Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan cakalang merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang mudah di jumpai di
perairan iindonesia, ikan cakalang juga merupakan salah satu ikan yang mempunyai nilai
ekonomis tinngi dan mempunyai kandungan protein yang cukup tinngi. Oleh sebeb itu ikan
cakalang menjadi salah satu komoditas perikanan ekspor ke negara-negara lain. Ikan
merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nilaingizi tinggi,namun merupakan
jenis komoditas mudah rusak(perishhable food). Untuk mempertahankan kesegaran dan
mutu ikan sebaik dan selama mukin , maka di lakukanlah pengolahan dan pengawetan ikan
yang bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan mikroorganisme
yang dapat menimbulkan pembusukan (kemunduran mutu) dan kerusakan. Ada banyak
cara yang dapat digunakan dalam proses pengawetan dan pengolahan ikan yang dapat
mencegah kerukasan ikan dan kemunduran mutu pada ikan, Untuk mecegah kemunduran
mutu tersebut maka di lakukan teknik pengolahan dengan metode pemasakan
,pembentukan loin kemudian dibekukan. pada praktek kali ini kami menggunakan ikan
cakalang yang akan kami olah dengan metode pemasakan, pembentukan loin kemudian
dibekukan. Berdasarkan uraian di atas penulis memberi judul praktek ini “pengolahan
cakalang loin masak beku” Cakalang Loin Masak Beku adalah produk olahan tuna yang
mengalami pemasakan, pembentukan loin dan pembekuan, sebagai salah satu usaha
diversifikasi dalam rangka peningkatan nilai tambah (value added product).

1.2 Tujuan

 Mengetahui proses pengolahan cakalang loin masak beku


 Mengetahui mutu produk cakalang loin masak beku
 Mengetahui standar sanitasi dan hygine dalam pengolahan cakalang loin masak
beku
 Mengetahui rendemen yang di hasilkan selama proses pengolahan

1
1.3 Batasan masalah

Dalam praktek kali ini kami akan melakukan kegiatan dengan membatasi masalah
pada :

1. Melakukan dan menerapkan sanitasi dan hygine yang sesuai dengan standar yang
telah di tetetapkan dalam unit pengolahan ikan
2. Mengamati dan mengetahui alur proses pengolahan cakalang loin masak beku mulai
dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir
3. Mengamati suhu bahan baku pada setiap tahapan proses mulai dari tahap
penerimaan bahan baku hingga menjadi produk akhir
4. Mengamati dan mengetahui mutu dari bahan baku dengan parameter pengujian
organoleptik, serta mutu produk akhir dengan parameter pengujian organoleptik
5. Menghitung rendemen cakalang pada setiap tahapan-tahapan produksi

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan morfologi ikan cakalang

Ikan cakalang merupakan salah satu jenis ikan laut yang memiliki pergerakan yang
lebih cepat dan juga memiliki sifat yang sangat rakus (varancious). Ikan ini termasuk
kedalam famili scomridae

Klasifikasi ikan cakalang menurut FAO adalah sebakai berikut :

Filum : vertebrata

Sub filum : craniata

Kelas : teleostommi

Sub kelas : actinopterygii

Ordo : ferciformes

Famili : scombrinae

Genus : katsuwonus

Spesies : katsuwonus pelamis

Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

3
Cakalang mempunyai kebiasaan hidup di daerah laut dalam yang mempunyai
kadar salinitas yang tinggi. Ikan ini hidup di daerah tropis, termasuk Indonesia dan Sumatra
bagian Barat. Di pulau Bawean kadang-kadang tertangkap juga khususnya pada musim
barat. Sedangkan di Bali selatan, ikan tertangkap pada musim timur.

Suka hidup bergerombol dalam jumlah besar. Termasuk ikan buas, perdator
(carnivor). Ikan yang berwarna kehitaman bagian atasnya dan putih perak bagian bawahnya
ini adalah ikan perenang cepat (kecepatannya mencapai ± 25 ml/jam) serta rakus (suka
mengejar umpan hidup sampai ke pantai) oleh karena itu banyak orang mengusahakan
penangkapan ikan ini dengan pancing yang menggunakan umpan (Pole line atau pancing
tonda).

Bentuk badannya memanjang agak bulat (seperti cerutu). Badannya tidak


mempunyai sisik kecuali korselet dan garis rusuknya. Mempunyai dua sirip punggung
dengan jarak yang berdekatan. Pada sirip punggung yang pertama berjari-jari keras 14-16
sedangkan pada sirip punggung yang kedua berjari-jari lemak 14-16 diikuti oleh 7-9 sirip-
sirip lepas (finlet). Sirip duburnya diikuti 7-9 jari-jari sirip tambahan. Sirip berwarna hitam,
kecuali finlet berwarna putih. Secara alami cakalang dapat tumbuh sampai 1 meter, namun
umurnya 40-60 cm.

2.2 Komposisi kimia ikan cakalang


Komposisi daging ikan cakalang bervariasi menurut jenis, umur, kelamin, dan musim.
Perubahan yang nyata terjadi pada kandungan lemak sebelum dan sesudah memijah. Kandungan
lemak juga berbeda nyata pada bagian tubuh yang sat dengan yang lain. Ketebalan lapisan lemak
dibawah kulit berubah menurut umur dan musim. Lemak paling banyak terdapat pada dinding perut
yang berfungsi sebagai gudang lemak. Komposisi gizi berbagai jenis ikan tuna dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Gizi beberapa Jenis ikan per 100 gram
Jenis Ikan
Komposisi Skipjack Satuan
Bluefin Yellowfin
(Cakalang)
Energi 121 131 105 Kalori
Protein 22,6 26,2 24,1 Gram

4
Lemak 2,7 2,1 0,2 Gram
Abu 1,2 1,3 1,2 Gram
Kalsium 8 8 9 Miligram
Fosfor 190 220 220 Miligram
Besi 2,7 4 1,1 Miligram
Sodium 90 52 78 Miligram
Retinol 10 10 5 Miligram
Thiamin 0,1 0,03 0,1 Miligram
Riboflavin 0,06 0,15 0,1 Miligram
Niasin 10 18 12,2 Miligram
Sumber: Departemen of Health, Education and Welfare (1972)

2.3 Persyaratan Bahan Baku (SNI 01-4110.2-2006)

Ikan mempunyai kesegaran maksimal apabila sifat-sifatnya mendekati dengan ikan


hidup baik rupa bau, cita rasa, maupun teksturnya. Apabila penanganan ikan kurang baik
maka mutu atau kualitasnya akan menurun.

Persyaratan mutu bahan baku yaitu bersih, bebas dari semua bau yang
menandakan pembusukan, bebas ddari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-
sifat alamiah lainnya yang dapat menurunkan mutu serta membahayakan kesehatan secara
organoleptik bahan baku harus memenuhi karakteristik kesegaran berikut:

1) Kenampakan : Mata cerah, cemerlang;

2) Bau : Segar;

3) Daging : Elastis, padat dan kompak

Bahan baku yang terpaksa menunggu proses lebih lanjut, maka bahan baku yang
beku disimpan dalam ruang penyimpanan (cold storage) dengan suhu maksimal -25oC,
saniter dan higiene.

