Tepung terigu diperoleh dari biji gandum yang telah digiling, sebelum melangkah ke
tepung terigu sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu jenis gandum.
Tanaman gandum diperkirakan berasal dari daerah sekitar Laut Merah dan Laut
Mediterania, yaitu daerah sekitar Turki, Irak dan Iran. Menurut sejarah Cina gandum telah
dibudidayakan sejak tahun 2700 sebelum masehi. varietas tanaman gandum yang paling
bayak dibudidayakan antara lain Gandum common atau Gandum roti (T.aestivum), Gandum
durun (T.durum), Gandum einkron (T.monococcum) merupakan gandum liar, dan gandum
dengan jumlah yang terbatas Gandum spelt (T. spelta) yang dibudidayakan Amerika. Kualitas
gandum juga ditentukan dari iklim, kesuburan tanah, jenis benih yang ditanam.
Pada umumnya gandum dibedakan dari gandum keras, gandum lunak dan gandum durum.
1. Gandum Keras/T. Aestivum (Bread flour),
Adalah gandum yang mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, bijinya keras dan
kandungan protein tinggi, sifatnya mudah diragikan, mudah dicampur, dapat menyesuaikan
dengan suhu yang diperlukan dan memliki daya serap air yang tinggi, jika dibuat adonan roti
sifat adonannya kuat, kenyal dan memiliki daya kembang yang baik (kemampuan menahan
gas yang baik). Gandum jenis ini tumbuh di daerah yang tanahnya banyak mengandung
nitrogen, banyak curah hujan, dan cukup sinar matahari pada saat tumbuhan gandum ini
masak dan dipanen, seperti Canada, USA, negara-negara bagian bekas Uni Soviet dan
sebagian negar-negara Eropa.
2. Benih (Germ)
Bagian ini terdapat pada biji gandum sebesar 2,5% yang mengandung lemak yang dapat
mempengaruhi daya simpan tepung terigu, sel ini merupakan embrio tanaman gandum yang
terdiri dari 3 bagian yaitu plumule, radicle atau radix yang akan menjadi akar
(perkecambahan) untuk tanaman gandum yang baru jika kondisinya mengalami kelembapan
yang tinggi, suhu yang relatif hangat serta oksigen yang berlimpah dan scutellum yang
banyak mengandum vitamin, terutama vitamin E.
3. Endosperm
Inilah yang menjadi tepung terigu nantinya setelah melalui proses penggilingan. Menjadi
bagian terbesar dari biji gandum sebesar 80-83%. Terdiri dari protein yang mudah larut
(soluble) dan yang tidak mudah larut (insoluble), pati, lemak, air, gula, mineral dan abu yang
kandungannya semakin kecil jika mendekati inti serta semakin besar jika mendekati kulit
luar. endosperm dibungkus oleh sel pati, bagian luar pati jumlahnya lebih banyak dan kasar.
sedangkan bagian dalam jumlahnya lebih sedikit dan halus (bagian inilah yang digiling
sehingga menghasilkan tepung gandum yang berwwarna putih).
Proses Pembuatan Tepung Terigu
Tahap Persiapan:
1. Proses Pembersihan (Cleaning)
Pada proses ini biji gandum dibersihkan dari kotoran seperti debu, biji-biji lain (jagung,
kedelai), kulit gandum, batang gandum, batu-batuan, kerikil dan logam melalui ayakan besar
dan magnet.
W = (M2-M1) / (100-M2) x Q
Ket:
W* Jumlah air yang ditambahkan (kg)
M2* Kadar air yang diinginkan (%)
M1* Kadar air gandum awal (%)
Q* Berat gandum (kg)
Tahap Penggilingan:
Ada 2 metode penggilingan yaitu:
* Metode STONE MILLING yang merupakan metode primitif namun sangat praktis.
Butiran gandum yang dipecah dan dihancurkan dengan batu yang bercelah sehingga
menghasilkan tepung kasar yang disebut wholemeals. Tepung ini kemudian disaring sehingga
diperoleh gandum yang halus dan lembut.
