Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN

TEKNOLOGI NANO BERUPA NANOENKAPSULASI

Oleh:

Dwi Septiana 25010116120038

Ajeng Linggar Rinanti 25010116130200

Ayu Shafira Rachmani 25010116140252

Chika Aldila Cahyani 25010116130328

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir, berkembang suatu disiplin ilmu yang cukup
populer yaitu Nanotechnology. Istilah nanoteknologi pertama kali dipopulerkan
peneliti Jepang Norio Taniguchi pada tahun 1974. Nanoteknologi merupakan teknologi
yang mampu mengerjakan dengan ketepatan lebih kecil dari satu mikrometer (seperjuta
meter) yakni dalam skala nanometer (sepermiliar meter), dengan aplikasi yang sangat
luas melingkupi hampir di seluruh kehidupan manusia. Secara umum, penerapan
nanoteknologi di industri pangan dapat ditemui pada berbagai sektor, diantaranya pada
pengolahan, produk, pemantauan kualitas, dan kemasan pangan.
Teknologi nano merupakan pengembangan, pemanfaatan dan manipulasi
bahan, perangkat atau sistem dalam skala nano atau lebih kecil dari 100 nm. Teknologi
ini telah menghasilkan berbagai aplikasi dalam industri pangan, di antaranya yaitu
nanoenkapsulasi.
Enkapsulasi menjadikan komponen kecil sebagai bahan utama untuk dilapisi
dengan dinding atau membran yang kemudian terwadahi dalam sebuah kapsul. Proses
ini secara luas telah dikembangkan dalam bidang pangan, di mana enkapsulasi mampu
menjaga komponen bioaktif seperti polifenol, zat gizi mikro, enzim, dan antioksidan;
sehingga meningkatkan kestabilan dalam produk pangan.
Pada bidang pangan, nanoteknologi sudah berdampak pada pengembangan
makanan dengan fungsi khusus yang akan merespon sesuai kebutuhan di dalam tubuh
manusia. Salah satu contohnya adalah desain nanokapsul yang mampu menghantarkan
zat gizi secara lebih baik, efisien dan sesuai kebutuhan tubuh.
Di bidang pangan, teknologi nano telah mendapat perhatian yang cukup
signifikan. Beberapa contoh aplikasinya adalah sebagai nano-ingredient, nano-emulsi,
nano-enkapsulasi, dan nano-material additive pada produk-produk susu, nutritional
drink, dan pengemas. Di tahun 2008, Friends of the Earth (lembaga internasional yang
bergerak dalam pelestarian lingkungan hidup) melaporkan terdapat 104 jenis pangan,
bahan tambahan pangan, food contact materials (kemasan, dll) yang mengandung
partikel nano. Setidaknya, terdapat 4 benefit dapat diperoleh dari pemanfaatan
teknologi nano di bidang pangan yaitu memiliki kemampuan antimikroba, perbaikan
sifat barrier dan mekanis, perbaikan stabilitas system emulsi, dan Bioavailability.
Penambahan nanokapsul pada pangan dapat membantu penyerapan zat gizi
yang lebih baik. Salah satu perusahaan roti di Australia, misalnya, menambahkan
nanokapsul berisi minyak ikan tuna (mengandung omega 3) pada produk roti mereka.
Kapsul ini dirancang untuk melepaskan isi minyak ikan hanya ketika kapsul berada di
dalam perut, sehingga menghindari rasa dan bau yang kurang menyenangkan dari
minyak ikan. Contoh lainnya adalah perusahaan bernama Biodelivery Sciences
International yang telah mengembangkan nanokapsul yang dapat digunakan untuk
dengan lebih efektif mengantarkan zat gizi seperti vitamin, asam lemak, omega, dan
antioksidan likopen ke sel-sel tubuh tanpa mempengaruhi rasa dan warna produk
pangan.
B. Rumusan Masalah
Nanoenkapsulasi adalah teknologi untuk melindungi zat dalam ukuran kecil yang
mengacu pada kemasan bioaktif pada kisaran nano yakni 10-9nm. Peningkatan sifat-
sifat fungsional asap cair perlu dikembangkan melalui teknik nanoenkapsulasi.
Keuntungan yang bisa didapatkan dengan teknologi nanoenkapsulasi ini antara lain
peningkatan rasa, warna, tekstur,flavor, dan stabilitas komponen bioaktif di dalamnya
Banyaknya keuntungan dari nanoenkapsulasi diharapkan dapat dimanfaatkan
masyarakat Indonesia dengan baik, namun hingga saat ini teknologi nanoenkapsulasi
masih belum begitu dikenal oleh masyarakat awam, berdasarkan hal tersebut kelompok
kami ingin membahas mengenai teknologi nano berupa nanoenkapsulasi, dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan nanoenkapsulasi ?
2. Apa saja manfaat nanoenkapsulasi ?
3. Bagaimana teknik pembuatan nanoenkapsulasi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari nanoekapsulasi
2. Mengetahui manfaat manfaat dari nanoenkapsulasi
3. Mengetahui teknik pembuatan nanoenkapsulai
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teknologi Nanoenkapsulasi


