NIM : 71 2018 064 BAB 1 Pendahuluan • Kortikosteroid adalah pengobatan yang banyak digunakan dan sangat efektif untuk sejumlah kondisi
• Efek samping psikiatri yang mengganggu
terkadang terlihat pada pasien yang diobati dengan kortikosteroid. • Diperkirakan 1 juta orang di Amerika Serikat pernah menggunakan steroid secara ilegal setidaknya sekali. • Manfaat glukokortikoid dalam mengurangi inflamasi memiliki efek samping sistemik seperti diabetes, osteoporosis, glaukoma, dan katarak, telah diketahui oleh para dokter. efek samping lain berupa efek psikiatris sedikit diketahui seperti sistem saraf pusat, seperti katatonia, penurunan konsentrasi, agitasi, insomnia dan perilaku abnormal. BAB 2 Tinjauan Pustaka Definisi • Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengkonsumsi atau menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain.
• Menurut DSM penyalahgunaan zat melibatkan
pola penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak. • DSM V memasukkan suatu kategori diagnostic untuk zat yang tidak dituliskan dalam bab spesifik. DSM V juga memungkinkan bagi rentang lengkap sindrom akibat zat yang disebabkan oleh zat lain atau yang tidak diketahui. Dan DSM V memungkinkan untuk diagnosis ganguan penggunaan zat lain (atau tidak diketahui) yang tidak ditentukan (not otherwise specified) untuk mencakup tiap sindrom yang dianggap disebabkan oleh suatu zat. Contoh dari zat tersebut yang dijelaskan lebih terperinci berikut ini adalah anabolic steroid, inhalan nitrit (“popper”), nitrogen oksida medikasi yang dijual bebas dan diresepkan yang tidak termasuk dalam 11 kategori • Kortikosteroid adalah mediator hormon yang diproduksi oleh korteks kelenjar adrenal yang selanjutnya dikategorikan menjadi glukokortikoid , mineralokortikoid dan hormon seks androgenik.
• Korteks adrenal terdiri dari 3 zona seluler, masing-
masing mensintesis kelas khusus hormon steroid. Sintesisnya dimulai dengan kolesterol dan berujung pada produksi mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen. Epidemiologi • Kortikosteroid (CS) digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi pada anak-anak dan remaja termasuk asma, penyakit rematik, dan tumor sistem saraf pusat. kortikosteroid biasanya dikaitkan dengan efek samping psikologis yang merugikan, mulai dari gejala psikotik hingga perubahan ringan dalam suasana hati dan kognisi, selain efek samping fisik yang terkenal. Diperkirakan 1 juta orang di Amerika Serikat pernah menggunakan steroid secara ilegal setidaknya sekali. Pengguna terutama berasal dari kelas menengah dan berkulit putih.
• Pada Boston Collaborative Drug Surveillance, pasien dengan rata-rata dosis
prednison <40 mg/hari memiliki insiden gejala psikotik 1,3% (risiko rendah), 4,6% pada dosis 41-80 3 mg/hari (risiko sedang), serta 18,4% pada dosis >80 mg/hari atau ekivalen (risiko tinggi). Tidak terdapat korelasi antara dosis dengan onset, tingkat keparahan atau durasi gejala psikiatrik. Rerata dosis harian pasien yang terkena psikosis adalah ekivalen prednison 59,5 mg/hari, dibandingkan dengan 31,1 mg/hari pada yang tidak terkena. • Publikasi terbaru mendukung kesimpulan bahwa gejala hypomania atau mania adalah efek merugikan psikiatris yang paling umum dari pemberian kortikosteroid. • risiko depresi meningkat dengan pemaparan yang berkepanjangan atau kronis. • Pasien yang mengalami depresi yang diinduksi oleh kortikosteroid selama satu program pengobatan mungkin mengalami mania yang diinduksi obat dalam perjalanan berikutnya. Etiologi • Awalnya steroid dapat menginduksi euphoria dan hiperaktivitas tapi segera setelahnya dapat disertai meningkatnya kemarahan , kesiagaan, iritabilitas, permusuhan, kecemasan, somatisasi, dan depresi (khsusnya selama periode berhentinya steroid). Steroid tampaknya merupakan zat adiktif. Jika penyalahguna berhenti menggunakan steroid mereka dapat mengalami depresi, kecemasan, dan memperburuk keadaan fisik tubuhnya. Patomekanisme • Aktivitas Glukokortikoid
• Glukokortikoid memiliki beberapa sifat
endokrinologis yang terlibat dalam beberapa proses fisiologis dan patologis; mereka telah diketahui efeknya pada metabolisme glukosa, metabolisme lipid, tulang dan tulang rawan, metabolisme protein, fungsi otot, keseimbangan hidro-elektrolitik, sekresi lambung, sistem kardiovaskular, jaringan hemolymphopoietic, dan fisiologi reproduksi. • Glukokortikoid endogen juga mengontrol perasaan lapar, siklus tidur-bangun dan mempengaruhi proses belajar dan memori melalui interaksi dengan reseptor spesifik yang terletak di korteks prefrontal, hippocampus, dan amigdala basolateral. Reseptor steroid diekspresikan di area otak yang berbeda dan perannya terkait dengan pengaturan berbagai neurotransmisi, termasuk serotonin dan dopamin. Secara khusus, di CNS, glukokortikoid mengerahkan efek potensial mereka • Efek Kortikosteroid pada Memori • Defisit kognitif, kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi, dan memori yang buruk, terutama setelah perawatan berkepanjangan dengan dosis tinggi kortikosteroid telah diamati. Studi neuroimaging pada pasien yang memakai kortikosteroid telah nampak adanya penurunan volume hippokampus dan atrofi otak karena berkurangnya aliran darah di area otak yang bertanggung jawab untuk fungsi kognitif. Gangguan kognitif telah dilaporkan selama pemberian kortikosteroid sistemik. Bahkan kerusakan kognitif berat yang konsisten dengan demensia atau delirium telah dilaporkan. • Efek Kortikosteroid pada Prilaku • Pada asupan kortison yang kronis, 70% pasien melaporkan peningkatan nafsu makan dengan peningkatan berat badan; peningkatan 4 hingga 8% diperkirakan setelah dua tahun terapi. Gangguan tidur ditandai dengan kegelisahan dan insomnia yang diamati pada 73% kasus. Swinburn dkk. pada tahun 1988 melaporkan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis, diobati dengan prednisolon oral, mengembangkan rasa kesejahteraan yang disebut "euforia steroid" yang ditandai oleh berkurangnya rasa kecemasan dan depresi. • Efek Kortikosteroid pada Psikis
• Literatur melaporkan beberapa kasus depresi terkait dengan
penggunaan terapi kortikosteroid dengan kejadian 40,5%; mania, psikosis, dan delirium juga sangat sering dengan kejadian masing- masing 27,8%, 13,9%, dan 10,1%. Emosional lability dan iritabilitas adalah gejala umum yang kadang-kadang disertai dengan halusinasi pendengaran dan paranoia. Mekanisme dimana kortikosteroid menginduksi gejala seperti mania, depresi, dan psikosis masih tidak jelas. Pemberian prednisone dikaitkan dengan penurunan kadar corticotrophin, norepinefrin, dan beta-endorphin dalam cairan serebrospinal. Selanjutnya, kortikosteroid mendorong pelepasan glutamat yang meningkatkan toksisitas neuronal karena efek akumulasi. Psikofarmaka Steroid • Awal munculnya gejala yang disebabkan oleh kortikosteroid bervariasi. Mereka mungkin muncul pada fase pertama pengobatan, selama, atau bahkan pada akhir terapi. Dalam kebanyakan kasus (86%), mereka terjadi dalam 5 hari pertama pengobatan. Analisis beberapa penelitian mengarah ke rata- rata 11,5 hari setelah permulaan pengobatan kortikosteroid hingga timbulnya gejala psikiatri. 89% pasien mengalami gejala dalam enam minggu pertama, 62% dalam dua minggu, dan 39% pada minggu pertama. Durasi efek neuropsikiatri sangat bervariasi dan tergantung pada tingkat keparahan, penghentian pengobatan, dan oleh terapi obat lain. Diagnosis • DSM V memasukkan suatu kategori diagnostic untuk zat yang tidak dituliskann dalam bab spesifik. DSM V juga memungkinkan bagi rentang lengkap sindrom akibat zat yang disebabkan oleh zat lain atau yang tidak diketahui. Contoh dari zat tersebut yang dijelaskan lebih terperinci berikut ini adalah anabolic steroid, inhalan nitrit (“popper”), nitrogen oksida medikasi yang dijual bebas dan diresepkan yang tidak termasuk dalam 11 kategori (misalnya cortisol, antihistamin, benzotropin) dan zat lain yang memiliki efek psikoaktif. • Untuk zat-zat yang tidak cocok dengan salah satu kelas pada DSM (misalnya, steroid anabolik), kode yang sesuai ialah "gangguan penggunaan zat lain" atau "other substance use disorder" harus digunakan dan zat spesifik yang ditunjukkan (misalnya, 305,90 [F19.10] untuk gangguan penggunaan steroid anabolik ringan ). • DSM V, mengkategorikan psikosis yang diinduksi steroid sebagai bentuk gangguan psikotik yang diinduksi zat / obat. Untuk dapat didiagnosis psikosis yang diinduksi steroid, sejumlah kriteria harus dipenuhi. Pertama, pasien harus memiliki setidaknya delusi atau halusinasi setelah terpapar obat yang mampu menghasilkan gejala- gejala ini. Gangguan tidak dapat lebih baik dijelaskan oleh gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat, dan itu tidak terjadi secara eksklusif selama delirium. Persyaratan ini menjadikan kondisi ini sebagai eksklusi dan oleh karena itu seorang dokter harus menyingkirkan diagnosis banding potensial lainnya dari obat lain, penggunaan obat, keracunan, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, hipoglikemia, hiperglikemia, neoplasma, atau penyebab kejiwaan yang diketahui. Tatalaksana • Gejala kejiwaan dan kognitif yang terkait dengan kortikosteroid umumnya hilang dengan penghentian obat. Beberapa pasien, bagaimanapun, memerlukan terapi kortikosteroid kronis yang mengharuskan penggunaan farmakoterapi. Mekanisme gejala kejiwaan, seperti mania, depresi, dan psikosis, dengan kortikosteroid tidak jelas. Namun, pemberian prednison dikaitkan dengan penurunan tingkat cairan spinal otak dari corticotropin, norepinefrin, betaendorphin, beta- lipotropin, dan immunoreactivity somatostatin-like. • Obat yang paling banyak diteliti untuk gejala psikiatrik yang diinduksi oleh kortikosteroid dalam uji coba yang tidak terkontrol adalah olanzapine. Berdasarkan laporan kasus, risperidone, quetiapine, dan "neuroleptik" antipsikotik yang lebih tua mungkin berguna untuk mengobati gejala kejiwaan karena kortikosteroid. • Laporan kasus juga menunjukkan bahwa valproate, carbamazepine, gabapentin, clonazepam, dan lithium dapat dikaitkan dengan perbaikan gejala psikiatri pada pasien ini. • Penelitian lain dari Misawa dan Kato menjelaskan bahwa tatalaksana kombinasi dengan valproat acid dan risperidone mendapatkan hasil yang efektif. mempertimbangkan risiko lupus nephritis, pengobatan dengan valporat acid sebagai penstabil suasa hati lebih logis dibandingkan lithium. BAB 3 Kesimpulan Kesimpulan • Kortikosteroid dapat menginduksi gejala mood yang mirip dengan gangguan bipolar. Psikosis pun juga dapat terjadi, tetapi biasanya terjadi bersamaan disertai dengan gejala mood yang menonjol. Kortikosteroid juga memiliki efek negatif pada memori deklaratif dan working memory. Semua efek CNS dari kortikosteroid tampaknya tergantung pada dosis, tetapi faktor-faktor risiko lain tidaklah begitu jelas. Pengobatan lini pertama yang paling tepat untuk gejala mood atau kognitif ini adalah, bila memungkinkan, pengurangan atau penghentian dosis.
• Dibutuhkan penelitian lebih lanjut termasuk faktor genetik dalam respon
CNS terhadap kortikosteroid, reversibilitas atrofi hippocampal dengan penghentian kortikosteroid, dan penelitian postmortem pada manusia yang memeriksa histologi hippokampus setelah pemberian kortikosteroid jangka panjang.
Gangguan penggunaan zat adalah suatu gangguan jiwa berupa penyimpangan perilaku yang berhubungan dengan pemakaian zat yang dapatmempengaruhi sususan saraf pusat secara kurang lebih teratur sehingga menimbulkan gangguan fungsi s.doc