* Metode ROLLER MILLING yang sekarang digunakan oleh negara-negara penghasil
gandum.
6. Proses Pemutihan (Bleaching) sebagaian perusahaan tepung terigu tidak memalui proses
ini
Proses ini dimaksud untuk menghilangkan warna asli dari gandum baik berupa warna kuning
atau krem yang dikarenakan adanya pigmen nabati yang disebut carotemoid. pemutihan dapat
dilakukan secara kimia atau dengan enzimisasi.
Sebelumnya mari kita mempelajari cara mengartikan istilah yang terdapat pada katalog
produk tepung terigu.
Parameter dalam pemilihan tepung terigu sesuai produk yang kan dibuat:
1. Moisture
Jumlah kadar air pada tepung terigu yang mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah
moisture melebihi standar (maksimal 14,5%) makan memungkinkan terjadinya penurunan
daya simpan tepung terigu karena akan cepat rusak, berjamur dan berbau apek,
mempermudah penetasan telur kutu dalam tepung, dan kurangnya daya tepung terigu
menyerap air.
2. Water Absorption
Kemampuan tepung terigu meyerap air (maksimal 62%). Daya serap air akan berkurang jika
kandungan air (moisture) pada tepung terigu terlalu tinggi. Makin tinggi kandungan protein
yang terdapat dalam tepung terigu maka daya serap air semakin besar dan begitupulah
sebaliknya.
3. Stability
Kemampuan tepung terigu dalam menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna meskipun
telah melewati waktu kalis (develop 3-5 menit). stabilitas tepung terigu terhadap adonan
sangat dipengaruhi oleh jumlah protein, kualitas protein dan bahan tambahan aditif.
4. Developing Time
Tingkat kecepatan tepung terigu dalam mencapai kondisi kalis saat proses pengkalisan
menggunakan mesin, standar rata-rata developing time adalah 5-10 menit bahkan ada sampai
12 menit.
5. Protein
Dalam tepung terigu terdapat kadar protein yang terkandung didalamnya berkisaran 8-14%,
dalam protein terdapat 2 jenis protein yaitu: gluten yang merupakan protein yang tidak larut
air dan pati yang merupakan protein yang larut air. untuk membuat produk makanan
berbahan dasar tepung terigu haruslah terlebih dahulu menentukan jenis tepung yang sangat
sesuai dengan produk tersebut.
6. Wet Gluten
Gluten terdapat pada tepung terigu yang merupakan campuran protein gliadin dan glutenin
yang berkumpul bersama pati didalam lapisan endosperm gandum. Kandungan gluten dapat
mencapai 80% dari total protein pada tepung terigu. Gluten basah (wet gluten) merupakan
protein yang tidak larut denga air yang terdapat pada tepung terigu yang telah menjadi
adonan kemudian dicuci bersih dan tersisa gumpalan yang berwarna kekuningan dan elastis.
gluten berfungsi untuk membuat adonan menjadi kenyal, elastis, dapat membentuk serat dan
dapat mengembang karena kemampuannya mengikat udara. semakin tinggi kadar protein
yang terdapat pada tepung terigu makan makin besar kandungan glutennya.
7. Ash Content
Kadar abu yang ada pada tepung terigu. Semakin tinggi kadar ash semakin buruk kualitas
tepung terigu yang mempengaruhi hasil produk seperti warna produk (warna crumb pada roti,
warna mie) akan lebih gelap, dapat memutuskan serat adonan, elastisan pada mie berkurang
dan tingkat kestabilan adonan tidak stabil, dan begitu sebaliknya. Untuk beberapa jenis
produk tertentu kadar ash tidak terlalu dipermasalahkan. Hal ini tidak berhubungan dengan
jumlah dan kualitas protein.
