bulan dapat dilihat pada lampiran 1. Prosedur penerimaan bahan baku yang
dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Bahan baku yang diterima harus dari approval supplier.
PT Permatsa Marindo Jaya memiliki sembilan supplier yang telah menjadi
approval supplier, yaitu PT ALLEN, PT TOBA, PT Garuda Hasil Samudra, PT
Zhang Marina, PT Hasil Melimpah, PT KMC Indonesia, PT Kilat Maju Jaya, PT
Pahala Bahari Nusantara dan PT Mahkota Jaya Samudra. Perusahaan-
perusahaan yang telah menjadi approval supplier PT Permata Marindo Jaya
telah memiliki sertifikat penunjang mutu, seperti sertifikat Hazard Analysis Critical
Control Points (HACCP), Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) dan
hasil pengujian mikrobiologi dan kimia dari laboratorium eksternal. Hal ini untuk
menjamin bahan baku yang diterima oleh PT Permata Marindo Jaya telah sesuai
dengan standar mutu dan keamanan pangan. Contoh hasil pengujian
mikrobiologi dan kimia approval supplier dapat dilihat pada lampiran 2.
Supplier yang telah di approve PT Permata Marindo Jaya yang memiliki
kapal penangkapan juga memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat
Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Hal ini sesuai dengan FAO (2017) dokumen-
dokumen yag terdapat pada Catch Documented System (CDS) terdiri dari
sertifikat penangkapan dan sertifikat perdagangan, serifikat penangkapan
membuktikan bahwa operasi penangkapan yang dilakukan legal dan sertifikat
perdagagan digunakan untuk ijin ikan diperdagangkan.
Semua kapal penangkapan yang terdapat pada approval supplier di PT
Permata Marindo Jaya harus memiliki dokumen administratif dan registrasi kapal
seperti Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) atau Bukti Pencatatan Kapal
Perikanan, surat keterangan aktivitas transmitter, logbook kapal, Surat Laik
Operasi (SLO), Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan berita acara hasil
pemeriksaan kapal penangkapan ikan pada saat kedatangan dan hal ini seperti
sudah sesuai dengan standar FAO (2017).
2. Suhu bahan baku segar yang diterima PT Permata Marindo Jaya harus
kurang dari 4,40C dan bahan baku beku suhu pusat ikan kurang dari -180C.
3. Dekomposisi bahan baku yang diterima PT Permata Marindo Jaya harus
kurang dari 2,5%.
4. Penanganan yang cepat dan hati-hati oleh pekerja yang terlatih.
56
mencapai -0,50C sedangkan suhu ikan beku pada saat bongkaran belum
mencapai -180C yang menandakan terjadinya pembekuan lambat dan tidak
sempurna. Menurut Murniyati (2000) pembekuan lambat mengakibatkan
pembentukkan Kristal es yang besar, yang merusak dinding sel, dan ini
menyebabkan keehilangan cairan ikan dalam jumlah besar pada waktu ikan
beku dilelehkan. Makin kecil ukuran Kristal es yang terbentuk (jika ikan
dibekukan dengan cepat) menyebabkan sedikit kerusakan pada dinding sel, dan
hanya sedikit cairan ikan yang hilang waktu dilelehkan.
Penanganan saat bongkaran yang dilakukan terhadap ikan tidak
dilaksanakan dengan baik, yaitu Penanganan ikan yang dilakukan atau
Handling yang dilakukan adalah ikan diangkat dari wadah penyimpanan untuk
dinaikan ke bagian geladak kapal. Ikan diletakkan di lantai geladak kapal tanpa
alas. Namun kondisi lantai yang digunakan untuk meletakan ikan dalam
keadaan kotor serta kondisi pekerja kapal jauh dari higienis. Kondisi katrol
masih dalam keadaan cukup baik dan layak digunakan, namun beberapa alat
penangkapan yang digunakan kurang dirawat dan dijaga kebersihannya,
sehingga banyak yang sudah berkarat. Alat harus dijaga kebersihannya dan
dirawat dengan baik, hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang pada
produk melalui peralatan yang digunakan. Pembongkaran ikan dilakukan
dengan menggunakan sistem katrol.
Sanitasi semua kapal dan hygiene pekerja kapal pada saat proses
pembongkaran dalam keadaan yang buruk. Terlihat dari kondisi lantai yang
digunakan untuk meletakan ikan dalam keadaan kotor serta kondisi pekerja kapal
jauh dari higienis. Masih ada pekerja yang tidak menggunakan sepatu boat pada
saat melakukan proses pembongkaran dan tidak ada yang memakai penutup
kepala. Hygiene pekerja harus benar-benar diperhatikan. Hal ini dimaksudkan
agar pekerja yang menangani produk tidak menjadi sumber kontaminasi.
Persyaratan bagi pekerja yaitu harus menggunakan pakaian kerja yang lengkap
dan bersih, rambut harus ditutup dengan penutup kepala yang rapat, bersih dan
dalam kondisi yang baik, tangan dicuci setiap kali akan memulai kerja, serta
pekerja dilarang merokok, meludah dan makan di area penyimpanan serta harus
dilengkapi rambu-rambu tanda larangan tersebut (DKP 2007).
PT Permata Marindo Jaya memverifikasi hasil pengujian supplier yang di
approve terutama pengujian histamin dan pengujian mikrobiologi yang meliputi
Angka Lempeng Total (ALT), E. colli, Salmonella dan Listeria monocytogenes
58
>17 ppm lakukan penolakan (reject) lot. Perusahaan berhenti memakai bahan
baku dari supplier (supplier tidak di approve) sampai mendapatkan bukti
bahwa pemasok tersebut telah memperbaharui cara penangkapan dan
penangan ikan di atas kapal sesuai standar dan evaluasi kontrol.
2. Jika suhu bahan baku yang diterima PT Permata Marindo Jaya lebih dari
4,40C (segar) atau -180C (beku), bahan baku diberi es dan dihold. PT
Permata Marindo Jaya melakukan pengujian kadar histamin dan mikobiologi
(E.colli dan Salmonella) apabila hasilnya memenuhi standar maka bahan baku
akan diproses namun apabila hasil pengujian tidak sesuai standar maka
bahan baku ditolak. Perusahaan berhenti memakai bahan baku dari supplier
(supplier tidak di approve) sampai mendapatkan bukti bahwa pemasok
tersebut telah memperbaharui cara penangkapan dan penangan ikan di atas
kapal sesuai standar dan evaluasi kontrol.
3. Jika dekomposisi bahan baku yang diterima PT Permata Marindo Jaya lebih
dari 2,5% bahan baku diberi es dan dihold. PT Permata Marindo Jaya
melakukan pengujian kadar histamin dan mikrobiologi (E.colli dan Salmonella)
apabila hasilnya memenuhi standar maka bahan baku akan diproses namun
apabila hasil pengujian tidak sesuai standar maka bahan baku ditolak.
Perusahaan berhenti memakai bahan baku dari supplier (supplier tidak di
approve) sampai mendapatkan bukti bahwa pemasok tersebut telah
memperbaharui cara penangkapan dan penangan ikan di atas kapal sesuai
standar dan evaluasi kontrol. Proses bahan baku masuk ke perusahaan dapat
diihat pada gambar 6.
pencucian. Ikan juga diberi alas saat ditarik untuk menghindari kontak langsung
ikan dengan lantai. Quality Control (QC) mengecek suhu ikan sebanyak 1
ikan/1.000 pouds/ 454 kg atau minimal 12 ikan per lot kedatangan dengan
standar suhu <4,40C. Hal ini sesuai dengan FDA (2011) bahwa ukur suhu ikan
dengan menggunakan alat pengukur suhu ke ikan yang kurang ditangani dengan
baik saat di kapal (misalnya kurang diberi es) yang dijadikan perwakilan setiap
lot. Ukur suhu minimal 12 ikan per lot kedatangan dan jika satu lot kedatangan
kurang dari 12 ikan makan ukur suhu semua ikan.
5.1.2 Penerimaan Bahan Pengemas, Label dan CO
Bahan pengemas untuk tuna steak adalah jenis plastik vakum High
Density Polyethilen (HDPE) dari PT Century Mitra Sukses Abadi Tangerang, CO
dibeli dari PT Tira Austine Cikarang dan master carton dibeli dari PT Plastik
Karawang Flexindo Karawang. Ukuran kemasan vakum yang dipakai tuna steak
4,6/8 oz adalah 14,5 x 18 cm, ukuran 7/8 oz adalah 15 x 20 cm dan 9 up adalah
20 x 20 cm.
Prosedur pada penerimaan bahan pengemas di PT Permata Marindo
Jaya adalah
1. Hanya bahan pengemas, label dan CO yang sesuai spesifikasi PT Permata
Marindo Jaya yang dapat diterima.
Spesifikasi bahan pengemas yang dapat diterima pada PT Permata
Marindo Jaya adalah yang tidak berbau, berwarna, tidak bocor, dan tidak ada
kontaminasi dengan benda asing. PT Permata Marindo Jaya menerima CO
dengan kadar sebesar 40%, CO2 30% dan N2 sebesar 30% dan tekanan 80 Psi.
Label harus memuat nama produk, jenis ikan, nama spesies ikan, ukuran,
tanggal produksi, kode produksi, tanggal kadaluarsa, berat bersih, berat kotor,
negara pengekspor, approval number, label nutrisi, CO treated, petunjuk
konsumsi produk.
2. Keadaan mobil pengangkut, kemasan dan CO dalam keadaan tertutup dan
bersih.
3. Kedatangan bahan pengemas, label dan CO dilengkapi surat jalan yang
meliputi nomor surat jalan, jumlah barang, jenis barang, tanggal pengiriman,
nama perusahaan pengirim, nama pengemudi dan nama penerima produk.
Contoh surat jalan dapat dilihat pada lampiran 4.
61
4. Label yang kontak langsung dengan ikan harus terbuat dari bahan non
absorben, tinta dan pewarna yang digunakan pada label sudah diakui oleh
badan pemerintahan yang terakreditasi.
