Anda di halaman 1dari 41

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Kayong Utara memiliki potensi yang cukup besar di bidang

kelautan dan perikanan di Kalimantan Barat. Sebagian wilayah Kabupaten

Kayong Utara terdiri atas perairan, baik berupa laut maupun sungai. Dengan

kondisi wilayah yang demikian sangat potensial untuk dilakukan pengembangan

disektor perikanan baik perikanan laut, perikanan umum dan budidaya. Menurut

BPS KALBAR (2014) Kabupaten Kayong Utara jumlah produksi perikanan

perairan laut sebesar 18437,2 ton, perairan umum 381,2 ton, dan perikanan

budidaya 532,11 ton, sedangkan untuk nilai produksi perikanan di Kabupaten

Kayong Utara perairan laut yaitu Rp. 337.799.450 juta, perairan umum Rp.

5670250 juta, dan perikanan budidaya Rp. 21332950 juta.

Potensi perikanan di Kabupaten Kayong Utara cukup besar salah satunya

adalah ikan kembung. Menurut BPS KALBAR(2014) produksi perikanan tangkap

ikan kembung di Kabupaten Kayong Utara yaitu 2.906,0 ton. Pemanfaatan ikan di

Kabupaten Kayong Utara khususnya Pulau Maya hanya mengkonsumsi dan

menjual ketempat penampungan dalam bentuk segar. Penanganan ikan kembung

dan ikan lainnya dilakukan dengan cara memberikan es kemudian ditampung

menggunakan bok fiber, selanjutnya ikan tersebut di kirim kepasar (Pontianak)

dengan menggunakan kapal penampung.

Salah satu kapal penampung yang bergerak untuk menampung ikan

khususnya di Kec. Pulau Maya adalah kapal KM, Karya Bersama dimana kapal

ini menampung ikan hasil tangkapan para nelayan dengan jumlah yang cukup
2

besar. Penanganan ikan di tempat penampungan tersebut masih sangat sederhana

dan belum memperhatikan penerapan sanitasi dan hygiene yang baik.

Ikan kembung yang tergolong family scombroidae, jika dibiarkan pada

suhu kamar, maka akan segera terjadi proses penurunan mutu menjadi tidak segar

lagi dan mengalami kebusukan. Kebusukan ini disebabkan oleh kontaminasi

bakteri phatogen seperti Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholera,

Enterobacteriacea dan lain-lain. Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi

karena aktivitas enzim, mikro organisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut

menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan

ini terlihat adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Setelah

ikan mati, berbagai proses perubahan fisik, kimia, dan organoleptik berlangsung

dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah pada pembusukan.

Urutan proses perubahan ikan setelah mati meliputi perubahan prarigormortis,

rigormortis, aktivitas enzim, aktivitas narkoba, dan oksidasi (Junianto 2003).

Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik,

semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan

menurunkan tingkat kesegarannya. Perlawanan ikan saat ditangkap juga dapat

menyebabkan kemungkinan ikan akan menjadi luka atau memar akibat benturan.

Luka atau memar pada ikan akan memudahkan ikan terkontaminasi oleh bakteri

sehingga jumlah bakteri dalam daging ikan menjadi lebih banyak. Semakin

banyak jumlah bakteri dalam daging ikan maka proses pembusukan akan semakin

cepat. Selain sanitasi dan hygiene, pada penanganan ikan kembung untuk

meminimalisir terjadinya kebusukan dapat dilakukan dengan menjaga suhu dingin

selama penanganan.
3

Salah satu cara untuk mengetahui kemunduran mutu ikan adalah dengan

cara pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik adalah pengujian dengan

menggunakan panca indra manusia dengan menggunakan alat bantu score sheet

organoleptik yang bertujuan untuk menguji fisik ikan pada saat penanganan ikan.

Adapun aspek-aspek penilaian pada bahan baku meliputi kenampakan, bau, dan

tekstur daging.

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), penilaian suhu ikan segar

dengan menggunakan indera masusia memerlukan pedoman yang tertentu untuk

mengurangi kesubyektifan hasilnya, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang

sangat mendekati obyektif dan tidak jauh berbeda dengan penilaian yang

dilakukan oleh penguji mutu yang lain.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik mengambil judul

Penerapan Rantai Dingin Terhadap Mutu Organoleptik Pada Penanganan

Ikan Kembung (Scomber canagurta ) di Kapal K M, Karya Bersama. di Kec.

Pulau Maya Kab. Kayong Utara

1.2 Perumusan Masalah


Ikan merupakan bahan pangan yang penuh gizi dan mudah rusak.

Menurunnya kualitas dan kesegaran mutu ikan banyak disebabkan berbagai

macam faktor seperti penanganan awal yang kurang baik, selain itu suhu yang

tidak stabil, penambahan es yang kurang, serta kurangnya penerapan sanitasi dan

hygene yg baik dan benar. Penurunan kesegaran ikan juga dapat diukur dengan uji

organoleptik dengan menggunakan panelis terlatih dengan begitu dapat diketahui

penyebab dan kemunduran mutu ikan tersebut. Pengawasan terhadap suhu selama
4

proses penanganan ditempat penampungan hingga ketangan konsumen juga

menjadi titik kritis bagi ikan kembung.

1.3 Tujuan
1) Mengetahui proses penanganan ikan kembung diatas kapal KM. Karya

Bersama

2) Mengetahui penerapan rantai dingin pada penanganan ikan kembung di

atas kapal KM. Karya Bersama

3) Menguji mutu organoleptik ikan kembung diatas kapal penampung

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan Kerja Praktek Akhir ini adalah

1) Memberikan wawasan bagi karyawan untuk menjaga kestabilan suhu pada

setiap penanganan ikan di atas kapal

2) Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kemunduran mutu ikan kembung di kapal penampung serta memberikan

informasi penanganan hasil perikanan yang baik unruk menjaga mutu ikan.
5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Ikan Kembung


Ikan kembung di definisikan sebagai binatang vertebrata yang berdarah

dingin (poikiotherm), hidup dalam lingkungan air,pergerakan dan keseimbangan

badannya terutama menggunakan sirip dan pada umumnya bernapas dengan

insang.