Nanoenkapsulasi didefinisikan sebagai teknologi yang membungkus substansi
inti dalam skala nanometer atau 10-9 meter). Sedangkan menurut Reis et al,
nanoenkapsulasi merupakan suatu formasi yang terdiri atas zat aktif yang diselubungi
atau dikelilingi oleh bahan penyalut dengan diameter dari 1 hingga 1000 nm.
Istilah nanoteknologi pertama kali dipopulerkan peneliti Jepang Norio
Taniguchi pada tahun 1974. Nanoteknologi merupakan teknologi yang mampu
mengerjakan dengan ketepatan lebih kecil dari satu mikrometer (seperjuta meter) yakni
dalam skala nanometer (sepermiliar meter), dengan aplikasi yang sangat luas
melingkupi hampir di seluruh kehidupan manusia.
Komponen utama dalam nanoenkapsulasi dalam dibedakan menjadi dua macam
yaitu komponen hidrofilik dan lipolifik. Komponen hidrofilik larut dalam air dan tidak
larut dalam minyak dan pelarut organik. Beberapa komponen nano hidrofilik adalah
asam askorbat dan polifenol. Sebaliknya, komponen lipofilik tidak larut dalam air,
namun larut dalam minyak dan pelarut organik. Likopen, β-karoten, lutein, dan
fitosterol adalah contoh beberapa komponen lipofilik. Perbedaan sifat ini berpengaruh
dalam kecepatan pelepasan komponen dari matrik. Komponen hidrofilik menunjukkan
kecepatan pelepasan yang lebih tinggi dari pada lipofilik karena kondisi lingkungan
yang lebih sesuai untuk larut. Adapun komponen lipofilik umumnya mempunyai
tingkat kelarutan yang rendah.