Monitong yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Pengecekan bahan pengemas, label dan CO oleh QC setiap kedatangan
bahan pengemas, label dan CO.
Pemeriksaan bahan pengemas dilakukan dengan cara mengisi
checksheet penerimaan bahan pengamas. Isi checksheet penerimaan bahan
pengamas terdiri dari tanggal penerimaan, jenis barang dan jumlah, nama
supplier, spesifikasi bahan pengemas, dan data pemeriksaan bahan pengemas
secara sensori. Bahan pengemas diperiksa dengan cara mengambil beberapa
sampel secara acak untuk dilakukan uji sensori yang terdiri dari parameter bau,
warna, kebocoran, dan kontaminasi benda asing. Sedangkan untuk uji
mikrobiologinya adalah dengan melakukan swabbing dan dihitung Angka
Lempeng Totalnya. Laporan hasil swabbing plastik dapat dilihat pada lampiran 5.
.Operator yang menerima bahan pengemas, label dan CO mengecek surat jalan
produk. Standar pengambilan sampel bahan pengemas mengacu pada SNI
2326:2010 tentang metode pengambilan contoh dan dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Pengambilan Sampel pada Bahan Pengemas (BSN, 2010)
Besarnya lot Banyaknya jumlah Jumlah penyimpangan
sampel yang diperbolehkan
<4.800 6 1
4.801 – 24.000 13 2
24.001 – 48.000 21 3
48.001 – 84.000 29 4
(2005) ikan dapat diberi 40% CO, 30% O2 dan 30% N2 sebagai Modified
Atmosphere (MAP). Sedangkan menurut FDA (2007) pada rapatnya mengenai
Substances Generally Recognized As Safe (GRAS) menyatakan bahwa CO
aman digunakan dengan memberi label pada kemasan produk “CO treated”.
Tekanan yang digunakan untuk menyuntikkan produk dengan gas CO adalah 80
psi. Tekanan yang digunakan perusahaan ini atas permintaan buyer.
2. Pengecekan keadaan mobil pengangkut kemasan dan CO oleh operator
setiap kedatangan bahan kemasan, label dan CO.
Ketika bahan pengemas datang, operator mengecek kondisi kendaraan
yang mengangkut kemasan dan CO yang meliputi bagian luar kendaraan secara
umum dalam keadaan bersih, bak kendaraan harus dalam keadaan bersih tanpa
kotoran, lantai dan dinding bak kendaraan harus rata dan halus, tidak ada paku
atau baut dari bak kendaraaan yang keluar/lepas, bak kendaraan tidak berlubang
atau bocor, bak kendaraan tidak berbau asing, bak kendaraan harus kering, tidak
ada serangga pada kendaraan, kaca kepala kendaraan tidak pecah, khusus truk
terbuka harus dilengkapi terpal. Jika kondisi kendaraan memenuhi ketentuan-
ketentuan tersebut maka kendaraan diterima dan jika kendaraan tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan maka mobil ditolak.
3. Pengecekan surat jalan oleh operator yang menerima bahan pengemas, label
dan CO
4. Pengecekan bahan label oleh pekerja setiap pencetakkan label.
Label yang kontak langsung dengan ikan harus terbuat dari bahan non
absorben, tinta dan pewarna yang digunakan pada label sudah diakui oleh badan
pemerintahan yang terakreditasi.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah :
1. Bahan pengemas, label dan CO yang tidak sesuai standar perusahaan
dilakukan penolakan (reject).
2. Jika keadaan mobil pengangkut kemasan dan CO dalam kondisi yang kotor
maka mobil tidak diperbolehkan masuk ke perusahaan.
3. Jika bahan pengemas, label dan CO tidak dilengkapi surat jalan maka reject.
4. Jika Label tidak sesuai standar perusahaan maka dilakukan penolakan
(reject).
63
Pada gambar 7 dapat diketahui bahwa ikan tuna dicuci dengan cara
disikat dan disiram air kran dengan air ozon secara merata. Air yang digunakan
untuk proses pencucian adalah air yang bersumber dari PDAM (Perusahaan
Daerah Air Minum) yang telah memenuhi persyaratan air minum serta melewati
treatment penyinaran dengan sinar ultraviolet dan ozonisasi untuk membunuh
bakteri patogen pada air. Air tersebut digunakan untuk proses produksi, mencuci
peralatan, mencuci udang dan proses pembuatan flakes ices. Hal ini sesuai
dengan Rosal & Agüera (2008) bahwa air yang mengalami treatment ozon akan
mengurangi jumlah bakteri patogen yang dikandung air, untuk alur proses
treatment air dapat dilihat pada lampiran 6. Prosedur yang diterapkan di PT
Permata Marindo Jaya adalah
1. Kecukupan air yang sesuai standar air minum harus dapat menjangkau
seluruh permukaan tubuh ikan.
2. Suhu produk dipertahankan <4,40C (segar) dan <-180C (suhu pusat beku)
dan suhu air <250C.
3. Proses dilakukan dengan cepat dan hati hati.
Monitoring yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. QC melakukan pengecekan kecukupan air di tandon setiap hari, pengujian
fisik air setiap hari dan mikrobiologi dan kimia air setiap 3 bulan sekali.
Pengecekan visual terhadap kebersihan tubuh ikan setelah dicuci.
2. QC mengecek suhu produk pada perwakilan produk dan suhu air sebelum
proses dimulai.
3. QC memastikan proses pencucian tidak berlangsung lama.
Tindakan koreksi yang diterapkan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Jika air tandon habis maka dilakukan pengisian ulang air, apabila pengujian
fisik, mikrobiologi dan kimia tidak memenuhi standar maka dilakukan
treathment ulang dan jika tubuh ikan masih kotor maka dilakukan pencucian
ulang.
2. Jika suhu produk dan air tidak sesuai standar maka ditambahkan es atau
dibekukan ulang.
3. Training Karyawan.
Pengujian eksternal air dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hasil pengecekan
fisik dan pengujian eksternal air dapat dilihat pada lampiran 7.
65
4. Jika ada kerusakan pada data logger segera ganti dengan yang baru atau
perbaiki.
5. Training karyawan.
5.1.6 Pemotongan Kepala
Proses pemotongan kepala tergantung jenis bahan baku. Jika bahan
baku berbentuk beku (frozen) maka dilakukan dengan mesin sedangkan jika
bahan baku berbentuk segar (fresh) dilakukan dengan manual dengan
menggunakan pisau. Kepala harus dipindahkan secepat mungkin dari meja dan
dibuang ke bak penampungan limbah untuk mencegah terjadinya kontaminasi
bakteri. QC mengecek suhu ikan secara acak (random). Hal ini sesuai dengan
BSN (2006) tujuan penyiangan adalalah mendapatkan ikan yang bersih, tanpa
kepala dan isi perut serta mereduksi kontaminasi bakteri patogen.
Kepala tuna dijual secara lokal sedangkan ekor dan perut dibeli oleh
pengempul. Untuk perut (belly) diekspor ke negara-negara di asia seperti
Singapura, Jepang dan lainnya. Operator harus memotong kepala, ekor dan isi
perut secara cepat, hati-hati dan higienis untuk mencegah kenaikan suhu.
Operator harus mencuci dan melakukan sanitasi terhadap peralatan sebelum
dan setelah digunakan dan menyimpan peralatan pada tempat yang telah
disediakan. Prosedur yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Operator mengasah pisau sebelum dan sesudah digunakan jika memakai
pisau manual.
2. Operator memastikan mata pisau mesin pemotong (band saw) tidak
berkarat.
3. Pemotongan kepala dan pembuatan loin dirancang secara berurutan dalam
satu ruangan untuk mencegah adanya delay proses.
4. Pemotongan kepala dilakukan oleh tenaga ahli.
5. Suhu produk dipertahankan <4,40C (segar) atau <-180C (suhu pusat ikan
beku).
6. Proses dilakukan dengan cepat dan hati-hati.
7. Kepala dan belly ikan dimasukan wadah terpisah tertentu yang diberi es dan
bersih.
8. Kepala dan belly ikan dipindahkan ke ruangan limbah padat dengan cepat.
9. Darah ikan dialirkan ke saluran limbah cair.
67
ozonisasi untuk membunuh bakteri patogen pada air. Air tersebut digunakan
untuk proses produksi, mencuci peralatan, mencuci udang dan proses
pembuatan flakes ices. Hal ini sesuai dengan Rosal & Agüera (2008) bahwa air
yang mengalami treatment ozon akan mengurangi jumlah bakteri patogen yang
dikandung air. QC melakukan pengecekan organoleptik berupa air tidak boleh
berwarna, kesadahan tidak melebihi 500 mg/l, tidak keruh, tidak berasa dan tidak
berbau. QC juga melakukan cek klorin pada bak pencucian ikan yaitu 25-17 ppm
dan untuk pencucian alat 50-100 ppm. Untuk pengujian eksternal air dilakukan
setiap 3 bulan sekali. Prosedur yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Kecukupan air yang sesuai standar air minum harus dapat menjangkau
seluruh permukaan tubuh ikan termasuk lender pada permukaannya.
2. Kecukupan air yang sesuai air minum dapat menghilangkan sisa darah dan
belly.
3. Suhu produk dipertahankan <4,40C (segar) dan <-180C (beku) dan suhu air
<250C.
4. Proses dilakukan dengan cepat, hati-hati dan bersih.
Monitoring yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. QC melakukan pengecekan kecukupan air di tandon setiap hari, pengujian
fisik air setiap hari dan mikrobiologi dan kimia air setiap 3 bulan sekali.
Pengecekan visual terhadap kebersihan tubuh ikan setelah dicuci.
2. QC mengecek suhu produk setiap perwakilan ikan dan suhu air sebelum
proses dimulai.
3. QC memastikan proses pencucian berlangsung cepat dan bersih.
Tindakan koreksi yang diterapkan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Jika air tandon habis maka dilakukan pengisian ulang air, apabila pengujian
fisik, mikrobiologi dan kimia tidak memenuhi standar maka dilakukan
treathment ulang dan jika tubuh ikan masih terdapat lendir, sisa darah atau
belly maka dilakukan pencucian ulang.
