Anda di halaman 1dari 20

24

BAB 3. PENERAPAN GMP PROSES FILLET IKAN PATIN

3.1 Bahan Baku Proses Fillet Ikan Patin


3.1.1 Bahan Baku
Bahan baku utama yang di produksi oleh CV. Karunia Mitra Makmur
adalah ikan segar yang didatangkan dari wilayah sekitar jawa barat yaitu jatiluhur,
depok, lampung, dan lain-lain.
Bahan baku yang sedang diproduksi adalah Ikan Patin segar. Ikan patin
(Pangasius hypophthalmus) banyak ditemukan di perairan seperti sungai, waduk,
dan rawa. Kerabat dekat ikan patin yang ada di Indonesia umumnya memiliki ciri-
ciri keluarga Pangasidae, yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik,
atau sisiknya halus sekali.
Kerabat ikan di Indonesia cukup banyak diantaranya: Pangasius
polyuranoda (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan roes, riu, lancang),
Pangasius micronemus (wakal, riuscaring), Pangasius nasutus (pedado),
Pangasius nieuwenhuisii (lawang). Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan gambar
fisik dari ikan patin. Berikut ini adalah klasifikasi ikan patin (Susanto dan Amri,
1999):
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo: Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophthalmus

Gambar 1.1 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

Selanjutnya Susanto dan Amri (1999), menyatakan bahwa ikan patin


memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung
25

berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm. Kepala patin
relatif kecil dengan bukaan diujung kepala disebelah bawah. Pada sudut mulutnya
terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai peraba. Ikan patin memiliki
keunggulan tersendiri, yaitu memiliki fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora,
laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diproduksi secara masal, tidak
besisik, durinya relatif sedikit dan dagingnya putih kemerahan serta mudah
dikuliti sehingga reatif mudah dibuat fillet yang baik.

3.1.2 Bahan Pembantu


Adapun selain bahan baku utama terdapat juga bahan baku pembantu yaitu
es batu yang digunakan untuk menjaga kondisi ikan supaya dalam kondisi segar
selama proses produksi berlangsung. Ukuran es per balok tersebut yaitu 30 kg. Es
dilakukan penghalusan dengan menggunakan mesin penghancur es sebelum
digunakan. Es merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam proses
produksi, sebab es dapat menjaga kondisi suhu tubuh ikan agar tetap stabil
sehingga ikan tidak mengalami pelayuan dan menjaga dari aktivitas
mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan pada ikan. Es yang
digunakan diperoleh dari perusahaan es lokal dan terbuat dari air bersih yang
memenuhi persyaratan air minum serta telah teruji. Stok es harus sesuai dengan
yang dibutuhkan sehingga dapat mendukung jalan proses produksi. Dalam
penggunaan es harus ditangani dan disimpan pada tempat yang bersih agar
terhindar dari penularan dan kontaminasi dari luar (Purwaningsih, 1993) es batu
dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Tempat Penyimpanan Bahan Tambahan


26

3.1.3 Bahan Pengemas dan Labeling


Bahan pengemas yang digunakan oleh CV. Karunia Mitra Makmur yaitu
Master Carton, plastik PE, kardus, dan lain-lain. Gambar tempat pengemasan dan
Labeling dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3.3 Tempat Bahan pengemas dan Labeling


27

3.2 Diagram Alir Proses Fillet Ikan Patin


Proses fillet ikan patin yang dilakukan di CV. Karunia Mitra Makmur
adalah sebagai berikut :

BAHAN BAKU (Raw Material)

CEK KUALITAS
PENERIMAAN (Receiving)
& SUHU

TIMBANG 1 (Weighing)

PENCUCIAN 1 (Washing 1)
TAMPUNG
KEPALA dan TULANG/DURI FILLET

DURI PERUT dan SIRIP PEMBERSIHAN DURI (Bonning)

KULIT PEMBERSIHAN KULIT (Skinning)

SISA DAGING TRIMMING


(Tetelan & Kerokan)

POTONG (Cutting)

TIMBANG 2 (Weighing)

PENCUCIAN 2 (Washing 2)

PENYUSUNAN PRODUK

PEMBEKUAN (Freezing)