Ikan kembung terdiri ikan pelagik yang menghendaki perairan yang

bersalinitas tinggi. Ikan ini suka hidup bergerombol,kebiasaan makanan adalah

memakan plankton besar/kasar Copepode atau crusstacea (Saanin 1968).

2.1.1 Klasifikasi ikan kembung


Menurut Saanin (1968), dalam taksonomi mengklasifikasikan ikan

kembung sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Class : Condrichthyes

Ordo : Scombriformes

Family : Scombridae

Genus : Scomber

Species : Scomber canagurta


6

Gambar 1 Ikan Kembung

Ikan kembung dapat digolongkan didalam kelas Condrichthyes badan

tidak begitu langsing, tetapi pendek dan gepeng. Tubuh bagian atas bewarna

kehijauan dan putih perak pada bagian bawah, terdapat totol-totol hitam pada

bagian punggung, sirip punggung pertama kuning keabuan dengan pinggiran

gelap. Perut dan sirip dada bewarna kuning maya gelap dan sirip lainnya bewarna

kekuningan. Ikan kembung ini memiliki sirip kecil yangterdapat sirip

punggung/finled berjumlah 5-7, ukuran tubuhnya mencapai 15-30 cm. Ikan

kembung biasanya hidup lebih mendekati pantai dan membentuk gerombolan

besar.

2.1.3 Komposisi kimia ikan kembung

Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan merupakan bahan pangan yang benilai

gizi tinggi. Daging ikan tersusun oleh zat-zat makanan yang sangat berguna untuk

pertumbuhan dan kehidupan mahluk hidup. Zat-zat makanan tersebut yaitu

protein, lemak, karbohidrat, garam mineral, vitamin, dan air yang memberikan

sumbangan gizi yang besar.


7

Adapun komposisi kimia ikan kembung dapat di lihat pada tabel 1 di

bawah ini :

Tabel 1. Komposisi kimia ikan kembung Segar


Komponen Kadar %
Kandungan air 73,3-79,3
Protein 16,6-21,4
Lemak 0,5-4,1
Karbohidrat 0-1,0
Vitamin 3,0-4,5
Mineral 2,0-2,52
Sumber : (Hadiwiyoto 1993)

2.2 Penurunan Tingkat Kesegaran Ikan


Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim

mikroorganisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran

ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya

perubahan fisik dan kimia organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati, berbagai

proses perubahan fisik, kimia, dan organoleptik berlangsung dengan cepat. Semua

proses perubahan ini akhirnya mengarah kepembusukan. Urutan proses perubahan

yang terjadi pada ikan setelah mati meliputi secara prarigormortis, rigormortis,

dan postrigormortis (Junianto 2003).

2.2.1 Perubahan pra rigormortis


Pra rigormortis merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar

yang ada didalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal

disekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi

khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari glukoprotein dan merupakan

substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003). Lendir-lendir yang
8

terlepas tersebut membentuk lapisan bening yang tebal disekeliling tubuh ikan.

Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang

sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas

dan menyelimuti tubuh dapat banyak hingga mencapai 1-2,5 % dari berat

tubuhnya (Murniyati dan Sunarman 2000).

2.2.2 Perubahan rigormortis


Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang setelah ikan mati. Ikan

dikatakan masih sangat segar dalam fase ini. Tahapan ini ditandai oleh tubuh ikan

yang mengejang setalah mati akibat proses-proses biokimia yang dipengaruhi atau

dikendalikan oleh enzim yang kompleks didalam jaringan tubuh, yang

menghasilkan kontraksi dan ketegangan. Waktu ikan mati, senyawa organik

didalam jaringan dipecahkan oleh enzim yang masih tetap aktif (sejak ikan masih

hidup). Pada mulanya, glikogen terhidrolisasi menghasilkan akumulasi asam

laktak dan penurunan pH. Hal ini selanjutnya merangsang enzim untuk

menghidrolisasi fosfat organik. Fosfat mula-mula terurai ialah cretine phosphate,

membentuk kreatine dan asam fosfat. Proses ini diikuti oleh adenosin trifisfat

(ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP) dan asam fosfat (Murniati dan Sunarman

2000).

2.2.3 Perubahan post rigormortis


Fase ini terjadi setelah terjadinya fese rigormortis. Pada fase ini ditandai

ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging ikan disebabkan aktifitas enzim

yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang

selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Pos

rigormortis dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Mula-mula, protein

dipecah menjadi molekul-molekul makro, yang menyebabkan peningkatkan


9

dehidrasi protein, polipeptida dan akhirnya menjadi asam amino. Disamping asam

amino, post rigormortis menghasilkan sejumlah kecil pyrimidine dan purine basa

yang dibebaskan pada waktu asam nukleat memecah. Post rigormortis belum

dapat disebut pembusukan karena hasil hidrolisis protein dan lemak masih dapat

dimakan oleh manusia. Namun demikian, post rigormortis merubah struktur

daging sehingga kekenyalannya menurun, daging menjadi lembek, terbagi

menjadi lapisan-lapisan dan terpisah dari tulang, kerusakan ini disebabkan bagian

perut robek, selain itu pemecahan protein menghasilkan substrak yang disukai

bakteri yang menyebabkan pembusukan (Murniyati dan Sunarman 2000).

