Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya

mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai

sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km2.

Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan

yang sangat berlimpah (Bahar 2004), salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang

ada di Perairan Indo Pasik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis

ada di Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan

mempunyai harga yang cukup mahal adalah , dan jenis lain yang tidak kalah penting

di pasaran adalah yang biasa disebut rajungan (Bahar 2004).

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak terdapat di

Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali),

Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan

(pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan

Barat. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun

luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Manfaat rajungan sebagai bahan

pangan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas tinggi dan memiliki protein

cukup tinggi (Suwignyo 1989).

Pengalengan daging rajungan ini menggunakan teknologi pengolahan secara

pasteurisasi, yaitu suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses termal

sehingga dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen tapi tidak
semua mikroba dan biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C. Tahapan proses

pengalengan rajungan biasanya meliputi penerimaan, sortasi, pengecekan akhir

bahan baku, pencampuran, pengisian daging, penimbangan, penutupan kaleng,

pengkodean, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan atau pengepakan, penyimpanan

dingin, dan pengangkutan (Moeljanto 1992).


BAB II
PEMBAHASAN

A Proses Produksi

1. Penerimaan bahan baku (receiving)

Bagian menerima bahan baku berupa daging rajungan kupas yang berasal dari

di berbagai daerah seperti Jakarta, Cirebon, Pangandaran, Sulawesi, dan Kalimantan.

Bahan baku yang datang dikemas menggunakan wadah toples dan plastik kemudian

dimasukkan dalam , blong, ataupun yang tertutup rapat dengan perekat.

Penyimpanan daging dalam fiber blong, ataupun styrofoamperlu ditambahkan es

kedalamnya untuk mempertahankan suhu selama pengangkutan tetap rendah yaitu

100C. Pengangkutan bahan baku dari tempat asalnya menggunakan truk atau .

Bahan baku yang datang lebih dulu, dibongkar juga lebih dulu dengan

menerapkan sistem FIFO (first in first out). Daging ditimbang berdasarkan jenis

daging dan asal suplier yang jumlahnya disesuaikan dengan surat pengiriman jumlah

daging yang dikirim oleh suplier. Setelah penimbangan, petugas melakukan

pengecekan terhadap kesegaran daging berdasarkan parameter aroma dan diambil

sampel untuk dilakukan uji kloramfenikol,salmonella ,Escherichia coli,Vibrio sp.,

dan formalin di laboratorium. Area merupakan area CCP (Critical control point)

karena jika daging yang datang kemudian masuk dalan proses produksi mengandung

kloramfenikol, maka tidak dapat dicegah lagi pada tahap pengolahan selanjutnya.

Daging yang segar dalam wadah toples ataupun plastik yang telah ditimbang

dimasukkan dalam keranjang (basket) dengan posisi miring dan tiap lapisan diberi

es. Petugas memberikan label pada tiap keranjang kemudian dimasukkan ke ruang
proses untuk disortir ataupun disimpan dalam Cold storage temporary. Jika bahan

baku yang datang melimpah, sedangkan daging yang sudah basi ataupun berbau

asing (amoniak, minyak tanah, solar, dan lain-lain) dipisahkan untuk reject.

2. Distribusi

Petugas distribusi mendapatkan informasi bahan baku yang datang dari tiap

layak diolah atau tidak menunggu hasil uji kloramfenikol dari petugas laboratorium.

Jika hasil uji CAP negatif, maka petugas distribusi membagikan daging pada tiap

meja sortir dan menentukan kode supplier

3. Sortasi

Sortasi dilakukan untuk memisahkan cangkang rajungan dan benda asing

(rambut, batu, benang jaring, dan bahan pengotor lainnya) yang masih terdapat pada

daging sehingga diharapkan hanya daging rajungan murni yang masuk proses

selanjutnya. Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis daging, hal ini untuk

memudahkan tahap pengisian daging dalam kaleng. Jenis daging yang disortasi

langsung dipisahkan berdasarkan tipe daging, yaitu: collosal, jumbo, backfin, flower

lump, special dan claw meat. Pemisahan daging ini dimaksudkan untuk

mengesienkan kerja serta supaya memastikan daging tidak tercampur, karena

daging pada masing-masing bagian tersebut mempunyai harga yang berbeda Selama

kegiatan sortasi, benda asing terlihat dengan bantuan lampu neon sedangkan

cangkang rajungan dapat terlihat karena berpendar dibawah lampu sinar UV. Daging

yang telah disortir kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui hasil sortir

yang diperoleh.
4. Pengecekan akhir (Final checking)