B. Manfaat Teknologi Nanoenkapsulasi


Nanoenkapsulasi dapat menghasilkan produk yang memiliki luas permukaan
lebih besar, meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas dan control release, menjaga
kestabilan komponen bioaktif selama pemrosesan dan penyimpanan, melindungi zat
aktif terhadap interaksi dengan lingkungan seperti oksidasi, memperbaiki dan
meningkatkan sifat sensoris : rasa, warna dan tekstur, meningkatkan stabilitas produk
dan memudahkan dalam penanganan. Selain itu Nano Teknologi memiliki manfaat
sebagai berikut :
1. Kemampuan antimikroba
Aktivitas antimikroba dari nanopartikel berhubungan dengan beberapa
mekanisme. Nanopartikel dapat secara langsung berinteraksi dengan sel-sel
mikroba, misalnya mengganggu transmembran transfer elektron,
mengganggu/menembus membran sel, atau oksidasi komponen sel, atau
menghasilkan produk sekunder (misalnya reactive oxygen species (ROS) atau
ion-ion logam berat terlarut yang menyebabkan kerusakan (Li et al. 2008;
Yousef dan Danial. 2012). Selain itu, adanya interaksi NP-ZnO dengan gugus
fosfor dalam DNA menyebabkan penghambatan fungsi enzim pada bakteri
(Fanny dan Silvia. 2012). Dengan kelebihan tersebut, maka nanopartikel dapat
dimanfaatkan untuk memperpanjang masa simpan jenis-jenis pangan yang
mudah rusak akibat aktivitas mikroba seperti daging dan olahannya, minimally
processed food, sayuran, dll.
2. Perbaikan sifat barrier dan mekanis
Di bidang kemasan, khususnya untuk biofilm maupun film sintetis,
inkorporasi partikel-partikel nano seperti ZnO, Ag, TiO2, TiN, SiO2 terbukti
berkontribusi terhadap perbaikan sifat barrier (gas, uap air, noda) dan mekanis
(fleksibilitas, durabilitas, stabilitas terhadap temperatur dan moisture).
Mekanisme perbaikan sifat mekanis tersebut berhubungan dengan interaksi
interfasial antara partikel nano (filler) dengan matriks (Ma et al. 2009; Rhim
dan Wang 2013). Pendapat lain melaporkan bahwa partikel nano berperan
sebagai agen penguat karena dapat menurunkan mekanisme plastisasi dari
matriks (Marbun. 2012). Sedangkan, mekanisme perbaikan sifat barrier yaitu
adanya partikel nano dalam matriks polimer film menyebabkan perpindahan
uap air dan gas menjadi semakin sulit akibat adanya mekanisme jalur yang
berliku (tortuous pathway).
3. Perbaikan stabilitas sistem emulsi
Nanoemulsi merupakan pengembangan terbaru dari teknologi emulsi
(sistem yang terbentuk dari campuran dua fase yaitu terdispersi dan
pendispersi). Beberapa contoh produk emulsi diantaranya santan, susu,
margarin, dll. Kelebihan yang dimiliki nanoemulsi yaitu ukuran droplet yang
jauh lebih kecil dibandingkan generasi sebelumnya (emulsi konvensional dan
mikroemulsi). Ukuran droplet dalam skala nano menyebabkan penurunan gaya
gravitasi sehingga mencegah sedimentasi, creaming, flokulasi, dll. Dengan
demikian, stabilitas sistem emulsi menjadi semakin baik. Alat-alat yang
biasanya digunakan untuk mendapatkan nanoemulsi diantaranya high pressure
homogenizer, ultra turrax, ultrasonic disruptor, high speed blender, dll.
4. Bioavailability
Saat ini, beberapa material berukuran nano seperti nano kalsium, nano
gingseng, nano propolis telah ditambahkan untuk menambah nilai pada produk-
produk pangan komersial seperti susu, minuman energi,dll. Pada ukuran
berskala nano diharapkan mampu meningkatkan bioavailabilitas sehingga
komponen-komponen bioaktif dapat diabsorbsi tubuh dengan maksimal.
Ukuran bahan yang sangat halus dan kecil menyebabkan peningkatan tingkat
kelarutan yang lebih tinggi dan terdispersi secara merata (Rochman, 2013)

C. Teknik Nanoenkapsulasi

Ezhilarasi dkk (2012) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode dalam


proses pembuatan nanokapsul, seperti emulsifikasi, emulsifikasi-evaporasi pelarut
(emulsification-solvent evaporation), sistem gelasi ionik (coacervation),
nanopresipitasi, serta dengan metode pengeringan (Tabel 1). Pemilihan teknik tersebut
mengacu pada sifat fisik dan kimia dari bahan utama yang akan dibuat nanokapsul,
yang meliputi ukuran partikel, distribusi partikel, area permukaan, kelarutan, efisiensi
enkapsulasi, dan mekanisme pelepasan partikel.