GLAZING

TIMBANG AKHIR (Weighing)

PENGEMASAN (Packaging)

CEK KUALITAS BAHAN


PENYIMPANAN (Storing) PENGEMAS

Gambar 2 Alir Proses Fillet Ikan Patin


28

3.3 Tahapan Proses Fillet Ikan Patin


3.3.1 Penerimaan Bahan Baku (Receiving)
Bahan baku yang digunakan adalah ikan segar. Ikan segar diperoleh dari
daerah jatiluhur, lampung. Bahan baku yang datang kemudian dilakukan
pengecekan (nama supplier, jumlah, jenis dan sizenya) serta pengecekan suhu
tubuh ikan disaat pembongkaran ikan. Selanjutnya, bahan baku dipisahkan dan
dimasukan pada keranjang sesuai size yang telah ditentukan CV. Karunia Mitra
Makmur. Proses pembongkaran bahan baku harus dilakukan dengan cepat
sehingga kualitas bahan baku tidak mengalami penurunan. Apabila bahan baku
ada yang tidak sesuai standar maka akan dikembalikan kepada supplier. Proses
penerimaan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 3.5 berikut ini.

3.3.2 Gambar 3.5 Penerimaan Bahan Baku Penimbangan 1


(Weighing 1)
Pastikan timbangan dalam kondisi yang baik, tidak rusak dan sudah
terkalibrasi. Sebelum melakukan penimbangan, lakukan tera timbangan terlebih
dahulu dengan keranjang. Bahan baku harus dihitung jumlahnya, yaitu 25 - 30
ekor dalam satu keranjang dengan ukuran 1000-Up, sedangkan ikan dengan
ukuran sedang sekitar 800-1000 gr maka dalam satu keranjang dihitung sebanyak
30 - 40 ekor ikan, dan untuk ukuran ikan 600-800 gr dalam satu keranjang
sebanyak 50 ekor ikan patin. hal tersebut sebagai kontrol antara pihak perusahaan
dan supplier untuk mengurangi penyimpangan pada proses pengiriman dan
penimbangan. Penimbangan harus dilakukan dengan benar dan teliti. Hasil
29

penimbangan bahan baku dicatat sesuai dengan size dan jumlahnya pada form
produksi (PF/FP.I.09.13). Bahan baku yang telah tertimbang dan tercatat
kemudian didistribusikan ke tahapan proses selanjutnya. Namun, apabila bahan
baku sebelumnya masih banyak maka ikan yang baru datang dimasukan dan
disimpan pada bak penampung sementara dengan penambahan es setiap 4 susunan
sebelum bahan baku diproses. Jika bahan baku sebelumnya telah habis maka
bahan baku yang datang tersebut dapat langsung dilakukan proses selanjutnya.
Proses penimbangan dan penyimpanan pada bak penampung dapat dilihar pada
Gambar 3.6 berikut ini.

3.3.3 Pencucian 1 (Washing 1)


Setelah proses penerimaan
bahan baku dan Gambar 3 Penimbangan penimbangan,
kemudian proses selanjutnya pencucian ikan, pencucian harus dilakukan dengan
cepat dan bersih yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran seperti lendir ikan.
Bahan baku yang sudah dicuci selanjutnya didistribusikan ke tahapan proses
berikutnya. Pada proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 3.7 berikut ini.

Gambar 4 Pencucian
30

3.3.4 Filleting
Bahan baku kemudian dilakukan proses fillet, dimana filleting adalah
suatu cara untuk memisahkan daging dari kepala, tulang, dan jeroan. Sebelum itu,
ikan dilakukan pencucian dengan menyiramkan air pada basket yang berisi ikan
patin. Pada proses fillet ini diusahakan seminimal mungkin agar tidak banyak
daging yang tertinggal pada tulang. Ikan yang telah di fillet kemudian di
masukkan ke dalam keranjang kecil dan dilakukan tahapan proses berikutnya.
Proses fillet dapat dilihat pada Gambar 3.8 berikut ini.

