PENDAHULUAN
Keberhasilan penyembuhan berbagai kelainan kulit dengan menggunakan
kortikosterid serta meningkatnya berbagai jenis sediaan di pasaran telah semakin
meningkatkan penggunaannya. Keadaan ini selain memberikan dampak positif,
berupa tersedianya alternatif sediaan kotikosteroid yang digunakan, juga
berdampak negatif, yaitu meningkatkan resiko terjadinya efek samping obat,
terutama akibat misuse dan abuse sediaan kortikosteroid.
Untuk meningkatkan keberhasilan terapi dan meminimalkan efek samping
obat akibat penggunaan kortikosteroid, perlu pola pikir yang rasional dalam
memilih sedian kortikosteriod dengan senantiasa mempertimbangkan antara lain
jenis, fase, lokalisasi dan distribusi kelainan kulit, usia penderita serta potensi,
keamanan dan formulasi obat.
Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid adalah
penyimpanan glikogen hepar dan efek antiinflamasinya, sedangkan pengaruhnya
pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Efek utama golongan
mineralokortikoid adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan
pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar kecil. Golongan
mineralokortikoid tidak mempunyai efek antiinflamasi.
Sediaan kortikosteriod dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan
masa kerjanya, yaitu kerja singkat, sedang dan lama. Sediaan kerja singkat
mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam. Sediaan kerja sedang
mempunyai masa paruh biologis 12-36 jam. Sediaan kerja lama mempunyai masa
paruh biologis lebih dari 36 jam.
Kortikosteroid alami yang paling banyak dihasilkan oleh tubuh adalah
kortisol. Kortisol disintesis dari kolesterol oleh kortex adrenal. Sekresi kortisol per
hari berkisar antara 10 sampai 20 mg dengan puncak diurnal sekitar pukul 8 pagi.
Sediaan kortikosteroid dapat diberikan secara oral, parenteral (IV, IM,
intrasinovial, dan intralesi), topikal pada kulit dan mata (dalam bentuk salep,
krim, losio), serta aerosol melalui jalan napas.
KORTIKOSTEROID SISTEMIK
Glukokortikoid
Hormon yang dihasilkan korteks adrenal disebut hormon adrenokortikal.
Ada dua jenis hormon adrenokortikal yang utama, yakni mineralokortikoid dan
glukokortikoid.
Farmakokinetik
1. Absorpsi
Pada umumnya kortikosteroid sintetik dapat diabsorpsi secara cepat dan
lengkap bila diberikan per oral. Ester hidrokortison tertentu yang larut air dan
congener sintetiknya diberikan intravena agar dalam waktu singkat dapat
mencapai konsentrasi tinggi dalam cairan tubuh. Perubahan kecil pada struktur
kimianya dapat merubah absorpsi, onset of action, ataupun duration of action
obat.
Glukokortikoid juga dapat diserap secara sistemik melalui pemberian
lokal, seperti ruang sinovial, sakus konjungtiva, kulit, dan traktus respiratorius.
Jika diberikan dalam waktu yang cukup lama, atau pada area kulit yang luas,
absorpsi yang terjadi dapat menyebabkan efek sistemik, termasuk supresi sumbu
hipothalamus-hipofisis-adrenal.
2. Distribusi
Pada keadaan normal, >90% kortisol dalam plasma terikat pada protein.
Hanya fraksi kortikosteroid yang tidak terikat yang dapat memasuki sel dan
menimbulkan efek.3 Jika kortisol plasma melebihi 20-30 μg/dL, CBG akan
tersaturasi dan konsentrasi kortisol bebas akan meningkat dengan cepat. Protein
plasma yang mengikat sebagian besar hormon steroid adalah :
1. Corticosteroid binding globulin (CBG, disebut juga transkortin)
CBG adalah suatu α-globulin yang disintesa oleh hepar. CBG memiliki
afinitas tinggi terhadap steroid, namun kapasitas pengikatan total (total
binding capacity) nya rendah.
CBG memiliki afinitas yang relatif tinggi terhadap kortisol, dan memiliki
afinitas rendah terhadap aldosteron dan metabolit steroid terkonjugasi
glukoronid.
CBG akan meningkat pada kehamilan, pemberian estrogen, dan hipertiroid,
dan menurun pada hipotiroid, defek genetik pada sintesis, dan defisiensi
protein.
2. Albumin
Albumin juga disintesa oleh hepar, namun memiliki sifat yang berbeda dengan
CBG, di mana memiliki afinitas yang rendah terhadap steroid dan kapasitas
pengikatan yang tinggi.
Kortikosteroid sintetik, seperti dexametason, sebagian besar terikat pada
albumin.
Waktu paruh kortisol pada sirkulasi adalah sekitar 60-90 menit; waktu
paruh dapat meningkat pada pemberian hidrokortison dalam dosis besar, pada
keadaan stres, hipotiroid, atau pada gangguan hepar.
3. Metabolisme
Sebagian besar kortisol diinaktivasi oleh hepar dengan reduksi ikatan
ganda 4, 5 pada cincin A dan akan diubah menjadi tetrahidrokortisol dan
tetrahidrokortison oleh 3-hidroksisteroid dehidrogenase. Beberapa diubah menjadi
kortol dan kortolon dengan reduksi keton C20.
Sebagian besar metabolit kortisol mengalami konjugasi dengan asam
glukoronat atau sulfat pada hidroksil C3 dan C21, yang kemudian akan kembali
memasuki sirkulasi.