5
2.4 Pengertian Cakalang Loin Masak Beku

Cakalang loin masak beku adalah potongan daging pada ikan cakalang yang telah
dimask kemudian dibekukan. Ikan cakalang dimasak terlebih dahulu secara utuh kemudian
dibentuk menjadi loin lalu dibekukan. Cakalang loin masak beku memiliki suhu pusat
minimal -18oC dan siap untuk diekspor sebagai bahan baku pengalengan. Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan cakalang loin masak beku berasal dari ikan cakalang beku
Bahan baku ikan cakalang harus memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan
menurut SNI 01-27331-2006.

2.5 Kemunduran Mutu Hasil Perikanan


Ikan adalah salah satu bahan pangan yang musah sekali rusak dan busuk. Kondisi tersebut
terutama dalam keadaan segar, akan cepat sekali mengalami kerusakan dan busuk sehingga
mutunya menjadi rendah. Mutu yang rendah menyebabkan secara kandungan gizi menjadi kurang
dan harganya di pasaranpun tidak laku untuk di jual. Begitu sangat pentingnya menjaga mutu maka
nelayan setidaknya mengetahui fase dari kemunduran ikan segar. Kerusakakn yang terdapat pada
ikan ini dapat terjadi secara biokimiawi maupun secara mikrobiologi. Dua hal inilah yang sering
dan menjadikan ikan mudah busuk. Penanganan yang tidak baikpun menjadikan ikan cepat rusak.

2.6 Pengawetan Hasil Perikanan Dengan Modifikasi Suhu


2.6.1 Definisi Umum
Ikan merupakan bahan pangan hewani yang kaya gizi, sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Ikan banyak mengandung unsur
organik dan anorganik, yang berguna bagi manusia. Namun ikan juga cepat mengalami proses
pembusukan setelah ditangkap dan mati. Setelah ikan mati, terjadi perubahan-perubahan baik secara
biologis, fisik, maupun kimia. Semua proses perubahan tersebut akan mengarah kepada
pembusukan, sehingga perlu adanya upaya penanganan atau pengawetan ikan agar proses
pembusukan tersebut dapat dihindari.
Berbagai cara pengawetan dan pengolahan dilakukan untuk mencegah proses pembusukan
agar sebagian besar produksi ikan hasil tangkapan maupun budidaya dapat dimanfaatkan dan
mempunyai nilai tambah. Nilai tambah adalah pertambahan nilai yang terjadi karena suatu
komoditas telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses

6
produksi. Pengawetan atau pengolahan hasil-hasil perikanan merupakan suatu usaha untuk
meningkatkan nilai tambah produk-produk hasil perikanan. Pengawetan dan pengolahan bertujuan
untuk mempertahankan kualitas ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan
aktivitas mikroorganisme penyebab kebusukan.
Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan
pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Proses pengawetan dan
pengolahan yang baik dan benar membuat ikan menjadi awet dan dapat didistribusikan ke berbagai
daerah. Pengawetan menggunakan teknologi modern yaitu dengan cara modifikasi suhu. Modifikasi
suhu yang dimaksud adalah suhu tinggi (sterilisasi, pasteurisasi, blanching dan pengeringan) dan
suhu rendah (pendinginan dan pembekuan) sehingga dapat meningkatkan mutu dan daya simpan
produk hasil perikanan. Pengawetan lainnya dapat dilakukan secara tradisional seperti
penggaraman, pengasaman, pengasapan, dan fermentasi.

2.6.2 Pengawetan dengan suhu rendah


Prinsip dasar dari penyimpanan suhu rendah yaitu menghambat pertumbuhan mikroba dan
menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi, dan biokimiawi. Pengawetan dengan suhu rendah ini
sangat mudah dilakukan yaitu dengan memasukkan ikan atau bahan pangan lainnya kedalam
refrigerator dan mengatur suhu sesuai dengan jenis pengawetan yang akan digunakan. Pengawetan
suhu rendah ini dibedakan kedalam 2 jenis yaitu pendinginan dan pembekuan.

2.6.3 Pendinginan
Pendinginan atau refrigerasi adalah penyimpanan dengan suh rata-rata yang digunakan masih
diatas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya berkisar antara -1oC sampai 4oC.
Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimiawi akan terhambat. Pendinginan
biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung
kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah
dalam lemari es yang mempunyai suhu -2oC sampai 6oC.
Prinsip pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu serendah mungkin
tetapi tidak sampai menjadi beku. Umumnya pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara
total, tetapi semakin dingin suku ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim.
Dengan demikian melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda,
tidak dihentikan. Mendinginkan ikan seharusnya ikan diselimuti oleh medium yang lebih dingin

7
darinya, dapat berbentuk cair, padat, atau gas. Pendinginan ikan dapat dilakukan dengan
menggunakan refrigerasi, es, dan air laut dingin (Chilled sea water). Cara yang paling mudah dalam
mengawetkan ikan dengan pendinginan adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik
untuk pengawetan diatas kapal maupun setelah didaratkan, yaitu ketika ditempat pelelangan, selama
distribusi, dan ketika dipasarkan. Penyimpanan ikan segar dengan menggunakan es atau sistem
pendinginan yang lain memiliki kemampuan yang terbatas untuk menjaga kesegaran ikan, biasanya
10-14 hari.
Pertama yang perlu diperhatikan di dalam penyimpanan dingin ikan dengan menggunakan es
adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah,
dan udara sampai mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada
suhu serendah mungkin, biasanya 0oC. Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan
dingin dengan es adalah 1:1. Hal lain yang perlu dicermati didalam pengawetan ikan dengan es
adalah wadah yang digunakan untuk penyimpanan harus mampu mempertahankan es selama
mungkin agar tidak mencair. Wadah pendinginan yang ideal harus mampu mempertahankan suhu
tetap dingin, kuat, tahan lama, kedap air, dan mudah dibersihkan. Untuk itu diperlukan wadah yang
memiliki daya insulasi yang baik.
Teknik atau cara pendinginan ikan dengan es dalam suatu wadah yang baik adalah
mengusahakan semua permukaan tubuh ikan yang diberi perlakuan dapat mengalami kontak dengan
es. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan penyerapan panas dari tubuh ikan.
Faktor yang paling penting dalam upaya pendinginan ikan dengan es ialah kecepatan. Semua
pekerjaan harus dilakukan secara cepat agar suhu ikan cepat turun. Faktor lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya perbedaan pada suhu akhir yang dihasilkan ialah jumlah es yang
digunakan, teknik pendinginan ikan, ukuran ikan dan kondisi fisik ikan, lama pemberian es, ukuran
dan jenis wadah yang digunakan. Selain itu, pendinginan ikan dengan es dipengaruhi juga oleh
tempat, jenis ikan dan tujuan pendinginan.
Es merupakan medium pendingin yang paling baik bila digunakan dengan medium pendingin
lain karena es batu dapat menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat tanpa mengubah kualitas ikan
dan biaya yang diperlukan juga relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan medium
pendingin lain.
Selama proses pendinginan ikan dengan es dalam kotak sterofoam juga terjadi penyerapan
panas dari lingkungan namun energi yang diserap tidak begitu besar karena adanya sifat
penghambat dari sterofoam dalam menghantarkan panas atau energi.