2.3 Penanganan Ikan Setelah di Tangkap Dari Laut

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mudah membusuk. hal ini

dapat dilihat pada ikan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja kalau tidak

diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka ikan tersebut mutunya akan

menurun (Junianto 2003)

Penanganan ikan harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air

tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memperhatikan faktor

kebersihan dan kesehatan.Ikan-ikan hasil tangkapan langsung di pindah ke wadah

tempat pendinginan. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penanganan

yaitu :

 Ikan hasil tangkapan segera di semprot dengan air laut bersih sesaat tiba di

geladak,kemudian di pisahkan dan dikelompokan menurut jenis serta

ukuran;

 Perlakuan yang dikenakan harus dapat mencegah timbulnya kerusakan

fisik (ikan tidak boleh diinjak atau ditumpuk terlalu tinggi);


10

 Ikan harus di lindungi terhadap terik matahari, sebaiknya kapal di pasang

tenda atau atap yang dapat melindungi tempat kerja dan wadah/palka

pengumpulan;

 Pendinginan dilakukan dengan menyelubungi ikan dengan es hancuran

dan suhu ikan dipertahankan tetap pada sekitar 0°C selama penyimpanan;

 Tinggi timbunan dalam wadah penyimpanan maksimal 50 cm (tergantung

jenis ikan ) agar ikan tidak rusak;

 Jika pendinginan dilakukan dengan menggunakan air laut yang

didinginkan, harus dilakukan sirkulasi air,baik secara mekanik maupun

manual,agar terjadi peralatan suhu dan terhindar dari penimbunan kotoran;

 Penyimpanan tidak boleh lebih dari 4 hari

Cara pembongkaran hasil tangkapan :

Sewaktu membongkar muatan, hendaknya dipisahkan hasil tangkapan

yang berbeda hari atau waktu penangkapannya. harus dihindarkan pemakaian alat-

alat yang dapat menimbulkan kerusakan fisik. kemudian pembongkaran muatan

harus dilakukan secara cepat dengan menghindarkan terjadinya kenaikan suhu

ikan.

2.4 Penanganan Ikan di Tempat Pendaratan

Menurut Junianto (2003) setelah sampai ke TPI, ikan-ikan hasil tangkapan

langsung dipindah ke wadah pelelangan. proses pelelangan ini harus berlangsung

pada pagi atau sore hari untuk menghindari suhu lingkungan yang terlalu tinggi.

ikan-ikan yang telah selesai dilelang harus secepatnya di pindahkan ke wadah-

wadah pengangkutan untuk di distribusikan kepabrik pengolahan atau pasar

induk.
11

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan selama penanganan dari

pembongkaran sampai pengangkutan ke TPI adalah :

a. Kontrol suhu ikan agar selalu dingin

b. Lakukan penanganan dengan cepat dan tepat

c. Perkecil sentuhan fisik secara langsung dengan ikan

d. Hindari sengatan langsung sinar matahari pada tubuh ikan

e. Perkecil terjadinya kontaminasi pada tubuh ikan

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) ikan sampai di pelabuhan,

tergantung pada keadaan pemasaran, ikan segera dibongkar dan di naikan kedarat.

Pembongkaran dengan hati-hati jangan menimbulkan luka-luka pada tubuh ikan.

Ikan diangkut ke darat (dengan peti, keranjang dan sbg,) dicuci, timbang untuk di

lelangkan atau di pak untuk di jual di tempat lain. Tempat pelelangan harus dekat

dan harus tersedia air yang bersih dan jumlah yang cukup untuk mencuci ikan.

Pada umum nya nelayan mencuci ikan dengan air di pelabuhan yang umum nya

kotor (karena tidak tersedia nya air tawar yang cukup ). Hal ini tidak dapat di

benarkan dari segi sanitasi dan hygiene. Jika ikan menunggu lama untuk di lelang,

sebaiknya ditutup dengan es atau sekurang-kurangnya ditutup dengan kain terpal

basa.

2.5 Mutu Ikan


setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisika, kimia, dan

organoleptik berlangsung dengan cepat yang akhirnya mengarah ke pembusukan,

dengan urutan proses perubahan yang terjadi meliputi perubahan pre rigor, rigor

mortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi. Secara umum peristiwa

rigor mortis terdiri dari tiga tahap yaitu pre rigor, rigor mortis dan post rigor,
12

penentuan tingkat kesegaran ikan dapat dilakukan melalui parameter fisika,

sensori/organoleptik, kimia maupun mikrobiologi.

2.5.1 Faktor suhu pada mutu ikan


Penggunaan suhu rendah sekitar 0°C pada ikan basah/segar dapat

memperpanjang proses rigor mortis, dapat menekan kegiatan bakteri, kimiawi dan

perubahan organoleptik. Dengan demikian penyimoanan suhu rendah dan waktu

pengolahan cepat menentukan kecepatan penurunan mutu ikan segar setelah ikan

mati.

2.5.2 Faktor biokimia pada mutu ikan


Perubahan biokimia berlangsung dan mulai terjadi proses penurunan mutu

ikan yang disebabkan oleh tiga macam kegiatan, yaitu autolysis, kimiawi, dan

bacterial. Pada deteriosasi ikan, reaksi kimia yang terjadi adalah auto oksidasi

ipigmen mioglobin, serta perubahan lainnya. Perubahan lainnya merupakan suatu

perangkat yang kompleks, yaitu reaksi biokimia yang tergantung pada jumlah dan

jenis enzim yang ada pada ikan, dan bakteri yang menghuni ikan Suwetja (2011).
13

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan Kerja Praktek Akhir dilaksanakan pada tanggal 23 Maret

2015 sampai dengan 22 Mei 2015. yang bertempat di Kapal KM, Karya Bersama.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam pelaksanaan kegiatan Kerja Praktek Akhir

(KPA) ini, dilakukan dengan beberapa cara yaitu antara lain Survey, wawancara

dan praktek langsung diatas kapal penampung ikan.

Metode pengumpulan data yang diperoleh ada dua yaitu data primer dan

data sekunder yang dapat dijelaskan seperti berikut ini:

3.2.1 Pengumpulan data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung

dari sumber datanya. Diamati, dan dicatat untuk pertama kalinya. Teknik yang

dapat digunakan untuk mengumpulkan data primer antara lain :

a. Data tentang penanganan ikan kembung di atas kapal km, karya bersama;

b. Data tentang suhu pada saat penanganan diatas kapal km, karya bersama;

c. Data sumber bahan baku (tempat penangkapan, kapasitas, tingkat

kesegaran).