Steroid sintetik dengan komponen 11-keto, seperti kortison dan prednison,
secara enzimatik harus direduksi menjadi derivat 11-β hidroksi supaya menjadi
aktif. Reaksi ini dikatalisis di hepar isozim tipe 1 11-β hidroksisteroid
dehidrogenase, sehingga untuk pasien dengan gagal hati ataupun gangguan enzim
tersebut, lebih baik diberi steroid yang tidak perlu aktivasi enzimatik (seperti
hidrokortison dan prednisolon).
4. Ekskresi
Steroid yang sudah terkonjugasi akan menjadi larut air (water soluble) dan
dapat diekskresikan melalui urin. Sekresi steroid juga dapat terjadi melalui bilier
dan fecal, namun dalam jumlah yang kurang bermakna.
Indikasi
Glukokortikoid diindikasikan sebagai agen imunosupresif pada
pencegahan dan pengobatan reaksi penolakan transplantasi organ, artritis
reumatoid, sistemik lupus eritematosus, dermatomiositis sistemik, psoriasis, asma,
eksaserbasi akut sklerosis multipel, reaksi alergi, dan gangguan otoimun lain.
Efek Samping
Efek samping penggunaan steroid antara lain retardasi pertumbuhan,
nekrosis avaskular tulang, osteopenia, meningkatkan resiko infeksi, menghambat
penyembuhan luka, katarak, hiperglikemia, dan hipertensi.
KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Prinsip umum:
1. Perhatikan penderita secara keseluruhan, somatik dan psikis
2. Berikan kesempatan pada alam untuk menyembuhkan penyakit tersebut, obat
yang diberikan bertujuan membantu penyembuhan oleh alam.
3. Segi fisiologi, patologi, biokimia dan anatomi kulit perlu diperhatikan.
4. Kuasai materi medika.
5. Perhatikan farmasi dan farmakologi obat-obatan, misalnya sinergisme, efek
samping dan toksisitas obat.
6. Terapi yang baik adalah terapi kausal.
7. Berikan obat sesederhana mungkin, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.
Campuran obat yang pelik akan mempersulit atopik.
8. Individualisasi.
9. Perhatikan segi ekonomi penderita.
Prinsip khusus
1. Pemilihan vehikulum tergantung pada
a. Stadium/gambaran klinis penyakit
- obat topikal yang diberikan diubah sesuai dengan perjalanan penyakitnya.
- pada stadium akut (eritem/edem/basah) kompres beri krim, bedak
kocok, bedak pasta.
- stadium kronik/kering beri salep.
3. Beri penjelasan kepada penderita mengenai cara pemakaian obat dan cara
membersihkannya.
5. Batasi jumlah obat yang tidak stabil/tidak dapat disimpan lama misalnya larutan
permanganas kalikus.
Kuat:
Betamethasone dipropionate 0,05 %
Desoximetasone 0,05 – 0,25 %
Halcinonide 0,025 – 0,1 %
Sangat kuat:
Clobetasol propionate 0,05 %
Diflorasone diacetate 0,05 %
b. Resisten:
- Lichen planus, sebaiknya dipakai KST medium sampai kuat.
- Granuloma anulare, sebaiknya dipakai KST medium sampai kuat.
- Necrobiosis lipoidica diabeticum, sebaiknya dipakai KST medium sampai
kuat.
c. Moderat:
- Dermatitis kontak iritan, sebaiknya dipakai KST medium sampai kuat.
- Insect bite, sebaiknya dipakai KST medium sampai kuat.
- Discoid lupus erythematosus, sebaiknya dipakai KST medium sampai
kuat.
2. Sistemik
- Cushingoid: melalui supresi axis pituitary-adrenal
Kontraindikasi
Bila ada tanda-tanda seperti tersebut diatas maka sebaiknya pemberian
KST dihentikan.
1. Cara aplikasi
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3×/hari sampai penyakit
tersebut sembuh. Gejala takifilaksis perlu dipertimbangkan yaitu menurunnya
respon kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang,
berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang,
setelah beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan
menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lake DF, Briggs AD, Akporiaye ET. Imunopharmacology. In : Katzung, BG,
editor. Basic & Clinical Pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-
Hill Companies, Inc., 2004 : 931–955.
2. Krensky AM, Strom TB, Bluestone JA. Imunomodulators : Imunosuppresive
Agents, Tolerogens, and Imunostimulants. In : Gilman AG, editor. The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 10th edition. Singapore : The McGraw-
Hill Companies, Inc., 2001 : 1463-1480.
3. Chrousos GP. Adrenocorticosteroids & Adrenocortical Antagonists. In :
Katzung, BG, editor. Basic & Clinical Pharmacology. 9th edition. Singapore :
The McGraw-Hill Companies, Inc., 2004 : 641 – 653.
4. Schimmer BP, Parker KL. Adrenocorticotropic Hormone; Adrenocortical
Steroids and Their Synthetic Analogs; Inhibitors of The Synthesis and Actions
of Adrenocortical Hormones. In : Gilman AG, editor. The Pharmacological
Basis of Therapeutics. 10th edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies,
Inc., 2001 : 1655-1673.
5. Standar Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin. Bandung,
2005
6. Tirza D, Handoko T. Imunosupresan. Dalam : Farmakologi dan Terapi. Edisi
4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1995 : 702-713.