2. Jika suhu produk dan air tidak sesuai standar maka ditambahkan es.
3. Training Karyawan.
5.1.8 Pemotongan Loin
Pemtongan loin bertujuan untuk mendapatkan bentuk loin sesuai dengan
standar yang ditentukan dan terbebas dari kontaminasi bakteri patogen Hal ini
sesuai dengan BSN (2006) tujuan dari pemtongan loin adalah untuk
69
mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan terbebas
dari kontaminasi bakteri patogen. Pemotongan loin dapat dilihat pada gambar 8.
A B
A B
kadar CO sebesar 40%, CO2 30%, N2 sebesar 30% dan tekanan 80 Psi. Hal ini
tidak membahayakan kesehatan. Hal ini sesuai dengan FAO (2005) Ikan dapat
diberi 40% CO, 30% O2 dan 30% N2 sebagai Modified Atmosphere Packaging
(MAP) untuk memberikan hasil yang terbaik. Sedangkan menurut FDA (2007)
pada rapatnya mengenai Substances Generally Recognized As Safe (GRAS)
menyatakan bahwa CO aman digunakan dengan memberi label pada kemasan
produk “CO treated”. Prosedur yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Pengaturan kadar dan tekanan gas pada mesin sesuai rasio CO, CO2 dan N2
sesuai standar perusahaan.
2. Pastikan suhu produk <4,40C.
3. Pastikan mesin tidak mengalami kebocoran.
4. Setelah di CO loin dimasukkan ke plastik yang hampa udara.
5. Pastikan plastik tidak bocor dan tidak mengkontaminasi produk.
6. Proses dilakukan dengan cepat, bersih dan hati-hati oleh operator terlatih.
7. Produk harus segera di masukkan ruang pendinginan sementara (chilling
room) tanpa ada waktu delay.
Tindakan monitoring yang dapat dilakukan oleh PT Permata Marindo Jaya
adalah
1. QC mengecek kadar dan tekanan gas pada mesin sesuai rasio CO, CO2 dan
N2 sesuai standar perusahaan sebelum proses dimulai.
2. QC mengecek suhu produk setelah di CO.
3. QC mengecek kebocoran mesin sebelum dan setelah proses.
4. QC mengecek kebocoran dan kondisi plastik yang harus bersih sebelum
proses dimulai.
5. QC mengecek waktu selama proses agar proses berlangsung cepat dan
tanpa delay.
6. QC mengecek semua loin masuk ke ruangan pendingin (chilling room) setelah
proses penyuntikan CO.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Jika kadar dan tekanan gas pada mesin tidak sesuai rasio CO, CO2 dan N2
maka QC setting ulang mesin.
2. Jika suhu >4,40C produk segera dimasukkan ke chilling room.
3. Jika diketahui adanya kebocoran, maintenance segera memperbaiki atau
mengganti mesin.
75
4. Jika ditemukan plastik yang bocor atau ada indikasi mengkontaminasi produk,
maka QC melakukan penggantian plastik dengan yang baru.
5. Jika ada loin yang masih belum masuk ke ruangan pendingin (chilling room)
operator segera memasukkan loin.
5.1.12 Pendinginan Sementara
Pendinginan sementara ini untuk menurunkan suhu ikan setelah
mengalami penyuntikan gas CO. Ruangan Chilling dapat dilihat pada gambar 11.
A B
3 Hillo Steak 5/6 oz 144 -198 7,64 – 7,69 7,03 – 7,10 38 – 42 15 lbs
(6,80 kg)
Steak 7/8 oz 201 – 255 7,57 – 7,62 6,98 – 7,02 22 – 26 15 lbs
Steak 9 oz up 255 – 422 7,53 – 7, 58 6,94 – 6,98 12 – 15 15 lbs
Prosedur yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Operator mengasah pisau sebelum dan sesudah digunakan jika memakai
pisau manual.
2. Pembentukan steak dilakukan oleh tenaga ahli.
3. Suhu produk dipertahankan <3,30C.
79
2. Jika ada plastik HDPE yang bocor atau terindikasi dapat mencemari produk
maka QC melakukan penggantian plastik sebelum proses dimulai.
3. Jika produk tidak tervakum dengan sempurna maka dilakukan pemvakuman
ulang.
5.1.16 Penyinaran Ultraviolet (UV) II
Tuna steak setelah dilakukan pemvakuman maka dilkukan penyinaran
ultraviolet lagi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi bakteri yang ada di
permukaan produk akibat kontaminasi dari pekerja dan kemasan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Koutchma (2014) penyinaran UV ke daging dan permukaan
telur dapat menurunkan jumlah mikroba yang terdapat pada permukaannya.
Produk akan disinari dengan sinar ultraviolet ke seluruh bagian produk
saat melewati mesin UV. Jenis sinar yang digunakan pada PT Permata Marindo
Jaya adalah sinar ultraviolet C, yaitu sinar yang memilki panjang gelombang
pendek sekitar 280-10 nm. Produk dimasukan satu per satu oleh karyawan
secara rapi dan tidak bertumpukan. Setiap sebelum produksi, setiap satu jam
sekali selama produksi dan setelah proses produksi, operator memeriksa
keadaan lampu dengan menggunakan alat khusus. Operator memeriksa dan
memastikan lampu dalam keadaan tidak rusak. Hasil pemeriksaan dicatat di
dalam lembar kerja yang telah tersedia.
Prosedur yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Pertahankan suhu produk <3,30C.
2. Pastikan lampu UV dalam keadaan tidak rusak.
3. Produk dimasukkan UV dengan cepat, bersih dan hati-hati.
Tindakan Monitoring yang dapat dilakukan adalah
1. QC melakukan pengecekan suhu setiap perwakilan sampel sebelum dan
setelah dimasukkan ke mesin UV.
2. QC mengecek keadaan lampu UV sebelum dan setelah proses.
3. QC mengecek waktu pekerja dalam memasukkan produk ke mesin UV setiap
saat.
Tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah
1. QC menambahkan es produk yang suhunya >3,30C.
2. Maintenance memperbaiki lampu UV ketika rusak.
3. Training karyawan.
82
5.1.17 Pembekuan
Tuna steak yang telah dilewatkan sinar UV dimasukkan ke mesin
pembeku Air Blast Freezer (ABF). ABF di PT PMJ menggunakan refrigeran
amonia. Ruang ABF dapat dilihat pada gambar 14.
17025:2008, bahwa peralatan harus dikalibrasi atau dicek terlebih dahulu untuk
menetapkan peralatan tersebut memenuhi persyaratan dan sesuai dengan
spesifikasi standar yang relevan. Prosedur yang diterapkan di PT Permata
Marindo Jaya adalah
1. Sensitivitas mesin METSUTRONIC dan ANRITSU harus sesuai (Anritsu :
Fe ≤2,00 mm, non Fe ≤3,00 mm, Sus ≤2,5 mm, Metsutronik : Fe ≤1,75 mm,
non Fe≤ 2,50 mm, Sus ≤4,00 mm)
2. Semua produk harus dilewatkan mesin metal detector.
3. Suhu pusat produk dipertahankan ≤-180C.
4. Mesin harus terkalibrasi 1 tahun sekali.
5. Semua produk harus bebas dari serpihan logam.
Tindakan monitoring yang dilakukan oleh PT Permata Marindo Jaya adalah
1. QC melakukan pengecekan sensitivitas kedua mesin metal detector dengan
cara melewatkan test piece FE, non Fe dan Sus sebelum, 2 jam sekali dan
setelah proses.
2. QC memastikan semua produk melewati mesin metal detector satu persatu
saat proses pendeteksian logam.
3. QC melakukan kalibrasi mesin di lembaga kalibrasi yang terakreditasi setiap
1 tahun sekali.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Tahan dan evaluasi produk yang ditolak oleh mesin selama 2 jam operasi.
Pengerjaan ulang produk yang ditolak untuk menghilangkan serpihan logam,
alihkan produk yang ditolak untuk produk non makanan, mencari atau
memperbaiki sumber serpihan logam.
2. Jika kesalahan dari sensitivitas mesin perbaiki atau ganti mesin metal
detector secepatnya.
5.1.19 Penyinaran Ultravilolet (UV) III
Penyinaran ultraviolet yang terakhir bertujuan untuk mengurangi jumlah
mikroba yang terdapat pada permukaan produk sebelum produk dikemas di
dalam master carton dan masuk dalam cold storage. Proses penyinaran sinar
ultraviolet dapat dilihat pada gambar 16.
85
Produk yang diatur dengan dinding ruang pendingin dan diberikan jarak
sehingga ada sirkulasi udara yang baik. Setiap tumpukan terdiri dari 15-18
master carton. PT Permata Marindo Jaya menerapkan sistem FIFO (First In First
out) atau barang yang pertama kali dimasukkan maka pertama kali dikeluarkan
sehingga produk yang dikeluarkan pertama tidak selalu produk pertama yang
dimasukkan. Prosedur yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah :
1. Produk harus segera dilakukan pembekuan tanpa waktu delay.
2. Pembekuan yang dilakukan adalah pembekuan cepat.
3. Suhu ruang pembeku <-200C.
4. Tidak membuka tutup ruang penyimpanan beku secara sering agar tidak
terjadi fluktuasi suhu yang tinggi.
5. Suhu pusat produk dipastikan -180C atau kurang.
6. Penataan master carton harus diberi jarak agar sirkulasi udara dingin merata,
penataan master carton diberi lorong dan jalan untuk memudahkan keluar
masuknya produk.
7. Produk disusun sesuai urutan produk masuk sehingga memudahkan dalam
sistem First In First Out (FIFO)
Prosedur monitoring yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. QC memastikan tidak ada delay waktu pembekuan setelah proses penyinaran
UV.
