Anda di halaman 1dari 25

REFERRAT

RHINOSINUSITIS

Oleh:
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
712018064

Dokter Pembimbing:
dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referrat yang Berjudul:


“Rhinosinusitis”

Oleh
Reval Zakyal Govind, S.Ked.
712018064

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
periode Januari 2020 - Februari 2020.

Palembang, 1 Februari 2020


Pembimbing,

dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referrat yang berjudul
Rhinosinusitis sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Bagian Ilmu THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI. Shalawat
beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis menyadari bahwa Referrat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang.
Dalam penyelesaian Referrat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun
spiritual.
3. dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL selaku pembimbing Rhinosinusitis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga
Rhinosinusitis ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 1 Februari 2020

Penulis

iv
v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................…........ 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan Fisiologi..................................................................2
2.2 Definisi ........................................................................................6
2.3 Epidemiologi ...............................................................................6
2.4 Faktor Risiko................................................................................7
2.5 Patogenesis ..................................................................................7
2.6 Manifestasi....................................................................................9
2.7 Diagnosis Banding .......................................................................11
2.8 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................11
2.9 Tatalaksana ..................................................................................13
2.10 Komplikasi ...............................................................................16
2.11 Prognosis ..................................................................................18

BAB III. KESIMPULAN ..............................................................................19

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................20

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rhinosinusitis.1
Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka kejadian
rhinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, data dari
DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. 2
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis
ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang
ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang
berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada
anak berusia kurang lebih 8 tahun. Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan
karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun
dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan
sinusitis.
Ada begitu banyak pemeriksaan untuk mendiagnosis sinusitis. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik sudah dapat mencurigai adanya sinusitis, tapi untuk
memberikan diagnosis yang lebih dini, maka diperlukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriskaan radiologis dari sinusitis maksilaris sering menggunakan foto
waters.1,2
Kejadian rhinosinusitis mungkin akan terus meningkat prevalensinya.
Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat,
sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk
memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala, metode diagnosis
dan penatalaksanaan dari penyakit ini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi & Fisiologi


Hidung terdiri atas hidung luar dan cavum nasi. Cacum nasi dibagi oleh
septum nasi menjadi dua bagian, kanan dan kiri. Hidung luar mempunyai dua
lubang berbentuk lonjong disebut nares, yang dipisahkan satu dengan yang
lainnya oleh septum nasi. Pinggir lateral , ala nasi, berbentuk bulat dan dapat
digerakkan. Rangka hidung luar dibentuk oleh os nasale, processus frontalis
maxillaris, dan pars nasalis ossis frontalis. Di bawah, rangka hidung dibentuk oleh
lempeng-lempeng tulang rawan hialin.
Cavum nasi terbentang dari nares di depan sampai ke apertura nasalis
posterior atau choanae di belakang, di mana hidung bermuara ke dalam
nasopharynx. Vestibulum nasi adalah area di dalam cavum nasi yang terletak tepat
di belakang nares. Septum nasi dibentuk oleh cartilago septi nasi, lamina verticalis
osis ethmoidales dan vomer.
Vestibulum dilapisi oleh kulit yang telah mengalami modifikasi dan
mempunyai rambut yang kasar. Area di atas concha nasalis superior dilapisi
reseptor penghidu. Bagian bawah cavum nasi dilapisi oleh membrana mucosa
respiratorius. Di daerah respiratorius terdapat sebuah anyaman vena yang besar di
dalam submucosa jaringan ikat.

Gambar 2.2 Dinding Lateral cavum nasi kanan.2

2
Gambar 2.3 Dinding lateral cavum nasi kanan; concha nasalis superior, media, dan inferior
dibuang sebagian untuk memperlihatkan muara sinus paranasalis dan ductus lacrimalis ke dalam
meatus.2
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung. Secara embriologik,
sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid
dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada
anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai
pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat,
sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran
pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan
bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung.