3. Tepung Terigu Protein Sedang/ Tepung Terigu Serbaguna (All purpose flour)
Tepung jenis ini diperoleh dari hasil penggilingan gandum yang berasal dari Argentina, dari
derah yang di aliri sungai River Plate. Australia juga menghasilkan gandum jenis ini. Bagi
perusahaan untuk menghemat pembelian bahan baku jenis tepung ini bisa dibuat dari
pencampuran tepung protein tinggi dan tepung protein rendah, kadar protein 10.5-11.5%,
tepung ini digunakan untuk donat, terang bulan, cake, cookies, aneka jajanan pasar dan aneka
gorengan. Contoh produk terpung terigu ini dengan merek Kompas, Segitiga, Beruang Biru,
Mila, Jade dan lain-lain.
Bila persyaratan diatas tersebut terpenuhi tepung dapat bertahan 5-8 bulan.
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and
Critical Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional,
dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.[1] Pada awalnya,
prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan, namun sistem ini akhirnya dapat
diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri lainnya.[2] Aplikasi HACCP, terutama yang
diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan beberapa pedoman, yaitu prinsip
umum kebersihan pangan Codex, Codex yang sesuai dengan kode praktik, dan undang-
undang keamanan pangan yang sesuai.[2]
Prinsip HACCP
Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:
1. Melakukan analisis bahaya: segala macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang
dapat menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisis. Bahaya yang dapat
ditimbulkan adalah keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan
pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan mikrorganisme atau perubahan
kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang
pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi. [3]
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point, CCP): suatu titik, tahap, atau
prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau
dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman). [4] Terdapat dua
titik pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi. [3]
3. Menentukan batas kritis: kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang
tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan
kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis
HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan
parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur. [2]
4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP: suatu sistem pemantauan
(observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk
sistem pelacakan operasi dan penentuan kontrol mana yang mengalami perubahan ketika
terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan harus menggunakan catatan tertulis. [4]
5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP yang tidak
berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP
dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif
tersebut harus mampu mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini
termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat. [2]
6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja
secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap
sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk,
konfirmasi CCP yang berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit)
metode, prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan
sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem
untuk memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan memperbaharui
sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses
produksi.[2]
7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang berhubungan
dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem
HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan
CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan.
Good Manufacturing Practice (GMP) atau dalam bahasa Indonesia Cara Produksi yang
Baik (CPB) pada dasarnya adalah peraturan tentang cara untuk mencapai kualitas yang
konsisten dalam produk yang dibuat. Ada banyak definisi dari kualitas yang merupakan
istilah yang agak subjektif tapi secara umum memenuhi harapan konsumen. Ini berarti bahwa
produk yang dibeli pada kenyataanya sama dengan yang diklaim pada label, tepat digunakan,
dan tidak terkontaminasi dengan apa pun yang mungkin berbahaya. Food and Drug
Administration (FDA) mendefinisikan kualitas suplemen bahwa produk tersebut memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kemurnian, kekuatan, dan komposisi serta telah
diproduksi, diberi label, dan diselenggarakan di bawah kondisi untuk mencegah pemalsuan.
Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) pada sebuah pabrik memiliki banyak
keuntungan diantaranya:
1. Meningkatkan kepercayaan pelanggan
2. Meningkatkan image dan kompetensi perusahaan/organisasi
3. Meningkatkan kesempatan perusahaan/organisasi untuk memasuki pasar global melalui
produk/kemasan yang bebas bahan beracun (kimia, fisika dan biologi)
4. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan terhadap produk
5. Berpartisipasi dalam program keamanan pangan
6. Menjadi pendukung dari penerapan sistem manajemen mutu
Implementasi GMP
GMP diterapkan oleh industri yang produknya di konsumsi dan atau digunakan oleh
konsumen dengan tingkat resiko yang sedang hingga tinggi yang meliputi produk obat-
obatan, makanan, kosmetik, perlengkapan rumah tangga, dan semua industri yang terkait
dengan produksi produk tersebut. Pada dasarnya tidak ada referensi aturan GMP yang
bersifat global seperti halnya ISO. Sehingga masing-masing negara biasanya memiliki GMP
tersendiri seperti Amerika, Kanada, China dan India. Regulasi GMP di Indonesia sendiri
dilakukan oleh BPOM. Sedangkan untuk sertifikasi bisa melalui BPOM atau lemabaga
sertifikasi GMP yang legal. Standar GMP oleh BPOM sendiri dibagi-bagi per industri yang
dibagi menjadi 4 industri, sebagai berikut:
1. Standar GMP untuk industri obat-obatan di sebut dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik)
2. Standar GMP untuk industri makanan di sebut dengan CPMB (Cara Pembuatan Makanan
yang Baik)
3. Standar GMP untuk industri kosmetik di sebut dengan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik)
4. Standar GMP untuk industri obat tradisional di sebut dengan CPOTB (Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik)
Sebenarnya industri dapat menentukan darimana refrensi GMP yang diterapkan. Karena pada
dasarnya tujuan semua GMP yang ada adalah untuk membentuk produk yang berkualitas.