2. QC memantau waktu dan fluktuasi suhu pembekuan setiap 2 jam sekali.
3. QC memastikan ruang penyimpanan beku tidak dibuka tutup terlalu sering.
4. QC mengecek suhu pusat produk setelah pembekuan.
5. QC mengecek penataan master carton harus diberi jarak agar sirkulasi udara
dingin merata, penataan master carton diberi lorong dan jalan untuk
memudahkan keluar masuknya produk.
6. QC mengecek berjalannya sistem First In First Out (FIFO) saat proses
berlangsung.
Tindakan koreksi yang dilakukan PT Permata Marindo Jaya adalah
1. QC melakukan setting ulang suhu mesin jika lebih dari -200C.
2. Jika suhu pusat produk belum mencapai -180C maka dilakukan pembekuan
ulang.
3. Jika mesin rusak, ruang penyimpanan beku harus dipastikan tertutup dan
Maintenance segera mengevaluasi permasalahan dan memperbaiki mesin
kurang dari 10 jam.
89
4. Jika master carton harus tidak dberi jarak agar sirkulasi udara dingin merata,
penataan master carton tidak diberi lorong dan jalan untuk memudahkan
keluar masuknya produk maka dilakukan penataan ulang produk.
Pada saat penulis menjalankan Kerja Praktik Akhir penerapan FIFO
terkadang terkendala karena permintaan pembeli (buyer) yang terkadang
menunda waktu pengiriman.
5.1.22 Pemuatan
Pemuatan dilakukan dengan menggunakan container berefrigerasi. Pada
saat container datang, petugas QC dan staff mekanik memeriksa kondisi
container yang terdiri dari pemeriksaan eksterior, interior dan kebersihan
container dengan tujuan untuk memastikan container dalam kondisi yang baik.
Hasil pemeriksaan dicatat pada lembar kerja yang telah tersedia. Beberapa
checksheet yang harus diisi adalah tanggal dan waktu kedatangan container,
nama container, ukuran container, nomor container, ceklist pemeriksaan
container, suhu container, nomor loket pemuatan, nama buyer, negara tujuan,
nama produk, jumlah produk, nomor Health Certificate, nomor data logger dan
hasil uji laboratorium. Sebelum proses pemuatan, suhu container harus
mencapai -25 0C.
Proses pemuatan dilakukan dengan cara memindahkan produk dari
dalam cold storage ke dalam container melalui loket pengiriman produk. Saat
pemindahan produk, blower yang berada di sepanjang anteroom dinyalakan
untuk membuat suhu ruangan tetap rendah <120C untuk mencegah kenaikan
suhu produk. Pemindahan produk dilakukan secara manual oleh karyawan
secara cepat, bersih dan hati-hati. Master karton disusun secara rapi agar sistem
pendinginan produk dapat merata. Pada kegiatan pemuatan, dilakukan
dokumentasi oleh petugas QC terhadap suhu container, foto pada saat kondisi
container kosong sampai container terisi penuh, dan foto pemasangan data
logger.
Saat container sudah terisi penuh, petugas QC menempelkan data logger
di bagian dalam container untuk mencatat dan merekam suhu container selama
pendistribusian berlangsung. Setelah segel pada data logger dicabut, secara
otomatis data logger akan merekam suhu pada container. Selama distribusi
produk beku, suhu pusat produk harus dipertahankan senantiasa maksimum -
180C. Sebelum ekspor selalu dilakukan uji laboratorium produk dan setiap satu
tahun dilakukan uji banding antara hasil uji perusahaan dan hasil uji laboratorium
90
eksternal yang terakreditasi. Produk ikan beku selama distribusi harus dilindungi
terhadap pencemaran oleh mikroba dan senyawa lainnya yang membahayakan
kesehatan manusia (Ilyas, 1993). Prosedur yang dijalankan PT Permata Marindo
Jaya adalah
1. Memastikan container dalam kondisi yang baik.
2. Memastikan suhu container ≤-250C.
3. Memastikan tanggal dan waktu kedatangan container, nama container, ukuran
container, nomor container, ceklist pemeriksaan container, suhu container,
nomor loket pemuatan, nama buyer, negara tujuan, nama produk, jumlah
produk, nomor Health Certificate, nomor data logger dan hasil uji laboratorium.
Prosedur monitoring yang dilakukan di PT Permata Marindo Jaya adalah
1. Pada saat container datang, petugas QC dan staff mekanik memeriksa
kondisi container yang terdiri dari pemeriksaan eksterior, interior dan
kebersihan container dengan tujuan untuk memastikan container dalam
kondisi yang baik. Hasil pemeriksaan dicatat pada lembar kerja yang telah
tersedia.
2. QC suhu container harus mencapai -25 0C.
3. Beberapa checksheet yang harus diisi QC ketika kedatangan container adalah
tanggal dan waktu kedatangan container, nama container, ukuran container,
nomor container, ceklist pemeriksaan container, suhu container, nomor loket
pemuatan, nama buyer, negara tujuan, nama produk, jumlah produk, nomor
Health Certificate, nomor data logger dan hasil uji laboratorium. Sebelum
proses pemuatan, suhu container harus mencapai -25 0C.
Tabel 20. Suhu Alur Proses dengan Bahan Baku Segar (PT PMJ, 2019)
Alur Proses Ikan (0C) Ruang (0C) Air (0C)
penerimaan bahan baku 2,05 18,20
Pencucian 1 2,15 18,14 23,00
Pemotongan kepala 2,58 18,10
Pencucian 2 2,78 18,10 21,40
Pemotongan loin 3,01 18,10
Perapihan dan Pengulitan 3,14 22,28
Penyuntikan Gas CO 3,20 22,28
Pendinginan sementara 1,80 2,00
UV 1 2,00 16,00
Pembentukan Steak 2,30 16,00
Pengemasan Vakum 2,40 16,20
UV 2 2,50 16,40
Pembekuan -25,40 -33,40
Pendeteksian Logam -22,40 16,00
UV 3 -19,00 16,00
Pengepakan dan Pelabelan -18,00 16,00
Penyimpanan Beku -21,00 -28,80
Pemuatan -20,00 -26,40
lokasi perusahaan adalah 1 km. Penanganan bahan baku yang baik dapat
mempertahankan mutu bahan baku tersebut. Salah satu faktor yang
mempengaruhi penanganan ikan selama pengangkutan adalah alat angkut.
Pengangkutan dengan menggunakan box akan berpengaruh terhadap besarnya
panas yang masuk dari lingkungan luar ke dalam wadah pengesan ikan selama
pengangkutan (Junianto, 2003). Penilaian organoleptik bahan baku beku dapat
dilihat pada tabel 24.
Tabel 24. Penilaian Organoleptik Bahan Baku Beku
Berdasarkan tabel diatas rata-rata nilai sensori produk tuna steak beku
kurang dari standar SNI 01-4485.1-2006 yaitu spesifikasi nilai organoleptik
minimal 8 adalah sebagai berikut lapisan es tidak rata, ada bagian yang terbuka
sebanyak 10%, sedikit mengalami pengeringan pada permukaan produk 10%.
sedikit mengalami perubahan warna pada permukaan produk sebanyak 10%,
setelah dilelehkan kenampakan warna spesifik jenis cerah, bentuk hampir
seragam, ketebalan seragam, bau segar, tesktur kompak, padat, dan elastis.
Mutu produk akhir dapat memenuhi standar yang ditetapkan karena
proses pembekuan menggunakan mesin ABF yang merupakan proses
pembekuan cepat. Menurut Koswara (2009), bahwa pembekuan cepat
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal
es yang terbentuk sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit. Bahan
makanan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik
daripada pembekuan lambat.
Mutu sensori produk akhir lebih baik daripada mutu organoleptik bahan
baku dikarenakan yake, tumor, daging lembek pada daging tuna dibuang saat
daging dipotong menjadi steak dan PT Permata Marindo Jaya telah melakukan
CO treathment untuk memberi warna lebih cerah pada daging tuna.
5.3.2 Pengujian Mikrobiologi
Pengujian mikrobiologi dilakukan pada bahan baku dan produk akhir.
Parameter pengujian mikrobiologi untuk bahan baku adalah Angka Lempeng
Total (ALT), Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae. Parameter pengujian
mikrobiologi untuk produk akhir adalah Angka Lempeng Total (ALT), Escherichia
coli, Salmonella, Vibrio cholerae dan Listeria monocytogenes. Pengujian Listeria
monocytogenes dilakukan karena adanya proses pendinginan sementara
(chilling) pada PT Permata Marindo Jaya pada suhu 0-3,30C selama 1-3 hari.
Menurut FDA (2011) pada suhu 0,4-50C selama 7 hari Listeria monocytogenes
dapat tumbuh.
Pengujian bahan baku dilakukan di laboratorium internal yang hasilnya di
uji banding di laboratorium eksternal yang terakreditasi, sedangkan produk akhir
diuji di Pusat Produksi Inspeksi dan Sertifikasi Hasil Perikanan (PPISHP) Jakarta.
A. Pengujian Mikrobiologi Bahan Baku
Hasil pengujian bahan baku segar dapat dilihat pada tabel 26.
