Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

APLIKASI KONSEP HACCP PADA DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN


IKAN ASIN

MATAKULIAH HACCP HASIL PERIKANAN

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4


EVA Y. TARINATE (17051104016)
RHAMATIA MISRO (17051104011)
DANELLA TUMBUAN (17051104007)

UNIVERSITAS SAMRATULANGI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
MANADO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan


hambatan. Akan tetapi, karena adanya kerja sama dan bantuan dari beberapa
pihak tantangan itu bisa teratasi.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Karena itu kami sangat membutuhkan
kritik positif dan saran dari para pembaca dengan tujuan untuk memperbaki
pembuatan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi kita semua, terutama pembaca.

Penyusun
Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
2. PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Pengeringan dan Pengaruhnya Terhadap Bahan............................................3
2.2 Syarat Mutu dan Keamanan Pangan Ikan Asin.............................................4
2.3 Teknik Sanitasi dan Hygiene.........................................................................5
2.3.1 Syarat Bahan Baku, Bahan Penolong Dan Bahan Tambahan Makanan.5
2.3.2 Jenis peralatan.........................................................................................6
2.3.3 Persyaratan peralatan..............................................................................6
2.4 Program Kelayakan Dasar HACCP...............................................................7
2.4.1 Good Manufacturing Practices (GMP)..................................................7
2.4.2 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)..............................7
2.5 Aplikasi Konsep HACCP pada Diagram Alir Pengolahan Ikan Asin.........10
3. KESIMPULAN..................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
1. PENDAHULUAN

Peranan perikanan dalam pembangunan ekonomi cukup besar, baik sebagai


penghasil bahan pangan sumber protein maupun sebagai penghasil devisa
negara. Kebutuhan atas komoditi perikanan, yang diketahui sampai saat ini yaitu
masih rendahnya konsumsi ikan penduduk Indonesia rata-rata per tahun mencapai
19 kg/kapita pada tahun 2003. Dengan harapan konsumsi ikan rata-rata nasional
akhir tahun 2004 adalah 22 kg/kapita dan meningkat menjadi 22,7 kg/kapita pada
tahun 2005. Apabila nilai ini tercapai maka dalam tahun 2004 diperkirakan
dibutuhkan 4,4 juta ton ikan (Marwan Syaukani, 2004 dan Dirjen Perikanan
Tangkap, 2005).

Hasil perikanan merupakan komoditas yang mudah mengalami proses


kemunduran mutu dan pembusukan, dimana hal ini terjadi setelah ikan ditangkap.
Dengan demikian perlu penanganan yang cepat, tepat dan benar untuk menjaga
kualitasnya sebelum dipasarkan dan sampai ke tangan konsumen. Selain itu dari
segi ekonomi akan memberikan nilai tambah (value added) terhadap harga jual
produk. Hal ini diperlukan saat-saat musim ikan, dimana musim panen ikan
sangat murah tetapi permintaan konsumen cenderung stabil / tidak meningkat,
sehingga ikan tidak habis dipasarkan dalam keadaan segar. Sehingga masyarakat
nelayan mengupayakan dengan usaha pengolahan dan pengawetan ikan dengan
berbagai cara perlakuan yaitu pengeringan/pengasinan, pemindangan dan
pengasapan. Produk-produk tersebut biasanya untuk memenuhi kebutuhan pasar
lokal di luar daerah. Akan tetapi kualitas produk-produk akhir olahan tradisional
masih relatif rendah dalam arti belum memenuhi Standar Nasional Indonesia,
salah satunya, yaitu produk ikan asin.

Pengolahan ikan asin merupakan salah satu pengolahan ikan yang paling
disukai oleh masyarakat. Namun, sampai saat ini pengolahan ikan asin masih
dilakukan secara tradisional. Karena produksi ikan asin yang masih tradisional
sehingga proses pengolahan dan kondisi lingkungan masih sulit untuk dikontrol.
Pengontrolan yang masih sulit ini dapat menyebabkan selama proses pengolahan
memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri patogen yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses pengolahan ikan

1
asin secara tradisional tidak ada penjaminan mutu dan keamanan bagi konsumen.
Sehingga untuk meningkatkan mutu produk ikan asin kering yang aman untuk di
konsumsi dan terjamin perlu dilakukan upaya perbaikan sanitasi dan hygiene yaitu
dengan melakukan tindakan perbaikan dan rekaman pengendalian sanitasi secara
rutin dan periodic yang dapat dilakukan dengan pendekatan sistem Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) pada pengolahan ikan asin agar mutu
dan keamanan produk pangan terjamin.