Emulsifikasi menjadi teknik dengan pembentukan nanoemulsi. Teknik ini


banyak dipilih untuk nanoenkapsulasi di mana komponen bioaktifnya dalam bentuk
larutan, seperti β-karoten, fitosterol, karotenoid, dan polifenol. Emulsifikasi dapat
diaplikasikan untuk membuat sistem emulsi baik emulsi minyak dalam air (o/w)
maupun air dalam minyak (w/o). Selain itu, nanoemulsi yang diperoleh dari proses ini
dapat dibentuk menjadi serbuk melalui pengeringan, baik pengeringan semprot
maupun pengeringan beku. Sebagai sistem emulsi dengan ukuran droplet yang sangat
kecil, maka dibutuhkan energi besar dalam pembuatannya. Oleh karena itu proses
emulsifikasi menggunakan metode energi tinggi seperti homogenisasi dengan tekanan
dan kecepatan tinggi, ultrasonikator, dan mikrofluidizer. Dalam Tabel 1 dapat dilihat
contoh aplikasi teknik emulsifikasi pada minyak biji bunga matahari dan medium
chain triglyceride (MCT).
Tabel 1. Teknik Nanoenkapsulasi dan Beberapa Aplikasinya pada Komponen Bioaktif

Teknik Bahan Baku Komponen Ukuran Tujuan


Nanoenkapsulasi Utama Bioaktif Partikel
(nm)
Emulsifikasi Pengemulsi: Minyak biji 0 Mengoptimalkan
tween-80, span- bunga matahari kondisi
80, dan natrium (L) pembentuan
dedosil sulfat nanoemuli
Dinding: pati MCT (L) 30 Meningkatkan
dengan stabilitas untuk
oktenilsuksinat penggunan dalam
(OSA), chitosan, produk pangan dan
lambda farmasi
karagenan
Sistem gelasi ionik Dinding: gelatin, Capsaicin (L) 00 Sebagai masking
acacia, tanin agent untuk odor
yang tajam serta
Pengemulsi: meningkatkan
tween-60 stabilitas.
Bahan lain:
glutaraldehid
Dinding: BSA (H) 00 - 580 Mengontrol
chitosan, pengeluarn protein
polietilen glikol, yang
polipropilen terenkapsulasi
glikol
Bahan lain:
natrium
tripolifosfat
Inclusion Dinding: β- DHA (L) 00 Pembentukan
complexation galaktoblin, larutan yang
pectin rendah transparan,
metoksil meningkatkan
stabilitas koloid,
berguna dalam
proses pengkayaan
pada produk
minuman
Dinding: α- dan Asam Linoleat 36 Meningkatkan
β-siklodekstrin (L) stabilitas terhadap
panas
Nanopresipitasi Dinding: poly Kurkumin (L) 1 Meningkatkan
(lactide-co- bioavailabilitas,
glycolide) efisiensi
enkapsulasi
Pengemulsi:
polietilen glikol-
5000
Dinding: etil B-karoten (L) 0 Meningkatkan
selulosa dan stabilitas dan
metil selulosa bioavailabilitas
Emulsifikasi- Pengemulsi: Fitosterol (L) 0 – 282 Meningkatkan
Evaporasi pelarut tween-20 kondisi proses dan
mengurangi
Bahan lain: kehilangan
heksana, fitosterol
isopropil alkohol,
etanol, dan
aseton
Pengemulsi: Astaxanthin 15 – 163 Meningkatkan
natrium kaseinat kondisi proses dan
bioavailabilitas
Presipitasi anti Dinding: utein (L) 63 - 219 Mencegah
pelarut superkritis hidroksilpropil degradasi akibat
metil selulosa panas dan cahaya
phthalate
Pengeringan Dinding: matrik Katekin (H) 0 Meningkatkan
semprot karbohidrat dan stabilitas,
maltodekstrin perlindungan
terhadap oksidasi
Bahan lain: dan penggabungan
aseton dalam produk
minuman
Pengeringan beku Dinding: Minyak ikan (L) 200 – 350 Meningkatkan
maltodektrin efisiensi
enkapsulasi dan
Pengemulsi: pati stabilitas terhadap
termodifikasi oksidasi
(Hi-Cap),
konsentrat
protein whey
Sumber: Ezhilarasi dkk (2012)

