Anda di halaman 1dari 7

Definisi nanoteknologi secara bahasa adalah kerdil atau cebol.

Nanoteknologi berasal dari bahasa Yunani nano. Definisi nanoteknologi secara


istilah adalah teknologi yang menghasilkan benda-benda dengan ukuran 1-100 nm
atau < 100 nm (Winarno dan Fernandez, 2010 dikutip Afandi, 2014).
Nanoteknologi adalah disiplin ilmu yang luas dalam penelitian, pengembangan dan
aktivitas industri yang diperkirakan akan mempengaruhi hampir semua bidang
dalam kehidupan sehari-hari. Nanoteknologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan dan teknologi mengenai proses, manipulasi, manufaktur dan atau
aplikasi suatu bahan/struktur yang salah satu atau lebih dimensinya berukuran 1 -
100 nanometer (nm) (Chaudhry et al., 2008).
Nanoteknologi telah banyak diterapkan pada beberapa bidang, diantaranya
obat-obatan (Diaz et al., 2013 dikutip Romadhan, 2015), tekstil (Abdelhady, 2012
dikutip Romadhan, 2015), dan kemasan (Li et al., 2009 dikutip Romadhan, 2015).
Nanoteknologi yang diterapkan pada proses pengolahan pangan disebut dengan
nanofood (pangan nano). Salah satu aplikasi nanoteknologi pada pangan adalah
nanoenkapsulasi. Nanoenkapsulasi adalah enkapsulasi suatu material (dapat berupa
senyawa bioaktif) dalam ukuran nano. Benda berukuran nano memiliki keunikan
sifat yang menjadi daya tarik tersendiri, yaitu benda berukuran nano akan
menghasilkan sifat fisik dan kimia yang berbeda secara signifikan dibandingkan
dengan benda berukuran lebih besar dari nano (Sekhon, 2010 dalam Afandi, 2014).
Keuntungan nanoenkapsulasi di antaranya dapat menghilangkan rasa yang
tidak disukai seperti rasa pahit dan memperbaiki mutu sifat fisiologis aktif (seperti
aktivitas antioksidan dan antidiabetes). Nanoenkapsulasi dapat menghilangkan rasa
pahit karena senyawa bioaktif yang bersifat pahit dienkapsulasi sehingga tidak ada
kontak langsung antara senyawa bioaktif tersebut dengan reseptor perasa pahit di
lidah. Nanoenkapsulasi dapat memperbaiki sifat fisiologis aktif karena senyawa
bioaktif yang dienkapsulasi terlindungi dengan baik sehingga tidak mudah
teroksidasi dan di dalam saluran pencernaan mudah diserap dengan baik oleh tubuh
karena memiliki ukuran nano (Greiner, 2009 dalam Afandi, 2014).
Kegiatan penelitian pada aplikasi nanoteknologi di sektor makanan sudah
termasuk pengembangan dalam meningkatkan cita rasa, warna, rasa, tekstur dan
konsistensi produk makanan, serta peningkatan penyerapan, ketersediaan hayati,
senyawa bioaktif, peningkatan kualitas, umur simpan dan keamaan produk
makanan. Teknik nanoenkapsulasi jika dibandingkan dengan teknik
mikroenkapsulasi produk pangan memiliki beberapa keunggulan di antaranya dapat
meningkatkan absorbsifitas dan bioavailibilitas senyawa bioaktif (Greiner, 2009).
Peran enkapsulasi terhadap senyawa bioaktif di antaranya dapat memperbaiki mutu
sensori maupun mutu sifat fisiologis aktifnya.
Industri pangan didorong untuk memperoleh penerimaan dari konsumen
dengan menawarkan nilai tambah dalam hal kualitas, kesegaran, selera baru, rasa
dan tekstur. Meskipun aplikasi nanoteknologi untuk sektor pangan relatif baru,
terjadi perkembangan cukup pesat di bidang ini dalam beberapa tahun terakhir.