3
Gambar 2.1 A. Letak-letak Sinus Paranasal pada Wajah, B. Potongan Corona melalui cavum nasi
memperlihatkan sinus ethmoidalis dan sinus maxillaris.2

Sinus Maksilaris berbentuk piramid dan terletak di dalam corpus maxillaris


di belakang pipi. Atap dibentuk oleh dasar orbita, sedangkan dasar berhubungan
dengan akar gigi premolar dan molar. Sinus maxillaris bermuara ke dalam meatus
nasi medius melalui hiatus semiulnaris.
Sinus frontalis ada dua buah, terdapat di dalam os frontale. Mereka
dipisahkan satu dengan yang lain oleh septum tulang. Setiap sinus berbentuk
segitiga, meluas ke atas di atas ujung medial alis mata dan ke belakang sampai ke
bagian medial atap orbita. Masing-masing sinus frontalis bermuara ke dalam
meatus nasi medius melalui infundibulum.
Sinus sphenoidalis ada dua buah, terletak di dalam corpus ossis sphenoidalis
setiap sinus bermuara ke dalam recessus sphenoethmoidales di atas concha nasalis
superior.
Sinus Ethmoidalis terletak di anterior, medius, dan posterior, serta terdapat
di dalam os ethmoidale, di antara hidung dan orbita. Sinus ini dipisahkan dari
orbita oleh selapis tipis tulang, sehingga infeksi dengan mudah dapat menjalar
dari sinus ke dalam orbita. Sinus ethmoidalis kelompok anterior bermuara ke
dalam infudibulum; kelompok media bermuara ke dalam meatus nasi medius,
pada atau di atas bulla ethmoidalis; dan kelompok posterior bermuara ke dalam
meatus nasi superior.3
Fungsi sinus paranasal masih diperdebatkan. Namun beberapa peran dari sinus
paranasal adalah :

4
a) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan
dan mengatur kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap
teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara
yang definitive antara sinus dan rongga hidung.Lagipula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang
sebanyak mukosa hidung.
b) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas,
melindungi orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah.
c) Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi
berat tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti
dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat
sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak
bermakna.

d) Membantu resonansi suara


Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara
dan mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang
berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan
sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.Lagipula tidak
ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada
hewan-hewan tingkat rendah.
e) Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
f) Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang
jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga
hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut
masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari
meatus medius, tempat yang paling strategis.4,8

5
2.2. Definisi
Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal. Karena mukosa nasal
saling berhubungan dan sinusitis jarang terjadi tanpa rhinitis, maka penamaannya
diganti dengan rhinosinusitis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang
terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai
semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat
empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua
mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang
dahi).1
2.3. Epidemiologi
Anak-anak yang lebih muda dari 15 tahun dan orang dewasa berusia 25
hingga 64 tahun paling terpengaruh. Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di
Amerika Serikat, dengan lebih 30 juta orang terdiagnosis tiap tahunnya. Sinusitis
biasanya mengikuti pola musim yaitu pada musim gugur hingga awal musim
semi. Di Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan
bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola
penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di
rumah sakit.2,5,7
2.4. Faktor Risiko
Beberapa faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain ISPA akibat
virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita
hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi
konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi,
kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom Kartagener, dan di
luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Faktor predisposisi yang paling lazim adalah polip nasal yang timbul
pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan
foto polos leher posisi lateral.

6
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.1,5

2.5. Patogenesis
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila
klirens silier sekret sinus berkurang atau ostium sinus menjadi tersumbat, yang
menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan
parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen.
Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi
sekret ini, maka terjadilah sinusitis.
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
obstruksi drainase sinus (sinus ostium), kerusakan pada silia, serta kuantitas dan
kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus.
Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti
Rhinovirus, Influenza A dan B, Parainfluenza, Respiratory syncytial virus,
Adenovirus dan Enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA
memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal.
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding
hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi
pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain
itu inflamasi, polip, tumor, trauma, juga menyebabkan menurunya patensi ostium
sinus. Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus
pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret
yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat
baik untuk berkembangnya bakteri patogen.
Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya
akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran
udara yang cepat, virus, bakteri, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan
mukosa, parut, atau primary cilliary dyskinesia (Sindrom Kartagener).