1.1

2
2. PEMBAHASAN

2.1 Pengeringan dan Pengaruhnya Terhadap Bahan


Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut. Pada
umunya kadar air bahan dikurangi sampai batas tertentu supaya pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dapat dihentikan (Winarno, et al., 1982).

Proses pengeringan didasarkan pada penguapan air, karena adanya


perbedaan kandungan uap air antara udara dan produk yang dikeringkan.
Kandungan uap air udara lebih rendah dibandingkan dengan kadar air dalam
tubuh ikan sehingga terjadi proses penguapan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan ikan adalah kecepatan udara (angin),
kelembaban udara, suhu udara, serta keadaan fisik dan kimia ikan (Moeljanto,
1982).

Icho (2001) lebih lanjut memberi penjelasan untuk mendapatkan mutu ikan
asin yang baik memerlukan persyaratan bahan yang digunakan (ikan dan garam)
serta cara pengolahannya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kesegaran, kandungan dan ketebalan ikan serta kehalusan, kemurnian dan
kepekatan garam.

Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet artinya


kadar air mempunyai kaitan erat dengan keawetan bahan pangan yaitu bahan
pangan yang berkadar air rendah akan lebih awet dibandingkan yang berkadar air
tinggi . Hal ini terjadi karena dalam proses enzimatis dan kimiawi serta
pertumbuhan bakteri diperlukan sejumlah air. Turunnya kadar air yang ada dalam
suatu bahan akan memberi kemungkinan berkurangnya kebusukan dari makanan
tersebut. Sedangkan kerugiannya bahan mengalami kerusakan karena serangga,
reaksi pencoklatan/browning dan jamur (Indriati, et al., 1991). Selanjutnya
Winarno, et al., (1980) menjelaskan bahwa pengeringan akan menyebabkan
turunnya nilai nutrisi bahan, karena biasanya produk yang dihasilkan telah
mengalami proses pendahuluan seperti pencucian dan penggaraman.

3
Bahan yang dikeringkan akan memiliki nilai gizi yang relatif lebih rendah
dibandingkan bahan segarnya. Menurut Poernomo, et al., (1984) menyebutkan
komposisi kimia ikan mengandung air 42,96%, abu 18,27%, garam 14.51%,
protein 33.11%, lemak 5.36%, karbohidrat 3.07% dan kalori/gram 1.52%.
Sedangkan komposisi kimia produk perikanan asin kering mengandung air 42%,
abu 17.14%, garam 13.43%, protein 35.58%, lemak 4.60%, karbohidrat 4.41%
dan kalori/gram 1.61%. Selain itu selama pengeringan, bahan akan mengalami
perubahan tekstur, aroma dan warna. Perubahan warna yang dimaksud adalah
perubahan warna menjadi coklat akibat reaksi pencoklatan non enzimatis. Reaksi
pencoklatan ini akan terus berlangsung selama penyimpanan produk dalam waktu
yang lama. Indriati, et al., (1991) memperkirakan reaksi pencoklatan terjadi
karena reaksi antara protein, peptida dan asam amino dengan hasil dekomposisi
lemak. Reaksi ini diketahui menurunkan nilai gizi protein yang bersangkutan
dengan cara menurunkan nilai cernanya dan menurunkan ketersediaan asam
amino esensial terutama lysine.

2.2 Syarat Mutu dan Keamanan Pangan Ikan Asin


Anwar (2002) menerangkan bahwa pangan yang tidak aman dapat
menyebabkan penyakit (foodborne diseases) yaitu gejala penyakit yang timbul
akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun/
organisme patogen. Berdasar sifat penularannya, foodborne diseases
dikelompokkan menjadi penyakit menular dan penyakit tidak menular yang
disebut dengan keracunan pangan. Penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat
digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu 1) infeksi, digunakan apabila setelah
mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen timbul
gejala-gejala penyakit dan 2) intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan karena
mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun yang mungkin
terdapat secara alami dalam pangan atau diproduksi oleh mikroba yang terdapat
dalam pangan.