L: Lipofilik

H: Hidrofilik
Sistem gelasi ionik merupakan teknik nanoenkapsulasi yang melibatkan
pemecahan fase tunggal atau campuran polielektrolit dalam suatu larutan yang
kemudian endapan dari pemecahan tersebut akan membentuk sistem gelasi inonik di
sekitar komponen bioaktif yang menjadi target. Palupi dkk (2014) mengembangkan
proses enkapsulasi teknik sistem gelasi ionik pada cabai merah menggunakan alginat
dan protein yang disubsitusi dengan tapioka terfotooksidasi. Diketahui bahwa cabai
merah mengandung senyawa aktif kapsaisin dan alginat digunakan karena memiliki
gugus karboksil yang mampu membentuk gel. Penggunaan tapioka terfotooksidasi
sebagai bahan subsitusi karena perlakuan oksidasi dan iradiasi ultraviolet pada pati ini
menghasilkan pati yang memiliki ikatan silang. Adanya matrik ikatan silang tersebut
pada level rendah dapat meningkatkan kapasitas enkapsulasi. Palupi menjelaskan
bahwa subsitusi pati terfotooksidasi dan perbedaan konsentrasi memengaruhi efisiensi
enkapsulasi. Nilai rendemen semakin meningkat dengan meningkatan konsentrasi
subsitusi pati terfotooksidasi dan semakin tinggi konsentrasi suspensi kapsul cabai
merah, maka akan meningkatkan loading capacity, kadar air, dan rendemen. Loading
capacity adalah banyaknya kapsaisin kapsul cabai merah yang diperoleh per berat
kapsul.

Inclusion complexation secara umum mengacu pada proses enkapsulasi yang


melibatkan komponen bioaktif sebagai ligan untuk berikatan dalam rongga substrat
yang berfungsi sebagai bantalan (cavity-bearing substrat). Teknik ini biasa digunakan
untuk komponen bioaktif yang bersifat folatil seperti kelompok minyak dan vitamin.
Hal tersebut bertujuan untuk menjaga aroma dengan efisiensi nanoenkapsulasi dan
stabilitas yang tinggi.

Nanopresipitasi menggunakan prinsip kerja penggantian pelarut atau solvent


displacement yang melibatkan proses presipitasi polimer dari larutan organik, serta
difusi pelarut organik dari media cair. Teknik ini menjadi cara yang efisien untuk
mendapatkan nanokapsul yang berukuran sekitar 100 nm dan kurang dari 100 nm.
Salah satu contoh aplikasi nanopresipitasi adalah enkapsulasi kurkumin dengan poly
(lactide-co-glycolide) (PLGA) dan pengemulsi PEG-5000 yang diikuti dengan
pengeringan beku yang bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas berdasarkan
uji in vivo dan in vitro (Tabel 1).
Emulsifikasi-Evaporasi pelarut merupakan modifikasi dari evaporasi pelarut
di mana proses emulsifikasi larutan polimer dalam fase cair dilanjutkan dengan
evaporasi pelarut polimer dan diikuti dengan presipitasi sehingga
menghasilkannanospheres. Ukuran kapsul dapat dikontrol dengan pengaturan
kecepatan pengadukan, tipe dan banyaknya agen pendispersi, viskositas fase organik,
dan suhu.

Fluida superkritis merupakan teknik nanoenkapsulasi yang memanfaatkan


sifat-sifat fluida superkritis, baik fase cair maupun gas, seperti viskositas dan densitas
rendah, serta kemampuan melarutkan yang tinggi. Komponen bioaktif dapat dibawa
ke fase superkritis melalui beberapa media seperti karbon dioksida, air, propana, dan
nitrogen. Proses ini digunakan untuk enkapsulasi komponen bioaktif yang rentan
terhadap perubahan suhu. Oleh karena itu, teknik ini diikuti dengan pengeringan beku
untuk menghindari kerusakan komponen bioaktif aktif. Presipitasi anti pelarut
superkritis merupakan salah satu aplikasi teknik fluida superkritis. Contoh aplikasinya
dapat dibaca di Tabel 1.