3.3.5 Pembersihan Tulang


(Bonning)
Daging Gambar 3.8 Proses Filleting fillet, kemudian
dilakukan proses bonning dengan tujuan untuk membuang sirip, bagian yang tidak
dibutuhkan serta tulang perut yang masih melekat pada daging. Sisa pembuangan
bagian yang tidak dibutuhkan dimasukan dalam baskom besar dan dijadikan
sebagai produk samping. Bahan baku yang telah dibonning dilanjutkan ke tahapan
berikutnya. Proses bonning dapat dilihat pada Gambar 3.9 berikut ini.

Gambar 3.9 Proses Bonning


31

3.3.6 Pengulitan (Skinning)


Daging ikan yang telah dibonning, kemudian dilakukan proses skinning
yang bertujuan untuk memisahkan kulit dan daging. Proses skinning diusahakan
seminimal mungkin tidak banyak daging yang melekat pada kulit. Pisau yang
digunakan dalam tahapan ini yaitu pisau khusus skinning yang ujung pucuknya
lancip. Proses skinning, masih banyak meninggalkan sisa kulit pada daging
sehingga perlu dilakukan proses selanjutnya untuk menghasilkan daging fillet
yang bebas dari kulit. Pada proses skinning dapat dilihat Gambar 3.10 beikut ini.

3.3.7 Trimming
Gambar 3.10 Proses Skinning
Sisa kulit yang masih melekat
pada daging fillet dapat dilakukan dengan proses trimming, dimana proses
trimming bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kulit yang masih melekat,
lemak berwarna kuning serta merapikan bentuk daging fillet sehingga
menghasilkan daging fillet
bermutu baik. Proses trimming
dapat dilihat pada Gambar 3.11
berikut ini.

Gambar 3.11 Hasil Trimming


32

3.3.8 Potong (Cutting)


Setelah proses strimming, maka daging fillet dilakukan pemotongan
menjadi 2-3 bagian. Namun, apabila daging ikan berukuran kecil maka tidak perlu
dilakukan pemotongan. Proses pemotongan dapat dilihat pada Gambar 3.12
berikut ini.

3.3.9 Penimbangan 2
Gambar 3.12 Proses Cutting
(weighing 2)
Daging fillet yang telah dipotong maka lakukan penimbangan. Proses
penimbangan dilakukan 3 kali dalam 1 kali timbangan sebanyak 5 kg potong
daging fillet sehingga total penimbangan daging fillet sebanyak 15 kg dalam satu
baskom besar. Kemudian dilakukan tahapan proses selanjutnya. Proses
penimbangan dapat dilihat pada Gambar 3.13 berikut ini.
33

3.3.10 Pencucian 2 (Washing 2)


Daging fillet yang telah di
Gambar 3.13 Weighing 2
timbang dan di potong. Selanjutnya daging fillet dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan kotoran pada bagian daging fillet. Proses pencucian ini dengan
menyiram air kedalam baskom besar dan melakukan pengadukan dengan tangan
secara perlahan. Setelah itu, tiriskan daging fillet menggunakan keranjang dan
lanjut proses selanjutnya yaitu shoking. Proses shoking atau perendaman bertujuan
untuk menghilangan bau daging yang terlalu menyengat, bau yang tidak sedap
serta memberikan warna daging menjadi lebih cerah dari pada sebelumnya. Bahan
yang ditambahkan dalam proses ini antara lain air, garam, sttp, dan serutan es.
Proses shoking atau perendaman dilakukan selama semalaman dalam anteroom.
Proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 3.14 berikut ini.
34

3.3.11 Penyusunan (Layering)


Layering merupakan
Gambar 3.14 Pencucian
kegiatan menyusun daging diatas pan yang telah dilapisi dengan plastik tujuannya
agar daging tidak menempel pada saat daging dibekukan. Daging yang telah di
shoking selama semalam kemudian dilakukan penyusunan. Sebelum itu, daging
tersebut ditimbang agar dapat diketahui berat daging keseluruhan dalam satu box
kecil. Penyusunan dalam pan agar memudahkan daging fillet dalam proses
pembekuan. Proses layering dapat dilihat pada Gambar 3.15 beikut ini.

3.3.12 Pembekuan
(Freezing) Gambar 3.15 Layering

Daging fillet yang telah disusun pada pan kemudian disusun pada rak
didalam ABF (Air Blash Freezer)
untuk proses pembekuan. Proses
pembekuan didalam ABF (Air
Blash Freezer) menggunakan suhu
35

-7 oC sampai -23 oC selama semalam. Proses pembekuan dapat dilihat pada


Gambar 3.16 berikut ini.

