Disusun Oleh :
Dwirasti Mahardika
2007730041
Dokter Pembimbing :
1
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD KELAS B CIANJUR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi
klinis yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug.
Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak
diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk dalam
bidang dermatologi kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering
diberikan
kepada
pasien.1,2 Kortikosteroid
adalah
derivat
dari
hormon
pada tempat tertentu dan merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk
para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang
diinginkan,
diantaranya
termasuk
melembabkan
kulit,
melicinkan,
atau
banyak
digunakan
dalam
bidang
dermatologi.
Dibidang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagian
korteks
kelenjar
adrenal
sebagai
tanggapan
atas
hormon
dan
mineralokortikoid.
Golongan
glukokortikoid
adalah
hormon
steroid
sama-sama
mempunyai
rumus
bangun
keadaaan
optimal (mg/hari)
20
0,125
Kadar plasma
(g/100ml)
Jam 08.00
16
0,01
Jam 16.00
4
-
Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu
hari yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari
sebelum tidur. Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan
waktu lainnya yang membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani
aktivitasnya. Orang yang ssehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana
dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu
pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan
cukup.12
3. Mekanisme Kerja
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif
di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini
mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan
kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.
Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada
beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan
sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas
hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau
toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.1,3,9,11
terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan
dengan globulin-2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya
sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada
sel target. Jika kadar plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan
konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti
dexametason terikat dengan albumin dalam jumlah besar dibandingkan CBG.1
Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit,
waktu paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol)
diberikan dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau
penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urin sebagai
kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan
lain dengan reseptor mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga
mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah
prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam
tubuh.1
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya
gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara
mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit
fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.
Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu
proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan
sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan
fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap
cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid
lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan
ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi.
Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan
molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh
glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa
kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan
8
mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler
kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis,
purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang
lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, antiproliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke
dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas
sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru
yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi,
menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses
radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom,
sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.3,11
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering
dipakai. Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan
penetrasi.
Potensi
kortikosteroid
ditentukan
berdasarkan
kemampuan
menyebabkan vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas
ada hubungan dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat
secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi
dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif
secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison
banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang
mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih
baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis
kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik
penetrasinya). Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada
kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang
diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah
lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak
kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui
tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali
melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang
10
terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis
eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.2,3,11
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya.
Mekanisme yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi
menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada
kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi
urtikariapigmentosa.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang
dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya
dengan menginhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam
arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi
kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran
lisosom dari sel-sel fagosit. 2,3,11
4. Klasifikasi
Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik,
umumnya potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik ditentukan oleh besarnya
efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat
anti-inflamasinya. Sediaan kortikosteroid sistemik dapat dibedakan menjadi tiga
golongan berdasarkan masa kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan
potensi mineralokortikoid. 1,2,5,6,9
11
Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam)
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam)
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)
Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason,
dan deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua
golongan kortikosteroid mempunyai efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat
disusun menurut kekuatan (potensi) dari yang paling lemah sampai yang paling
kuat. Parametason, betametason, dan deksametason mempunyai potensi paling
kuat dengan waktu paruh 36-72 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison
mempunyai waktu paruh paling singkat yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat
semakin kuat potensinya semakin besar efek samping yang terjadi.5
Efektifitas kortiksteroid berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi,
(antimitosis) antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi. Steroid topikal
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang
akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini
biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi
ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu
agen. Kombinasi ini digunakan untuk membagi kortikosteroid topikal mejadi 7
golongan besar, diantaranya Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan
antimitotiknya (super poten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi
lemah).2
12
Kortikosteroid topikal
Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan hidrokortison
dan hidrokortison asatat sebagai obat topikal pertama dan golongan kortikosteroid
(K.S.). Hal ini merupakan kemajuan yang sangat basar dalam pengobatan
penyakit kulit topikal karena KS mempunyai khasiat yang aangat luas, yaitu: anti
inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotik dan vasokonstriksi. Pada
penyelidikan temyata bahwa kortison dan Adreno-Cortico-Trophic Hormone
(A.C.T.H.) tidak efektif sebagai obat topical.
Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan KS yang lebih
poten daripada hidrokortison, yaitu KS yang bersenyawa halogen yang dikenal
sebagai fluorinated corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan
satu rarrtai samping pada posisi 16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai
potensi tinggi, Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1% memberikan
pengaruh anti inflamasi yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah, antara
lain : betametaaon, betametaaon valerat, betametason benzoat, fluosinolon
asetonid, dan triamsinolon asetonid.