Lebih lanjut diterangkan oleh Anwar (2002) bahwa suatu pangan mentah
atau olahan menjadi tidak aman dikonsumsi apabila telah tercemari, hal ini
ditinjau dari segi gizi yaitu jika kandungan gizi berlebihan (lemak, gula, garam
natrium) yang dapat menyebabkan berbagai penyakit generatif dan segi

4
kontaminasi yaitu jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme atau bahan
kimia (termasuk logam berat dan racun kimia). Terjadinya kontaminasi oleh
mikroba patogen, toksin mikroba atau cemaran logam berat dan bahan kimia
mungkin terjadi selama pangan disimpan, diangkut, didistribusikan atau saat
disajikan kepada konsumen.

Tabel Persaratan Mutu dan Keamanan Pangan Ikan Asin Kering

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


.

1 Organoleptik

Nilai minimal Angka (1-9) Minimal 7

2 Cemaran mikroba

ALT Koloni/gram Maksimal 1,0 x 105

Escherichia coli APM/gram Maksimal < 3

Salmonella* per 25 gram Negatif

Vibrio cholerae * per 25 gram Negatif

Staphylococcus aureus* koloni/gram 1 x 103

3 Kimia *

Air % fraksi massa Maksimal 40

Garam % fraksi massa Maksimal 20

Abu tak larut dalam % fraksi massa Makismal 0,3


asam

Catatan : *) Bila Diperlukan


Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)

2.3 Teknik Sanitasi dan Hygiene


Penanganan, pengolahan, penyimpanan, pendistribusian, dan pemasaran
ikan asin kering menggunakan wadah, cara dan alat yang sesuai dengan
persyaratan sanitasi dan higiene dalam unit pengolahan hasil perikanan. Saniter
sesuai dengan buku petunjuk teknik sanitasi dan hygiene dalam Unit Pengolahan

5
Hasil Perikanan baik persyaratan hygiene bangunan dan peralatan dan hygiene
karyawan.

2.3.1 Syarat Bahan Baku, Bahan Penolong Dan Bahan Tambahan


Makanan
 Bahan baku ikan asin memenuhi syarat kesegaran, kebersihan dan
kesehatan sesuai dengan SNI 2721.2:2009 dimana bahan baku merupakan
semua jenis ikan segar yang belum mengalami pengolahan baik yang
sudah atau belum disiangi dan harus berasala dari perairan yang tidak
tercemar. Bahan baku disimpan dalam wadah yang baik dan diberi es
sehingga suhu produk mencapai 0-50C saniter dan hygiene.
 Bahan baku garam memenuhi persyaratan SNI 01-4435-2000
 Bahan penolong dan bahan tambahan yang digunakan tidak merusak,
mengubah komposisi dan sifat khas ikan asin kering sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.Air yang dipakai sebagai bahan penolong untuk
kegiatan di unit pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum
sesuai dengan ketentuan tentang syarat untuk pengawasan kualitas air
minum. Es yang digunakan sesuai SNI 01-4872.1-2006. Dalam
penggunaannya, es ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar
terhindar dari kontaminasi.

2.3.2 Jenis peralatan

a.       bak penampungan;

b.      bak penggaraman;

c.       keranjang plastik;

d.      kotak berinsulasi.

e.       meja proses;

f.       Para -para

g.      pengaduk;

6
h.      timbangan.
2.3.3 Persyaratan peralatan
Semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan ikan
asin kering mempunyai permukaan yang halus daan rata, tidak mengelupas, tidak
berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak dan mudah
dibersihkan. Semua perralatan dalam keadaan bersih, sebelum dan sesudah
digunakan.

2.4 Program Kelayakan Dasar HACCP


Program kelayakan dasar HACCP yang dapat diterapkan pada proses
produksi ikan asin ada dua, yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP).