7
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan
kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi
oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus
dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya
bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan
silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan
mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan
terdapatnya beberapa bakteri patogen.
Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi
pre molar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan problem klinis seperti
infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan
menimbulkan infeksi sinus. Sinusitis maksila diawali dengan sumbatan ostium
sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini
akan menyebabkan gangguan drainase sinus.
Keterlibatan antrum unilateral seringkali merupakan indikasi dari
keterlibatan gigi sebagai penyebab. Bila hal ini terjadi maka organisme yang
bertanggung jawab kemungkinan adalah jenis gram negatif yang merupakan
organisme yang lebih banyak didapatkan pada infeksi gigi daripada bakteri gram
positif yang merupakan bakteri khas pada sinus.Penyakit gigi seperti abses apikal,
atau periodontal dapat menimbulkan gambaran histologi yang didominasi oleh
bakteri gram negatif, karenanya menimbulkan bau busuk.
Pada sinusitis yang dentogennya terkumpul kental akan memperberat atau
mengganggu drainase terlebih bila meatus medius tertutup oleh oedem atau pus
atau kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan hipertropi konka. Akar gigi
premolar kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai dari
sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan langsung dengan mukosa
sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri langsung dari akar gigi ke sinus dapat
terjadi.1,5

2.6. Manifestasi
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai
dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali

8
turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik
seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena
merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di
tempat lain (referred pain). nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri
di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida,
nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal, dan nyeri di kepala
yang mengarah ke vertex cranium menandakan sinusitis sfenoid. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal
drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis
kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2
dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Sakit kepala kronik
b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
e. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius
Gejala Sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang
tak jelas biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah
terasa bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak.
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada
palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang
berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif seringkali ada.
Sinusitis ethmoidales biasanya pada anak-anak. Seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Pada dewasa, seringkali bersama-sama dengan sinusitis
maksilaris, serta di anggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tak dapat
dielakkan. Gejala berupa nyeri tekan antara kedua mata dan di atas jembatan
hidung, drainase dan sumbatan hidung.
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi
etmoidales anterior. Pada sinusitis frontalis, biasanya dirasakan nyeri kepala yang
khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang

9
malam. Terkadang nyeri saat disentuh, dan mungkin terjadi pembengkakan
supraorbita.
Sinusitis sfenoidalis terdapat nyeri kepala yang mengarah ke verteks
kranium. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian pansinusitis, dan oleh
karena itu gejalanya menjadi datu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila
gejalanya berlangsung kurang dari 12 minggu, sedangkan kronis berlangsung
lebih dari 12 minggu. Tetapi apabila dilihat dari gejala, maka sinusitis dianggap
sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut.
Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal
yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari
12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor. Kriteria mayor antara lain : Kongesti hidung/sumbatan hidung,
sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan
penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara
lain : demam dan halitosis

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis
tidak sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan
kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang
dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Rhinorrhea cairan serebrospinal harus
dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten
unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing
nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah diagnosis
alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah.5
Pasien dengan demam memerlukan perhatian khusus, karena demam dapat
merupakan manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat,
seperti meningitis atau abses intrakranial.5
2.8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan.
Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan

10
gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada
sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan
diagnosis yang lebih dini.Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus
paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain:
a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid
tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita.
Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan
membentuk 1500 kaudal.
b. Foto kepala lateral
Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di
luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris
berhimpit satu sama lain. Pada sinusitis tampak : penebalan mukosa, air fluid
level (kadang-kadang), perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para
nasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).
c. Foto kepala posisi waters
Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis
orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal
piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga
kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya
dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan
dapat menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.1,5

11
Gambar 2.4 A. Radiogram sinus maksilaris (posisi waters) memperlihatkan suatu sinus
yang opak dan deviasi tulang septum nasi yang nyata. B. Radiogram (posisi waters-waldaron) dari
suatu pansinusitis yang melibatkan sinus maksilaris kanan, sinus etmoidalis dan frontalis. Dalam
sinus maksilaris dapat terlihat gambaran fluid level.5

2.9. Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
 Mempercepat penyembuhan
 Mencegah komplikasi
 Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa)
dan pembedahan (operasi). Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien sinusitis akut, yaitu:
 Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun
gejala klinik sinusitis akut telah hilang. Umumnya diterapi dengan
antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, ampisilin atau
eritromisin plus sulfonamid, dengan alternatif lain berupa
amoksisilin/klavulanat.

 Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar


drainase hidung. Dekongestan seperti pseudoefedrin juga
bermanfaat, dan tetes hidung poten seperti fenilefrin selama
beberapa hari pertama infeksi namun kemudian harus dihentikan.

12
 Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit dan kompres hangat
pada wajah.
 Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan
ostium sinus sedemikian edematosa sehingga terbentuk abses
sejati. Irigasi antrum maksilaris dilakukan dengan mengalirkan
larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam antrum
maksilaris. Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar
melalui ostium normal.

