Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang
sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari preparat
ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka
dalam penggunaannya dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi kortikosteroid
merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.
1
Kortikosteroid
adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon
ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi
tubuh.
2

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah
dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan
meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang mempunyai efek
antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan
kortisol. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu
kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat
yang digunakan di kulit pada tempat tertentu dan merupakan terapi topikal yang memberi
pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang
diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan
area yang dirawat.
2,3

Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah
sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid
banyak digunakan dalam bidang dermatologi. Di bidang dermatologi pada umumnya
lebih ditekankan sebagai obat antialergi.

Terapi dengan obat ini bukan merupakan terapi
kausal melainkan terapi pengendalian atau paliatif saja, kecuali pada insufisiensi korteks
adrenal.

Sejak kortikosteroid digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat
menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat
dipersingkat, misalnya dermatitis, penyakit berat yang dahulu dapat menyebabkan
2

kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan
dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom Stevens-Jhonson yang berat dan nekrolisis
epidermal toksik.
3

Pengobatan berbagai penyakit kulit dengan menggunakan kortikosteroid sudah
menjadi kegiatan sehari-hari di setiap poliklinik penyakit kulit. Sejak salap hidrokortison
asetat pertama kali dilaporkan penggunaannya oleh Sulzberger pada tahun 1952,
perkembangan pengobatan dengan kortikosteroid berjalan dengan pesat. Semakin maju
ilmu pengetahuan semakin banyak pula ditemukan berbagai jenis kortikosteroid yang
dapat digunakan dengan berbagai keunggulan dan efek samping yang semakin sedikit.
Hal ini berkat kemajuan dalam pengetahuan mengenai mekanisme kerja serta pemahaman
patogenesis berbagai penyakit, khususnya mengenai peradangan kulit. Dengan berbagai
kemajuan ini, pemakaian kortikosteroid menjadi semakin rasional dan efektif.
4

B. TUJUAN
Untuk mengetahui dan mempelajari tentang kortikosteroid dalam dermatologi yang
meliputi pengertian, farmakologi, mekanisme kerja, klasifikasi, penggunaan klinis,
dosis dan cara pemberian, monitoring, efek samping sehingga dapat mempergunakan
kortikosteroid dengan tepat.

C. MANFAAT
Untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam tentang kortikosteroid.
Untuk untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di bagian Kulit
Kelamin RS. Moh. Ridwan Meuraksa, Jakarta.










3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian
korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH)
yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem
fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan
tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar
elektrolit darah, serta tingkah laku
.5

Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medula, sedangkan
bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona
fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona
fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk
golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat
juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.
6

Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan
pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu
mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi
yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah
digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan
elektrolit terlalu besar. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua
yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal.
6

B. FARMAKOLOGI
Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun
siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin. Modifikasi dari struktur
4

cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid
tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai
rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk glukokortikosteroid
mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1 cincin
pentana.
1,6

Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari
plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan
bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan
androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk
steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah
pemberian ACTH.
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis
terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja,
jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan
sekresinya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan kecepatan sekresi dan kadar plasma
kortikosteroid terpenting pada manusia.
6


Kecepatan
sekresi dalam
keadaaan optimal
(mg/hari)
Kadar plasma
(g/100ml)
Jam 08.00


Jam 16.00
Kortisol 20 16 4
Aldosteron 0,125 0,01 -

Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu hari yaitu sebelum
sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari sebelum tidur. Pada pagi hari
kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan waktu lainnya yang membuat orang
menjadi lebih semangat dalam menjalani aktivitasnya. Orang yang sehat pengeluaran
kortisol mengikuti kurva dimana dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol
hingga kadar terendah yaitu pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang
dapat beristirahat dengan cukup.
7

5

C. MEKANISME KERJA
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan
target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan
bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini
menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini
merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar,
hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain,
misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang sintesis protein yang
sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek
katabolik.
6





















6














Gambar 1. Gambaran mekanisme kerja kortikosteroid

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol
(juga disebut hydrocortisone) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi
metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan
sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif terhadap
umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi dan glukokortikoid
eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari
tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam
kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2 (CBG/ corticosteroid-binding
globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk
digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG
menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid
sintetis seperti dexametason terikat dengan albumin dalam jumlah besar dibandingkan
CBG.
1

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu paruh
dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan dalam
jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1%
kortisol diekskresi tanpa perubahan di urin sebagai kortisol bebas, sekitar 20% kortisol
diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor mineralokortikoid
sebelum mencapai hati.