3.2.2 Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

dari berbagai sumber yang telah ada bukan diusahakan sendiri dalam

pengumpulannya. Pengumpulan data sekunder dalam KPA ini dilakukan dengan

cara :
14

1. Studi pustaka melalui buku-buku dan literlatur yang berkaitan dengan judul

KPA ini.

a. Data tentang klasifikasi dan marfologi ikan kembung

b. Data tentang morfologi ikan kembung

c. Data tentang penurunan tingkat kesegaran ikan

d. Data tentang penanganan ikan setelah ditangkap dari laut

e. Data tentang penanganan ikan di tempat pendaratan

2. Mencari media internet.

3.3 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Instrument pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar

kuesioner (angket terbuka/tertutup), pedoman wawancara, camera photo dan

lainnya sedangkan pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan

untuk mengumpulkan data. Metode menunjukan suatu cara sehingga dapat

diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan,

dokumentasi, observasi, dan sebagainya.

3.3.1 Observasi

Observasi yang dilakukan adalah melihat situasi dan kondisi keadaan

Kapal KM, Karya Bersama, dan bagaimana cara penerapan rantai dingin pada

penanganan ikan kembung diatas kapal KM, Karya Bersama.


15

3.3.2 Wawancara

Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi

semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Wawancara adalah

proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana

dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-

informasi atau keterangan-keterangan, tujuan wawancara ialah untuk

mengumpulkan informasi dan bukannya untuk merubah ataupun mempengaruhi

pendapat responden.

3.3.3 Pengujian

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kesegaran ikan dengan

pengujian organoleptik menggunakan score sheet untuk menilai angka kesegaran

ikan tersebut. Data organoleptik yang diperolah dari lembar penilaian ditabulasi

dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rata-rata pada setiap panelis

pada tingkat kepercayaan 95 %. Untuk menghitung interval nilai mutu rata-rata

dari setiap panelis digunakan rumus berdasarkan SNI 01-2346 2006 sebagai

berikut :

(
P x−1,96.
s
√n) (
≤ x ≥ x−1,96.
s
√n )
=95 %

=∑
x
x i=1
n
n

S
2
= ∑ x ¿¿
i=1


n
S = ∑ x¿¿¿
i=1

Dengan:
n adalah banyaknya panelis
16

2
S adalah keragaman nilai mutu
1,96 adalah koefisiensi standar deviasi pada taraf 95%
x adalah nilai mutu rata-rata
I x adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3….n
S adalah simpangan baku nilai mutu

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data dilakukan dengan cara deskriptif, yaitu

menggambarkan keadaan yang ada dilapangan dengan mengamati setiap tahapan

penanganan ikan kembung diatas KM. Karya Bersama, pengecekan suhu dan

pengujian organoleptik. Setelah digambarkan, maka data akan dibandingkan

dengan literatur yang ada.


17

4 KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek

Desa Tanjung Satai, Kec.Pulau Maya, Kab.Kayong Utara, merupakan

daerah kepulauan yang terpencil, memiliki potensi yang cukup besar dalam

bidang kelautan dan perikanan. Daerah ini merupakan daerah pesisir yang

berada jauh dari perkotaan. Didaerah ini mata pencaharian masyarakat ialah

sebagian besar sebagai nelayan dan petani. hasil tangkapan masyarakat dijual

kepada penampung ikan, dimana penampung ini merupakan penampung besar dan

hanya ada satu di daerah itu. Potensi perikanan di Kabupaten Kayong Utara cukup

besar salah satunya adalah ikan kembung. Menurut BPS KALBAR(2014)

produksi perikanan tangkap ikan kembung di Kabupaten Kayong Utara yaitu

2.906,0 ton.

4.2 Sejarah Usaha Penampungan Ikan

Usaha penampungan ikan dilakukan mulai tahun 1976 hingga sampai

sekarang, yang pertama mendirikan usaha penampungan ikan adalah bapak Abon,

yang mulanya menampung ikan dalam jumlah kecil dan dijual di daerah sekitar,

setelah beberapa lama usaha ini berkembang, sehingga pak abon mampu membeli

beberapa buah kapal penampung ikan dan membangun sebuah bagan yang di

gunakan sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat usaha. Kemudian semakin

lama usaha ini semakin berkembang pak Abon pun semakin tua, maka usaha ini

dilanjutkan oleh anaknya yang bernama bapak Tong Seng. Setelah beberapa lama
18

usaha ini makin berkembang sehingga pak Tong Seng mampu menambah kapal

penampung sebanyak 3 buah kapal penampung.

Tempat yang penulis gunakan untuk melakukan kegiatan Kerja Praktek

Akhir (KPA) ini adalah KM. Karya Bersama dengan GT. 15 NO. 452 dengan

kapasitas peenampungan sebanyak 26 Ton. Kapal ini merupakan kapal

penampung untuk menampung ikan dari hasil tangkapan para nelayan dan

sekaligus menyuplai minyak dan es kepada nelayan selama berada dilaut. KM.

Karya Bersama dibuat pada tahun 2000, dengan bahan bangunan utama kapal

adalah kayu resak, dengan panjang 19 meter, lebar 4,5 meter dan dalam 3 meter.

KM. Karya Bersama dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2 KM. Karya Bersama

4.3 Struktur Organisasi KM. Karya Bersama


19

Struktur organisasi KM. Karya Bersama dikepalai oleh nahkoda , dimana

nahkoda ini sebagai juru kemudi sekaligus berfungsi untuk mengawasi anak buah

kapal pada saat melakukan kegiatan pekerjaan. Selanjutnya adalah KKM, KKM

ini berfungsi untuk mengecek mesin pada saat kapal melakukan kegiatan

pergerakan. Adapapun struktur organisasi KM. Karya Bersama dapat dilihat

dibawah ini.

