(licin/tak licin)
- Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
- Deviasi ( ringan/sedang/berat) - -
(kanan/kiri)
(Superior/inferior)
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S)
- Krista - -
- Spina - -
- Abses - -
- Hematoma - -
27
- Perforasi - -
- Erosi Septum Anterior] - -
3. Tenggorok
I. Rongga Mulut Kanan Kiri
- Lidah ( hiperemis/edema/ulkus/fissure TAK TAK
( mikroglosia/makroglosia) - -
( leukoplakia/gumma) - -
( papiloma/kista/ulkus) - -
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus) TAK TAK
- Bukal (hiperemis/edema) TAK TAK
(vesikel/ulkus/mukolel)
- Palatum durum (utuh/terbelah/pistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus) - -
(pembengkakan/abses/tumor) - -
(rata/tonus palatinus) - -
29
SEROLOGI/IMUNOLOGI
HbsAG Negatif Negatif
31
KIMIA DARAH
GDS 83 Md/dl <180
SGOT 29 U/L <31
SGPT 21 U/L <31
Ureum 26 mg/dL 20-40
Kreatinin 0.6 mg/dL 0.6-1.1
3.7 Tatalaksana
Non Farmakologi
- Tirah baring
- Asupan cairan yang cukup
- Pemberian obat kumur
Farmakologi
Jika perlu diberi antipiretik Paracetamol
Operatif
Tonsilektomi
3.8 Prognosis
Vitam : Dubia ad bonam
Functionam : Dubia ad bonam
32
Sanationam : Bonam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
33
4.1 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan faktor risiko. Pasien berumur 7,6 tahun datang ke poli THT
RSUD Palembang BARI pada hari Kamis 4 Februari 2020 Pukul 12.50 WIB deng
an keluhan sulit menelan yang dirasakan semakin memberat sejak satu bulan terak
hir sehingga menurut ibunya belakangan pasien susah ketika diminta untuk makan
Keluhan disertai nyeri ketika menelan makanan dengan konsistensi padat yang di
rasakan semakin memberat sejak satu minggu ini, pasien juga mengeluh merasa se
ring haus sehingga sering meminta minum pada ibunya, menurut ibu pasien saat i
ni pasien selalu mengorok saat tidur.
Usia pasien pada kasus ini merupakan salah satu faktor risiko tonsilitis karena
anak-anak dengan usia lima 5-15 tahun merupakan kelompok usia yang paling
rentan untuk terinfeksi. Tonsillitis merupakan peradangan pada tonsil palatina,
yang dapat terjadi pada semua usia, terutama pada anak. Tonsillitis sering terjadi
pada anak usia 2-3 tahun dan meningkat pada usia 5-12 tahun. Umumnya anak
tidak menyadari bahwa tonsil meraka telah mengalami hipertropi, bahkan
sebagian dari meraka telah lama merasakan gejala tonsillitis yang sifatnya selalu
berulang seperti nyeri saat menelan yang disertai demam pada tubuh.
Keluhan sulit menelan dan nyeri menelan pada pasien merupakan salah satu
manifestasi klinis dari tonsilitis kronis, dan karena adanya keluhan penyerta berup
a nyeri ketika menelan sehingga anak menjadi tidak nafsu makan, ditambah lagi d
engan makanan yang berkonsistensi keras maka kemungkinan akan menyenggol t
onsil yang meradang menyebabkan akan terasa nyeri dan menyebabkan anak sem
akin malas untuk makan. Keluhan lain yang dirasakan berupa rasa kering di tengg
orokan juga merupakan sebagai manifestasi klinis dari tonsilitis, akibat tenggorok
an yang kering maka pada pasien ini lebih sering meminta minum pada ibunya de
ngan maksud membasahi tenggorokan nya.
Sulit menelan terjadi karena proses radang berulang yang timbul sehingga
pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripta melebar sehingga akan menghalangi
tenggorokan ketika makan yeng bermanifestasi sebagai sulit menelan. Selain itu
adanya infeksi pada tonsil yang melebar maka ketika terkena makanan yang
34
esuai dengan teori yang menatakan bahwa tonsilitis kronik umumnya merupakan
komplikasi dari tonsilitis akut terutama yang tidak mendapat terapi adekuat.
Menurut ibunya, pasien jarang melakukan sikat gigi dan juga pasien memiliki
kebiasaan meminum es lilin dan gorengan bersama teman-teman nya sejak usia 6 t
ahun. Jarang melakukan sikat gigi merupakan tanda bahwa adanya oral hygiene y
ang buruk, memakan es lilin, gorengan dan tinggal bersama perokok merupakan f
aktor risiko tonsilitis kronik.