97
Tabel 26. Hasil pengujian Bahan Baku Segar (PT PMJ, 2019)
Pengamatan ALT E.colli Salmonella Vibrio cholerae
ke- (kol/gr) (MPN/gr) (per 25 gr) (per 25 gr)
Standar 5x105 <2 Negatif Negatif
1 10x103 <2 Negatif Negatif
2 9x103 <2 Negatif Negatif
3 8x103 <2 Negatif Negatif
4 8x103 <2 Negatif Negatif
5 12 x103 <2 Negatif Negatif
Tabel 28. Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir (PT PMJ, 2019)
Vibrio L. monocytogenes
Pengamat ALT E.colli Salmonella
cholerae (per 25 gr)
an ke- (kol/gr) (MPN/gr) (per 25 gr)
(per 25 gr)
Standar 5x105 <2 Negatif Negatif Negatif
1 4 x102 <2 Negatif Negatif Negatif
2 4 x102 <2 Negatif Negatif Negatif
3 4 x102 <2 Negatif Negatif Negatif
4 5 x102 <2 Negatif Negatif Negatif
5 5 x102 <2 Negatif Negatif Negatif
6 5 x 102 <2 Negatif Negatif Negatif
Tabel 29. Kadar Histamin Bahan Baku , Setelah CO dan Pembentukkan Steak
Kadar Histamin (ppm)
Bagian yang
Penerimaan
Nama Kapal Dijadikan Pembentukkan
Bahan Setelah CO
Sampel Steak
Baku
KM Hasil Laut 21 Ekor 0,5 1 1
KM Bintang Mas 2 Ekor 0,2 0,4 0,5
KM Bintang Barat Perut 0,1 0,2 0,2
KM Bintang Bahari Perut 0 0,1 0,1
88
KM Cipta Jaya 89 Perut 0,5 0,6 0,7
KM Roda Terbah 9 Sirip 0,2 0,3 0,4
KM Pelita Harapan Sirip 0,2 0,3 0,4
1.2
1 1
1
0.8 0.7
0.6
0.6 0.5 0.5 0.5
0.4 0.4 0.4
0.4 0.3 0.3
0.2 0.2 0.2 0.2
0.2 0.2
0.1 0.1 0.1
0
0
KM Hasil KM Bintang KM Bintang KM Bintang KM Cipta KM Roda KM Pelita
Laut 21 Mas 2 Barat Bahari 88 Jaya 89 Terbang 9 Harapan
Tabel 30. Suhu dan Waktu Penerimaan Bahan Baku, Setelah CO dan
Pembentukan Steak
Bagian Suhu (0C) Waktu (menit)
yang Pemben Penerimaan
Nama Kapal Penerimaan Setelah Setelah Pembentu
dijadikan tukan Bahan
Bahan Baku CO CO kan Steak
sampel Steak Baku
KM Hasil Ekor -16,6 12,3 2,3 8 5 5
Laut 21
KM Bintang Ekor 2,4 5,0 2,2 5,5 4,5 10
Mas 2
KM Bintang Perut -0,5 2,3 2,3 11 4,5 7
Barat
KM Bintang Perut -0,5 1,7 1,2 11 4,5 7
Bahari 88
KM Cipta Perut 6,9 5,3 2,5 5,5 4,5 10
Jaya 89
KM Roda Sirip 2,0 8,2 3,2 12,4 10 8
Terbang 9
KM Pelita Sirip 1,0 7,5 2,9 12,4 10 8
Harapan
Bahan baku pada KM Hasil Laut 21 adalah tuna beku (Frozen Tuna).
Kadar Histamin ekor pada KM Hasil Laut 21 pada penerimaan bahan baku
adalah 0,5 ppm, setelah mengalami penyuntikan CO adalah 1,0 ppm dan pada
pembentukan steak 1,0 ppm. Kenaikan kadar histamin dari bahan baku diterima
ke setelah penyuntikan CO dikarenakan adanya kenaikan suhu sebanyak 310C.
Penaikan suhu yang cukup tinggi ini disebabkan karena adanya proses thawing
pada suhu ruang (180C) selama 19 jam. Untuk tetap menjamin mutu produk tetap
terjaga PT Permata Marindo Jaya (PMJ) melakukan tindakan koreksi berupa
pengujian histamin. Untuk memastikan keamanan produk PT PMJ juga
melakukan pengujian Angka Lempeng Total (ALT), Salmonella, E.colli,
Clostridium botulinum, Vibrio chlorelae dan Yersinia Enterocolitica pada bahan
baku tuna setelah mengalami thawing. Untuk hasil uji dapat dilihat pada lampiran
9. Pada produk akhir kadar histamin tidak berubah karena suhu pada
pembentukan steak adalah 2,30C.
Kadar Histamin ekor pada KM Bintang Mas 2 pada penerimaan bahan
baku adalah 0,2 ppm, setelah mengalami penyuntikan CO adalah 0,4 ppm dan
pada pembentukan steak 0,5 ppm. Kenaikan kadar histamin dari bahan baku
diterima ke setelah penyuntikan CO dikarenakan adanya kenaikan suhu
sebanyak 2,60C. Pada produk akhir kadar histamin tidak berubah karena suhu
pada pembentukan steak adalah 2,20C.
101
Jaya adalah air ozon. Air tersebut digunakan untuk proses produksi, mencuci
peralatan, mencuci ikan dan proses pembuatan flakes ices.
Air yang digunakan di area produksi pada PT. Permata Marindo Jaya
diperiksa setiap hari oleh laboratorium internal untuk parameter fisik dan setiap 3
bulan sekali untuk parameter biologi dan uji eksternal satu tahun sekali.
Sebelum digunakan air pada PT. Permata Marindo Jaya mengalami water
treathment terlebih dahulu. Water treatment terdiri dari penyaringan dengan sand
filter dan carbon filter, filter cadridge, ozon dan penyinaran UV, hal ini bertujuan
untuk menyaring air dan mematikan bakteri patogen yang terdapat pada air.
Es yang digunakan di PT. Permata Marindo Jaya adalah flakes ices. Flakes
ices dibuat sendiri oleh PT. Permata Marindo Jaya. Kapasitas maksimal perhari
yang dapat dihasilkan adalah 30 ton flakes ices. Untuk air yang digunakan
membuat es adalah air ozon yang sudah teruji atau memenuhi syarat bersih dan
terhindar dari cemaran, hal ini sesuai PERMENKES RI No.
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, air yang
digunakan dalam industri pangan harus memenuhi persyaratan air minum. Air
minum haruslah bebas dari bakteri dan senyawa-senyawa berbahaya, tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak keruh. Es yang digunakan di PT Permata
Marindo Jaya (PMJ) adalah flakes ices dapat dilihat pada gambar 18.
yang tidak dikemas). Informasi tersebut yang mencakup: asal dan jenis produk
yang dapat ditulis secara lengkap atas singkatan dengan menggunakan huruf
besar; dan nama dan nomor registrasi UPI dan kapal penangkap atau
pengangkut ikan yang melakukan pembekuan.
Prosedur yang diterapkan oleh PT Permata Marindo Jaya adalah :
1. Penggunaan bahan kimia harus sesuai instruksi.
2. Bahan kimia disimpan di tempat yang aman dan akses terbatas.
Penyimpanan bahan kimia ini untuk pusatnya dilakukan di gudang bahan
kimia namun untuk setiap ruang proses terdapat tempat tempat khusus
penyimpanan alkohol dan sabun yang digunakan di ruang tersebut. QC
melakukan cek kondisi bahan kimia, pembersih dan sanitizer setiap harinya. Jika
bahan kimia, pembersih dan sanitizer habis maka segera dilakukan penggantian.
Semua bahan kimia, pembersih dan sanitizer yang.digunakan menurut jenisnya
dan diberi label yang jelas untuk menghindari kesalahan dalam penggunaannya.
3. Hanya personil terlatih dan ditunjuk yang menangani bahan kimia.
Monitoring dilakukan untuk memastikan prosedur berjalan dengan baik
adalah
1. Pelabelan dicek setiap hari sekali oleh QC.
2. Penyimpanan bahan kimia dicek setiap hari sekali oleh QC.
3. Penggunaan bahan kimia dicek setiap hari sekali oleh QC.
Tindakan koreksi yang dilakukan jika monitoring tidak dapat terpenuhi
adalah :
1. Buang bahan kimia tanpa label
2. Tempatkan bahan toksin dengan akses terbata. Memisahkan bahan food
grade dengan non food grade dan jauhkan dari peralatan dan barang-barang
kontak langsung dengan produk.
3. Recall produk yang terkena dan kembali praktek menurut instruksi
perusahaan.
4. Training.
5.4.7 Kesehatan Karyawan
SSOP ketujuh ini bertujuan untuk mengelola personil yang mempunyai
tanda-tanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber
kontaminasi. Karyawan harus dalam kondisi sehat dan tidak menderita penyakit
infeksi selama bekerja di area produksi. Petugas keamanan proses harus
111
laceae, dan Lactobacillae. Sampah juga dihuni oleh virus, khamir, kapang,
ganggang, dan lumut. Sedangkan limbah cair sisa buangan cairan digemari
jasad renik. Seluruh jasad renik yang berhubungan dengan penyakit seperti
Clostridum botulinum dan Clostridium pefringens secara alami senang sekali
hidup tahan lama di air limbah tersebut (Thaheer, 2005).
2. Barang yang tidak digunakan disingkirkan dari ruang pengolahan
3. Pintu dan bagian yang dapat dibuka dilengkapi dengan tirai plastik
4. Ventilasi dilengkapi screen
5. Saluran air pembuangan dipasang pengaman
6. Insect killer ditempatkan pada setiap akses masuk (tidak di atas tempat
penanganan/ pengolahan produk) sesuai denah.
Penggantian umpan setiap satu minggu sekali dan setiap 6 bulan sekali
dilakukan pengecekan oleh perusahaan eksternal. Beberapa hama yang
membawa penyakit adalah lalat dan kecoa. Binatang pengerat merupakan
sumber Salmonella sedangkan burung adalah pembawa bakteri patogen
Salmonella dan Listeria (Winarno, 2011).
7. Pemasangan trap untuk pengerat sesuai denah pest control.
Monitoring dilakukan oleh PT. Permata Marindo Jaya adalah :
1. Pengecekan visual, gunakan flashlight untuk mengetahui tempat tersembunyi
dan perangkap binatang. Menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan
setiap hari oleh QC.
2. Cek akses masuk pintu, jendela, ventilasi, saluran air pembuangan setiap
hari oleh QC.
3. Cek lampu setiap hari oleh QC.
Tindakan koreksi yang dilakukan adalah tambahkan air curtain di atas
pintu luar an pindahkan wadah buangan keluar.