Tahap akhir dari sortasi adalah untuk memastikan daging yang akan

dimasukkan dalam kaleng bebas dari cangkang dan benda asing. Pada tahap ini juga

dilakukan pengecekan kesegaran daging. Daging yang lunak, basi, berbau asing

segera dipisahkan dan . Pengecekan akhir termasukCCP area karena jika cangkang

dan benda asing lolos pada tahap pengecekan akhir maka sulit diperbaiki pada tahap

selanjutnya dan dapat mempengaruhi kualitas daging yang dikalengkan.

5. Pencampuran (Mixing)

Proses pencampuran daging rajungan dari semua miniplant (suplier) untuk

mendapatkan kualitas daging yang seragam berdasarkan parameter aroma, warna,

tekstur, dan penampakan. merupakan pencampuran daging rajungan dari satu

pemasok dengan daging rajungan dari pemasok lain untuk memperoleh kualitas

daging yang baik.. Formulasi daging yang dicampur telah ditetapkan berdasarkan

jenis daging dan standar yang ditentukan oleh (pembeli) seperti pada Tabel 2.

Pencampuran dan pengisian daging dalam kaleng berdasarkan jenis daging


6. Pengisian daging dalam kaleng (filling)

Daging yang telah mengalami pencampuran kemudian dimasukkan ke dalam

wadah kaleng berukuran (401 x 301) inch. Sebelum dilakukan pengisian, kaleng

terlebih dahulu disortir dan dicuci di gudang kemudian diberi larutan SAPP (Sodium

Acid Phyroposphate) yang berfungsi sebagai pencegah terbentuknya warna biru

(blueing) pada daging.SAPP memiliki dua fungsi sebagai bahan tambahan pangan.

Fungsi SAPP yang pertama sebagai sequestrant yaitu phospat pada SAPP memiliki

kemampuan untuk mengkelat logam Cu dan Fe pada lapisan kaleng (Claus dkk.,

1994 dalam Akhmadi 2006).

Padafilling ini juga dilakukan penataan bentuk daging di dalam kaleng supaya

terlihat rapi dan menarik ketika konsumen membuka kemasannya. Setelah daging

tertata rapi lalu ditambahkan larutan SAPP untuk kedua kalinya. Penambahan larutan

SAPP yang kedua ini dimaksudkan untuk meratakan larutan tersebut ke seluruh isi

kaleng.
7. Penimbangan

Daging yang sudah dimasukkan dalam kaleng dilakukan penimbangan akhir

untuk mencapai berat 453,6 gram. Penimbangan akhir dilakukan untuk menentukan

berat bersih dari produk sebelum dilakukan penutupan kaleng dan mencegah

terjadinya overweightatau underweight pada produk akhir yang dapat menimbulkan

masalah economical fraund .

8. Penutupan kaleng (Seaming)

Penutupan kaleng dilakukan secara hermetis menggunakan mesin . Kaleng

yang telah diisi dengan daging diberi tutup dengan label atau merek sesuai dengan

jenis dagingnya. Mutu dari produk juga sangat ditentukan oleh esiensi dari mesin

tersebut. Untuk menjaga esiensi dari mesin, maka setiap 1 jam diambil satu kaleng

untuk dilakukan pengecekan terhadap dimensi kaleng ( ). Dimensi kaleng yang

diukur yaitu tinggi kaleng, lebar , ketebalan seam, counter sing , kait depan, kait

badan, bebas kerut dan kaleng. Jika dimensi kaleng tidak sesuai dengan standar dari

perusahaan, maka dilakukan penyetingan kembali mesin . Pengecekan dari dimensi

kaleng ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kebocoran pada produk akibat

seaming.