Teknik nanoenkapsulasi lainnya adalah pengeringan semprot dan pengeringan


beku. Diketahui bahwa pengeringan semprot dapat membentuk bubuk dengan yang
mengandung komponen ukuran skala nano. Adapun pengeringan beku biasa
digunakan dalam pemisahan partikel nano dari air; hasil dari nanoenkapsulasi dengan
teknik lain.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nanoteknologi merupakan teknologi yang mampu mengerjakan dengan
ketepatan lebih kecil dari satu mikrometer (seperjuta meter) yakni dalam skala
nanometer (sepermiliar meter), dengan aplikasi yang sangat luas melingkupi hampir di
seluruh kehidupan manusia. Komponen utama dalam nanoenkapsulasi dibedakan
menjadi dua macam yaitu komponen hidrofilik dan lipolifik. Manfaat teknologi
nanoenkapsulasi adalah meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas dan control release,
menjaga kestabilan komponen bioaktif selama pemrosesan dan penyimpanan,
melindungi zat aktif terhadap interaksi dengan lingkungan.
Terdapat beberapa metode dalam proses pembuatan nanokapsul, seperti
emulsifikasi, emulsifikasi-evaporasi pelarut (emulsification-solvent evaporation),
sistem gelasi ionik (coacervation), nanopresipitasi, serta dengan metode pengeringan.
Pemilihan teknik tersebut mengacu pada sifat fisik dan kimia dari bahan utama yang
nanokapsul.
DAFTAR PUSTAKA

Reis, C.P., Neufeld, R.J., Ribeiro, A.J and Veiga, F. 2006. Nanoencapsulation I. Methods for
Preparation of Drug-Loaded Polymeric Nanoparticles. Nanomedicine : Nanotechnology,
Biology & Medicine (2) : 8-21.

Wang, Y., Lu, Z., Lu, F., dan Bie, X. 2009. Study on Microcapsulation of Curcumin Pigments
by Spray Drying. Europena Food Research Technology (229) : 391-396.

Ezhilarasi, P.N., Karthik, P., Chhanwal, N. Nanoencapsulation Techniques for Food Bioactive
Components: A Review. Food Bioprocess Technology (2013) 6: 628-647

Palupi, Niken Widya., Setiadi, Pandu Khrisna Juang., Yuwanti, Sih. Enkapsulasi Cabai Merah
dengan Teknik Coacervation Menggunakan Alginat yang Disubsitusi dengan Tapioka
Terfotooksidasi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (3) 2014

Duncan TV. 2011. Applications of nanotechnology in food packaging and food safety: barrier
materials, antimicrobials and sensors. J Colloid Interface Sci. 363:1 – 24.

Emamifar A, Kadivar M, Shahedi M, Soleimanian SZ. 2010. Evaluation of nanocom-posite


packaging containing Ag and ZnO on shelf life of fresh orange juice. Innov Food Sci Emerg
Technol. 11: 742 – 748.

Fanny, Silvia. 2012. Zeolit nano partikel untuk pencegahan penyebaran virus flu burung.
[Diakses tanggal 14 Februari 2017]. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/89968408/K3.

Li D, Lyon DY, Li Q, Alvarez PJJ. 2008. Effect of natural organic matter on antibacterial
activity of fullerene water suspension. Environ Toxicol Chem. 27: 1888 – 1894.

Ma X, Chang PR, Yang J, Yu J. 2009. Preparation and properties of glycerol plasticized-pea


starch/zinc oxide-starch bionanocomposites. Carbohydr Polym. 75: 472 – 478.

Marbun E. 2012. Sintesis bioplastik dari pati ubi jalar menggunakan penguat logam ZnO dan
penguat alami selulosa. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Rhim JW, Wang LF. 2013. Mechanical and water barrier properties of agar/κ-
carrageenan/konjac glucomanan tertiery blend hydrogel film. Carbohyd Polym. 96: 71 – 81.

Yousef JM, Danial EN. 2012. In vitro antibacterial activity and minimum inhibitory
concentration of zinc oxide and nano-particle zinc oxide against pathogenic strains. J of Health
Sci. 2 (4): 38 – 42.

Anda mungkin juga menyukai