Jadi, industri dapat mengambil referensi GMP dari luar negeri, tapi selama tidak menyalahi
aturan dari BPOM sendiri. Pemilihan referensi biasanya mempertimbangkan beberapa hal,
sebagai berikut:
1. Sertifikasi GMP di Indonesia dapat dilakukan oleh BPOM, atau lembaga sertifikasi
independen lainnya.
2. Kemana produk yang dihasilkan akan di jual (lokal atau ekspor), maka standar GMP yang
digunakan sebagai referensi mempertimbangkan standar GMP di negara dimana produk
tersebut di jual.
3. Penerapan GMP sebagai standar tunggal, atau merupakan bagian dari penerapan standar
yang lain dan sertifikasi yang dilakukan merupakan sertifikasi dari standar yang lainya
tersebut seperti: ISO 22000;2005, HACCP, BRC, SQF, IFS dan lain-lain.
Standarisasi GMP
Prinsip dasar GMP lebih menekankan pada proses produksi yang benar bukan hanya sekedar
proses pemeriksaan atau inspeksi/testing. Oleh karena itu Good Manufacturing Practice
(GMP) harus diterapkan kepada semua aspek-aspek yang berhubungan dengan produksi.
Cakupan secara umum dari penerapan standar GMP adalah:
1. Disain dan fasilitas
2. Produksi (Pengendalian Operasional)
3. Jaminan mutu
4. Penyimpanan
5. Pengendalian hama
6. Hygiene personil
7. Pemeliharan, Pembersihan dan perawatan
8. Pengaturan Penanganan limbah
9. Pelatihan
10. Consumer Information (edukasi konsumen)
Incomi
Seiring dengan perkembangan kemajuan industri pangan, banyak ditemui masalah yang
berkaitan dengan “food borne illness” atau penyakit yang disebabkan karena makanan.
Baru-baru ini kita dikejutkan dengan adanya fakta ditemukannya makanan yang mengandung
susu beracun. Sebelum itu, kita juga dikejutkan dengan adanya penolakan China terhadap
produk ikan Indonesia karena dianggap tidak memenuhi standar keamanan pangan. Kejadian-
kejadian itu mengindikasikan butuhnya perusahaan untuk memiliki manajemen keamanan
pangan yang efektif (Anonymousa,2010).
Di negara Eropa dan Amerika, permasalahan ini telah diantisipasi dengan menerbitkan suatu
metode untuk melakukan risk analysis / analisa resiko terhadap bahaya yang disebabkan oleh
makanan dalam proses penyediaannya. Metode tersebut disebut HACCP (Hazard Analysis &
Critical Control Points) dan setiap organisasi yang menjual produknya di Eropa dan Amerika,
mereka wajib memenuhi persyaratan tersebut. Namun pada kenyataannya, metode ini hanya
sekedar berfungsi untuk risk analysis saja. Sedangkan kebutuhan dunia industri pada
umumnya dan industri makanan pada khususnya adalah bagaimana meningkatkan
produktivitas dari kinerja organisasi sehingga dapat meningkatkan profit margin dan efisiensi
organisasi (Anonymousb, 2010).