8
Pendinginan ikan harus dilakukan dengan benar, karena apabila terlalu dingin akan
mengakibatkan penurunan kualitas ikan. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan
menyelubungi seluruh permukaan ikan dengan bongkahan es halus. Proses ini mempunyai
keuntungan karena memperlambat perkembangbiakan bakteri dan perubahan kimiawi, karena es
dapat menghanyutkan darah, lendir, bakteri, dan kotoran lain.
Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami
perubahan terkstur, rasa, dan bau. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan ikan hingga 0 oC dapat
memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada
jenis ikan, cara penanganan, serta teknik pendinginanya. Proses pendinginan hanya mampu
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktifitas mikroorganisme. Aktifitas
akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik.

2.6.4 Pembekuan
Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku, jadi bahan disimpan
dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira –17oC atau lebih
rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik
biasanya dilakukan pada suhu antara – 12oC sampai – 24oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan
sampai beberapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.
Atau dengan kata lain Pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan pangan sampai
bahan pangan membeku, yaitu jika suhu pada bagian dalamnya paling tinggi sekitar –18oC,
meskipun umumnya produk beku mempunyai suhu lebih rendah dari ini. Pada kondisi suhu beku ini
bahan pangan menjadi awet karena mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim tidak aktif. Bahan
pangan seperti daging dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan, ikan dapat disimpan selama 8
sampai 12 bulan ( Munzir, 2009).
Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold
storage). Seperti pendinginan, pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan.
Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh di bawah titik beku ikan. Pembekuan
mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku
dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti sebelum dibekukan. Ikan-
ikan yang dibekukan untuk dikonsumsi mentah (sashimi) mutlak memerlukan terpeliharanya sifat-
sifat ikan segar yang dibekukan, agar ketika dilelehkan tidak dapat dibedakan dari ikan segar.
Tubuh ikan sebagian besar (60-80%) terdiri atas cairan yang terdapat di dalam sel,
jaringan, dan ruangan-ruangan antar sel Sebagian besar dari cairan itu (+67%) berupa free water

9
dan selebihnya (+5%) berupa bound water. Bound water adalah air yang terikat kuat secara kimia
dengan substansi lain dari tubuh ikan.
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan tersebut menjadi es. Ikan mulai membeku
pada suhu antara -0,6oC sampai -2oC, atau rata-rata pada -1oC. Free water membeku terlebih dahulu
kemudian disusul oleh bound water. Proses tersebut terbagi atas 3 tahapan yaitu:
1) Tahap pertama suhu menurun dengan cepat sampai 0oC yaitu titik beku air.
2) Tahap kedua suhu turun perlahan-lahan untuk merubah air menjad kristal-kristal es. Tahap ini
sering disebut periode ”thermal arrest”.
3) Tahap ketiga suhu kembali turun dengan cepat ketika kira-kira 55% air telah menjadi es.
Pada tahap ini sebagian besar atau hampir seluruh air membeku.
Berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest ini pembekuan dibagi menjadi 2
yaitu :
1) Pembekuan lambat (slow freezing), yaitu bila thermal arrest time lebih dari 2 jam.
2) Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih
dari 2 jam.
Kristal-kristal es yang terbentuk selama pembekuan dapat berbeda-beda ukurannya
tergantung pada kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal-kristal yang kecil-
kecil di dalam jaringan daging ikan. Jika dicairkan kembali, kristal-kristal yang mencair diserap
kembali oleh daging dan hanya sejumlah kecil yang lolos keluar sebagai drip. Sebaliknya
pembekuan lambat menghasilkan kristal-kristal yang besar-besar. Kristal es ini mendesak dan
merusak susunan jaringan daging. Tekstur daging ketika ikan dicairkan menjadi kurang baik,
berongga, keropos dan banyak sekali drip yang terbentuk. Ikan yang dibekukan dengan lambat tidak
dapat digunakan sebagai bahan bagi pengolahan-pengolahan tertentu misalnya pengalengan,
pengasapan, dan sebagainya. Atas pertimbangan-pertimbangan diatas, maka disamping untuk
menyingkat waktu dan menghasilkan output yang tinggi maka ikan mutlak dibekukan dengan cepat.
Ikan yang telah dibekukan perlu disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk
mempertahankan kualitasnya. Biasanya ikan beku disimpan dalam cold storage, yaitu sebuah
ruangan penyimpanan yang dingin. Penyimpanan ini merupakan tahap yang pokok dari cara
pengawetan dan pembekuan. Suhu yang biasanya direkomendasikan untuk cold storage umumnya -
30oC hingga -60oC, tergantung pada kebutuhan (Sondoro, 2011).

10
2.6.5 Pengawetan dengan suhu tinggi
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.
Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang
menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan
lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada
kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak
karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum.

Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan
dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh
sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan
pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat didalamnya. Misalnya untuk
susu dilakukan pasteurisasi yaitu pemanasan sekitar 62oC selama 30 menit. Pemanasan
mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang ditimbulkannya tergantung dari
intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu
pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.

Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan,
maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah
proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi,
pasteurisasi , dan blansing. Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan, yaitu :

1) Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan
2) Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan
3) Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.

2.6.6 Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe
pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan
menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5

11
menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 – 5
menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit.

Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan
katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim
ini paling tahan terhadap panas,. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-
buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-
buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu :

1) Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan
2) Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga
mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam
“headspace” kaleng.
3) Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam
wadah
4) Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki
5) Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran
6) Memperbaiki warna produk
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap
air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke
dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing
dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu
blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup walktunya,
kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air.

Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi
kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan
ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan
cara perebusan.

2.6.7 Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu
untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC,
disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga

12
bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat. Tujuan
pasteurisasi yaitu :

1) Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri
patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat
2) Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan
enzim
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang
dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama.
Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2
hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan
pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan
pendinginan.

Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di
bawah 100 oC. Contohnya, pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 – 63 oC selama 30 menit dan
pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit. Pasteurisasi pada
saribuah dan sirup dapat dilakukan dengan cara “ hot water bath “. Pada cara “ hot water bath “,
wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci
terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0 cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian
air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 oC ( 71 – 85 oC ), sehingga aroma dan flavor
tidak banyak berubah.

2.6.8 Sterilisasi
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin
dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa
sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami
perubahan sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah,
yaitu :

1) Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala
macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan
2) Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat
patogen dan pembentuk racun telah mati.

13
Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan
suhu tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat berkembang
biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan
berkembang biak.

Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya.
Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada
suhu 121 oC atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami
perlakuan panas.

Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan
pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan membutuhkan
waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan kualitas yang
tidak diinginkan. Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan
memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan
panas hingga tercapai keadaan steril komersial . Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril
komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat
pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat
reaksi-reaksi kimia.