2.4.1 Good Manufacturing Practices (GMP)


Cara berproduksi yang baik dan benar terdiri dari berbagai macam
persyaratan yang secara umum meliputi : persyaratan mutu dan keamanan bahan
baku/bahan pembantu, persyaratan penanganan bahan baku/bahan pembantu,
persyaratan pengolahan, persyaratan pengemasan produk, persyaratan
penyimpanan produk dan persyaratan distribusi produk. Persyaratan-persyaratan
tersebut dapat dijabarkan lebih spesifik lagi sesuai dengan jenis produk yang
diolah.

2.4.2 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)


Mengacu pada peraturan dalam Sea Food HACCP Regulation oleh FDA
dan Diskanlut Provinsi Jawa Tengah (2006), ketentuanketentuan dalam penerapan
SSOP terdapat 8 (delapan) kunci SSOP, yaitu :

1) Keamanan air proses dan es yang dipergunakan terutama yang kontak


langsung dengan ikan. Air yang dipergunakan berasal dari air ledeng yang
sumbernya cukup aman dan dikelola dengan sistem yang baik.

7
2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan produk
meliputi alat, sarung tangan dan pakaian kerja.
Pengendalian dan pengawasan :

a. Permukaan yang kontak dengan pangan harus bersih dan diinspeksi


oleh Supervisor sanitasi untuk memastikan bahwa kondisinya cukup
bersih.

b. Permukaan yang kontak pangan harus bersih dan disanitasi.

 Sebelum kegiatan dimulai, permukaan yang kontak dengan pangan


dibersihkan dengan air dingin dan disanitasi dengan jenis sanitizer
Sodium hypoklorite 100 mg/L.

 Selama istirahat, kotoran dalam bentuk padatan harus dihilangkan


dari lantai, peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan.
Peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan dibersihkan
dengan sikat dengan pembersih alkalin terklorinasi pada air hangat.
Permukaan dan lantai dibersihkan dengan air dingin.

 Di akhir kegiatan, padatan dibersihkan dari lantai, peralatan dan


permukaan yang kontak dengan pangan.

c. Karyawan memakai sarung tangan dan pakaian luar yang bersih

 Karyawan yang bekerja di ruang bahan baku dan proses


menggunakan sarung tangan dan pakaian luar yang bersih dan
sepatu yang ditentukan. Pakaian karyawan dibersihkan dan
disanitasi setiap dua hari sekali dan setiap pergantian shift.

 Karyawan yang bekerja di bagian lainpun apabila akan masuk ke


area proses harus menggunakan baju luar dan sepatu yang
ditentukan.

3) Pencegahan “cross contamination”

Pengendalian dan pengawasan :

a. Kegiatan karyawan tidak boleh menghasilkan kontaminasi pangan.

8
 Karyawan menggunakan tutup kepala, sarung tangan (ganti sesuai
kebutuhan) dan tidak diperbolehkan memakai perhiasan.
 Karyawan harus mencuci tangan dan sarung tangan serta
mensanitasinya sebelum pekerjaan dimulai.
 Karyawan tidak diperbolehkan memakan makanan dan minuman
serta merokok di area produksi.
 Karyawan mensanitasi sepatu pada bak yang berisi Ammonium
klorida 800 mg/L sebelum memasuki area proses.
 Supervisor produksi mengawasi kegiatan karyawan dengan
frekuensi sebelum kegiatan dan setiap 4 jam selama proses
berlangsung.

b. Lantai pabrik harus pada kondisi dimana adanya perlindungan untuk


menghindari kontaminasi pada pangan dengan frekuensi monitor setiap
hari sebelum kegiatan mulai.

c. Sampah dipindahkan dari area proses selama kegiatan produksi


berlangsung dengan frekuensi monitor setiap 4 jam.

d. Lantai dalam bentuk sudut untuk memudahkan pembersihan dengan


frekuensi monitor setiap hari sebelum kegiatan dimulai.

e. Lay out pabrik di bangun pada kondisi yang baik. Lokasi area bahan
baku dan proses terpisah.

f. Pembersih dan peralatan sanitasi diberi kode setiap area spesifik di


lingkungan pabrik.