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) menjamin dari segi keamanannya
sedangkan ISO 9001 lebih fokus dalam menjamin kualitas produk. Dengan mengaplikasikan
HACCP dengan ISO 9001 quality management system menghasilkan sistem yang lebih
efektif daripada hanya menggunakan HACCP atau ISO 9001 secara sendiri-sendiri. Hal ini
juga bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan memperbaiki keefektifan dalam
pengorganisasiannya (Anonymousb, 2010).
Berdasarkan kebutuhan ini, dunia internasional sepakat untuk menerbitkan satu sistem baru.
ISO 22000 adalah perbaruan dari standar ISO 9000 : 9001 dan mengkombinasikan antara
standar ISO 9000 : 9001 dengan konsep HACCP ke dalam satu standar (Anonymousb, 2010).
ISO 22000 menjaga keselarasan dengan sistem manajemen lainnya, misalnya ISO 9001 dan
ISO 14001, untuk memastikan keefektifan integrasi sistem-sistem tersebut (Anonymous c,
2010).
ISO 22000 merupakan standar internasional yang menggambarkan kebutuhan dari suatu
sistem manajemen keamanan pangan yang mencakup semua organisasi dalam rantai makanan
dari panen sampai produk. Unsur-unsur kunci yang menentukan keamanan pangan sepanjang
rantai makanan, meliputi : (Anonymousd, 2009)
Tujuannya adalah untuk menyediakan satu standar yang dikenal secara internasional untuk
sistem manajemen keselamatan pangan yang dapat diterapkan dalam produk pangan
(Anonymouse, 2010).
Perbedaan yang utama antara ISO 22000 dan ISO 9000 adalah mengenai ruang lingkupnya.
Pertama dengan tujuan keamanan pangan, sedangkan yang lainnya mengarahkan pada mutu
pangan. Standar ISO 22000 dimaksud untuk menjadi bagian yang independen dan dapat
digunakan untuk semua jenis organisasi di dalam penyedia rantai makanan.
ISO 22000 lebih konsentrasi pada keamanan pangan dan prosedur instruksi bagaimana
membangun sistem keamanan pangan tersebut (Anonymousd, 2010).
Pengembangan standar ISO 22000 dimulai pada tahun 2001, dengan rekomendasi dari Badan
Standardisasi Denmark ke sekretaris ISO
– ISO/TS 22004, sistem manajemen keamanan pangan: mengarah kepada aplikasi dari ISO
22000:2005, yang dipublikasikan bulan November 2005, yang menyediakan bimbingan
penting yang dapat membantu organisasi yang mencakup perusahaan sedang dan menengah
yang ada diseluruh dunia.
– ISO/TS 22003, sistem manajemen keamanan pangan: merupakan kebutuhan dari asal badan
audit dan sertifikasi dari sistem manajemen keamanan pangan, akan memberi bimbingan
yang seimbang pada akreditasi (penerimaan) tentang ISO 22000 dengan badan sertifikasi dan
menggambarkan aturan untuk pengauditan sistem manajemen keamanan pangan ketika
menyesuaikan diri kepada standar ini. Dan akan diterbitkan dalam kwartal pertama tahun
2006.
– ISO 22005, penerapan treaceability dalam makanan ternak dan rantai makanan: prinsip
umum dan bimbingan dari desain sistem dan pengembangan, akan segera dikeluarkan sebagai
draf standar internasional.
b. ISO 22005 penerapan traceability dalam makanan ternak dan rantai makanan. Standarisasi
ini memperbolehkan pengoperasian pada tiap tahapan dari rantai makanan untuk :
– Melacak alir bahan (makanan ternak, makanan, ramuan dan pengemasan mereka).
– Memastikan koordinasi yang cukup antara para pemeran yang dilibatkan secara berbeda.