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang
sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah
bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti
buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri
Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam
makanan kaleng. Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang
cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit dengan
menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.

Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk
spora bakteri C. Botulinum. Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya
disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari
penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada
spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan

14
berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus
stearothermophillus.

2.6.9 Standar Mutu Cakalang Loin Masak Beku

Menurut SNI 7968:2014 persyaratan mutu cakalang loin masak beku yang harus
dipenuhi adalah pada Tabel 2.

Tabel 1. Parameter uji cakalanag loin masak beku

Parameter uji Satuan Persyaratan


a. Sensori - Min 7 (Skor 1-9)
b. Kimia
- Histamin Mg/kg Maks.100

Tabel 2. Persyaratan Mutu Cakalang Loin Masak Beku

Parameter uji Satuan Persyaratan


c. Cemaran mikroba
- ALT koloni/g Maks. 5.0 x 103
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella per 25 gr Negatif
- Vibrio cholera* per 25 gr Negatif
- Vibrio parahaemolyticus* APM/g <3
- Staphylococcus aureus koloni/g Maks. 1 x 103
d. Cemaran Logam*
- Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
- Kadnium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 1,0
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
e. Fisik

15
- Suhu pusat o
C Maks. – 18
CATATAN *Bila diperlukan
Sumber : SNI 7968:2014

2.6.10 Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara berat akhir produk yang diinginkan


dengan berat semula. Rendemen dinyatakan dalam % berat, yang angkanya didapat
berdasarkan perhitungan berat hasil proses yang dihasilkan dibagi berat awal bahan baku,
dikalikan 100. Tujuan adalah untuk mengetahuui berat bersih dari ikan yang digunakan
dalam optimalisasi produk dibandingkan berat kotor yang tidak terpakai.

2.6.11 Sanitasi dan Higiene

Pengertian sanitasi dan higiene merupakan suatu tindakan atau upaya untuk
meningkatkan kebersihan dan kesehatan melalui pemeliharaan dini setiap individu dan
faktor lingkungan yang mempengaruhinya, agar individu terhindar dari ancaman kuman
penyebab penyakit (Depkes RI, 1994).

16
BAB III
METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek Pengolahan Modern ini dilaksanakan pada semester III tanggal 3 Oktober
2018 dan 10 Oktober 2018 dimana dalam seminggu dilaksanakan praktek sebanyak 1 kali
yang bertempat di Workshop Pengolahan prodi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan,
Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan praktek Pengolahan Modern berupa


score sheet pengujian organoleptik, dan peralatan pengolahan lainnya yang akan di
gunakan dalam produksi seperti :

1) Meja produksi
2) Pisau
3) Timbangan
4) Box viber
5) Pan
6) Kipas angin
7) Talenan
8) Baskom
9) Alat pemasakan
10) Alat sanitasi dan higiene
11) Alat pengemasan

17
3.2.2 Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan selama produksi sebagai berikut:


1) Ikan cakalang
2) Bahan-bahan saniter
3) Bahan pengemas
4) Air

3.3 Metode Kerja

Pelaksanaan praktek dilaksanakan dengan menggunakan metode praktek langsung


terhadap proses pengolahan cakalang loin masak beku.

3.3.1 Pengamatan Alur Proses Pengolahan

Pengamatan yang dilakukan adalah alur proses pengolahan cakalang loin masak
beku, mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk jadi hingga dibekukan.
Pengambilan data di lakukan pada setiap tahapan proses.

3.3.2 Pengujian Mutu

3.3.2.1 Pengujian Organoleptik

Pengamatan organoleptik dilakukan pada tahap penerimaan bahan baku dan produk
akhir. Pada bahan baku dilakukan pengamatan mengenai kondisi fisik ikan cakalang
segar/beku seperti kenampakan, bau dan konsistensi sedangkan pada produk akhir berupa
loin dilakukan pengamatan organoleptik juga. Pengamatan dan pengujian di lakukan
dengan 9 (sembilan) panelis.

Pengamatan organoleptik bahan baku dilakukan dengan menggunakan score sheet


ikan segar (SNI 3779:2013) dan score sheet tuna loin masak beku (SNI7968:2014) dengan
cara memberikan nilai pada lembar penilaian sesuai dengan tingkatan mutu produk
sebanyak 1 (satu) kali dengan 9 (sembilan) panelis.

Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan
mencari hasil rata-ratanya. Untuk menghitung interval nilai mutu rata-rata dari setiap
panelis menggunakan rumus sebagai berikut:

18
𝑃(𝑥̅ − (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≤ 𝜇 ≤ (𝑥̅ + (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≅ 95%

∑𝑛𝑖=0 𝑋𝑖
𝑥̅ =
𝑛

2
∑𝑛𝑖=0(𝑥𝑖− 𝑥̅ )2
𝑆 =
𝑛

∑𝑛𝑖=0(𝑥𝑖− 𝑥̅ )2
𝑠=√
𝑛

Dengan:
n: banyaknya panelis;
S2 : keragaman nilai mutu;
1,96 : koefesien standar deviasi pada taraf 95 %;
𝑥̅ : nilai mutu rata-rata;
𝑥: nilai mutu panelis ke i, dimana i = 1,2,3....n;
s: simpangan baku nilai mutu

3.3.2.2 Perhituhangan Rendemen

Perhitungan rendemen merupakan pengamatan yang dilakukan dengan cara


penimbangan proses tertentu pada proses produksi untuk mengetahui presentasi ikan yang
dapat digunakan. Pada proses pengolahan loin dilakukan perhitungan rendemen dari ikan
utuh hingga menjadi loin bersih. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui berat ikan
saat selesai proses pemasakan hingga menjadi loin. Perhitungan rendemen dilakukan
dengan pengamatan menggunakan timbangan digital.

Rendemen dapat dicari dengan cara perhitungan:

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

19
3.3.4 Sanitasi dan Higiene

Penerapan sanitasi dan higiene ini mengacu kepada 8 kunci SSOP yang dilakukan
selama proses pengolahan dari awal sampai akhir pengolahan.

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pengolahan


4.1.1 alur proses pengolahan cakalang loin masak beku
1. Penerimaan bahan baku
2. Pelelehan
3. Pencucian 1
4. Penyiangan
5. Pencucian 2
6. Penyusunan dalam pan
7. Pemasakan
8. Pendinginan
9. Pembersihan,pembentukan loin,perapihan
10. Pengemasan dan penimbangan
11. Penyimpanan beku

4.1.2 Pembahasan alur proses pengolahan cakalang masak beku


Dilihat dari diagram alur proses diatas terdapat 11 tahapan proses pengolahan cakalang
masak beku yang diproduksi oleh taruna/i Prodi TPH-B Sekolah Tinggi Perikanan.