4) Perawatan cuci tangan (bak cuci tangan), sanitizer (bahan sanitasi) dan
fasilitas toilet.

Toilet dan fasilitasnya harus dilengkapi dengan pintu yang dapat tertutup
secara otomatis, selalu terpelihara dengan baik dan tetap bersih, disanitasi
setiap hari pada akhir operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus
ada air mengalir, sabun pembersih berbentuk cair dan penyediaan
handuk/lap.

9
5) Perlindungan produk, bahan packing produk yang berhubungan dengan
permukaan bahan yang memakai minyak, pestisida, solar, sanitizer, dan
lain-lain.

Pengendalian dan pengawasan :

a. Bahan kimia disimpan secara terpisah di luar area proses dan


pengemasan.

b. Makanan, bahan kemasan makanan dan permukaan yang kontak


langsung dengan pangan harus terlindung dari bahayabiologi, fisik dan
kimia. Lampu yang berpelindung digunakan di area proses dan
pengemasan dengan frekuensi pengawasan setiap sebelum kegiatan dan
setiap 4 jam sekali.

c. Kotoran tidak boleh mengkontaminasi makanan atau bahan kemasan


dengan frekuensi pengawasan setiap 4 dan 8 jam.

6) Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan harus sesuai


petunjuk. Pengendalian dan pengawasan bahan-bahan pembersih, bahan
sanitasi, minyak pelumas, bahan kimia/pestisida dan bahan kimia beracun
lainnya harus diberi label dan disimpan dalam ruangan khusus yang kering
dan dapat dikunci, terpisah dari ruang pengolahan dan pengepakan.

7) Pengawasan kesehatan karyawan. Pada saat bekerja kondisi karyawan


harus bersih dan sehat, karena kondisi kesehatannya dapat
mengkontaminasi bahan makanan.

8) Pengawasan pest/hama, perlu dilakukan pada bagian dalam bangunan


dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dianjurkan, lingkungan
harus dijaga tetap bersih dan kondisi yang menjadi daya tarik hama/pest.

2.5 Aplikasi Konsep HACCP pada Diagram Alir Pengolahan Ikan Asin
Pengolahan ikan asin dimulai dari penyiangan atau langsung pencucian,
diikuti dengan penggaraman dan penjemuran atau pengeringan. Dalam proses
tersebut yang dapat dibedakan adalah dalam proses penyiangan (yaitu ikan di
belah dan ikan dalam bentuk utuh) dan pada proses penggaraman, jumlah garam
yang digunakan, jangka waktu penggaraman dan penjemurannya. Hal tersebut

10
disebabkan perbedaan jenis dan ukuran ikan atau cara pengolahan selanjutnya
serta rasa asin yang diinginkan.

Prosedur pembuatan ikan asin kering menurut Badan Standardisasi Nasional


(2009) dapat dilihat pada skema berikut :

1) Penerimaaan Bahan Baku


 Potensi bahaya : kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen
 Tujuan : mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu dan
bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
 Petunjuk : bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara
organoleptik untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudia ditangani
secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk maksimal
5OC. Bahan baku diberi kode untuk kemudahan dalam penelusuran
(traceability) dan dipertahankan sampai tahapan produk akhir.