Nahkoda

KKM

ABK

koki

Gambar 3 Struktur Organisasi Kapal Karya Bersama

4.4 Fasilitas KM. Karya Bersama

Adapun fasilitas yang ada di KM. Karya Bersama adalah sebagai berikut :

4.4.1 Ruang palka

Ruang palka KM. Karya Bersama terbuat dari kayu resak. Sistem

pendinginan yang dipakai pada palka menggunakan es balok dan es hancur,


20

dimana ruang palka ini mampu menampung ikan dan es dengan jumlah sekitar 19

Ton. Ruang palka yang ada di KM. Karya Bersama berjumlah tiga ruangan

dengan spesifikasi masing-masing dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel. 2 Spesifikasi Palka

Palka Panjang Lebar Tinggi Tonas

1 2 meter 3 meter 2,5 meter 5 ton

2 2 meter 3,5 meter 2,5 meter 7 ton

3 2 meter 3,5 meter 2,5 meter 7 ton

Sumber: Kapal KM. Karya Bersama (2015)

4.4.2 Ruang mesin induk

Mesin induk merk

Mitsubishi, dengan daya kuda

250 HP, langkah kerja 4

Tak, jumlah selinder 8 Selinder,

bahan bakar yang digunakan

adalah solar, sistem star

elektronik star. Digunakan sebagai

alat bantu perpindahan kapal

dari satu tempat ke tempat lain.


21

Gambar 4 Mesin

induk KM. Karya

Bersama

Mesin induk terletak

di dalam ruang mesin pada

bagian tengah kapal. Ruang

mesin induk kapal KM.Karya Bersama dapat dilihat pada Gambar 4.

4.4.3 Ruang nahkoda

Ruang nahkoda adalah ruang di tempati seorang nahkoda yang fungsi nya

untuk mengawasi kegiatan bongkar muat kapal dan juga sebagai tempat juru mudi

kapal di dalam perjalanan dirungan ini terdapat alat kemudi, kompas, stater kapal,

lampu suar dan lemari yang berisi surat-surat kapal. Letak ruangan nahkoda

berada di atas bagian depan dan dapat di lihat pada Gambar 5.


22

Gambar 5 Ruang Nakoda

4.4.4 Ruang ABK

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan para abk, dan koki.

Letak ruangan ini pada bagian tengah kapal diatas ruang mesin.

Gambar 6 Ruang ABK

Ruang abk dilengkapi dengan alas tidur seperti bantal dan tilam, dan juga

dilengkapi dengan tv berukuran 14 Inc sebagai hiburan saat waktu beristirahat.

Ruang abk dapat dilihat pada Gambar 6.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penanganan Ikan Kembung diatas Kapal KM. Karya Bersama

5.1.1 Penerimaan ikan

Ikan yang diterima oleh

KM. Karya Bersama adalah jenis

ikan kembung, ikan

tamban, ikan pari, ikan malong,

ikan manyung, ikan tongkol, ikan bawal, dan udang. Selama penulis melakukan

Kerja Praktek Akhir (KPA) di Kapal KM. Karya Bersama hanya ikan kembung

yang diterima oleh kapal tersebut. Penerimaan ikan dapat dilihat pada Gambar 7.
23

Gambar 7 Penerimaan ikan

Penerimaan ikan ini

berlangsung ditengah laut mulai

dari pukul 05.00 sampai 08.35 wib.

Proses penerimaan ikan

dilakukan dengan cara ikan dibongkar

dari box kapal penangkap kemudian

dimasukan kedalam keranjang

plastik kemudian ikan disiram dengan

air laut, lalu ditiriskan diangkat kekapal penampung. Kegiatan ini tidak

berlangsung lama hanya memerlukan waktu 15 sampai 20 menit untuk setiap

kapal ikan. Pada tahapan ini tidak dilakukan sortasi ukuran untuk menentukan

harga beli, harga beli ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pemilik kapal

penampung dengan nelayan.

Menurut (Anonim 2000), kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah

perjanjian dimana ikatan penjual memindahkan hak miliknya atas barang kepada
24

pembeli sebagai imbalan sejumlah uang dan tidak menentukan ukuran barang.

Penerimaan ikan kembung dapat dilihat pada Gambar 7.

5.1.2 Penimbangan

Sebelum ikan dimasukan kedalam ruang palka ikan terlebih dahulu

ditimbang untuk mengetahui jumlah barang yang diterima oleh kapal

penampung, penimbangan ini dilakukan dengan dacin logam kapasitas 100 Kg.

Setiap keranjang yang berisi ikan ditimbang dan dicatat, kemudian dimasukan

kedalam ruang palka.

Gambar 8 Penimbangan

Penimbangan

sebaiknya dilakukan secara

cepat dan tepat untuk menghindari

peningkatan suhu, setiap bahan baku yang diterima ditimbang dengan hati-hati.

Pada timbangan yang telah dikalibrasi serta dilakukan pencatatan. Cara

penimbangan dapat dilihat pada Gambar 8.

5.1.3 Penyimpanan ikan didalam ruang palka


25

Sebelum ikan dimasukan kedalam ruang palka, ruang palka terlebih

dahulu dibersihkan dengan cara disemprot dengan air laut untuk membersihkan

kotoran yang ada didalam ruang palka. Kemudian bagian dasar palka diberi

lapisan es balok dan es hancur setebal 5 cm, kemudian ikan dicurahkan kedalam

ruang palka. Proses penyusunan ikan kedalam ruang palka tidak teratur, akan

tetapi penerapan rantai dingin yang digunakan sangat baik karena setiap satu

keranjang ikan yang dimasukan ke ruang palka langsung ditaburi es sebanyak

satu keranjang juga atau dengan kata lain perbandingan ikan dan es adalah 1:1.

Hal ini dilakukan untuk menjaga ikan tetap dalam keadaan segar. Cara

penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Penyimpanan dalam Ruang Palka

Menurut junianto (2003) jumlah es yang digunakan harus disesuaikan

dengan jumlah ikan yang akan ditangani sehingga akan diperoleh suhu pendingin

yang optimal. Jika jumlah es terlalu sedikit dibanding jumlah ikannya maka suhu

pendinginan yang dihasilkan tidak cukup dingin untuk mempertahankan

kesegaran ikan dalam waktu yang ditentukanDalam praktiknya, perbandingan es


26

dan ikan yang dipergunakan selama pendinginan bervariasi antara 1:4 sampai 1:1.