1) Penerimaan bahan baku


Bahan baku yang diterima diworkshop teknologi pengolahan hasil perikanan berupa ikan
cakalan utuh segar. Bahan baku didistribusikan menggunakan box viber berisi es yang
tujuannya adalah untuk menjaga kesegaran bahan baku. Bahan baku diturunkan dari mobil
pick up dan kemudian dilakukan pengecekan oleh petugas untuk mengetahui mutu bahan
baku yang diterima dengan melakukan uji organoleptik ikan segar. Tujuan diadakannya
pengecekan pada saat penerimaan bahan baku adalah untuk mengetahui kondisi fisik ikan
dan untuk mendapaykan bahan baku bermutu tinggi dan sesuai spesifikasi
Setelah bahan baku selesai diuji kemudian bahan baku dimasukkan ke dalam ABF (Air
Blast Freezer) yang bertujuan untuk membekukan bahan baku hingga suhu pusat tubuh ikan

21
mencapai -18oC. Kemudian dipindahkan ke dalam cold storage. Bahan baku dibekukan
terlebih dahulu agar tidak terjadi penurunan mutu yang berakibat pembusukan, karena bahan
baku yang diterima pada saat itu tidak langsung diolah karena waktu yang tidak
memungkinkan.
Pada saat hari pengolahan, bahan baku dikeluarkan dari cold storage dengan hati-hati
agar tidak merusak fisik bahan baku kemudian diletakkan didalam box viber untuk kemudian
ditimbang dan dilakukan pelelehan.

Tabel 3.Data pemerimaan bahan baku


No Tanggal masuk Berat awal (kg) Kode produksi Jenis bahan baku

1 03 oktober 2018 44,5 277-53B 3 Beku

2 11 oktober 2018 99,4 285-53B Beku

3 31 oktober 97,4 305-53B Beku

2) Pelelehan
Pelelehan dilakukan dengan cara meletakkan bahan baku didalam box viber kemudian
dialiri air bersih melalui selang. Tunggu hingga bahan baku benar-benar sudah mencair dan
tidak kaku lagi setelah itu bahan baku siap diproses. Tujuan dari dilakukannya tahap
pelelehan ini adalah untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai spesifikasi.

3) Pencucian 1
Pencucian 1 ini dilakukan untuk menghilangkan sisa kristal es, darah, lendir, dan
kotoran lain yang menempel pada tubuh ikan untuk mengurangi kontaminasi mikroba dan
untuk mendapatkan bahan baku yang bersih sesuai spesifikasi. Dilakukan dengan cara
mencuci ikan dengan air mengalir kemudian diletakkan dimeja produksi

22
4) Penyiangan
Penyiangan ini dilakukan oleh 2 klompok produksi dengan perlakuan tiap-tiap
kelompok berbeda, kelompok pertama ini melakukan penyiangan menggunakan pisau dengan
cara memotong bagian kepala dan mengeluarkan isi perut serta memotong bagiang belly.
Tujuan penyiangan ini karena bagian kepala, isi perut, dan belly tidak digunakan sehingga
untuk memudahkan pada saat pembentukan loin. Pemotongan kepala dilakukan dengan cara
memotong dari bagian dirip dada ke arah punggung hingga batas bagian kepala hingga
bagian kepala putus kemudian bagian isi perut ditarik dari bagian potongan tadi, ditanjutkan
dengan memotong belly (bagian perut bawah). Proses ini harus dilakukan secara hati-hati
sehingga hasil potongannya tepat dan tidak mengambil bagian yang lain, menggunakan pisau
potong yang tajam sehingga hasil potongannya rapi.Sedangkan kelompok ke2, melakukan
proses penyiangan hanya dengan membuang insang dan isi perut ikan tanpa memotong
kepala dan belly.

5) Pencucian 2
Pencucian 2 ini bertujuan untuk membersihkan sisa darah dan lendir yang menempel
pada tubuh ikan sisa penyiangan sehingga didapat bahan baku yang bersih sesuai spesifikasi.
Pencucian dilakukan dengan cara memasukkan ikan ke dalam box viber yang sudah berisi
campuran air dan es. Dengan ditambahkannya es pada bak pencucian 2 akan
mempertahankan suhu tubuh ikan sehingga dapat menghambat terjadinya kemunduran mutu

6) Penyusunan dalam Pan


Sebelum proses pemasakan, terlebih dahulu ikan disusun didalam pan karena proses
memasakan dilakukan dengan mesin steamer yang menggunakan uap panas. Penyusunan
didalam pan dilakukan secara bolak balik antara kepala dan ekor untuk menghemat tempat
dan untuk mendapatkan panas yang merata

7) Pemasakan
Tahap pemasakan ini dilakukan didalam mesin steamer yaitu mesin pengukus. Ikan yang sudah
disusun didalam pan kemudian dimasukkan kedalam mesin. Lama proses pengukusan ± 70-80
menit tergantung cepat lambatnya mencapai suhu optimum yang sudah ditetapkan. Pengukusan
akan berhenti setelah suhu pusat ikan sudah mencapai maksimum 75oC. Berat total ikan setelah
dikukus adalah 36,99 kg.

23
Tabel 4. Data pemasakan 1

Utuh beku insang& isi pemasakan Masak pemotongan Skinning treaming


perut kepala
Kg °C Kg sebelum sesudah kg °C kg kg kg
50,52 -0,1 42,68 29,2°C 11,5°C 36,99 80 32,39 27,27 16,5

Tabel 5. Data pemasakan

Berat awal Berat akhir Rendemen


No Alur Proses
Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi
1 (Kg) 2 (Kg) 3 (kg) 1 (Kg) 2 (Kg) 3 (kg) 1 (%) 2 (%) 3 (%)
Penerimaan
49,7 99,4 97,4 49,7 99,4 97,4 100 100 100
1 Bahan Baku
Deheading
& 49,7 99,4 97,4 33,19 78 75,4 67,5 78,4 77
2 Penyiangan

49,7 99,4 97,4 29,06 70 69,2 69,1 73 71


3 Precooking
Skinning &
49,7 99,4 97,4 24,71 50,3 47,8 50,2 50,3 49
4 Triming
Loining &
49,7 99,4 97,4 15,98 34,65 32,5 32,5 34,8 33,3
5 Pengemasan

24
Tabel 6. Suhu dan waktu selama produksi 1,2 dan 3

Waktu Suhu Produksi 1 Suhu Produksi 2 Suhu Produksi 3

0 3,1 9,7 6,6

5 4,4 13,1 9,7

10 8 15,3 14,5

15 13,6 18,7 17,7

20 20,9 27,3 25,9

25 29,2 34,4 32,9

30 38,1 41,1 39,2

35 46,8 47,6 48,4

40 55,1 53,6 52,2

45 62,3 58,5 59,4

50 68,8 63,6 64,3

55 74,5 68,6 67,9

60 76,7 76 77,8

65 78,1 81,2 80,1

70 80 83 82

25
Grafik suhu dsn waktu selama pemasakan

90

80

70

60
Suhu Produksi 1
50
Suhu Produksi 2
40
Suhu Produksi 3
30

20

10

8) Pendinginan
Pendinginan dilakukan setelah produk dikeluarkan dari mesin steamer. Dilakukan
didalam ruangan tertutup, pan disusun diatas meja kemudian pendinginan dibantu dengan
kipas angin agar mempercepat proses pendinginan dan setiap 5 menit disemprotkan air
bersih.
Tujuan dari pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu produk agar mempermudah
untuk pengolahan selanjutnya. Tujuan dari penyemprotan air setiap 5 menit adalah untuk
mencegah terjadinya dehidrasi akibat angin dari kipas angin.