3.3.13 Pelapisan (Glazing)


Pada proses pembekuan
Gambar 3.16 Pembekuan (Freezing)
terdapat proses glazing yaitu proses
pelapisan es terhadap permukaan daging dengan cara mencelupkan daging ke air
dingin dan selanjutnya dilakukan pembekuan kembali. Proses glazing ini
menggunakan air dan es balok bersih. Proses glazing dapat dilihat pada Gambar
3.17 berikut ini.
36

3.3.14 Timbangan Akhir (Final


Weighing) Gambar 3.17 Proses Glazing
Proses selanjutnya adalah proses penimbangan akhir. Daging fillet yang
telah di glazing kemudian dilakukan penimbangan sebelum proses pengemasan.
Proses penimbangan disesuaikan dengan jenis, sumber bahan baku, serta tanggal
RM dan sizenya. Proses timbangan akhir dapat dilihat pada Gambar 3.18 berikut
ini.

3.3.15 Pengemasan
Gambar 3.18 Final Weighing
(Packing)
Proses pengemasan yang digunakan adalah plastik sebagai pengemasan
primer sedangkan kardus sebagai pengemas sekunder. Proses pengemasan harus
sesuai (jenis, size, berat dan jumlahnya) dengan label yang tertera pada kemasan
yang dipakai. Kemudian lakukan pencatatan hasil packing tersebut. Proses
pengemasan dapat dilihat pada Gambar 3.19 berikut ini.
37

3.3.16 Gambar 3.19 Packing Sekunder Penyimpanan


Produk yang telah dikemas selanjutnya disimpan dalam ruangan pendingin
Cold Storage pada suhu antara -18OC sampai -21,1OC hingga menunggu proses
distribusi. Proses penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut ini.
38

3.4 GOOD

Gambar 3.20 Penyimpanan Produk Akhir


MANUFACTURING PRACTICES (GMP)
GMP menurut Thaheer (2005) merupakan pedoman cara memproduksi
pangan agar pangan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan
yang diinginkan dan sesuai dengan tuntutan konsumen. GMP menjadi salah satu
pre-requisite program atau program persyaratan dasar dalam penerapan sistem
HACCP, yang menjamin praktek pencegahan terhadap kontaminasi yang
menyebabkan produk menjadi tidak aman untuk dikonsumsi (Winarno dan
Surono, 2002).
Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menurut
Menteri Kesehatan No.23/MEN. KES/SK/1978 mencakup lokasi pabrik,
bangunan, produk akhir, peralatan produksi, bahan, higiene karyawan,
pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk,
penyimpanan, sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, wadah
kemasan dan pemeliharaan.
3.4.1 Lingkungan Sarana Pengolahan
Lingkungan di sekitar sarana pengolahan harus bersih, terawat dengan
baik dan bebas dari sumber pencemaran. Lingkungan sarana pengolahan terdiri
atas lokasi pabrik dan keadaan lingkungan.
)1 Lokasi Pabrik
Pabrik yang memproduksi pangan sebaiknya berada pada daerah yang
bebas pencemaran, tidak berada di daerah yang mudah banjir, jauh dari
39

sarang hama hewan pengerat seperti tikus, jauh dari pembuangan sampah
dan sebaiknya pabrik pengolahan pangan jauh dari pemukiman penduduk
yang terlalu padar dan kumuh (Dirjen POM, 1999).
)2 Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan harus selalu dalam kondisi yang baik yaitu
sampah dan limbah pabrik sebaiknya dikumpulkan pada tempat khusus dan
sebaiknya segera dibuang, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup
agar tidak menimbulkan bau dan mencegah pencemaran lingkungan, sistem
pembuangan dan pengolahan limbah harus selalu dipantau, saluran
pembuangan berjalan lancar agar air tidak tergenang dan sarana jalan
hendaknya diaspal atau dicor serta dilengkapi dengan sistem drainase yang
baik (Dirjen POM, 1999).
3.4.2 Bangunan dan Fasilitas Pabrik
Bangunan dan fasilitas pabrik yang meliputi peralatan dan sarana
pengolahan yang baik dirancang sejak awal pembangunan pabrik agar dapat
menjamin dan menjaga pangan yang diproduksi tidak tercemar. Denah lokasi dan
tata letak pabrik harus diatur sesuai dengan arus proses produksi agar produk tidak
tercemar akibat adanya kontaminasi silang. Gudang (tempat penyimpanan)
sebaiknya mengikuti sistem FIFO (First In First Out), yaitu bahan yang pertama
kali masuk ke dalam gudang hendaknya juga yang keluar pertama kali dari
gudang (Dirjen POM, 1999).