Perbandingan tersebut sangat tergantung pada waktu penyimpanan yang

diperkirakan, suhu udara diluar kemasan, dan wadah penyimpanan.

5.1.4 Pengiriman ikan

Setelah selesai penyimpanan kedalam ruang palka, ikan kemudian dibawa

ke Pontianak dengan waktu perjalanan selama 14 sampai 16 jam. Selama

perjalanan pintu palka tidak boleh dibuka, hal ini dilakukan supaya es yang ada

didalam ruang palka tidak mudah cari sehingga suhu ikan tetap terjaga dalam

kondisi dingin. Pengiriman ikan dapat dilihat pada Gambar. 10

Gambar 10 Pengiriman ke pontianak

Junianto (2003) menyatakan bahwa kegiatan pengangkutan ikan segar

adalah mempertahankan tingkat kesegaran ikan semaksimal mungkin selama

pengangkutan berlangsung. Karena tingkat keberhasilan penjualan ikan

berkolerasi dengan tingkat kesegaran ikan.


27

5.1.5 Pembongkaran

Ikan dibongkar langsung ditempat agen ikan. Proses pembongkaran

dilakukan dengan cara ruang palka dibuka dan ikan disirami dengan air sungai

untuk menghancurkan es. Kemudian ikan diserok menggunakan sauk-sauk lalu

ikan dimasukan kedalam keranjang plastik yang telah disiapkan dan kemudian

ditimbang. Pembongkaran ini dilakukan pada malam hari sekitar pukul 23.00

WIB sampai selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari sinar matahari

langsung. Pembongkaran dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Pembongkaran

Pelelangan pada waktu siang hari jarang dikerjakan dan sebaiknya

dihindari karena suhu pada waktu siang hari cukup tinggi sehingga kerusakan ikan

dapat dihindari (Hadiwiyoto 1993).   

Setelah kapal sampai dipelabuhan, sebaiknya ikan segera dibongkar dan

dinaikan kedarat. Pembongkaran dilakukan sepagi mungkin untuk menghindari

panas matahari yang dapat mempercepat proses pembusukan. Pembongkaran

dilakukan dengan hati-hati jangan sampai mengakibatkan luka-luka pada ikan.


28

Pengangkutan ikan dari kapal kedarat sebaiknya menggunakan sarana yang kokoh

dan aman, sehingga ikan tidak tertumpah kelaut (Junianto 2003).

5.2. Rantai Dingin

Prinsip dari penanganan rantai dingin yaitu menekan proses terjadinya

kenaikan suhu ikan sejak ditangkap sampai kepada tangan konsumen dan diolah

hingga menjadi produk akhir. Penerapan rantai dingin yang kurang baik akan

berpengaruh langsung terhadap mutu produk, karena dapat menyebabkan

perubahan warna, dekomposisi, dan juga akan menyebabkan pertumbuhan bakteri

maka produk akan mengarah pada kebusukan. Oleh sebab itu suhu pada setiap

penanganan harus selalu diperhatikan. Untuk perlakuan penerapan rantai dingin

dapat dilakukan dengan mesin refigarasi atau dengan cara sederhana yaitu dengan

penggunaan es (Ilyas 1993).

Penerapan rantai dingin di atas KM. Karya Bersama berjalan dengan baik,

hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yang telah dilakukan selama praktikum,

baik dari suhu awal ikan datang, hingga dilakukan pengiriman. Pengamatan suhu

dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan yang dilakukan pada beberapa tahapan

yaitu penerimaan, pengiriman, dan pembongkaran. Pengukuran tersebut bertujuan

untuk mengamati perubahan suhu yang terjadi selama penanganan ikan kembung.

Dari hasil pengamatan rata-rata selama proses penanganan ikan mulai dari

penerimaan ikan sampai tahap pembongkaran ditempat agen dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel. 3 Pengamatan Suhu


Waktu Pengamatan
Pengamatan Suhu Rata-rata
1 2 3
Penerimaan ikan 6 ˚C 8 ˚C 7 ˚C 7 ˚C
Pengiriman ikan 1,4 ˚C 1,6 ˚C 1,5 ˚C 1,5 ˚C
Pembongkaran ikan 2,1 ˚C 2,3 ˚C 2,2 ˚C 2,2 ˚C
29

Dari data diatas dapat dilihat bahwa data suhu pada saat penerimaan ikan

adalah 7 ˚C, pengiriman 1,5 ˚C, dan pembongkaran 2,2. Hal ini menunjukan

bahwa system rantai dingin di KM. Karya Bersama sudah bagus, karena dapat

menurunkan suhu ikan dari penerimaan kan 7 ˚C sampai saat pembongkaran

menjadi 2,2 ˚C.

Pada penerimaan suhu ikan kembung mencapai 7 ˚C. Hal ini disebabkan

karena, sebelum ikan diterima dan ditimbang dikapal penampung, ikan terlebih

dahulu disirami dengan air laut sehingga membuat suhu ikan menjadi meningkat.

Menurut Junianto (2003) pencucian ikan yang baik dengan

menyemprotkan air laut bersih atau air tawar dingin yang bersih. Penyemprotan

sebaiknya menggunakan selang dengan tekanan air yang cukup besar. Pencucian

bertujuan untuk membersihkan sisa lendir dan kotoran lainnya yang ada pada

ikan, karna bisa mempercepat proses pembusukan.

Pada pengiriman suhu ikan mencapai 1,5 ˚C, hal ini disebabkan karena

pada waktu ikan disimpan kedalam ruang palka ikan diberi es dengan

perbandingan 1:1 dan pada saat pembongkaran suhu ikan 2,2 ˚C, hal ini

disebabkan karena pada saat perjalanan ke Pontianak es yang berada didalam

ruang palka sudah mulai mencair.

5.3 Pengujian Mutu Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan sebanyak tiga kali pada saat penerimaan

ikan dan pembongkaran. Pengujian organoleptik menggunakan score sheet

organoleptik ikan segar. Jumlah panelis 6 orang, karena pada kapal tersebut hanya

berjumlah 6 orang. Sebelum dilakukan pengujian organoleptik penulis terlebih


30

dahulu memberikan arahan tentang cara menguji organoleptik ikan segar. Aspek

penilaian meliputi kenampakan, daging, bau, dan tekstur.

Rata-rata hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada tabel 4 dan

perhitungan organoleptik ikan kembung dapat dilihat pada Lampiran 2.

Table. 4 Pengujian organoleptik


Pengamatan Penerimaan ikan Pembongkaran ikan
I 7 7
II 7 7
III 7 7
Jumlah rata-rata 7 7

Menurut SNI 2006 nilai orgoleptik 7, masih layak untuk dikonsumsi . Dari

data diatas dapat dilihat Jumlah rata-rata pengujian organoleptik pada saat

penerimaan dan pembongkaran adalah 7. Hal ini dikarenakan panelis yang

digunakan untuk menilai belum terlatih dan baru pertama kalinya melakukan

pengujian organoleptik. Pada saat penulis mengikuti tahap penerimaan sampai

pembongkaran ikan masih dikatakan sangat segar dengan cerah bola mata

menonjol, sayatan daging cemerlang, bau sangat segar, dan tekstur padat elastis.
31

6 KESIMPALAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang ditulis diatas dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Proses penanganan ikan kembung diatas kapal penampung sudah sangat

baik, karna mutu dari ikan tersebut masih dikatakan dapat terjaga

2. Penerapan rantai dingin pada kapal penampung ikan KM, Karya Bersama

telah berjalan dengan baik karena mampu menurunkan suhu awal ikan 7˚C

menjadi saat dibongkar 2,2 ˚C

3. Dilakukan pengujian Organoleptik untuk mengetahui kemunduran mutu

ikan yang telah di ambil sampelnya masing-masing pada saat penerimaan

dan pembongkaran dilakukan tiga kali pengulangan. Setelah dilakukan

pengujian Organoleptik dapat diketahui hasil dari mutu ikan tersebut

dengan nilai rata-rata 7 yang berarti ikan tersebut masih layak untuk di

konsumsi.

6.2 Saran

Adapun saran yang penulis ingin sampaikan yang berhu

1. Pada proses penanganan berlangsung, perlu pengawasan lebih ketat lagi

terutama pada suhu, agar menghasilkan produk sesuai yang kita inginkan

2. Pada penerimaan ikan perlu diperhatikan untuk melihat ikan dari bau,

kenampakan, daging dan tekstur.


32

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Standardisasi dalam Perspektif Ilmu, Industri dan perdagangan.


Yayasan Bina Mulia. Jakarta

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Barat Dalam Angka


(Kalimantan Barat In Figures).

BSN. 1992, SNI 01- 2729-1- 1992 Keamanan Air dan Es Dalam Industry
Pangan/ Swadaya. Jakarta.

Ilyas . Teknologi Refigrasi Hasil Perikanan Jilid 1. Teknik Pendinginan


Ikan. CV. Paripurna. Jakarta

Junianto 2003. Teknik Penanganan Ikan Segar. Penebar Swadaya.Jakarta

Murniyati, A.S dan Sunarman . 2004. Pendinginan Pembekuandan


Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta

Saanin ,H. 1968. Taksonomi dan Identifikasi Ikan.Swadaya. Jakarta

[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-2346-2006. 2006. Petunjuk Pengujian


organoleptik dan atau sensori. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Suwetja. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Jakarta : Media Prima Aksara


33

Lampiran 1. Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Segar


SNI 01-2346-2006

Nama Panelis : ………………………….. Tanggal: …………………….


 Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan
pengujian.
 Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Spesifikasi Nilai Kode contoh


1 2 3 4 5
A Kenampakan
1 Mata
 Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9
 Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8
 Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu- 7
abuan, kornea agak keruh
 Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu- 6
abuan kornea agak keruh
 Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan 5
kornea agak keruh
 Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi 3
putih susu, kornea keruh
 Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning 1
2 Insang
 Warna merah cemerlang, tanpa lendir 9
 Warna kurang merah cemerlang, tanpa lendir 8
 Warna merah agak kusam, tanpa lendir 7
 Merah agak kusam sedikit lendir 6
 Mulai ada perubahan warna, merah merah 5
kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir.
 Warna merah coklat, lendir tebal 3
 Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir 1
tebal
3 Lendir Permukaan Badan
 Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat 9
cerah
 Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum 8
ada perubahan warna
34

 Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak 7


putih, kurang transparan
 Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak 6
kusam, kurang transparan
 Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna 5
putih, keruh.
 Lendir tebal menggumpal, berwarna putih 3
kuning.
 Lendir tebal menggumpal, warna kuning 1
kecoklatan.

Spesifikasi Nilai Kode contoh


1 2 3 4 5
2 Daging (warna dan kenampakan)
 Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik 9
jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang
belakang, diding perut daging utuh.
 Sayatan daging cemerlang, spesifik jenis, tidak 8
ada pemerahan sepanjang tulang belakang,
diding perut daging utuh.
 Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, 7
spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang
tulang belakang, diding perut daging utuh.
 Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan 5
sepanjang tulang belakang, diding perut agak
lunak.
 Sayatan daging kusam, warna merah jelas 3
sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut
lunak.
 Sayatan daging kusam sekali, warna merah 1
jelas sekali, sepanjang tulang belakang, diding
perut sangat lunak.
3 Bau
 Bau sangat segar, spesifik jenis. 9
 Segar, spesifik jenis. 8
 Netral 7
 Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam. 5
 Bau amoniak kuat ada bau H2S, bau asam jelas 3
dan busuk.
 Bau busuk jelas. 1
4 Tekstur
35

 Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit 9


menyobek daging dari tulang belakang.
 Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, 8
sulit menyobek daging dari tulang belakang.
 Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan 7
jari, sulit menyobek daging dari tulang
belakang.
 Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan 5
jari, agak mudah menyobek daging dari tulang
belakang.
 Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, agak 3
mudah menyobek daging dari tulang belakang.
 Sangat lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, 1
agak mudah menyobek daging dari tulang
belakang
36

Lampiran. 2 Hasil pengujian Organoleptik Ikan Kembung Segar

Pengamatan 1

Panelis Kenampakan Daging Bau Tekstur Rata-rata


1 8 9 9 8 8,5
2 8 8 9 9 8,5
3 7 8 8 8 7,75
4 7 7 8 7 7,25
5 7 7 8 8 7,5
6 7 7 8 7 7.75
Jumlah Rata- 7,83
rata

X = 7.83

S = √ 0,28
2

S = 0,5
P = (7,83 – 1,96 x 0,5 / 2,44 <µ< 7,83 + 1,96 x 0,5 / 2,44)
P = (7,83 – 0,41) <µ< (7,83 + 0,41)
P = 7,42 <µ< 8,24
37

Panelis Kenampakan Daging Bau Tekstur Rata-rata


1 8 8 7 7 7,5
2 8 7 7 7 7,25
3 7 7 8 8 7,5
4 7 7 8 7 7,25
5 7 7 8 8 7,5
6 7 7 8 8 7.5
Jumlah Rata- 7,41
rata
Pengamatan II

X = 7,41

2
S = ( 7,5 - 7,41¿2 + ( 7,25 - 7,41¿2 + ( 7,5 - 7,41¿2 + ( 7,25 - 7,41¿2 + ( 7,5 -7,41¿2 + ( 7,5 -7,41¿2

S2 = 0,0081 + 0,0036 + 0,0081 + 0,0036 + 0,0081+ 0,0081


6

S = √ 0,0066
2

S = 0,0081
P = (7,41 – 1,96 x 0,0081/ 2,44 <µ< 7,41 + 1,96 x 0,0081/ 2,44)
P = (7,41 – 0,65) <µ< (7,58 + 0,65)
P = 7,26 <µ< 7,56

Panelis Kenampakan Daging Bau Tekstur Rata-rata


38

1 7 8 7 7 7,25
2 7 7 7 7 7
3 7 7 7 8 7,25
4 7 7 8 8 7,5
5 7 7 7 7 7
6 7 7 7 7 7
Jumlah Rata- 7,16
rata
Pengamatan 3

X = 7,16
2
S = ( 7,25 - 7,16¿2 + ( 7,7 - 7,16¿2 + ( 7,25 - 7,16¿2 + ( 7,5 - 7,16¿2 + ( 7 - 7,16¿2 + ( 7 - 7,16¿2

S2 = 0,0081 + 0,0256 + 0,0081 + 0,1156 + 0,0256 + 0,0256


6

S = √ 0,2086
2

S = 0,456
P = (7,16 – 1,96 x 0,456/ 2,44 <µ< 7,16+ 1,96 x 0,456/ 2,44)
P = (7,16– 0,36 <µ< (7,16+ 0,36)
P = 6,8 <µ< 7,52

Pengamatan 4.
39

Panelis Kenampaka Daging Bau Tekstur Rata-rata


n
1 7 7 7 7 7
2 7 8 8 8 7,75
3 7 7 8 8 7,5
4 7 8 7 7 7,25
5 7 8 7 7 7,25
6 7 7 7 7 7
Jumlah Rata- 7,30
rata

X = 7,30
2
S = ( 7 - 7,30¿2 + ( 7,75 - 7,30¿2 + ( 7,5 - 7,30¿2 + ( 7,25 - 7,30¿2 + ( 7,25 - 7,30¿2 + ( 7 - 7,30¿2

6
2
S = 0,09 + 0,2025 + 0,04 + 0,0025 + 0,0025 + 0,09
6
S = √ 0,0725
2

S = 0,266
P = (7,30 – 1,96 x 0,266 / 2,44 <µ< 7,30 + 1,96 x 0,266/ 2,44)
P = (7,30 – 0,21) <µ< (7,41 + 0,21)
P = 7,09 <µ< 7,51

Pengamatan 5
40

Panelis Kenampakan Daging Bau Tekstur Rata-rata


1 8 9 9 8 8,5
2 8 8 9 8 8,25
3 8 7 7 8 7,5
4 8 8 7 7 7,5
5 8 7 8 7 7,5
6 8 7 7 7 7,25
Jumlah Rata- 7,75
rata

X = 7,75
2
S = ( 8,5 - 7,75¿2 + (8,25 - 7,75¿2 + ( 7,5 - 7,75¿2 + ( 7,5 -7,75¿2 + ( 7,5 - 7,75¿2 + ( 7,25 -7,75¿2

6
2
S = 0,5625 + 0,25 + 0,0625 + 0,0625 + 0,0625 + 0,25
6
S = √ 1,25
2

S = 1,11
P = (7,75 – 1,96 x 1,11 / 2,44 <µ< 7,75 + 1,96 x 1,11/ 2,44)
P = (7,75 – 0,89) <µ< (7,75 + 0,89)
P = 6,86 <µ< 8,64

Pengamatan 6
41

Panelis Kenampakan Daging Bau Tekstur Rata-rata


1 7 9 7 9 8
2 9 9 7 7 8
3 9 8 8 7 8
4 9 8 7 7 7,75
5 7 7 7 7 7
6 7 7 7 7 7
Jumlah Rata- 7,62
rata

X = 7.62
2
S = ( 8 - 7,62¿2 + (8 - 7,62¿2 + ( 8 - 7,62¿2 + ( 7,75 -7,62¿2 + ( 7 - 7,62¿2 + ( 7 -7,62¿2

S2 = 0,1444 + 0,1444 + 0,1444 + 0,0169 + 0,3844 + 0,3844


6
S = √ 1,21
2

S = 1,1
P = (7,62 – 1,96 x 1,1 / 2,44 <µ< 7,62 + 1,96 x 1,1/ 2,44)
P = (7,62 – 0,88) <µ< (7,62 + 0,88)
P = 6,74 <µ< 8,5

Anda mungkin juga menyukai