9) Pembersihan, Pembentukan Loin, Perapihan


Tujuan dilakukannya tahap iini adalah untuk mendapatkan produk yang sesuai
speifikasi. Kulit ikan dihilangkan secara manual dengan bantuan pisau kemudian
pembentukan loin dilakukan dengan membelah tubuh ikan menjadi 4 bagian kemudian
dilakukan perahpihan dengan menghilangkan bagian daging merah untuk meningkatkan daya
jual produk. Berat daging setelah melalui proses Skinning & Triming pada produksi 1 ,2 dan 3
adalah 24,71 kg, 50,3 kg dan 47,8 kg

26
10) Pengemasan 1 dan Penimbangan
Pengemasan mengunakan plastik standar food grade yang sudah diberi label sebelumnya
dan ditutup menggunakan mesin vaccum sealer. Produk dikemas dengan berat 500 gr per
kemasannya. Pengemasan ini memiliki tujuan untuk menjaga mutu dan kualitas produk serta
mencegah terjadinya kontaminasi oleh bakteri patogen. Tujuan dari pelabelan adalah untuk
memberikan identitas terhadap produk.

11) Penyimpanan Beku


Setelah produk dikemas kemudian dimasukkan kedalam cold storage atau quick freezer
dengan disusun rapi dan dengan suhu maksimum -18oC. Tujuan dari penyimpanan beku ini
adalah untuk mempertahankan mutu produk dan kualitas produk, untuk mencegah terjadinya
penurunan mutu oleh bakteri penyebab pembusukan.

27
4.2 Uji organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan 9 panelis dari taruna dan taruni semester III Program Studi

Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Hasil pengujian organoleptik dari 2 kali produksi akan di

sajikan di bawah ini :

Produksi 1

SAMPEL 1

RATA -
No Nama Panelis Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
RATA
1 Anggun Putrisila 5 7 8 6 7 7 6,7
2 Dea Putri Natalin S 5 7 7 6 7 7 6,5
3 Fitria Maurina 5 7 8 6 7 7 6,7
4 Mahiza Taruna 5 7 8 6 7 7 6,7
5 Nana Sutrisna 5 7 8 6 7 7 6,7
6 Nova Herliza 5 7 8 6 7 7 6,7
7 Recky Rahmat H 5 7 8 6 7 7 6,7
8 Sulthan Salim 5 6 7 6 8 6 6,3
9 Yuliyana Rahayu 5 7 7 7 7 8 6,8
RATA -
RATA 6,6

(=(6,7−6,6)²+(6,5−6,6)²+(6,7−6,6)²+(6,7 −6,6)²+(6,7 −6,6)²+(6,7 −6,6)²+(6,7 −6,6)²+(6,3


−6,6)²+(6,8 −6,6)²"" )/9

(0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,3+0,2)/9

𝑆^2=1,2/9

𝑆=√0,13

=0,36

𝑃=6,6−(1,96𝑥0,36/9)≤≤6,6+(1,96𝑥0,36/9)
𝑃=6,6−0,08≤å≤6,0,08
𝑃=6,52≤å≤6,68

28
SAMPEL 2

RATA -
No Nama Panelis Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
RATA
1 Anggun Putrisila 5 7 8 6 7 7 6,7
2 Dea Putri Natalin S 5 7 7 6 7 7 6,5
3 Fitria Maurina 5 7 8 6 7 7 6,7
4 Mahiza Taruna 5 7 7 6 7 7 6,5
5 Nana Sutrisna 5 7 7 6 7 7 6,5
6 Nova Herliza 6 7 7 6 7 7 6,7
7 Recky Rahmat H 5 7 8 6 7 7 6,7
8 Sulthan Salim 5 6 7 6 7 7 6,3
9 Yuliyana Rahayu 5 7 7 6 7 7 6,5
RATA -
RATA 6,6

(=²+(6,7−6,6)+(6,5 −6,6)+(6,5 −6,6)+(6,7 −6,6)+(6,7 −6,6)+(6,3 −6,6)+(6,8 −6,6)"" )/9


(0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,3+0,2)/9

𝑆^2=1,2/9

𝑆=√0,13=0,36
𝑃=6,6−(1,96𝑥0,36/9)≤≤6,6+(1,96𝑥0,36/
9)
𝑃=6,6−0,08≤≤0,08
𝑃=6,52≤≤6,68

29
SAMPEL 3

RATA -
No Nama Panelis Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
RATA
1 Anggun Putrisila 5 7 8 7 7 8 7
2 Dea Putri Natalin S 5 7 7 7 7 8 6,8
3 Fitria Maurina 5 7 8 7 7 8 7,0
4 Mahiza Taruna 5 7 7 7 7 8 6,8
5 Nana Sutrisna 5 7 8 7 7 8 7,0
6 Nova Herliza 5 6 8 7 7 8 6,8
7 Recky Rahmat H 5 7 8 7 7 8 7,0
8 Sulthan Salim 6 7 7 7 8 8 7,2
9 Yuliyana Rahayu 5 7 7 6 7 7 6,5
RATA -
RATA 6,9

(=(7−6,9)+(6,8−6,9)+(7,0−6,9)+(6,8 −6,9)+(7,0 −6,9)+(6,8 −6,9)+(7,0 −6,9)+(7,2−6,9)+(6,5 −6,9)"" )/9

((0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,3+0,4)/9)
𝑆^2=1,4/9
𝑆=√0,15
=0,39

𝑃=6,6−(1,96𝑥0,39/9)≤≤6,6+(1,96𝑥0,39/9)
𝑃=6,6−0,08≤å≤6,0,08
𝑃=6,52≤å≤6,68

30
Sampel 1
Kenampakan
Panelis Lendir Daging Bau Tekstur Rerata 0,029320988
Mata Insang Permukaan
badan
1 5 7 8 6 7 7 6,666666667 0,001371742
2 5 7 7 6 7 7 6,583333333 0,002143347
3 5 7 8 6 7 7 6,666666667 0,001371742
4 5 7 8 6 7 7 6,666666667 0,001371742
5 5 7 8 6 7 7 6,666666667 0,001371742
6 5 7 8 6 7 7 6,666666667 0,001371742
7 5 7 8 6 7 7 6,666666667 0,001371742
8 5 6 7 6 8 6 6,5 0,016803841
9 5 7 7 6 7 7 6,583333333 0,002143347
10 0
11 0
12 0
13 0
14 0
15 0
16 0
17 0
18 0
19 0
20 0
21 0
22 0
23 0
24 0
25 0
26 0
27 0
28 0
29 0
30 0