Menurut BRC (2019) Ketua tim harus memiliki pengetahuan yang dalam
mengenai HACCP maupun sistem keamanan pangan yang dapat
mendemonstrasikan kemampuan tersebut, mempunyai pengalaman dan
mengikuti pelatihan terkait. Hal ini sudah sesuai dengan tim HACCP yang dimiliki
oleh PT Permata Marindo Jaya yaitu ketua tim HACCP, yaitu QA memiliki
pengalaman di bidang perikanan selama 25 tahun dan pernah mengikuti
pelatihan HACCP, BRC Global Standart untuk keamanan pangan versi 6, 7, 8
dan ISO 22000.
Menurut BRC (2019) Anggota tim HACCP harus memiliki kemampuan
khusus di bidang HACCP, memiliki pengetahuan tentang produk, proses dan
bahaya yang berkaitan. Hal ini sudah dilaksanakan oleh PT Permata Marindo
Jaya di mana semua anggota tim HACCP nya memiliki pengalaman di bidang
perikanan lebih dari 10 tahun terutama kepala QC nya memiliki pengalaman 20
tahun di bidang perikanan terutama di pengolahan tuna beku dan hal ini
membuktikan anggota tim HACCP PT Permata Marindo Jaya memiliki
kemampuan khusus di bidang HACCP, memiliki pengetahuan tentang produk
tuna beku, proses dan bahaya yang berkaitan dengan produk.
Tugas dan tanggungjawab tim HACCP perusahaan adalah melakukan
perancangan dan penerapan HACCP di PT. Permata Marindo Jaya hal ini sudah
sesuai dengan Muhandri et. al. (2015) bahwa ada 2 tugas pokok di dalam tim
HACCP sebagai berikut: (1). Mendefinisikan dan mendokumentasi kebijakan
keamanan pangan. Tahap ini sangat disarankan sehingga pihak manajemen
perusahaan dapat menunjukkan komitmennya terhadap keamanan pangan dan
pengembangan sistem HACCP. (2). Mendefinisikan lingkup rencana HACCP.
Lingkup kerja yang direncanakan oleh tim HACCP harus terdefinisi secara baik
sebelum memulai studi HACCP.
5.5.2 Deskripsi Produk
Tim HACCP selanjutnya melakukan pendeskripsian produk yang meliputi
deskripsi bahan baku dan deskripsi produk akhir hal ini sesuai dengan Hariyadi
dan Ratih (2009), tim HACCP memulai pekerjaanya dengan mendeskripsikan
produk pangan yang akan disusun di rencana HACCPnya. Tujuan dibuatnya
deskripsi produk untuk mengetahui secara lengkap mengenai suatu produk yang
dihasilkan Untuk deskripsi produk tuna steak beku dapat dilihat pada tabel 32.
115
b. Histamin
Bahaya ini termasuk bahaya kimia. Histamin adalah senyawa amin
biogenik yang dihasilkan dari proses dekarboksilasi histidin bebas (α-amin-
βinidosal asam propionate. Proses pembentukkan histamin sangat dipengaruhi
oleh aktivitas enzim L.Histidine Decarboksilase (Hdc) (Nurjanah et al., 2011).
Bahaya ini disebabkan oleh aktivitas enzim dan bakteri penghasil histamin.
Namun paling signifikan disebabkan oleh bakteri penghasil histamin. Bakteri-
bakteri ini akan tumbuh apabila terjadi kenaikan suhu pada ikan tuna.
Pada penerimaan bahan baku bahaya histamin terjadi dikarenakan dua
hal, yaitu penanganan ikan setelah mati oleh supplier dan kandungan histamin
pada tubuh ikan saat bongkaran dan kenaikan suhu saat penerimaan bahan
baku. Bahaya yang disebabkan oleh penanganan ikan setelah mati oleh supplier
dan kandungan histamin pada tubuh ikan memiliki peluang sedang dan
keparahan tinggi sehingga bahaya ini merupakan bahaya signifikan. Bahaya ini
tidak bias dikendalikan dengan GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian bahya
ini adalah prusahaan memakai supplier-supplier yang sudah di approve.
Bahaya histamin yang dikarenakan kenaikan suhu memiliki peluang
rendah dan keparahan tinggi, sehingga bahaya ini bukan merupakan bahaya
yang signifikan. Bahaya ini dapat dikendalikan dengan GMP yaitu pengecekan
suhu 12 ikan/lot atau semua ikan jika 1 lot kurang dari 12 ikan dan pastikan suhu
ikan diterima <4,40C.
c. Logam Berat (Pb, Cd, Hg)
Bahaya kimia yang mungkin terjadi adalah cemaran logam berat.
Cemaran logam berat dapat terjadi di wilayah penangkapan ikan. Logam berat
yang ada pada tubuh ikan adalah hasil akumulasi dari rantai makanan dan
pencemaran perairan. Bahaya ini memiliki keseringan rendah dan keparahan
medium karena bahaya ini akan memiliki keparahan tinggi jika sudah
terakumulasi pada tubuh dan bukan merupakan bahaya signifikan karena Hg
diujikan 3 bulan sekali dan Pb, Cd 6 bulan sekali. Hasil uji tidak pernah melebihi
standar dan memberikan kesimpulan bahwa ikan tidak ditangkap pada peraiaran
tercemar dan di dalam tubuh ikan kandungan logam beratnya sangat kecil atau
bahkan tidak ada.
d. Kontaminasi Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella)
Bahaya ini termasuk bahaya biologis yang disebabkan oleh dua hal yaitu
oleh kontaminasi asal bahan baku dan kontaminasi personal dan peralatan saat
119
penerimaan bahan baku. Bahaya ini bukan merupakan bahaya yang signifikan
karena dapat dikendalikan dengan GMP. Peluangnya adalah rendah dan
keparahannya medium. Tindakan pencegahannya adalah dengan program
approval supplier dan menggunakan peralatan yang bersih dan pekerja harus
hygiene.
2. Penerimaan Pengemas label dan CO
a. Kontaminasi bakteri patogen (E.colli dan Salmonella)
Bahaya ini disebabkan dua hal yaitu oleh kontaminasi kendaraan, Bahan
Pengemas, label dan CO maupun lingkungan saat penerimaan dan Kontaminasi
dari bahan bahan pengemas, label dan bahan tambahan CO. Bahaya ini memiliki
peluang rendah dan keparahan sedang. Bahaya ini dapat dikendalikan dengan
GMP sehingga bukan merupakan bahaya yang signifikan. Pengendalian dengan
cara dilakukan pengecekan kendaraan yang mengangkut bahan pengemas,label
dan bahan tambahan pengecekan kondisi bahan pengemas label dan bahan
tambahan dan bahan pengemas label dan bahan tambahan yang diterima dalam
keadaan bersih tertutup dan hanya bahan pengemas dan label yang memenuhi
standar perusahaan dapat diterima.
b. Kontaminasi Kimia
Bahaya ini merupakan bahaya kimia yang disebabkan oleh dua hal yaitu
kontaminasi dari bahan pengemas, tinta dan pewarna pada label dan
kontaminasi dari bahan pengemas, label dan bahan tambahan CO. Bahaya ini
memiliki peluang rendah dan keparahan sedang. Bahaya ini bukan merupakan
bahaya signifikan karena dapat dikendalikan dengan GMP, yaitu label yang
kontak langsung dengan ikan harus terbuat dari bahan non absorben, tinta dan
pewarna yang digunakan pada label sudah diakui oleh lembaga berwenang yang
terakreditasi pemerintah dan hanya Bahan tambahan pangan, bahan pengemas
dan label yang memenuhi standar perusahaan dapat diterima.
c. Kontaminasi Fisik
Bahaya ini merupakan bahaya fisik yang disebabkan kontaminasi
kendaraan maupun lingkungan saat penerimaan dan Kontaminasi dari bahan
pengemas, label dan CO. Bahaya ini memiliki peluang rendah dan keparahan
sedang. Bahaya ini merupakan bahaya yang bukan signifikan dikarenakan dapat
dikendalikan dengan GMP yaitu dilakukan pengecekan kendaraan yang
mengangkut bahan pengemas, label dan bahan tambahan pengecekan kondisi
bahan pengemas label dan bahan pengemas label dan bahan tambahan yang
120
diterima dalam keadaan bersih dan tertutup dan hanya bahan tambahan pangan,
bahan pengemas dan label yang memenuhi standar perusahaan dapat diterima.
3. Penyimpanan Bahan Pengemas, Label dan CO
a. Kontaminasi Mikrobiologi
Bahaya ini merupakan bahaya biologi disebabkan oleh suhu dan
kelembapan ruang penyimpanan bahan pengemas, label dan CO dan
Kontaminasi dari alat atau pekerja saat pendistribusian bahan pengemas, label
dan CO. Bahaya ini memiliki peluang rendah dan keparahan rendah sehingga
bukan merupakan bahaya yang signifikan. Bahaya yang disebabkan suhu dan
kelembapan ruang penyimpanan bahan pengemas, label dan CO dapat
dikendalikan dengan GMP yaitu pengemas, label dan CO disimpan pada suhu
yang tepat tidak lembab dan bersih. Bahaya yang disebabkan Kontaminasi dari
alat atau pekerja saat pendistribusian bahan pengemas, label dan CO dapat
dikendalikan dengan SSOP yaitu menggunakan peralatan yang bersih dan
pekerja harus hygiene.
b. Kontaminasi Mikrobiologi, Fisik dan Kimia
Bahaya ini disebabkan oleh migrasi mikroorganisme, bahan fisik dan
kimiawi. Bahaya ini memiliki peluang rendah dan keparahan sedang sehingga
bukan merupakan bahaya yang signifikan. Bahaya ini dapat dikenalikan oleh
GMP yaitu Bahan pengemas,label dan CO disimpan terpisah untuk mencegah
kontaminasi silang.
