Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroenkapsulasi dan nanoenkapsulasi adalah metode untuk melindungi
droplet atau partikel kecil dengan cara membentuk kapsul. Komponen aktif
dalam bahan pangan yang nantinya akan terbungkus kapsul dapat terlindung dari
pengaruh lingkungan yang merugikan seperti kerusakan-kerusakan akibat
oksidasi, hidrolisis, penguapan, atau degradasi oleh panas. Dengan demikian,
bahan tersebut akan memiliki umur simpan lebih panjang serta mempunyai
stabilitas proses yang lebih baik dan dapat terlepas pada kondisi tertentu saat
akan digunakan, selain itu metode enkapsulasi dapat digunakan untuk
menghindari rasa, bau, serta tekstur yang kurang menyenangkan dari bahan
(Jaya, & Das. 2004).
Produk kapsul dari teknologi enkapsulasi terdiri dari bahan pelapis dan
inti. Bahan pelapis yang disebut juga sebagai enkapsulan, kulit, dinding, atau
membran, dapat berasal dari film-forming (pembuat lapisan tipis) polimer natural
atau sintesis. Memilih pelapis harus berdasarkan pada sifat kimia maupun fisik
bahan aktif, juga proses yang digunakan untuk membuat mikrokapsul. Hal ini
dikarenakan mempengaruhi stablitas emulsi sebelum pengeringan, daya alir, dan
stabilitas fisik dan daya simpan setelah pengkapsulan. Bahan pelapis harus tidak
larut dan tidak bereaksi terhadap zat aktif. Pelapis dapat rusak secara mekanik,
misalnya akibat dikunyah, pemanasan, terlarut dalam solvent (pelarut),
perubahan pH, terdegradasi oleh enzim contohnya pelapis dari lemak (lipid)
dapat terdegradasi akibat enzim lipase, dan bahan aktif berdifusi ke lingkungan.
Gum arab, maltodekstrin, dan whey merupakan beberapa jenis enkapsulan yang
sering digunakan. Bahan di dalam enkapsulasi disebut sebagai inti, fasa internal,
atau pengisi. Bahan inti dapat berupa emulsi, kristal, suspensi padatan, atapun
gas. Inti dalam mikrokapsul dilepaskan dengan berbagai macam mekanisme yang
dialami oleh pelapis/enkapsulan. Sifat fisik dan kimia dari bahan aktif (seperti
kelarutan, difusivitas, tekanan uap, dan koefisien partisi) dan pelapis (seperti
ketebalan, porositas dan kemampuan bereaksi) juga mempengaruhi pelepasan
bahan aktif (Nurhadi, Roos and Maidannyk,2016).
Kecap manis merupakan produk olahan kedelai yang biasanya digunakan
sebagai pelengkap makanan dan umumnya berbentuk cairan kental, pengolahan
kecap manis menjadi kecap manis bubuk dapat sebagai produk alternative
dengan keuntungan dalam hal kemudahan penanganan dan penyimpanannya.
Kadar gula yang tinggi pada kecap manis menyebabkan kecap manis sulit untuk
dikeringkan. Prinsip pengeringan untuk bahan yang mengandung kadar gula
tinggi adalah dengan penambahan bahan tambahan lain yang memiliki suhu
transisi gelas tinggi seperti pati dan turunannya, gum arab, protein, dan laju
pengeringan yang besa. Penambahan maltodextrin yang memiliki suhu transisi
gelas yang tinggi (Tg 1490C) (Nurhadi, Roos and Maidannyk,2016) dan oven
vakum dapat digunakan untuk mengeringkan bahan yang berkadar gula tinggi
seperti madu ) (Nurhadi, Roos and Maidannyk,2016).

I.2 Tujuan
Untuk mengetahui cara pembuatan kecap bubuk dengan menggunakan
maltodekstrin.
Untuk mengetahui perbandingan optimal antara kecap dengan
maltodekstrin.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Chromameter
Desikator
Oven Vakum
Plastik
Sealer
Timbangan
Wadah Silikon

3.2 Bahan
Air
Kecap Manis
Maltodesktrin
IV. PROSEDUR
1. Pencampuran kecap dan maltodekstrin
2. Pengeringan dengan oven vakum pada suhu 80oC selama 3 jam
3. Penyimpanan pada desikator selama 2 hari
4. Penghancuran dengan grinder atau mortar
5. Pengemasan
6. Penyimpanan pada desikator selama 7 hari

Anda mungkin juga menyukai