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan
7

absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan
ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon
bentuk aktifnya dalam tubuh.
1

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala
inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik
obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler,
migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat
menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan
fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang
besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh
efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne inflamasi serta mediator inflamasi lipid
dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan
ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa
tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel,
khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah
pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil
meningkat, sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut
berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan
menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan
aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh
darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.
1

Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab
antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen
diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan membatasi
kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta menghasilkan
tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator plasminogen.

Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi
dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin,leukotrien dan platelet-aktivating factor.
1







8












Gambar 2. Gambar mekanisme inflamasi

Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar
dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam
sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik
(atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibroblas mengurangi kolagen dan
bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan
jaringan konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis
(pembentukan jaringan granulasi yang lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai
anti radang setempat, anti-proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi,
glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu,
sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan
protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi,
menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang.
Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-
enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.
Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi
pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur
kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam
tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi
proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958,
9

molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul
hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi
perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di
antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krim, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling
baik penetrasinya). Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit
normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada
lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah,
hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang
melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang
melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi
ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada
penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk
penetrasi.
1

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang
terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa
kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa
menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikariapigmentosa.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti.
Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya dengan
menginhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik.
Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalah
menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-sel fagosit.
1

D. KLASIFIKASI
Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik,
umumnya potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik ditentukan oleh besarnya efek
retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti-
inflamasinya. Sediaan kortikosteroid sistemik dapat dibedakan menjadi tiga golongan
berdasarkan masa kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi
mineralokortikoid.
1,6





10


Tabel 1. Perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan
kortikosteroid
8



















Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam)
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam)
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)

Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason, dan
deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua golongan
kortikosteroid mempunyai efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat disusun menurut
kekuatan (potensi) dari yang paling lemah sampai yang paling kuat. Parametason,
betametason, dan deksametason mempunyai potensi paling kuat dengan waktu paruh 36-
72 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison mempunyai waktu paruh paling singkat
yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat potensinya semakin besar efek
samping yang terjadi.
9

Efektivitas kortikosteroid berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi,
(antimitosis) antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi. Steroid topikal
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang akan
mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya
berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan
11

sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen. Kombinasi ini
digunakan untuk membagi kortikosteroid topikal mejadi 7 golongan besar, diantaranya
Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya (super poten).
Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).
1


Tabel 2. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis :
1,3

Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik
Golongan 1: (super poten)









Golongan II: (potensi
tinggi)
















Golongan III: (potensi
tinggi)









Diprolene ointment
Diprolene AF cream
Psorcon ointment
Temovate ointment
Temovate cream
Olux foam
Ultravate ointment
Ultravate cream


Cyclocort ointment
Diprosone ointment
Elocon ointment
Florone ointment
Halog ointment
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment
Maxivate ointment
Maxivate cream
Topicort ointment
Topicort cream
Topicort gel

Aristocort A ointment
Cultivate ointment
Cyclocort cream
Cyclocort lotion
Diprosone cream
Flurone cream
Lidex E cream
Maxiflor cream
Maxivate lotion
Topicort LP cream
Valisone ointment
0,05% betamethason dipropionate

0,05% diflorasone diacetate
0,05% clobetasol propionate


0,05% halobetasol propionate



0,1% amcinonide
0,05% betamethasone dipropionate
0,01% mometasone fuorate
0,05% diflorasone diacetate
0,01% halcinonide


0,05% fluocinonide



0,05% diflorasone diacetate
0,05% betamethasone dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

0,1% triamcinolone acetonide
0,005% fluticasone propionate
0,1 amcinonide

0,05% betamethasone dipropionate
0,05% diflorosone diacetate
0,05% fluocinonide
0,05% diflorosone diacetate
0,05% betamethasone dipropionate
0,05% desoximetasone
0,01% betamethasone valerate
12


Golongan IV: (potensi
medium)







Golongan V: (potensi
medium)










Golongan VI: (potensi
medium)










Golongan VII: (potensi
lemah)

Aristocort ointment
Cordran ointment
Elocon cream
Elocon lotion
Kenalog ointment
Kenalog cream
Synalar ointment
Westcort ointment

Cordran cream
Cutivate cream
Dermatop cream
Diprosone lotion
Kenalog lotion
Locoid ointment
Locoid cream
Synalar cream
Tridesilon ointment
Valisone cream
Westcort cream

Aclovate ointment
Aclovate cream
Aristocort cream
Desowen cream
Kenalog cream
Kenalog lotion
Locoid solution
Synalar cream
Synalar solution
Tridesilon cream
Valisone lotion

Obat topical dengan
hidrokortisone,
dekametasone,
glumetalone,
prednisolone, dan
metilprednisolone

0,1% triamcinolone acetonide
0,05% flurandrenolide
0,1% mometasone furoate

0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide
0,2% hydrocortisone valerate

0,05% flurandrenolide
0,05% fluticasone propionate
0,1% prednicarbate
0,05% betamethasone dipropionate
0,1% triamcinolone acetonide
0,1% hydrocortisone butyrate

0,025% fluocinolone acetonide
0,05% desonide
0,1% betamethasone valerate
0,2% hydrocortisone valerate

0,05% aclometasone

0,1% triamcinolone acetonide
0,05% desonide
0,025% triamcinolone acetonide

0,1% hydrocortisone butyrate
0,01% fluocinolone acetonide

0,05% desonide
0,1% betamethasone valerate

E. PENGGUNAAN KLINIS
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan
untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat
paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.
Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada
13

anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid
sedang contohnya pada dermatitis kontak alergik, dermatitis seboroik dan dermatitis
intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat
contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis
numular.
1,3

Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai
dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan adalah kadar
kandungan steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap kortikosteroid ialah
lupus eritematousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika
diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid,
eksantema fikstum. Erupsi eksematosa biasanya diatasi dengan salep hidrokortison 1%.
Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi penyakit kulit kronik,
kortikosteroid diberikan secara sistemik.
1

Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah
prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar
digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar menjadi prednisolon.
Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralkortikoid jangan dipakai pada
pemberian long term (lebih daripada sebulan). Pada penyakit berat dan sukar menelan,
misalnya toksik epidermal nekrolisis dan sindrom Stevens-Jhonson harus diberikan
kortikosteroid dengan dosis tinggi biasa secara intravena. Jika masa kritis telah diatasi
dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet prednison.
3

Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih hati-
hati. Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit efek
samping terhadap pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan dalam
jangka waktu yang singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping yang
tinggi karena kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum berkembang
seutuhnya. Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel epidermisnya masih
longgar, lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek toksis lebih cepat terjadi
serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada bayi prematur lebih berisiko
karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat topikal sangat tinggi.
1
Pada geriatri
memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi steroid topikal meningkat. Selain itu, pada
geriatri juga telah mengalami kulit yang atropi sekunder karena proses penuaan.
Kortikosteroid topikal harus digunakan secara tidak sering, waktu singkat dan dengan
pengawasan yang ketat.
1

14

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan
perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus kelahiran prematur,
sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan paru-paru janin (standar
pelayanan).

Percobaan pada hewan menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit
hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada
hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko
apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil
terutama pada penggunaan dalam jumlah yang besar, jangka waktu lama dan steroid
potensi tinggi. Analisis yang baru saja dilakukan memperlihatkan hubungan yang kecil
tetapi penting antara kehamilan terutama trisemester pertama dengan bimbing sumbing.
Kemungkinannya 1% dapat terjadi cleft lip atau cleft palate saat penggunaan steroid
selama kehamilan. Kortikosteroid sistemik yang biasa digunakan pada saat kehamilan
adalah prednison dan kortison. Sedangkan untuk topikal biasa digunakan hidrokortison
dan betametason. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal
harus dihindari dan diperhatikan. Belum diketahui dengan pasti apakah steroid topikal
diekskresi melalui ASI, tetapi sebaiknya tidak digunakan pada wanita sedang menyusui.
1

Kortikosteroid dapat menyebabkan gangguan mental bagi penggunanya. Rata-rata
dosis yang dapat menyebabkan gangguan mental adalah 60 mg/hari, sedangkan dosis
dibawah 30 mg/hari tidak bersifat buruk pada mental penggunanya. Bagi pengguna yang
sebelumnya memiliki gangguan jiwa dan sedang menggunakan pengobatan kortikosteroid
sekitar 20% dapat menginduksi timbulnya gangguan mental sedangkan 80% tidak.
10

F. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
Pada saat memilih kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek samping
sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu di pertimbangkan
yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu stadium penyakit,
luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan
umur penderita.
Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis. Salep
(ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin
atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang kering karena
banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan pada kulit yang
15

tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu melembabkan stratum korneum
sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi obat. Krim adalah suspensi minyak
dalam air. Krim memiliki komposisi yang bervariasi dan biasanya lebih berminyak
dibandingkan ointments tetapi berbeda pada daya hidrasi terhadap kulit. Banyak pasien
lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara kosmetik lebih baik dibandingkan
ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan bahan pengawet yang
mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion (bedak kocok) tediri atas
campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat,
lotion mirip dengan krim. Lotion terdiri dari agents yang membantu melarutkan
kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit. Solution tidak mengandung minyak
tetapi kandungannya terdiri dari air, alkohol dan propylene glycol. Gel komponen solid
pada suhu kamar tetapi mencair pada saat kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel
memiliki daya penyerapan yang lebih rendah dibandingkan ointment tetapi berguna pada
pengobatan area rambut contoh pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara
kosmetik lebih tidak nyaman pada pasien.
1,3

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit tersebut
sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah menurunnya
respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang berupa
toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan
beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila
pengolesan obat tetap dilanjutkan. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya
tidak lebih dari 4-6 minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu
untuk potensi kuat.
1,6

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya
jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari
golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.
3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk
semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai
kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis.
Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak
khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.
16

Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral,
intramuskular, intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan
keparahan penyakit. Pada suatu penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena efek
samping seperti pada alopesia areata, kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid
dengan masa kerja yang panjang. Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau
selang sehari. Initial dose yang digunakan untuk mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5
mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari 3-4 minggu,
kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil dengan masa
kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek samping karena
kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi umpan balik yang
maksimal dari sekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari kortikosteroid level yang
rendah dan dengan sekresi ACTH yang normal sehingga dosis rendah dari prednison (2,5
sampai 5 mg) pada malam hari sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan
supresi adrenal pada kasus akne maupun hirsustisme.
1

Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah mengalami
perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur agar penyakitnya tidak mengalami
eksaaserbasi, tidak terjadi supresi korteks kelenjar adrenal dan sindrom putus obat. Jika
terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat melawan stress. Supresi
terjadi kalau dosis prednison melebihi 5 mg per hari dan kalau lebih dari sebulan. Pada
sindrom putus obat terdapat keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan yang
jaranng melebihi 39C.
3

Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4 minggu
perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari dosis pemeliharaan
dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang baik dengan menukar dari
dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti dengan penurunan jumlah dosis obat.
Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid dapat
diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam 8), karena kadar kortisol
tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada
hari bebas obat penyakit dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya
bebas obat masih diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis
pada hari pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah
mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak
diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan
dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang sehari.
3

17


Tabel 3. Berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta dosisnya:
3

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari
Dermatitis
Erupsi alergi obat ringan
SJS berat dan NET
Eritrodermia
Reaksi lepra
DLE
Pemfigoid bulosa
Pemfigus vulgaris
Pemfigus foliaseus
Pemfigus eritematosa
Psoriasis pustulosa
Reaksi Jarish-Herxheimer
Prednison 4x5 mg atau 3x10mg
Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Deksametason 6x5 mg
Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 40-80 mg
Prednison 60-150 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 4x10 mg
Prednison 20-40 mg

Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut pengalaman,
tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis untuk anak
disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum tampak
perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.
3

G. MONITORING
Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan kortikosteroid untuk
mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat personal dan keluarga dengan
perhatian khusus kepada penderita yang memiliki predisposisi diabetes, hipertensi,
hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang terpengaruh dengan pengobatan steroid.
Tekanan darah dan berat badan harus tetap di ukur. Jika dilakukan pengobatan jangka lama
perlu dilakukan pemeriksaan mata, test PPD, pengukuran densitas tulang spinal dengan
menggunakan computed tomography (CT), dual-photon absorptiometry, atau dual-energy x
ray absorptiometry (DEXA).
1

Sedangkan selama penggunaan kortikosteroid tetap perlu dilakukan evaluasi
diantaranya menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi, nyeri abdomen, demam,
gangguan tidur dan efek psikologi. Penggunaan glukokortikoid dosis besar mempunyai
kemungkinan terjadinya efek yang serius terhadap afek bahkan psikosis. Berat badan dan
tekanan darah tetap selalu di monitor. Elektrolit serum, kadar gula darah puasa, kolesterol,
dan trigliserida tetap diukur dengan regular. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada kasus
18

darah yang menggumpal. Selain itu, pemeriksaan lanjut pada mata karena ditakutkan
terjadinya katarak dan glaukoma.
1


Tabel 4. Hal-hal yang perlu di monitor selama penggunaan glukokortikoid jangka
panjang
1

No. Efek samping Monitor
1.
2.
3.
4.

5.
6.



7.

8.
Hipertensi
Berat badan meningkat
Reaktivasi infeksi
Abnormalitas metabolik

Osteoporosis
Mata
Katarak
Glaukoma

Ulkus peptik

Supresi kelenjar adrenal

Tekanan darah
Berat badan
PPD, (12 hari setelah pemakaian prednison)
Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes
dan hiperlipidemia)
Densitas tulang

Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan)
Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke
enam)
Pertimbangkan pengunaan antagonis H
2
atau
proton pump inhibitor
Dosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol
pada jam 8 pagi sebelum tapering off.


H. EFEK SAMPING
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang
sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak
diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi.
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat
menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka bulan,
buffalo hump, penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae atrofise, purpura,
dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri
kepala, psedudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali
dan keadaan aterosklerosis dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.
3




19

Tabel 5. Efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.
3
Tempat Macam efek samping
1. Saluran cerna


2. Otot
3. Susunan saraf pusat


4. Tulang

5. Kulit

6. Mata
7. Darah
8. Pembuluh darah
9. Kelenjar adrenal
bagian korteks
10. Metabolisme protein,
KH dan lemak
11. Elektrolit

12. Sistem immunitas
Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,
ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional,
kolitis ulseratif.
Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.
Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,
mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,
kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.
Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur
tulang panjang.
Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis
akneiformis, purpura, telangiektasis.
Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
Kenaikan tekanan darah
Atrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia, gula
meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.
Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis,
tetani, aritmia cor)
Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi TBC dan
herpes simplek, keganasan dapat timbul.

Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroid Sistemik
Jika sistemik steroid telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping
yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:
Gangguan tidur
Meningkatkan nafsu makan
Meningkatkan berat badan
Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi
Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari
kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis
aseptik yang pinggul.



20

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama
Pengurangan produksi kortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka
kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit kortisol, yang dihasilkan dari kelenjar di
bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas
bulan setelah steroid dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres
seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah.
Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang
yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah
paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs atau pinggul
bersama dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari
pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan
hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.
Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan jika
steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).
Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.
Jarang, nekrosis avaskular pada kaput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).
Meningkatkan diabetes melitus (gula darah tinggi).
Kenaikan lemak darah (trigliserida).
Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan
dan gagal jantung.
Kegoyahan dan tremor.
Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraokular) dan katarak
subkapsular posterior.
Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,
kegembiraan, delirium atau depresi.
Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya
tuberkulosis).
Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi dan depresi.
21

Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping, hendaknya
diperiksa tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama pada usia diatas 40
tahun dan pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin
lengkap kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto toraks, apakah
ada tuberkulosis paru (3 bulan sekali).
3

Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila :
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.

Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari
potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan
ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang
lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana
harus digunakan jika menggunakan yang lebih paten. Secara umum efek samping dari
kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofi, telangiektasis, purpura, dermatosis
akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis peroral.

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat
yaitu:

Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi
dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara
konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.


22

Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal
yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini
nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia
kulit prematur.

Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam
kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek samping
yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan/tahun) harus
diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu :
3

Diet tinggi protein dan rendah garam
Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi K
Obat anabolik
ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya diberikan ialah ACTH sintetik yaitu
synacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada pemberian kortikosteroid dosis tinggi
dapat diberikan seminggu sekali
Antibiotik perlu diberikan jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari
Antasida




23

Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif. Pada
kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur
yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan
preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan
dengan alasan sebagai life saving drugs. Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor
yang ketat pada keadaan hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya
gangguan jiwa, positive purified derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus
peptic, katarak, osteoporosis, kehamilan.
11


























24

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada
pasien.

Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama yaitu glukokortikoid
dan mineralokortikoid.

Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super
poten, potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah. Kortikosteroid bekerja dengan
mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang mana terjadi induksi sintesis protein yang
merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat
pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka serta mengurangi
akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi yaitu di daerah yang menghasilkan
vasokontriksi. Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal
yaitu: vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.


Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu
diperhatikan sebelum obat kortikosteroid digunakan: (1) Untuk tiap penyakit pada tiap
pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus dievaluasi dari
waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. (2) Suatu dosis tunggal besar
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. (3) Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa
hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis
sangat besar. (4) Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga dosis
melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.
(5) Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan
terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.
(6) Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.


25

Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang lama
dan berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif.
Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular. Efek samping
lokal yang terjadi meliputi atrofi, telangiektasis, striae atrofise, purpura, dermatosis
acneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dan dermatitis perioral.

Anda mungkin juga menyukai