4. Pencucian 1
a. Pertumbuhan Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella)
Bahaya ini termasuk bahaya biologi. Pertumbuhan Bakteri Patogen
(E.colli, Salmonella) disebabkan oleh kenaikan suhu saat pencucian. Potensi
bahaya ini dapat dikendalikan oleh GMP. Peluang bahaya adalah rendah dan
tingkat keparahannya adalah sedang. Pertumbuhan Bakteri Patogen (E.colli,
Salmonella) bukan merupakan bahaya yang signifikan karena dapat dicegah
dengan GMP. Tindakan pencegahannya adalah mempertahankan suhu bahan
baku agar tetap rendah (kurang dari 4,40C). Quality Control (QC) mengecek suhu
ikan secara acak. Jika ada suhu yang melebihi standar maka diberi es
secepatnya.
suhu bahan baku agar tetap rendah (kurang dari 4,40C). Quality Control (QC)
mengecek suhu ikan secara acak. Jika ada suhu yang melebihi standar maka
diberi es secepatnya.
b. Kontaminasi Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella)
Bahaya ini merupakan bahaya biologi. Kontaminasi Bakteri Patogen
(E.colli, Salmonella) disebabkan oleh kontaminasi dari pekerja atau peralatan.
Bahaya ini dapat dikendalikan oleh SSOP dan peluang bahaya adalah rendah
dan keparahannya adalah sedang. Bahaya ini bukan merupakan bahaya yang
signifikan. Tindakan pencegahannya adalah Menggunakan peralatan yang bersih
dan pekerja harus hygiene.
c. Serpihan Logam
Bahaya ini merupakan bahaya fisik yang dikarenakan kontaminasi pisau.
Bahaya ini tidak dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP. Bahaya ini memiliki
peluang medium dan keparahan medium (sedang) sehingga merupakan bahaya
yang signifikan. Tindakan pengendaliannya adalah dengan mengendalikan
sensitivitas metal detector.
d. Kenaikan Kadar Histamin
Bahaya kenaikan kadar histamin disebabkan adanya kenaikan suhu yang
menyebabkan bakteri pembentuk histamin dapat tumbuh. Bahaya ini bukan
merupakan bahaya yang signifikan karena memiliki peluang rendah dan
keparahan tinggi. Tindakan pencegahannya adalah mempertahankan suhu
bahan baku agar tetap rendah (kurang dari 4,40C) tidak lebih dari 4 jam.
9. Perapihan dan Pengulitan
a. Pertumbuhan Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella)
Bahaya ini termasuk bahaya biologi. Pertumbuhan Bakteri Patogen
(E.colli, Salmonella) disebabkan oleh kenaikan suhu saat perapihan dan
pengulitan. Potensi bahaya ini dapat dikendalikan oleh GMP. Tingkat
keseringannya adalah rendah dan tingkat keparahannya adalah sedang.
Pertumbuhan Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella) bukan merupakan bahaya
yang signifikan karena dapat dikendalikan dengan GMP. Tindakan
pengendaliannya adalah mempertahankan suhu bahan baku agar tetap rendah
(kurang dari 4,40C). Quality Control (QC) mengecek suhu ikan secara acak.
b. Kontaminasi Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella)
Bahaya ini merupakan bahaya biologi. Kontaminasi Bakteri Patogen
(E.colli, Salmonella) disebabkan oleh kontaminasi dari pekerja atau peralatan.
125
Bahaya ini dapat dikendalikan SSOP dan peluang adalah rendah dan
keparahannya adalah sedang. Bahaya ini bukan merupakan bahaya yang
signifikan. Tindakan pencegahannya adalah Menggunakan peralatan yang bersih
dan pekerja harus hygiene.
c. Serpihan Logam
Bahaya ini merupakan bahaya fisik yang dikarenakan kontaminasi pisau.
Bahaya ini dapat dikendalikan dengan GMP. Bahaya ini memiliki peluang bahaya
medium dan keparahan medium sehingga merupakan bahaya yang signifikan.
Tindakan pencegahannya adalah dengan mengendalikan sensitivitas metal
detector.
d. Kenaikan Kadar Histamin
Bahaya kenaikan kadar histamin disebabkan adanya kenaikan suhu yang
menyebabkan bakteri pembentuk histamin dapat tumbuh. Bahaya ini bukan
merupakan bahaya yang signifikan karena memiliki tingkat keseringan rendah
dan keparahan tinggi. Tindakan pencegahannya adalah mempertahankan suhu
bahan baku agar tetap rendah (kurang dari 4,40C) tidak lebih dari 4 jam.
10. Pelelehan (Thawing)
a. Kenaikan Kadar Histamin
Bahaya ini merupakan bahaya kimia yang disebabkan oleh kenaikan
suhu. Bahaya ini tidak dapat dicegah dengan GMP dan SSOP dan memiliki
peluang sedang dan keparahan tinggi sehingga menjadi signifikan.
Pengendaliannya adalah mengontrol suhu produk tidak boleh >3,30C.
Pengecekan suhu perwakilan produk setiap 2 jam sekali oleh QC.
b. Clostridium botulinum
Bahaya ini merupakan bahaya biologis yang disebabkan oleh kenaikan
suhu. Bakteri ini dapat tumbuh jika tidak ada oksigen (anaerob) Jenis bakteri
yang mungkin tumbuh adalah Clostridium botulinum tipe A, E, non proteolitik tipe
B dan F, proteolitik tipe B dan F. Bahaya ini tidak dapat dikontrol dengan GMP
dan SSOP. Bahaya ini memiliki peluang sedang dan keparahan tinggi sehingga
tergolong bahaya signifikan. Upaya pencegahannya adalah mengontrol suhu
produk tidak boleh >3,30C. Pengecekan suhu perwakilan produk setiap 2 jam
sekali oleh QC.
B dan F, proteolitik tipe B dan F. Bahaya ini tidak dapat dikontrol dengan GMP
dan SSOP. Bahaya ini memiliki peluang sedang dan keparahan tinggi sehingga
tergolong bahaya signifikan. Pengendaliannya adalah mengontrol suhu produk
>3,30C, dilakukan proses pembekuan dan label tertera thawing instruction dan
keep frozen.
b. Pertumbuhan Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella)
Bahaya ini termasuk bahaya biologi. Pertumbuhan Bakteri Patogen
(E.colli, Salmonella) disebabkan oleh kenaikan suhu. Potensi bahaya ini dapat
dikendalikan oleh GMP. Tingkat peluang adalah rendah dan tingkat
keparahannya adalah sedang. Pertumbuhan Bakteri Patogen (E.colli,
Salmonella) bukan merupakan bahaya yang signifikan karena dapat dicegah
dengan GMP. Tindakan pencegahannya adalah mempertahankan suhu steak
agar tetap rendah (kurang dari 3,3 0C).
c. Survival Bakteri Patogen (E.colli, Salmonella)
Bahaya ini merupakan bahaya biologi. Kontaminasi Bakteri Patogen
(E.colli, Salmonella) disebabkan oleh beberapa bakteri tertentu masih belum mati
setelah melewati sinar UV. Bahaya ini dapat dikendalikan oleh GMP dan
peluang bahaya adalah rendah dan keparahannya adalah sedang. Bahaya ini
bukan merupakan bahaya yang signifikan. Tindakan pencegahannya adalah
adanya penyinaran UV 3.
d. Kenaikan Kadar Histamin
Bahaya histamin disebabkan adanya kenaikan suhu yang menyebabkan
bakteri pembentuk histamin dapat tumbuh. Bahaya ini bukan merupakan bahaya
yang signifikan karena memiliki tingkat peluang rendah dan keparahan yang
tinggi. Tindakan pengendaliannya adalah mempertahankan suhu bahan baku
agar tetap rendah (kurang dari 3,30C).
17. Pembekuan ABF
a. Kontaminasi Bakteri Patogen (Clostridium botulinum)
Bahaya ini merupakan bahaya biologis yang disebabkan oleh kenaikan
suhu. Bakteri ini dapat tumbuh jika tidak ada oksigen (anaerob) Jenis bakteri
yang mungkin tumbuh adalah Clostridium botulinum tipe A, E, non proteolitik tipe
B dan F, proteolitik tipe B dan F. Bahaya ini tidak dapat dikontrol dengan GMP
dan SSOP. Bahaya ini memiliki peluang sedang dan keparahan tinggi sehingga
tergolong bahaya signifikan. Pengendaliannya adalah Monitoring suhu pada data
logger ≤-250C.
131
penerimaan label dilakukan pengecekan label dan pemisahan label yang tidak
sesuai, dan dilakukan perbaikan label yang tidak sesuai.
b. Allergen
Allergen adalah sesuatu yang dapat menyebabkan alergi pada kelompok
orang tertentu. Bahaya ini merupakan bahaya kimia yang tidak dapat
dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Bahaya ini disebabkan oleh kesalahan
pelabelan, tidak ada pernyataan Allergen (Tuna). Bahaya ini dapat dikendalikan
dengan GMP dan memiliki tingkat keseringan sedang dan keparahan tinggi
sehingga merupakan bahaya yang signifikan. Tindakan pengendaliannya adalah
Pernyataan label harus ada Allergen (tuna).
21. Penyimpanan Beku
a. Kontaminasi Bakteri Patogen (E. colli, Salmonella)
Bahaya ini merupakan bahaya biologi. Kontaminasi Bakteri Patogen (E.
colli, Salmonella) disebabkan oleh kontaminasi dari pekerja atau peralatan.
Bahaya ini dapat dikendalikan oleh SSOP dan peluang adalah rendah dan
keparahannya adalah sedang. Bahaya ini bukan merupakan bahaya yang
signifikan. Tindakan pencegahannya adalah Menggunakan peralatan yang bersih
dan pekerja harus hygiene.
b. Pertumbuhan Bakteri Patogen (E. colli, Salmonella)
Bahaya ini merupakan bahaya biologis yang disebabkan oleh fluktuasi
suhu. Bahaya ini dapat dikontrol dengan GMP. Bahaya ini memiliki keseringan
rendah dan keparahan sedang sehingga tergolong bahaya bukan signifikan.
Upaya pencegahannya adalah Monitoring suhu pada data logger Monitoring
suhu ruang pada data logger ≤-200C.