Nilai rata-rata 6,63


Ragam 0,003
6,21538E-
SD 18

31
Sampel 2

Kenampakan
Panelis Lendir Daging Bau Tekstur Rerata 0,027777778
Mata Insang Permukaan
badan
1 5 7 8 6 7 7 6,6666667 0,00308642
2 5 7 7 6 7 7 6,5833333 0,000771605
3 5 7 8 6 7 7 6,6666667 0,00308642
4 5 7 7 6 7 7 6,5833333 0,000771605
5 5 7 7 6 7 7 6,5833333 0,000771605
6 6 7 7 6 7 7 6,6666667 0,00308642
7 5 7 8 6 7 7 6,6666667 0,00308642
8 5 6 7 6 7 7 6,5 0,012345679
9 5 7 7 6 7 7 6,5833333 0,000771605

Nilai
rata-rata 6,611
Ragam 0,003
SD 4,7431E-18

Sampel 3

Kenampakan
Panelis Lendir Daging Bau Tekstur Rerata 0,385802469
Mata Insang Permukaan
badan
1 5 7 8 7 7 8 7,1666667 0,00420096
2 5 7 7 7 7 8 7,0833333 0,000342936
3 5 7 8 7 7 8 7,1666667 0,00420096
4 5 7 7 7 7 8 7,0833333 0,000342936
5 5 7 8 7 7 8 7,1666667 0,00420096
6 5 6 8 7 7 8 7,0833333 0,000342936
7 5 7 8 7 7 8 7,1666667 0,00420096
8 6 7 7 7 8 8 7,4166667 0,099108368
9 5 7 7 6 7 7 6,5833333 0,268861454
Nilai
rata-rata 7,102
Ragam 0,043
SD 2,45132E-12

32
Produksi 2

Hari /Tanggal : kamis, 11 oktober 2018

hasil Sampel 1

RATA -
No Nama Panelis Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
RATA
1 Abrar hafina 5 7 8 7 7 8 7
2 Dian latifa 5 7 7 7 7 8 6.8

3 Inocencia maria belo 5 7 8 7 7 8 7.0


4 josua dosroha admajaya 5 7 7 7 7 8 6.8
5 M. ikhsan 5 7 8 7 7 8 7.0
6 M. arif budiyanto 5 6 8 7 7 8 6.8
7 Nanda regina 5 7 8 7 7 8 7.0
8 Niken nerhaliza 6 7 7 7 8 8 7.2
9 wardah safitri 5 7 7 6 7 7 6.5
Rata-rata 6.9

= (7 − 6,9)² + (6,8 − 6,9)² + (7 − 6,9)² + (6, 8 − 6,9)² + ( 7 − 6,9)² + (6,8 − 6,9)² + (7 − 6,9)² + (7,2 − 6,9)² + (6.5 − 6,9)²
9

0,01 + 0,01 + 0,01 + 0,01 + 0,01 + 0,01 + 0,01 + 0,09 + 0,16


9

0,32
𝑆2 =
9

0,32
𝑆2 = 9
= 0,5

1,96𝑥0,56 1,96𝑥0,56
𝑃 = 6,9 − ( ) ≤ 9 + ( )
9 9

𝑃 = 6,9 − 0,12 ≤ µ ≤ 6,9 + 0,12

𝑃 = 6,78 ≤ µ ≤ 7,02

33
Nilai organoleptik dari ikan cakalang sampel 1 tersebut berdasarkan perhitungan
adalah 6,78 dan di bulatkan menjadi 7. Standar ikan segar adalah 7 maka ikan cakalang
dikatakan standar Ikan tersebut dalam kondisi layak dikonsumsi

Produksi 2

Hari /Tanggal : kamis, 11 oktober 2018

Hasil penilaian Sampel 2

RATA -
No Nama Panelis Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
RATA
2 Dian latifa 3 7 7 6 7 7 6.1
3 Inocencia maria belo 5 7 7 6 8 7 6.6
4 josua dosroha AJ 5 7 6 6 7 6 6.1
5 M. ikhsan 5 7 7 6 7 7 6.3
6 M. arif budiyanto 5 7 6 6 6 7 6.3
7 Nanda regina 5 7 7 6 7 7 6.5
8 Niken nerhaliza 5 7 6 6 7 8 6.5
9 wardah safitri 5 7 6 6 7 7 6.3
Rata-rata 6.3

= (6,1 − 6,3)2 + (6,6 − 6,3)2 + (6,2 − 6,3)2 + (6,3 − 6,3)2 + (6,3 − 6,3)2 + (6,5 − 6,3)2 + (6,5 − 6,3)2 + (6,5 − 6,3)2 +(6,3 − 6,3)2
9

0,04 + 0,9 + 0,4 + 0 + 0 + 0,4 + 0,4 + 0,4 + 0


9

2,54
𝑆2 =
9

𝑆 = √0,28= 0.53

34
1,96𝑥0,53 1,96𝑥0,53
𝑃 = 6,3 − ( ) ≤ 3 + ( )
9 9

𝑃 = 6,3 − 0,11 ≤ µ ≤ 6.3 + 0,11

𝑃 = 6,19 ≤ µ ≤ 6,41

Nilai organoleptik dari ikan cakalang sampel 2 tersebut berdasarkan perhitungan


adalah 6,19 dan di bulatkan menjadi 7 standar ikan segar adalah 7 maka ikan cakalang
dikatakan standar Ikan tersebut dalam kondisi layak dikonsumsi.

Produksi 2

Hari /Tanggal : kamis, 11 oktober 2018

hasil penilaian Sampel 3

RATA -
No Nama Panelis Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
RATA
1 Abrar hafina 5 7 8 6 7 7 6.7
2 Dian latifa 5 7 7 6 7 7 6.5
Inocencia maria
3 belo 5 7 8 6 7 7 6.7
4 josua dosroha AJ 5 7 8 6 7 7 6.7
5 M. ikhsan 5 7 8 6 7 7 6.7
6 M. arif budiyanto 5 7 8 6 7 7 6.7
7 Nanda regina 5 7 8 6 7 7 6.7
8 Niken nerhaliza 5 6 7 6 8 6 6.3
9 wardah safitri 5 7 7 7 7 8 6.8
Rata-rata 6.6

35
= (6,7 − 6,6)2 + (6,5 − 6,6)2 + (6,7 − 6,6)2 + (6,7 − 6,6)2 + (6,7 − 6,6)2 + (6,7 − 6,6)2 + (6,7 − 6,6)2 + (6,3 − 6,6)2 + (6,8 − 6,6)2
9

0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,1+0,9+0,4
( )
9

2
𝑆2 =
9

𝑆 = √2 = 1,4

1,96𝑥1,41 1,96𝑥1,41
𝑃 = 6,6 − ( ) ≤  ( )
9 9

𝑃 = 6,6 − 0,31 ≤ µ ≤ 6,6 + 0,31

𝑃 = 6,29 ≤ µ ≤ 6,91

Nilai organoleptik dari ikan cakalang sampel 1 tersebut berdasarkan perhitungan


adalah 6,78 dan di bulatkan menjadi 7 standar ikan segar adalah 7 maka ikan cakalang
dikatakan standar Ikan tersebut dalam kondisi layak dikonsumsi