9. Pengkodean (Coding)

Pengkodean dilakukan setelah kaleng ditutup. Pemberian kode dilakukan pada

bagian bawah kaleng dengan menggunakan mesin coding jet print. Tujuan dari

pengkodean adalah untuk mempermudah pelacakan recall atau produk jika terjadi

masalah. Dalam kode tersebut terdapat informasi kode mixing perusahaan, jenis

daging, kode , nomor basket, tanggal produksi (), dan tahun produksi. Pemberian
kode harus sesuai dengan kode produksi yang berlangsung serta posisi kode yang

tepat dan jelas. Jika terjadi kesalahan pemberian kode maka hasil coding yang salah

dihapus menggunakan tinner dan dilakukan pemeriksaan visual pada tiap kaleng

10. Pasteurisasi

Proses pasteurisasi merupakan proses pemasakan daging dalam kaleng pada

suhu 80-850C selama 155 menit. Kaleng yang telah ditutup dan diberi kode

dimasukkan ke dalam basket untuk selanjutnya dipasteurisasi. Tiap basket berisi 60-

75 kaleng. Pasteurisasi dilakukan pada bak pasteurisasi yang telah terisi air bersih.

Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler dan

disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi. Di dalam bak pasteurisasi juga

dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor dan

bertujuan untuk meratakan panas. Pasteurisasi dilakukan selama 155 menit pada suhu

84,4 85,5 C.

11. Pendinginan (Cooling)

Proses pendinginan merupakan perlakuan pada produk dengan pendinginan

pada suhu 00C selama 2 jam menggunakan air bersih yang ditambahkan es curai.

Proses ini dilakukan segera setelah produk diangkat dari bak pasteurisasi. Pada tahap

pendinginan juga dilakukan pemantauan secara berkala terhadap suhu air dan produk

menggunakan termometer manual dan sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan

untuk menentukan nilai f-value produk. F-value menunjukkan tingkat kematangan

produk dan tingkat keberhasilan proses pasteurisasi dan pendinginan dalam

kemampuan proses untuk mematikan organisme target (bakteri pembentuk spora

yang tahan panas). Selama pendinginan, suhu dipertahankan pada kisaran 0 4 oC


selama 120 menit. Bak pendingin juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung

udara yang berasal dari kompresor dan bertujuan untuk meratakan suhu. Proses ini

ditujukan untuk membunuh bakteri thermolik yang belum mati saat pasteurisasi.

12. Pengemasan (packing)

Proses pengemasan menggunakan yang dilapisi lilin yang dapat memuat 12

kaleng dengan suhu ruangan berkisar antara 00C- 40C. Proses pengemasan dilakukan

secara manual oleh operator. Kaleng yang telah dilakukan proses cooling, diletakkan

di meja pengemasan untuk dibersihkan dari kotoran daging yang masih menempel

dan dikeringkan menggunakan lap. Kaleng dimasukkan ke dalam sebanyak 12

kaleng yang sebelumnya pada bagian bawah master carton telah diberi pelapis

berupa corrugated seet , begitu pula pada bagian atas kaleng

13. Penyimpanan dingin (Chill Storage)

Produk yang telah dikemas dimasukan dalam dengan suhu ruangan 0-2C.

Penyimpanan dilakukan dengan menerapkan sistem FIFO ( First in First Out), dan

diletakkan secara teratur berdasarkan merek produk dan jenis produk yang disusun

berdasarkan abjad. Penyimpanan produk akhir dengan ketinggian yang tidak

melebihi garis pembatas (tidak melebihi ketinggian alat pendingin), dan diberi jarak

dengan dinding serta produk tidak bersentuhan langsung dengan lantai sehingga

penumpukan menggunakan alat penunjang yaitu pallet.

14. Stung

Stuffing merupakan proses pengangkutan produk akhir dari chill storage ke

untuk ekspor. dilakukan dengan memperhatikan parameter suhu selama

pengangkutan. Suhu dipertahankan berkisar antara 0C-7C. Selama proses produk


dimasukkan dalam container dengan penyusunan berdasarkan jenis produk dan

nomor urut master cartoon. Jenis produk dimasukkan secara berurut dari awal hingga

akhir yaitu clow meat, spesial, lump, super lump, jumbo dan collosal dengan produk

clow meet dibagian paling dalam container diikutispesial, lump, super lump, jumbo

dan kemudian produk collosal diletakkan paling akhir sehingga ketika produk

dikeluarkan dari container untuk diuji yang paling mudah diambil adalah produk.

Anda mungkin juga menyukai