3.4.3 Peralatan Pengolahan


Peralatan pengolahan pangan merupakan peralatan pilihan dan terpelihara
dengan baik. penempatan peralatan disusun sesuai dengan alur pengolahan agar
tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran
seperti timbangan, termometer, pengukuran kelembaban udara, pengukur tekanan
dan lainnya sebaiknya dikalibrasi setiap periode (Dirjen POM, 1999)
40

3.4.4 Fasilitas Sanitasi


Kegiatan sanitasi dilakukan untuk menjamin bahwa semua peralatan,
raung pengolahan, ruang penyimpanan, peralatan pengolahan dan peralatan
penyimpanan selalu terjaga dari faktor-faktor pencermaran dan menjada
kebersihannya.
1) Sumber Air
Air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi semua
kebutuhan pencucian dan pembersihan serta pengolahan dan penanganan
limbah. Air yang kontak langsung dengan permukaan bahan pangan harus
memenuhi persyaratan khusus seperti persyaratan bahan air untuk minum
(Dirjen POM, 1999).
2) Pembuangan Air Limbah
Sistem pembuangan air dan limbah harus berjalan dengan baik.
saluran pembuangan dirancang dengan tepat sehingga tidak mencemari air
bersih dan bahan pangan (Dirjen POM, 1999).
3) Fasilitas Pencucian dan Pembersihan
Fasilitas pencucian dan pembersihan harus dilengkapi alkohol atau
disenfektan yang dapat membersihkan peralatan dengan baik serta dapat
membunuh mikroorganisme berbahaya.
4) Fasilitas Higiene Karyawan
Fasilitas pembersihan yang digunakan untuk peralatan pangan
sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas pembersihan untuk peralatam pangan
sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas pembersihan untuk peralatan dan
perlengkapan lainnya (Dirjen POM, 1999).
5) Fasilitas Higiene Karyawan
Fasilitas higiene karyawan meliputi tempat mencuci tangan yang
dilengkapi dengan sabun, mesin pengering tangan, tempat ganti pakaian dan
toilet dengan keadaan selalu bersih. Satu buah toilet untuk 10 karyawan dan
penambahan satu buah toilet untuk setiap penambahan 25 karyawan (Dirjen
POM, 1999).

6) Penerangan
41

Sistem penerangan yang baik dapat dilakukan dengan penyinaran


matahari ataupun melalui lampu penerangan. Lampu penerangan harus
cukup terang.

3.4.5 Higiene Karyawan


Karyawan yang bekerja pada industri pengolahan pangan sangat
mempengaruhi mutu akhir produk yang dihasilkan. Karyawan yang sakit,
kotor,tidak bisa menjaga kebersihan, tidak disiplin dan tidak dapat bekerja dengan
baik bisa menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap produk. Karena itulah
perlu adanya standard sanitasi dan higiene pada karyawan.
1) Kesehatan Karyawan
Karyawan yang bekerja harus dalam kondisi sehat dan prima serta
tidak sakit atau membawa penyakit. Karyawan yang sakit sebaiknya tidak
diperkenankan untuk bekerja dibagian proses produksi atau bisa
diistirahatkan sehingga tidak menganggu jalan aktivitas nya proses produksi
dan tidak menyebabkan terjadinya kontaminasi atau mencemari produk
yang akan dihasilkan.
2) Kebersihan Karyawan
Perlengkapan bekerja karyawan harus lengkap. Perlengkapan ini
terjadi atas baju, penutup kepala, sepatu, sarung tangan, masker dan
perlengkapan bekerja tersebut tidak boleh dibawa keluar dari ruang proses
produksi.
3) Kebiasaan Buruk Karyawan
Karyawan yang memiliki kebiasaan buruk sebaiknya diawasi.
Kebiasaan buruk tersebut seperti meludah, merokok, makan atau
mengunyah, bersin atau batuk. Selama mengolah pangan karyawan tidak
diperkenakan menggunakan jam tangan, peniti, dll jika terjatuh ke dalam
pangan dapat membahayakan konsumen (Dirjen, POM, 1999).