22. Pemuatan
a. Pertumbuhan Bakteri Patogen (E. colli, Salmonella)
Bahaya ini merupakan bahaya biologis yang disebabkan oleh fluktuasi
suhu. Bahaya ini dapat dikontrol dengan GMP. Bahaya ini memiliki peluang
rendah dan keparahan sedang sehingga tergolong bahaya bukan signifikan.
Upaya pengendaliannya adalah Monitoring suhu pada data logger Monitoring
suhu container pada data logger -≤250C.
5.5.7 Identifikasi Titik-Titik Kritis / Critical Control Points (CCP)
Setelah Tim HACCP menganalisa bahaya apa saja yang mungkin terjadi
pada setiap tahapan proses kemudian mengidentifikasi tahapan proses mana
yang merupakan titik - titik kritis. Tahapan yang memiliki bahaya signifikan dalam
133
dalah suhu internal produk harus dipertahankan <3,30C. Acuan yang digunakan
adalah FDA Guidance Fourth Edition 2011.
3. Pendinginan Sementara
Bahaya signifikan yang menjadi CCP adalah kenaikan kadar histamin
dengan batas kritis Suhu chilling room tidak boleh lebih dari 3 0C dan Suhu
internal produk harus dipertahankan <3,30C. Acuan yang digunakan adalah FDA
Guidance Fourth Edition 2011. Bahaya signifikan kedua yang dijadikan CCP
pada tahapan proses ini adalah bakteri Clostridium botulinum. Batas kritis
bahaya ini adalah Suhu chilling room tidak boleh lebih dari 3 0C dan suhu
internal produk harus dipertahankan <3,30C. Acuan yang digunakan adalah FDA
Guidance Fourth Edition 2011.
4. Pendeteksian logam
Bahaya signifikan yang menjadi CCP adalah serpihan logam, yaitu tidak
boleh ada serpihan logam pada produk. Batas kritis tidak adanya serpihan logam
pada produk dan sensitivitas mesin harus sesuai Anritsu : (Fe ≤2,00 mm, non Fe
≤3,00 mm, Sus ≤2,5 mm) dan Metsutronik : (Fe ≤1,75 mm, non Fe≤ 2,50 mm,
Sus ≤4,00 m). Acuan yang dipakai adalah FDA Guidance Fourth Edition 2011
dan spek mesin Anritsu dan Meutronik.
5. Pengemasan dan Pelabelan
Bahaya signifikan yang menjadi CCP adalah Clostridium botulinum yang
memiliki batas kritis Semua label tertera Keep Frozen, thawing under
refrigeration, semua produk yang sudah dilelehkan tidak bisa dibekukan ulang.
Acuan yang digunakan adalah FDA Guidance Fourth Edition 2011.
Bahaya signifikan yang menjadi CCP kedua adalah allergen yang
memiliki batas kritis adanya pernyataan Tuna. Acuan yang digunakan adalah
British Retail Consortium (BRC) Standard Guidelines of Allergen requirement in
regulation dan FDA Guidance Fourth Edition 2011.
5.5.9 Pemantauan Titik-Titik Kritis / Critical Control Points (CCP)
Jika batas kritis telah ditetapkan kemudian Tim HACCP menetapkan
prosedur pemantauan CCP. Prosedur ini dibuat untuk memantau apakah CCP
dapat dikendalikan hingga di bawah batas kritis atau tidak. Prosedur pemantauan
titik-titik kritis / Critical Control Points (CCP) yang dilakukan adalah
1. Bahaya Signifikan : Histamin (Tahapan Penerimaan Bahan Baku)
Prosedur pemantauannya adalah pengecekan Approval Supplier, Uji histamin
laboratorium internal minimal 18 ikan/lot (komposit 3) setiap penerimaan.
135
terdapat kadar histamin >17 ppm lakukan penolakan (reject) lot. Perusahaan
berhenti memakai bahan baku dari supplier (supplier tidak di approve) sampai
mendapatkan bukti bahwa pemasok tersebut telah memperbaharui cara
penangkapan dan penangan ikan di atas kapal sesuai standar dan evaluasi
control
2. Clostridium botulinum (Pelelehan)
Tindakan koreksinya adalah tahan produk dan evaluasi produk
berdasarkan total waktu dan suhu terjadi
3. Kadar Histamin (Pelelehan)
Tindakan koreksinya adalah Pisahkan produk yang terindikasi histamin
dan uji laboratorium produk yang terindikasi. Jika histamin produk melebihi
standar maka musnahkan produk
4. Clostridium botulinum (Pendinginan Sementara)
Tindakan koreksinya adalah atur ulang atau perbaiki mesin pendingin.
Tahan produk dan evaluasi produk berdasarkan total waktu dan suhu terjadi.
5. Kadar Histamin (Pendinginan Sementara)
Tindakan koreksinya adalah Atur ulang atau perbaiki mesin pendingin.
Pisahkan produk yang terindikasi histamin dan uji laboratorium produk yang
terindikasi. Jika histamin produk melebihi standar maka musnahkan produk.
6. Serpihan Logam (Pendeteksian Logam)
Tindakan koreksinya adalah Tahan dan evaluasi produk yang ditolak oleh
mesin selama 2 jam operasi. Pengerjaan ulang produk yang ditolak untuk
menghilangkan serpihan logam, alihkan produk yang ditolak untuk produk non
makanan, mencari atau memperbaiki sumber serpihan logam dan Jika kesalahan
dari sensitivitas mesin perbaiki atau ganti mesin metal detecting secepatnya.
7. Pertumbuhan Bakteri Patogen (Clostridium botulinum) (Pengepakan dan
Pelabelan)
Tindakan koreksinya adalah pisahkan, musnahkan dan ganti label yang
tidak mengandung pernyataan keep frozen dan thaw under refrigeration, produk
yang sudah dilelehkan tidak dapat dibekukan ulang recall semua produk yang
mempunyai label salah, perbaiki penyebab kesalahan label.
8. Allergen (Pengepakan dan Pelabelan)
Tindakan koreksinya adalah Pisahkan, musnahkan dan ganti label yang
tidak mengandung pernyataan allergen tuna, recall semua produk yang
137
b) Produk-produk tiak boleh terekspos suhu di ats 4,40C lebih dari 8 jam,
secara komulatif jika jika bagian dari waktu itu tidak ada suhu ruangan di
atas 21,10C.
Jika batas kritis tidak terpenuhi maka tindakan koreksi yang dapat
dilakukan adalah :
a) Lakukan pendinginan produk dan hold produk sampai mendapatkan
evalasi berdasarkan total waktu dan paparan suhu, termasuk paparan
suhu pada proses sebelumnya.
b) Lakukan pendinginan, hold produk dan lakukan pengujian histamin pada
minimal 60 ikan perwakilan lot termasuk ikan-ikan yang suhunya tidak
sesuai dengan batas kritis atau semua ikan jika jumlah ikan dalam lot
tersebut kurang dari 60 ikan. Pengujian histamin dilakukan dengan cara
individual sample (ikan di uji kadar histaminnya secara individu) maupun
secara komposit 3 (kadar histamin diuji dengan cara menggabungkan 3
ikan menjadi satu sampel). Batas kritis untuk individual sample adalah 50
ppm dan komposit 3 adalah 17 ppm. Jika kadar histamin melewati batas
kritis musnahkan produk atau alihkan produk menjadi produk non pangan.
c) Pengambilan tindakan koreksi berikut untuk mengembalikan
ketidaksesuaian kontrol saat operasi ssetelah adanya penyimpangan
batas kritis, yaitu untuk mencegah penyimpangan suhu berkelanjutan
tambahkan es pada produk atau pindahkan produk dari cooler lain dari
cooler yang rusak dan buat pengaturan pengoperasian mesin es.
4. Pengendalian Penyimpanan
Pengendalian yang dilakukan adalah mengukur suhu cooler
menggunakan alat pengukur suhu berkelanjutan, seperti data logger atau
continuous thermometer atau untuk penyimpanan dengan menggunakan es
dilakukan pengamatan secara visual tentang kecukupan es pada perwakilan
container. Batas kritis yang dapat diterima adalah untuk penyimpanan dingin
atau penyimpanan bahan baku, selama proses atau produk akhir
a) Produk dipertahankan pada suhu 4,40C atau di bawahnya. Di sisi lain, variasi
minor pada pengkuran suhu cooler dapat dicegah dengan mencelupkan
sensor alat perekam suhu pada cairan yang meniru karakteristik pada
produk dan juga perhatikan batas kritis selama dalam ruang pendingin yang
menentukan waktu komulatif dan suhu paparan tidak boleh lebih dari 4,40C.
145
b) Bahan baku, produk in process atau produk akhir yang disimpan dengan es.
Produk harus diselimuti es secara berkelanjutan selama proses
penyimpanan.
Jika batas kritis tidak terpenuhi maka dilakukan tindakan koreksi sebagai berikut :
a) Lakukan pendinginan produk dan hold produk sampai mendapatkan evalasi
berdasarkan total waktu dan paparan suhu, termasuk paparan suhu pada
proses sebelumnya.
b) Lakukan pendinginan, hold produk dan lakukan pengujian histamin pada
minimal 60 ikan perwakilan lot termasuk ikan-ikan yang suhunya tidak sesuai
dengan batas kritis atau semua ikan jika jumlah ikan dalam lot tersebut
kurang dari 60 ikan. Pengujian histamin dilakukan dengan cara individual
sample (ikan di uji kadar histaminnya secara individu) maupun secara
komposit 3 (kadar histamin diuji dengan cara menggabungkan 3 ikan
menjadi satu sampel). Batas kritis untuk individual sample adalah 50 ppm
dan komposit 3 adalah 17 ppm. Jika kadar histamin melewati batas kritis
musnahkan produk atau alihkan produk menjadi produk non pangan.
Pengambilan tindakan koreksi berikut untuk mengembalikan ketidaksesuaian
kontrol saat operasi ssetelah adanya penyimpangan batas kritis, yaitu untuk
mencegah penyimpangan suhu berkelanjutan tambahkan es pada produk
atau pindahkan produk dari cooler lain dari cooler yang rusak dan buat
pengaturan pengoperasian mesin es.
146
147