Perkembangan utama sejauh ini ditujukan untuk mengubah tekstur komponen
makanan, mengenkapsulasi komponen makanan atau aditif, mengembangkan
selera dan sensasi baru, meningkatkan ketersediaan hayati komponen nutrisi. Untuk
aplikasi kemasan makanan, perkembangan tersebut telah menghasilkan bahan baru
dengan sifat mekanik, penghalang dan antimikroba yang lebih baik (Chaudhry et
al., 2008). Secara umum, aplikasi nanoteknologi yang saat ini diketahui dan
diproyeksikan untuk sektor makanan termasuk dalam kategori utama berikut:
1. Bahan makanan telah diolah atau diformulasikan untuk membentuk struktur
nano
2. Nanopartikel atau nano-enkapsulasi telah digunakan dalam makanan
3. Nanomaterial telah dimasukkan untuk mengembangkan bahan ''aktif '' untuk
kemasan makanan.
4. Perangkat dan bahan berbasis nanoteknologi telah digunakan misalnya untuk
nanofiltrasi, pengolahan air, nanosensor untuk keamanan makanan.
Menurut Riwayati (2007) menyatakan bahwa secara umum penerapan
teknologi dalam industri makanan dapat dibagi menjadi beberapa bidang yaitu
proses (processing), pengawetan (preservation), peningkatan cita rasa dan warna
(flavor and colour improvement), kemanan (safety) dan pengemasan (packaging).
1. Bidang proses
Teknologi nano memberikan alternatif dalam pemrosesan makanan
sehingga akan dihasilkan produk sengan kualitas yang lebih baik. Penerapan
teknologi ini dalam pemrosesan meliputi dua hal yaitu
a. Sintesa bahan
Proses sintesa bahan meliputi pembuatan makanan fungsional. Makanan
fungsional merupakan makanan yang dapat merespon kebutuhan tubuh akan suatu
nutrien dan emmenuhi kebutuhan itu dengan cara yang efisien. Salah satu contoh
yang sudah dikembangkan adalah nanocapsule yang mengandung minyak ikan
tuna. Nanocapsule ini didesain untuk dapat pecah setelah mencapai perut sehingga
rasa tak enak dari minyak ikan tidak mengganggu.
Partikel nano yang dipergunakan dapat berupa soft particle yang berupa
bahan organik atau hard particle yang berupa bahan non organik. Partikel nano
yang dapat dimakan (edible) dapat dibuat dari bahan silikon atau keramik. Bahan
lain juga dapat digunakan apabila dapat bereaksi dengan panas tubuh atau secara
kimia dapat bereaksi dengan reaksi kimia dalam tubuh seoerti polimer.
b. Proses pemecahan (fraksinasi)
Proses fraksinasi secara umum adalah pemecahan molekul suatiu senyawa
sampai dengan ukuran partikel nano. Proses ini banyak dilakukan pada pembuatan
emulsi, gel dan foam. Produk yang telah dikembangkan adalah ice cream rendah
lemak dengan kandungan lemak berkisar 16% sampai dengan 1%. Ice cream jenis
ini dibuat dengan cara memperkecil ukuran partikel emulsi sampai dengan ukuran
nano. Partikel emulsi ini akan memberi tekstur yang baik pada ice cream.
2. Peningkatan cita rasa
Cita rasa adalah salah satu indikator kualitas dalam produk makanan.
Teknologi nano memberikan pengembangan makanan interactive yang
memberikan kebebasan konsumen untuk memilih rasa dan warna dari makanan
yang akan dimakan. Pembuatan nanokapsul yang berisi warna dan rasa makanan
memberikan oeluang pada konsumen untuk emmilih rasa dan warna yang
diinginkan. Nanokapsul ini akan bersifat inert sampai dengan makanan dikunyah
dalam mulut.