3.4.6 Penyimpanan
Penyimpanan harus disesuaikan dengan bahan yang disimpan. Jika bahan
mentah sebaiknya disimpan sesuai dengan standarnya. Bahan sebaiknya disimpan
42

dengan cara yang baik dan tepat untuk memudahkan produsen dalam mengambil
dan menggunakan bahan, menggunakan bahan, menjaga mutu dan kualitas,
mencegah pencemaran dan mencegah tertukarnya bahan yang digunakan (Dirjen
POM, 1999).

3.4.7 Transportasi
Dalam proses pengiriman produk akhir kepada tangan konsumen,
transportasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan mencegah
terjadinya pencemaran. Tempat membawa atau wadah pangan yang digunakan
harus sesuai dengan karakteristik produknya. Wadah yang digunakan harus mudah
dibersihkan, tidak mencemari produk pangan, melindungi secara fisik, mudah
didesinfeksi, mencegah terjadinya pencemaran, memudahkan pemeriksaan
penyimpanan dan dapat mempertahankan bentuk dan kondisi produk yang
disimpan.

3.4.8 Laboratorium Pemeriksaan


Produk yang dihasilkan atau akan dikonsumsi harus dalam kondisi aman
untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan masalah kesehatan oleh karena itu
diperlukan sebuah laboratorium. Setiap pemeriksaan tersebut menyebutkan nama
pangan, tanggal pembuatan, kode produk, jenis pemeriksaan yang dilakukan, dan
lain-lain. Dianjurkan bagi perusahaan yang belum memiliki laboratorium
pemeriksaan untuk memeriksakan produknya pada laboratorium lain di luar
perusahaan tersebut (BPOM, 1978).

3.4.9 Bahan pengemas


Syarat bahan pengemas yang baik adalah tidak beracun, tidak
menimbulkan penyimpanan yang berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan
reaksi dengan bahan pangan, tahan terhadap perlakuan selama proses pengolahan,
pengangkutan dan diistribusi. Bahan pengemas juga harus mampu melindungi
produk pangan dari sinar matahari, kotoran, kelembaban, air, benturan, dan lain-
43

lain. Sebelum digunakan bahan pengemas perlu diperiksa kondisinya, dibersihkan


dan dilakukan sanitasi apabila diperlukan kondisi yang aseptik (BPOM, 1978).

3.4.10 Mutu Produk Akhir


Produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia atau
mikrobiologinya untuk mengetahui mutu akhir produk sehingga produk siap
untuk dipasarkan. Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan
akan menjamin mutu dan keamanan produk akhir seharusnya memiliki standard
mutu atau persyaratan yang ditetapkan dari segi mutu fisik, mikrobiologis, kimia,
serta aman dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. Perusahaan dapat
menentukan standard mutu atau persyaratan produk akhir jika belum memiliki
standar mutu produk akhir (BPOM, 1978).

3.4.11 Labeling
Informasi mengenai tentang produk yang dihasilkan dicantumkan pada
kemasana produk. Keterangan dapat berupa label. Fungsi label adalah untuk
menginformasikan tentang produk agar konsumen dapat menangani,
mengkonsumsi, mengolah atau menyajikan produk dengan cara yang tepat dan
benar (BPOM, 1978).

3.4.12 Manajemen dan Pengawasan


Aplikasi GMP harus melibatkan seluruh Sumber Daya Manusia (SDM)
yang ada di dalam perussahaan termasuk dari manajemen pusat hingga karyawan.
Kegiatan pengawasan harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan serta
dikembangkan dan dikelola agar memperoleh efektivitas dan efesiensi yang lebih
baik (BPOM, 1978).

Anda mungkin juga menyukai