Gambar 2.5 Irigasi Antrum. Sekret purulen dalam sinus maksilaris dapat diirigasi
dengan memasukkan jarum menembus meatus inferior.5

Gambar 2.6 Irigasi Antrum. Diperlihatkan suatu metode alternatif menggunakan


jarum yang ditusukkan menembus fosa kanina.5

13
 Pada sinusitis etmoidalis, ancaman terjadinya komplikasi atau
perbaikan yang tidak memadai merupakan indikasi untuk
etmoidektomi

Gambar 2.7 Etmoidektomi intranasal. A. Forseps penggigit mengangkat pemisah sel-


sel udara etmoidalis anterior, sehingga terbentuk satu sel yang besar dan bermuara
pada meatus media. B. Hasil yang sama dapat dicapai dengan menggunakan kuret.5

 Pada sinusitis forntalis, kegagalan penyembuhan segera atau


timbulnya komplikasi memerlukan drainase sinus frontalis dengan
teknik trepanasi

Gambar 2.8 Trepanasi sinus frontalis. A. suatu bor kecil digunakan untuk membuat
lubang pada tulang tipis yang menjadi dasar sinus frontalis. B. Suatu kateter di
tempatkan dalam sinus untuk drainase pus serta irigasi sinus. Kateter dapat diangkat
bilamana cairan mengalir ke dalam hidung, dan membuktikan patensi duktus
nasofrontalis.5

 Menghilangkan faktor predisposisi dan kausanya jika diakibatkan


oleh gigi.

14
 Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu
penyembuhan sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.1,5,6

2.10. Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau
pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita
atau intrakranial. Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan
paling sering terjadi pada anak dan pasien imunocompromised.
Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur
mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa
rawat jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang
jarang kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun
tidak diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis
diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa
insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan,
studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami
komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini
disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke
struktur di sekitarnya.
Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung
terhadap area yang mengalami kontaminasi. Komplikasi dari sinusitis
tersebut antara lain :
1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
b) Abses orbital
c) Abses subperiosteal
d) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
b) Abses Subperiosteal

15
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. CT
scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit
sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan
kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter,
kronik atau berkomplikasi.1,5

16
2.11. Prognosis
Sebagian besar kasus sinusitis bakteri akut tanpa komplikasi dapat diobati
sebagai pasien rawat jalan dengan prognosis yang baik. sinusitis tidak
menyebabkan kematian yang signifikan. Namun, sinusitis yang rumit dapat
menyebabkan morbiditas dan, dalam kasus yang jarang terjadi, kematian. Sekitar
40% dari kasus sinusitis akut sembuh secara spontan tanpa antibiotik.
Penyembuhan spontan untuk sinusitis virus adalah 98%. pasien dengan sinusitis
akut, ketika di rawat dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan
perbaikan segera. Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang berhasil adalah
kurang dari 5%. Jika tidak ada respons dalam 48 jam atau gejala memburuk,
evaluasi ulang pasien.4,7

17
BAB V
KESIMPULAN

Rhinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi


karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Terdapat 4 sinus disekitar
hidung yaitu sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis dan sinus
sphenoidalis. Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh
infeksi bakteri. Gejala umum rhinosinusitis yaitu hidung tersumbat diserai
dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang seringkali
turun ke tenggorol (post nasal drip).
Klasifikasi dari sinusitis berdasarkan klinis yaitu sinusitis akut,
subakut dan kronik. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan
intrakranial. Tatalaksana berupa terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika
telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau
kista maka dibutuhkan tindakan operasi. Tatalaksana yang adekuat dan
pengetahuan dini mengenai sinusitis dapat memberikan prognosis yang baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan


telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 7. Jakarta:EGC. 2010
3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman
LY, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2008
4. Brook, Itzhak. Acute Sinusitis. Medscape. 01 Maret 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a6 diakses pada
tanggal 1 Februari 2020
5. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar
penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1994.h.173-240
6. Gunawan, S. G dkk. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5. Departemen
Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. 2007
7. Battisi, Amanda & Pangia, Jon. Sinusitis. Stats Pearls. 18 Juni 2019.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470383/. diakses pada tanggal 1
Februari 2020
8. Cappello. Zachary & Dublin. Arthur. StatPearls. 27 October 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499826/. diakses pada tanggal 2
Februari 2020

19

Anda mungkin juga menyukai