3. Pengawetan
Makanan merupakan komoditas dengan karakteristik mudah rusak dan tidak
tahan lama. Untuk mempertahankan kualitas agar sama dengan pada saat
diproduksi maka produk makanan harus melalui proses pengawetan yang baik
secara fisik maupun kimia. Teknologi nano memberikan cara baru dalam proses
tersebut :
Pemberian nanopartikel silver dalam plastik pada saat produksi kaleng untuk
penyimpanan makanan. Nanopartikel silver dapat membunuh bakteri yang
hidup di makanan yang disimpan dalam kaleng. Hal ini dapat mengurangi
resiko adanya bakteri yang membahayakan bagi kesehatan.
Penggunaan nanopartikel silikat dalam plastik film yang digunakan untuk
pengemasan makanan. Partikel nano ini dapat berfungsi sebagai penghalang
yang dapat mencegah perpindahan gas seperti oksigen dan uap air dari dan ke
dalam kemasan makanan. Mekanisme ini dapat mencegah terjadinya keruskaan
makanan.
Penambahan nanopartikel zinc oksida pada plastik yang dipergunakan untuk
pengemasan makanan. Partikel zinc oksida dapat menghalangi sinar UV.
Partikel tersebut juga memberikan efek antibakteri, meningkatkan kekuatan
dan stabilitas film.
4. Keamanan
Faktor keamanan juga merupalam salah satu hal yang dipertimbangkan oleh
konsumen. Teknologi nano mengembangkan cara untuk menjamin keamanan suatu
produk makanan. Penerapan nanosensor pada plastik yang digunakan untuk
pengemasan memungkinkan untuk mendeteksi gas yang keluar dari makanan yang
sudah rusak. Gas tersebut akan memicu nano sensor sehingga akan memberi respon
berupa perubahan warna atau pada kemasan.
Penggunaan nanosensor tidak hanya pada kemasan teteapi juga pada proses
produksi. Nanosensor dikembangkan untuk dapat mendeteksi bakteri dan berbagai
kontaminan seperti salmonell yang mungkin ada di dalam makanan.
5. Pengemasan (packaging)
Pengembangan teknologi pengemasan ditujukan untuk memperpanjang
umur dan mempermudah distribusi produk kepada konsumen. Sistem pengemasan
untuk masa yang akan datang diharapkan mampu menutupi lubang-lubang kecil
pada kemasan dan memiliki respon yang baik terhadap lingkungan. Teknologi
nano yang sudah diterapkan dalam bidang ini contohnya adalah penggunaan clay
nanocomposite yang disebut imperm dalam botol ringan, karton dan kemasan
plastik film yang lain dan berfungsi sebagai penghalang yang bersifta impermeable
terhadap gas-gas seperti oksigen dan karbondioksida.
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair dan gas. Proses
sintesis nanopartikel dapat berlangsung secara fisika, kimia dan greensynthesis.
Sintesis secara kimia merupakan teknik yang paling penting dalam pembuatan
nanopartikel. Dengan menggunakan sintesis kimia maka beberapa variasi
parameter seperti perbedaan suhu, waktu dan konsentrasi reaktan dapat disesuaikan
dengan kondisi yang diinginkan. Variasi dari beberapa parameter tersebut dapat
menghasilkan perbedaan ukuran, morfologi dan geometri dari nanopartikel yang
dihasilkan (Sabir et al. 2014).
Penyusunan nanomaterials dapat didekati dengan 'penataan top-down',
'penataan bottom-up' atau kombinasi kedua strategi ini. Dalam penataan top-down
nanomaterial dipahat dari bahan dimensi proporsional lebih besar dengan
menggunakan proses pengurangan ukuran (misalnya penggilingan, mikrofluida,
homogenisasi). Dalam penataan bottom-up, Nanomaterials muncul dari perakitan
sendiri komponen yang sudah ada sebelumnya, seperti atom dan molekul. Contoh
penataan bottom-up meliputi pembentukan misel melalui perakitan mandiri
molekul amphiphilic, rakitan planar serat selulosa di dinding sel tanaman, dan
pembentukan koacervat protein-polisakarida melalui interaksi biopolimer. Dari
berbagai proses yang tersedia untuk mencapai pengurangan ukuran top-down
(misalnya pencampuran, penggilingan, pengeringan semprot, cairan berbasis
superkritis), teknologi top-down yang paling menjanjikan adalah kominusi (misal
penggilingan, mikrofluida, homogenisasi) dan rute aerosol (misalnya
electrospraying , pengeringan semprot). Bagian berikut menjelaskan secara singkat
teknologi pengurangan ukuran potensial ini dan potensi lainnya, dan memberikan
contoh aplikasinya untuk menyiapkan bahan berstrukturnano.Disebabkan
ukurannya yang sangat kecil, bahan berukuran nanometer (nanomaterial)
memiliki/menghasilkan sifat fisiko-kimia baru, seperti luas permukaan, bentuk,
reaktivitas dan warna, yang sangat berbeda dibandingkan material pada ukuran
konvensional (Prez-Esteve et al., 2013).
Cara kerjanya melalui proses top down ataupun bottom up . Top down
berarti memperkecil ukuran sampai pada skala nano yang melibatkan adanya gaya
mekanik (energi tinggi). Metode yang dapat digunakan meliputi penggilingan
mekanik, homogenisasi tekanan tinggi, mikrofluidisasi dan ultrasonikasi
(Sanguansari dan Augustin 2006), sedangkan bottom up merupakan kebalikan
proses dari top down. Pada proses ini atom-atom atau molekul dibuat sehingga
menjadi susunan dengan skala nano. Metode yang dapat digunakan meliputi
kristalisasi, ekstraksi pelarut / evaporasi, sintesis mikrobial, reaksi biomassa
(Cushen et al. 2011).
Zat pembawa nano (nanocarriers) dapat melindungi senyawa bioaktif dari
lingkungan yang kurang kondusif. Zat pembawa nano memiliki luas permukaan
yang dapat meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas, dan memperbaiki target
pelepasan komponen pangan yang dienkapsulasi, bila dibandingkan dengan zat
pembawa ukuran mikro. Secara umum, zat pembawa nano pada makanan dapat
berbasis karbohidrat, protein atau lemak (Fathi et al. 2012).
Afandi, F. A. 2014. Pengaruh Nanoenkapsulasi Terhadap Mutu Sensori,
Fisikokimia, dan Fisiologis Aktif Minuman Fungsional Berbasis Kumis
Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq). Tesis. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Chaudhry. Q., M. Scotter., J.Blackburn., B. Ross., A. Boxall., L. Castle., R. Aitken
dan R. Watkins. 2008. Applications and Implications of Nanotechnologies
For the Food Sector. Food Additives and Contaminants: Vol.25:3, 241-258.
Greiner R. 2009. Current and Projected Applications of Nanotechnology in the
Food Sector. Nutrire: rev. Soc. Bras. Alim. Nutr. J. Brazilian Soc. Food
Nutr. So Paulo, SP, 34(1): 243-260.
Prez-Esteve. E., A. Bernandos., R. Martnez-Mez dan J.M Barat. 2013.
Nanotechnology in the development of novel functional foods or their
package. An overview based in patent analysis. Recent Patents on Food,
Nutrition & Agriculture, vol. 5, pp. 35-43.
Riwayati. 2007. Pemanfaatan Teknologi Nano Di Dalam Industri Pengolahan
Bahan Makanan. Jurnal Momentum Vol.3 No. 2 : 1-4
Romadhan, M. F. 2015. Sintesis, Karakterisasi dan Pengujian Aktivitas
Antimikroba Nanopartikel ZnO. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sabir, S., M. Arshad dan S.K Chauhari. 2014. Zinc Oxide Nanoparticles for
Revolutionizing Agriculture: Synthesis and Applications. The Scientific
World Journal :1-8.

Anda mungkin juga menyukai