36
4.3 Perhitungan rendemen

Berat awal Berat akhir Rendemen


Alur Proses
nNo Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi
1 (Kg) 2 (Kg) 3 (kg) 1 (Kg) 2 (Kg) 3 (kg) 1 (%) 2 (%) 3 (%)
Penerimaan 49,7 99,4 97,4 49,7 99,4 97,4 100 100 100
1 Bahan Baku
Deheading
& 49,7 99,4 97,4 33,19 78 75,4 67,5 78,4 77
2 Penyiangan

49,7 99,4 97,4 29,06 70 69,2 69,1 73 71


3 Precooking
Skinning & 49,7 99,4 97,4 24,71 50,3 47,8 50,2 50,3 49
4 Triming
Loining & 49,7 99,4 97,4 15,98 34,65 32,5 32,5 34,8 33,3
5 Pengemasan

Data Hasi lPerhitungan Rendemen klompok 2 cakalang masak beku buang isi perut dan insang

Utuh beku insang& isi pemasakan Masak pemotongan Skinning treaming


perut kepala
Kg °C Kg sebelum sesudah kg °C kg kg kg
50,52 -0,1 42,68 29,2°C 11,5°C 36,99 80 32,39 27,27 16,5

37
4.4 Sanitasi dan Higiene
berikut merupakan tindakan sanitas yang kami lakukan selama proses produksi :

1. Sebelum produksi
a. Menyiapkan area ruang produksi
b. Mensanitasi bagian dalam ruangan (lantai, meja, dan alat-alat produksi lainnya)
c. Memastikan semua pekerja menggunakan pakaian yang sesuai ketentuan seperti
menggunakan sepatu boat, masker, hairnet, sarung tangan, dan celmek.
2. Pembuatan larutan klorin
a. Klorin yang dibutuhkan untuk bak pencuci kaki
Pembuatan klorin pada produksi 1 dilakukan sebanyak sekali saja
selama proses produksi berlangsung. Untuk memenuhi kebutuhan sanitasi
bak pencuci kaki yang bervolume 270 L dibutuhkan larutan klorin sebanyak
675 ml dengan konsentrasi klorin 250 ppm. Berikut perhitungannya :
Diketahui :
V1 : 270 L
N1 : 250 ppm
N2 : 100000 ppm
V2 :………….?
Perhitungan :
V1 . N1 = V2 . N2
V1 .N1
V2 = N2
270 . 250
= 100000

= 0,675 L
V2 = 675 ml

b. Klorin yang dibutuhkan untuk pencucian alat dan tangan

38
Klorin yang dibutuhkan untuk pencucian alat dan tangan dengan
volume 100 L dan konsentrasi klorin 100 ppm adalah sebanyak 100 ml
klorin. Berikut perhitungannya :
Diketahui :
V1 : 100 L
N1 : 100 ppm
N2 : 100000 ppm
V2 :………….?
Perhitungan :
V1 . N1 = V2 . N2
V1 .N1
V2 = N2
100 . 100
= 100000

= 0,1 L
V2 = 100 ml

3. Selama proses produksi berlangsung


Selama proses produksi berlangsung devisi sanitasi harus :
a. Memastikan semua pekerja keluar masuk melalui pintu yang ditetapkan dan
wajib mencelupkan sepatu ke dalam bak pencuci kaki yang telah diberi klorin.
b. Memastikan bahwa area gedung produksi selalu dalam keadaan bersih dan
saniter.
c. Memastikan toilet bersih dan tersedia air, ember, dan gayung.

4. Sesudah proses produksi


a. Setelah proses produksi selesai devisi sanitasi mencuci semua perlatan sanitasi
seperti loyang, pisau, meja, celmek, baskom, dan lainnya.
b. Mensanitasi area produksi

39
c. Menyimpan kembali semua peralatan produksi yang telah bersih pada
tempatnya.
d. Mematikan pompa air dan lampu gedung produksi setelah semua kegiatan
selesai.
e. Setelah area produksi dalam keadaan steril. Pekerja dilarang kelaur masuk lagi
kedalam gedung.

40
BAB IV

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari apapun yang ditulis dalam laporan dapat disimpulkan bahwa :

1) Ikan yang ditangani secara baik dan benar akan menghasilkan mutu yang baik.

2) Rendemen akhir yang didapat memenuhi standar yaitu diatas 30%

3) pada proses pengolahan cakalang loin msak beku , dibutuhkan tindakan yang cepat dan saniter

dengan menjaga rantai dingin agar produk yang di hasilkan lebih awet dan mempunyai kualitas

yang baik.

4) hasil uji organoleptik ikan segar menunjukkan bahwa bahan baku cakalang tersebut layak untuk

di produksi , karna nilai organoleptik ikan cakalang yang menjadi bahan baku bernilai >7

5) sanitasi dan hygine yang di lakukan selama proses produksi sudah cukup baik , mulai dari

sebelum proses, selama proses dan setelah proses pengolahan.

41
5.2 SARAN

1) Sebaiknya proses pengolahan cakalang loin masak beku harus di lakukan dengan lebih

teliti dan lebih berhati hati lagi agar nilai rendemen yang di hasilkan menjadi lebih rendah

dan meningkatkan keuuntungan produksi yang lebih tinggi.

2) Bahan baku yang di sediakan sebaiknya lebih bisa di tinggkatkan lagi kualitasnya agar

produk yang di hasilkan memiliki mutu yang bagus

3) Limbah yang si hasilkan selama proses pengolahan cakalang loin masak beku

seharusnya bisa langsung di manfaatkan dan workshop dan tefa sekolah tinggi perikanan

seharusnya mempunyai fasilitas pengolahan limbah tersebut agar semua dapat

termanfaatkan.

4) senitasi dan hygine selama proses produksi seharusnya bisa lebih di tingkatkan lagi

42
DAFTAR PUSTAKA

http://loplakumisaidah.blogspot.com/2013/12/laporan-prakerind.html

https://anzdoc.com/bab-iv-hasil-dan-pembahasan-tabel-4-deskripsi-produk-cakalan.html

http://farelsumigar.blogspot.com http://herusantoso17.blogspot.com/2012/06/pengolahan-

suhu-rendah.html/2017/11/pengolahan-bahan-pangan-dengan-suhu.html

http://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan-morfologi-ikan-cakalang-katsuwonus-pelamis/

http://www.academia.edu/9021748/Kemunduran_Mutu_Hasil_Perikanan

http://www.academia.edu/29548415/Tuna_loin_masak_beku

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=2ahUKEw

i-

naPH6JreAhXEYo8KHV92CREQFjACegQIBxAB&url=http%3A%2F%2Fwww.academia

.edu%2F5046169%2FPendinginan_dan_pembekuan&usg=AOvVaw2J9r8SD81AksZ0QU

U7jXqz

PENGERTIAN SANITASI DAN HYGIENE | Gagaje.blogspot.com

gagaje.blogspot.com › Kesehatan dan Keselamatan

http://fahmied.blogspot.com/2016/01/menghitung-nilai-rendemen.html

43

Anda mungkin juga menyukai