Sebuah sistem traceability memperbolehkan organisasi untuk membuat dokumen dan atau
lokasi produk melalui tahapan dan dioperasikan yang dilibatkan dalam manufaktur,
pemprosesan, distribusi, dan penanganan dari makanan ternak dan makanan, dari produk
utama ke konsumen. Oleh sebab itu mendapat fasilitas untuk identifikasi penyebab dari tidak
sesuaian dari produk, dan kemampuan untuk menggambarkan dan atau mengingat kembali
itu dibutuhkan.
– Permohonan pendaftaran disetujui oleh NQA, berikut tahapan selanjutnya harus
dilakukan oleh klien. Pemeliharaan sertifikasi dikonfirmasikan melalui program Audit
pengawasan (surveilans) tahunan dan proses sertifikasi ulang setelah tiga tahun masa
berlakunya sertifikasi tersebut.
Tim ini akan merancang dan mengembangkan FSMS dan berperan aktif dalam sistem
manajemen berkelanjutan.
Tim ini akan aktif pada perancangan dan pengembangan sistem serta penerapannya dalam
kegiatan sehari-hari. Tim Manajemen akan bertindak sebagai tim inti , membagi tanggung
jawab, menyediakan sumber daya dan mengkoordinasikan kegiatan. Tim Manajemen dapat
membuat tim kerja yang bekerja pada proses khusus yang dibutuhkan dalam dokumentasi
FSMS.
– Tiap tim kerja akan mengevaluasi proses yang ada dan persyaratan yang diperlukan.
– Proses baru atau yang dimodifikasi akan dibuat, didokumentasikan dan dikirim ke tim
manajemen untuk di review dan disetujui.
– Setelah tim kerja merancang dan mendokumentasikan proses. Latih seluruh karyawan
yang terlibat dalam proses untuk melaksanakan proses tersebut
– Bila semua proses telah dijalankan, lakukan internal audit dan tinjauan manajemen.
– Gunakan informasi dari internal audit dan management review untuk melakukan
improvement FSMS. Terapkan sistem dalam kurun waktu tertentu guna mengumpulkan bukti
untuk audit sertifikasi.
1. Persyaratan : Umum
– Organisasi harus membangun sistem yang efektif dan dapat memenuhi persyaratan
standar, dokumentasi, implementasi dan pemeliharaan sistem.
– Management harus terlibat dan berkomitmen pada FSMS. Manajemen membuat
kebijakan Keamanan Pangan dan harus dikomunikasikan dan diimplementasikan.
– Top Management harus terlibat dalam desain dan implementasi FSMS.
– FSMS harus menjelaskan sumberdaya manusia dan fisik yang dibutuhkan untuk
membuat produk yang aman.
– Organisasi harus merencanakan semua proses yang berkaitan dengan pembuatan produk
untuk menjamin keamanan produk.
– Tetapkan – dokumentasi sistem untuk pengendalian semua produk tidak sesuai
o Saat
Titik Kendali Kritis terlampaui, produk berpotensi tidak aman harus diidentifikasi, di
periksa, di kendalikan dan dipisahkan. Dibuat prosedur pemisahan produk cacat untuk
memastikan tindakan dapat cepat dilakukan.
1. Persyaratan : Validasi
– Tetapkan dan dokumentasikan proses untuk validasi control measure sebelum di
implementasikan.
– Pastikan semua pengukuran dan alat ukur serta metodenya mampu menghasilkan akurasi
yang diinginkan.
1. Persyaratan : Verifikasi
– Tetapkan dan dokumentasikan proses internal audit. Training auditors, dan rencanakan
internal audit untuk memastikan FSMS berjalan efektif dan selalu diperbaharui.
– Implementasikan proses evaluasi serta analisa hasil verifikasi dan tindakan yang
diperlukan.
1. Persyaratan : Perbaikan
Sertifikasi ISO 22000 dilaksanakan oleh National Quality Assurance (NQA). Lembaga
tersebut merupakan lembaga jaminan mutu Amerika Serikat (Anonymousc, 2010).
Produsen utama :
– Kebun.
– Peternakan
– Perikanan
– Pabrik susu
Pengolah :
– Pengolahan ikan.
– Pengolahan daging.
– Pengolahan unggas.
– Pengolahan makanan ternak
Manufaktur :
– Pabrikan sup.
– Pabrikan makanan kecil.
– Pabrikan roti.
– Pabrikan gandum.
– Pembalut luka pabrikan.
– Pabrikan hidangan.
– Pabrikan bumbu.
– Pabrikan pengemasan.
– Pabrikan makanan yang dibekukan.
– Pabrikan makanan kalengan.
– Pabrikan manisan.
– Pabrikan tambahan aturan makanan.
Penyedia layanan makanan :
– Toko bahan makanan.
– Rumah makan.
– Kafe.
– Rumah sakit.
– Hotel.
– Tempat peristirahatan.
– Perusahaan penerbangan.
– Pelayaran.
– Rumah tua.
– Rumah pengasuh anak.
f. Produk penyalur :
– Para penyalur perlengkapan.
– Para penyalur perkakas pertukangan.
– Para penyalur peralatan.
– Para penyalur bahan tambahan.
– Para penyalur ramuan.
– Para penyalur bahan baku.
– Para penyalur dari agen kebersihan.
– Para penyalur dari agen sanitasi.
– Para penyalur bahan pengemasan.
– Para penyalur dari bahan kontak dari makanan lain.
a) Contoh perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 22000 adalah Alltech
Cina. Alltech merupakan perusahaan yang memproduksi pakan ternak. Alltech Cina
memperoleh sertifikat ISO 22000 karena perusahaan tersebut sangat menjaga sistem quality
control berdasarkan program HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points)
(Anonymousj, 2010).
b) Selama ini PT. CPB telah membina hubungan kemitraan dengan petambak dalam bidang
budidaya maupun penyediaan pakan udang. Dengan demikian, perusahaan dapat
mengendalikan kualitas bahan baku udang. PT. Central Pertiwi Bahari (PT CPB) adalah salah
satu anak perusahaan Charoen Phokphan Grup Indonesia yang berlokasi di Lampung, pulau
Sumatera, Indonesia. Perusahaan ini memproduksi udang mentah dan udang masak beku.
Produk akhir kemudian diekspor ke USA, negara-negara di Eropa dan Jepang (Friana, 2006).
c) PT. Eastern Pearl Flour Mills (EPFM) mendapatkan sertifikat International Organization
for Standardization (ISO) 22000. Perusahaan terigu itu memiliki tingkat keamanan pangan
berkualifikasi internasional (Anonymousk, 2010).
– Kepuasan pelanggan – melalui pengiriman produk yang secara konsisten memenuhi
persyaratan pelanggan termasuk kendali mutu, keamanan dan kepatuhan hukum
– Kemampuan untuk mendapatkan lebih banyak bisnis – khususnya spesifikasi pengadaan
yang memerlukan sertifikasi sebagai suatu persyaratan sebagai rekanan
Pada beberapa negara maju dan berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan sistem
HACCP mengalami kendala dalam penerapannya terutama pada usaha kecil. Kendala yang
dihadapi usaha kecil, seperti sumber keuangan, keahlian manajemen dan teknis. Sedangkan
pada usaha katering hambatannya adalah pengetahuan, pelatihan, petinggi staf, variasi produk
yang besar, variasi dalam permintaan dan beban kerja, dan banyaknya pekerja paruh waktu
(Anonymousd, 2010).
KESIMPULAN
– Sistem-sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000 dapat membantu
organisasi untuk mengurangi risiko-risiko yang berkaitan dengan makanan dan minuman.
– Susunan jaminan mutu paling banyak didasarkan pada prinsip manajemen mutu dari ISO
9000/ISO 22000 dan konsep HACCP.
– Dalam menerapkan ISO 22000 selain memperoleh keuntungan ternyata para pengusaha
juga menemui kendala.
– Turunan dari ISO 22000 adalah ISO 22003, 22004 dan 22005. ISO 22000 dapat
diterapkan pada semua bidang.