Hygiene atau mulut dan gigi merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif karena
dampaknya sangat luas pada kesehatan tubuh. Hygiene mulut dan gigi adalah
tindakan untuk membersihkan rongga mulut, gigi dan gusi untuk pencegahan
penularan penyakit melalui mulut, meningkatkan daya tahan tubuh, serta
mencegah penyakit rongga mulut. Hygiene mulut dan gigi yang buruk dapat
berlanjut menjadi salah satu faktor risiko timbulnya berbagai penyakit di rongga
mulut salah satunya penyakit tonsillitis. Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh (Yuliawati & Wahyuni, 2017) yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara oral hygiene dan angka kejadian
tonsilitis.
Makanan yang mengandung minyak dan penyedap rasa seperti Mono Sodium
Glutamat (MSG) dan mengandung bahan pengawet apabila dikonsumsi secara
berlebihan akan menimbulkan gejala rasa gatal ataupun sakit pada tenggorokan,
selain itu juga dapat memicu terjadinya infeksi pada rongga mulut sehingga
menyebabkan peradangan pada tonsila palatina. Telalu banyak mengkonsumsi
minuman instan dan air dingin dapat memicu meradangnya tonsil karena air
dingin dapat merangsang dan meregangkan sel epitel pada tonsil.
Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter dan mendapatkan obat, namun k
eluhan dirasakan tidak ada perbaikan sehingga dokter menganjurkan untuk dilaku
kan operasi.
Tidak ada perbaikan pada saat pengobatan merupakan tanda relatif untuk dila
kukan nya tonsilektomi dan merupakan tanda adanya tonsilitis kronik karena prog
resivitas penyakit dari tonsilitis akut menjadi tonsilitis kronik. Tanda relatif tonsil
ektomi adalah terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi
36
antibiotik adekuat, halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis dan tonsilitis kronik atau berulang pada karier
Stereptococcus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik. Selain itu pada
anamnesis sudah terdapat keluhan pasien suka mengorok ketika tidur yang menan
dakan terdapat komplikasi dari tonsilitis berupa keadaan sulit bernapas yang juga
merupakan indikasi absolut dari tonsilektomi.
Penatalaksanaan pada kasus ini berupa tatalaksana non farmakologi yatu tirah
baring, asupan cairan yang cukup dan pemberian obat kumur. Tatalaksana farmak
ologi jika perlu diberi antipiretik parasetamol dan tatalaksana operatif berupa tonsi
lektomi.
Pemberian cairan yang cukup pada pasien berguna untuk menghindari dehidr
asi pada pasien, pemberian antipiretik dapat digunakan sebagai obat simptomatik.
Pada pemberian obat kumur, memang efektivitasnya masih dipertanyakan apakah
benar bahwa aktivitas berkumur tidak membawa banyak cairan berkontak dengan
dinding faring karena dalarn beberapa hal cairan ini tidak mengenai lebih dari
tonsila palatina.
Selanjutnya dilakukan pembedahan karena pengobatan pasti untuk tonsilitis
kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada
kasus-kasus di mana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal
untuk meringankan gejala-gejala dan apabila sudah memenuhi gelaja relatif dan
absolut tindakan pembedahan
BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat ditegakkan
tonsilitis kronis pada kasus ini.
2. Faktor risiko tonsilitis pada kasus ini adalah usia, hygiene yang buruk, pen
37
DAFTAR PUSTAKA
3. Ibrahim, K., Sahrudin., & Ramadhan, F. 2017. Analisis faktor risiko kejadian
tonsilitis kronis pada anak usia 5-11 tahun di wilayah kerja puskesmas
puuwatu kota kendari tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Vol.2.
No. 6/ Mei 2017
38
4. Sherwood, L. 204. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Ked
okteran EGC: Jakarta
5. Sobotta. 2014. Atlas Tubuh Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakart
a
7. Soepardi, E. A., & Rusmarjono. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hi
dung Tenggorok Kepala dan Leher. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indo
nesia: Jakarta
8. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997. p263-340
11. Farokah. 2005. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar Siswa Ke
las 2 SD Kota Semarang. Skripsi. FK-UNS
12. Walker, M. J., Barnett, T. C., Arthur, J. D. M., Cole, J. N., Gillen, C. M.,
Henningham, A., Sriprakash, K. S., et al. Disease manifestations and
pathogenic mechanisms of group a streptococcus. Clin. Microbiol. Rev. 2014
(27): p.268-70.
14. Wahyuni, S. 2017. Hubungan Usia, Konsumsi Makanan dan Hygiene Mulut d
engan Gejala Tonsilitis Pada Anak SDN 005 Sungai Pinang Kota Samarinda.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Kali
mantan Timur
15. Alfarisi, R., Damayanti, S., & Tan’im. 2019. Hubungan Kebiasaan Makan de
ngan Risiko Tonsilitis Kronis Pada Anak Sekolah Dasar di Bandar Lampung.
Malahayati Journal: Bandar Lampung