2) Sortasi I

11
 Potensi bahaya : jenis dan ukuran yang tidak sesuai, kemunduran mutu dan
kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : mendapatkan mutu, jenis dan ukuran yang sesuai serta bebas dari
kontaminasi bakteri patogen
 Petunjuk : ikan dipisahkan berdasarkan mutu, jenis dan ukuran. Sortasi
mutu dilakukan secara organoleptic, sortasi jenis dilakukan untuk
memisahkan jenis yang tidak dikehendaki dan sortasi ukuran dilakukan
dengan cara penimbangan. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat
dan saniter dengan mempertahankan suhu produk maksimal 5OC.
3) Pencucian I
 Potensi bahaya : kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri.
 Petunjuk : ikan dicuci dengan menggunakan air dingin yang mengalir
dsecara cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu produk
maksimal 5OC.
4) Penyiangan
 Potensi bahaya : kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : mendapatkan ikan yang bersih dari insang dan isi perut serta
mereduksi kontaminasi bakteri patogen.
 Petunjuk : ikan disiangi dengan cara membuang insang dan isi perut.
Penyiangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter sehingga tidak
meyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan mempertahankan
suhu produk maksimal 5OC.
5) Pencucian II
 Potensi bahaya : kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri.
 Petunjuk : ikan dicuci dengan menggunakan air bersih dingin dengan
cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu produk maksimal
5OC.
6) Pembentukan
 Potensi bahaya : kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : mendapatkan ikan asin kering dengan bentuk sesuai yang
diinginkan.
 Petunjuk : ikan dibentuk sesuai yang diinginkan. Pembentukan dilakukan
dengan cepat, cermat dan saniter sehinggga tidak menyebabkan
pencemaran pada tahap berikutnya dengan mempertahankan suhu produk
maksimal 5OC.
7) Pencucian III
 Potensi bahaya : kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri.
 Petunjuk : ikan dicuci dengan menggunakan air bersih dingin dengan
cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu produk maksimal
5OC.
8) Penirisan

12
 Potensi bahaya : kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : mengeluarkan air dari tubuh ikan
 Petunjuk : ikan yang sudsh dicuci dan dibentuk ditiriskan menggunakan
keranjang sampai permukaan ikan cukup kering. Ikan yang sudah
ditiriskan ditimbang beratnya.
9) Penggaraman
 Potensi bahaya : kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen,
 Tujuan : memberi rasa asin pada ikan dengan kadar garam sesuai yang
diinginkan.
 Petunjuk :
 Penggaraman kering : ikan dimasukkan ke dalam bak penggaraman
dan disusun secara berlapis-lapis antara ikan dan garam (jurnal garam
yang digunakan 5%-35% dari berat ikan bersih).
 Penggaraman dengan larutan garam jenuh : ikan dimasukkan dalam
bak perendaman yang berisi larutan garam jenuh (tingkat kejenuhan
90% b/v)
Masing-masing lama penggraman dilakukan selama 24 jam dan selama
proses bak penggaraman ditutup rapat.
10) Pencucian IV
 Potensi bahaya : kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : menghilangkan kristal-kristal garam serta benda asing lainnya
yang menempel pada ikan
 Petunjuk : ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih yang
mengalir secara cepat, cermat dan saniter.
11) Pengeringan
 Potensi bahaya : kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen
 Tujuan : mendapatkan ikan dengan tingkat kadar air yang diinginkan serta
bebas bakteri patogen.
 Petunjuk : ikan diatur secara merata diatas para-para dan dijemur dibwah
sinar matahari sampai kering. Selama penjemuran dilakukan pembalikan
secara periodic agar kekeringan ikan dapat merata. Pengeringan dapat
menggunakan alat pengering mekanis (mechanical dry).
12) Sortasi II
 Potensi bahaya : kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen, jenis dan
ukuran tidak sesuai.
 Tujuan : mendapatkan mutu, jenis dan ukuran serta bebas bakteri patogen.
 Petunjuk : sortasi dilakukan terhadap mutu, jenis dan ukuran, sortasi
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter.
13) Penimbangan
 Potensi bahaya : kontaminasi bakteri patogen.
 Tujuan : mendapatkan berat ikan asin yang sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen.

13
 Petunjuk : ikan asin ditimbang sesuai berat yang ditentukan menggunakan
timbangan yang telah ditera. Penimbangan dilakukan secara hati-hati,
cepat, cermat dan saniter, untuk mempertahankan keutuhan bentuk ikan.
14) Pengemasan dan Pelabelan
 Potensi bahaya : kontaminasi bakteri patogen, kerusakan fisik dan
kesalahn label.
 Tujuan : melindungi produk dari kontaminasi bakteri dan kerusakan fisik
selama transportasi dan penyimpanan.
 Petunjuk : produk akhir ikan asin kering dikemas menggunakan bahan
pengemas yang baik dan benar serta memenuhi persyaratan bagi produk
kering. Produk yang telah dikemas lalu diberik label. Pengemasan dan
pelabelan dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter untuk
mempertahankan keutuhan bentuk ikan.
Pengemasan