Penggolongan
Korlikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, di antaranya berdasarkan
antiinflamasi dan anti mitotik (lihat tabel 49-1). Golongan I yang paling kuat daya
antiinflamasi dan ainti mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang
terlemah (potensi lemah)
Tabel 2. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis :
2,3,6,11
Klasifikasi
Golongan 1: (super poten)
Nama Dagang
Diprolene ointment
Diprolene AF cream
Psorcon ointment
Temovate ointment
Temovate cream
Olux foam
Ultravate ointment
Ultravate cream
Nama Generik
0,05% betamethason dipropionate
0,05% diflorasone diacetate
0,05% clobetasol propionate
0,05% halobetasol propionate
13
Golongan V: (potensi
medium)
Cyclocort ointment
Diprosone ointment
Elocon ointment
Florone ointment
Halog ointment
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment
Maxivate ointment
Maxivate cream
Topicort ointment
Topicort cream
Topicort gel
0,1% amcinonide
0,05% betamethasone dipropionate
0,01% mometasone fuorate
0,05% diflorasone diacetate
0,01% halcinonide
Aristocort A ointment
Cultivate ointment
Cyclocort cream
Cyclocort lotion
Diprosone cream
Flurone cream
Lidex E cream
Maxiflor cream
Maxivate lotion
Topicort LP cream
Valisone ointment
Aristocort ointment
Cordran ointment
Elocon cream
Elocon lotion
Kenalog ointment
Kenalog cream
Synalar ointment
Westcort ointment
Cordran cream
Cutivate cream
Dermatop cream
Diprosone lotion
Kenalog lotion
0,05% flurandrenolide
0,05% fluticasone propionate
0,1% prednicarbate
0,05% betamethasone dipropionate
0,1% triamcinolone acetonide
0,05% fluocinonide
14
Locoid ointment
Locoid cream
Synalar cream
Tridesilon ointment
Valisone cream
Westcort cream
Aclovate ointment
Aclovate cream
Aristocort cream
Desowen cream
Kenalog cream
Kenalog lotion
Locoid solution
Synalar cream
Synalar solution
Tridesilon cream
Valisone lotion
0,05% aclometasone
5. Peggunaan Klinik
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat
pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal
bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan
pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan
potensi lemah contohnya pada anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan
subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik,
dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal
dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik,
dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.2,3,6,11
Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid
dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan
adalah kadar kandungan steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap
15
Kortikosteroid topikal harus digunakan secara tidak sering, waktu singkat dan
dengan pengawasan yang ketat.1,2
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali
dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus
kelahiran prematur, sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan
16
17
Pada anak diperlukan steroid topikal yang lemah mengingat umur anak, lokalisasi
penyakit dan kulit pada anak masih halus dan tipis. Dipilih bentuk krim. Pada
dewasa diperlukan K.T. yang poten dalam bentuk salap.
3. Dermatitis kontak alergik
Pemakaian steroid dengan potensi sedang biasanya cukup untuk mengatasi
penyakit ini. Zat penyebab harus dihindari.
4. Dermatitis dishidrotik
Dermatitis ini memerlukan steroid yang poten dalam bentuk salap, sebab kulit di
daerah itu tebal.
5. Dermatitis numular
Lesi biasanya multipel dan memerlukan K.T. yang poten.
6. Dermatitis seboroik
Dermatitis ini cukup sensitif terhadap K.T. dan memerlukan steroid potensi
sedang.
7. Dermatitis intertriginosa
Dermatitis ini memerlukan K.T. dengan potensi sedang untuk menghilangkan
gejala gatal dan rasa panas.
Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis.
Salep (ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula
lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit
yang kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk
pengobatan pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu
melembabkan stratum korneum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi
obat. Krim adalah suspensi minyak dalam air. Krim memiliki komposisi yang
bervariasi dan biasanya lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda
pada daya hidrasi terhadap kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim
untuk kulit dan secara kosmetik lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu,
krim terdiri dari emulsi dan bahan pengawet yang mempermudah terjadi reaksi
alergi pada beberapa pasien. Lotion (bedak kocok) tediri atas campuran air dan
bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat, lotion
mirip dengan krim. Lotion terdiri dari agents yang membantu melarutkan
kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit. Solution tidak mengandung
minyak tetapi kandungannya terdiri dari air, alkohol dan propylene glycol. Gel
komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat kontak dengan kulit.
Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih rendah
dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh pada
daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman
pada pasien.2,6
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit
tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis
ialah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat
yang berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya
akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan
timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.
Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu
untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.2,3,9
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :3,11
19
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2.
20
dan kalau lebih dari sebulan. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan lemah,
lelah, anoreksia dan demam ringan yang jaranng melebihi 39C. 6
Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4
minggu perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari
dosis pemeliharaan dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang
baik dengan menukar dari dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti
dengan penurunan jumlah dosis obat. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks
kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal
pada pagi hari (jam8), karena kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari.
Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit
dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih
diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari
pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah
mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat
tidak diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya
5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang
sehari.6
Tabel 3. Berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta
dosisnya:1,6
Nama penyakit
Dermatitis
Erupsi alergi obat ringan
SJS berat dan NET
Eritrodermia
Reaksi lepra
DLE
Pemfigoid bulosa
Pemfigus vulgaris
Pemfigus foliaseus
Pemfigus eritematosa
Psoriasis pustulosa
Reaksi Jarish-Herxheimer
21
Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut
pengalaman, tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita.
Dosis untuk anak disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa
hari belum tampak perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.6
7. Monitor
Dasar
evaluasi
yang
digunakan
sebelum
dilakukan
pengobatan
Efek samping
Hipertensi
Berat badan meningkat
Reaktivasi infeksi
Abnormalitas metabolik
Monitor
Tekanan darah
Berat badan
PPD, (12 hari setelah pemakaian prednison)
Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes dan
22
5.
6.
7.
Osteoporosis
Mata
Katarak
Glaukoma
Ulkus peptik
8.
hiperlipidemia)
Densitas tulang
Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan)
Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke
enam)
Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau
proton pump inhibitor
Dosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol
pada jam 8 pagi sebelum tapering off.
8. Efek Samping
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi
klinis yang sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek
samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya
dibatasi
Gejala efek samping.
1. Atrofi.
2. Strie atrofise.
3. Telangiektasis.
4. Purpura.
5. Dermatosis akneformis
6. Hipertrikosis setempat.
7. Hipopigmentasi.
8. Dermatitis perioral.
9. Menghambat penyembuhan ulkus.
10. Infeksi mudah terjadi dan meluas.
11. Gambaran Minis penyakit infeksi men-jadi kabur.
Dermatofitosis yang diobati dengan K.T. gambaran klinisnya menjadi tidak khas
karena efek anti-inflamasinya. Piggir yang eritematosa dan ber-batas tegas
menjadi kabur dan meluas dikenal sebagai tinea incognito.
23
1. Saluran cerna
Gangguan tidur
24
25
Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit
kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi.
26
27
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar.
Ini menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah
akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu
blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata,
yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan
pembuluh darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa
mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam
kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek
samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa
bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu :
6
Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi K
Obat anabolik
ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH
sintetik yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada pemberian
kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali
Antasida
28
29
BAB III
KESIMPULAN
Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan
kepada pasien. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang
dihasilkan oleh kelenjar adrenal.. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan
utama yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.1,2,3,10
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan
yaitu super poten, potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang
mana terjadi induksi sintesis protein yang merupakan perantara efek fisiologis
steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai
30
gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka serta mengurangi akses dari
sejumlah limfosit ke daerah inflamasi yaitu di daerah yang menghasilkan
vasokontriksi.
Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.1,2,3,10
Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu
diperhatikan sebelum obat kortikosteroid digunakan: (1) Untuk tiap penyakit pada
tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus
dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. (2) Suatu dosis
tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. (3) Penggunaan
kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak
membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar. (4) Bila pengobatan
diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi,
insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah. (5) Kecuali untuk
insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal
ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya. (6)
Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa
pasien.9
Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang
lama dan berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan
sangat oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan
vaskular. Efek samping lokal yang terjadi meliputi atrofi, telangiektasis, striae
atrofise, purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dan dermatitis perioral.3,10
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 337-347
2. Abidin
Taufik.
Oral
Corticosteroid.
2009.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid
3. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc
Graw-Hill Medical Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327
4. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD
Soetomo.
Surabaya;
2001.
Diunduh
dari
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/191/191
5. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya. 2009.
http://doctorology.net/?p=61
32
33