1) Bahan Kemasan
Bahan kemasan untuk ikan asin kering harus bersih, tidak mencemari
produk yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi
persyaratan bagi produk ikan asin kering.
2) Teknik Pengemasan
Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat, saniter dan higenis.
Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya
kontaminasi dari luar terhadap produk.
Syarat Pelabelan

Setiap kemasan produk ikan asin kering yang akan diperdagangkan agar
diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang
dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut :

1) Nama produk;
2) Daftar bahan yang digunakan;
3) Berat bersih atau isi bersih;
4) Nama dan alamat produsen pihak yang memproduksi atau memasukkan
pangan ke dalam wilayah Indonesia.
5) Tanggal, bulan dan tahun produksi
6) Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa;

15) Penyimpanan

Produk ikan asin kering disimpan dalam ruangan yang dijaga


kelembabannya serta terlindung dari hal-hal yang dapat merusak atau menurunkan
mutu produk seperti panas, insekta dan hewan pengerat. Penataan produk dalam

14
ruangan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat
merata dan memudahkan pembongkaran.

15
3. KESIMPULAN

Untuk meningkatkan mutu produk ikan asin kering yang aman untuk di
konsumsi dan terjamin perlu dilakukan upaya perbaikan sanitasi dan hygiene yaitu
dengan melakukan tindakan perbaikan dan rekaman pengendalian sanitasi secara
rutin dan periodik yang dapat dilakukan dengan mengaplikasikan sistem Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) pada pengolahan ikan asin agar mutu
dan keamanan produk pangan terjamin.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar F., 2002, Keamanan Pangan, Bab 11 Buku Pengantar Pangan dan Gizi.
Cetakan 1 Th 2004, Penerbit Swadaya Jakarta.

Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Jawa Tengah, 2006. Pelatihan Program
Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) Bagi Penanggung Jawab UPI.
Disampaikan pada Pelatihan Tanggal 5 Juni 2006.

Dirjen Perikanan Tangkap, 2005, Panduan Temu Koordinasi Pengawas Mutu


(Wastu) Seluruh Indonesia, Direktorat Mutu dan Pengolahan Hasil,
Jakarta.

Icho, 2001, Re : (balita – anda) FW : Ikan Asin, http ://www.balitaanda/wed,28


Nov 2001 03:55:56 – 0800

Indriati,S., Tazwir dan Endang Sri Heruwati, 1991, Penyebab Kerusakan Pada
Ikan Asin Pasar pengecer dan Grosir di Jakarta, Jurnal Penelitian Pasca
Panen Perikanan No. 71 Th. 1991 hal 49 - 55.

Marwan Syaukani, 2004, Konsepsi Kelembagaan Dalam Mewujudkan Sektor


Perikanan Sebagai prome Mover perekonomian Nasional, IPB, Bogor.

Moeljanto, 1982, Penggaraman Dan Pengeringan Ikan, PT. Penebar Swadaya.

Poernomo A., Theresia Dwi S., Farida Ariyani dan Sumpeno Putro, 1984, Nilai
Gizi Dan Mikrobiologi Produk Perikanan Tradisional, Laporan Penelitian
Teknologi Perikanan No. 30 tahun 1984, ISSN 0216 – 8316, Balai
Penelitian Teknologi Perikanan, Jakarta.

SNI 2721.1:2009. 2009. Ikan Asin Kering-Bagian 1: Spesifikasi. Badan


Standarissai Nasional. Jakarta.

SNI 2721.2:2009. 2009. Ikan Asin Kering-Bagian 2: Persyaratan Bahan Baku.


Badan Standarissai Nasional. Jakarta

SNI 2721.3:2009. 2009. Ikan Asin Kering-Bagian 3: Penannganan dan


Pengolahan. Badan Standarissai Nasional. Jakarta.

Winarno , F.G. dan B.S.L. Jennie, 1982, Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz, D. Fardiaz, 1980, Pengantar Teknologi Pangan, PT


Gramedia. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai