Anda di halaman 1dari 7

Tgl Praktikum : 12 Oktober 2015

Tgl Penyerahan : 22 Oktober 2015


Nama asisten : Sayyidah Ayu L.
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN
Perubahan Fisik, Kimia dan Fungsional Pasca Mortem Daging

Kelompok 5A :

Luthfia Indi Hapsari 240210140006


Nada Nadhirah Iman 240210140012
Muhammad Iqbal 240210140018
Naufi Hamdini 240210140024
Audina Ambia Rahmaniah 240210140030

UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan harus memiliki tingkat mutu yang tinggi untuk memenuhi permintaan
pasar yang kian meningkat tetapi ikan merupakan makanan yang bersifat mudah
rusak.Salah satu masalah yang timbul pada sektor perikanan adalah dalam
mempertahankan mutu. Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut
ditangani dengan hati-hati,bersih, disimpan dalam ruangan ikan lebih cepat
memasuki fase rigor mortis dan berlangsung lebih singkat. Jika fase rigor tidak
dapat dipertahankan lebih lama, maka pembusukan oleh aktivitas enzim dan
bakteri tersebut menyebabkan perubahan yang sangat pesat sehingga ikan
memasuki fase post rigor. Fase ini menunjukkan bahwa mutu ikan sudah rendah
dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Kualitas produk hasil ikan identik dengan kesegaran penanganan memiliki
peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu
faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah
tingkat kesegarannya.
Berdasarkan pemaparan diatas maka perlunya dilakukan praktikum
pengujian tingkat mutu kesegaran ikan untuk mengetahui ciri-ciri dari ikan yang
masih segar.

1.2 Tujuan
Melihat dan mengamati perubahan fisik, kimia dan fungsional pasca
penyembelihan/pemotongan hewan pada daging yang dihasilkan yang meliputi
pengamatan suhu, pH, tekstur dan water holding capacity.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Daging ikan merupakan sumber vitamin B, dan daging ikan yang
berlemak mengandung vitamin A dan D. Daging ikan juga merupakan sumber
penting mineral kalsium dan fosfor, juga mineral besi, tembaga, dan selenium
serta mengandung iodium (Junianto, 2003).
Lemak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Jenis asam
lemak tidak jenuh yang paling banyak terdapat adalah asam linoleat, linolenat dan
arakidonat. Ketiga jenis asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan asam lemak
esensial. Omega 3 yang diyakini dapat mencegah terjadinya penyakit jantung
koroner pada dasarnya berasal dari sintesis asam lemak linoleat dan linolenat
(Bahar, 2006).
Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi myofibril, sarkoplasma, dan
stroma. Komposisi ketiganya pada daging ikan terdiri dari 65 – 75% myofibril, 20
– 30 % sarkoplasma, dan 1 – 3% stroma. Protein tersebut sangat mudah
mengalami kerusakan. Protein myofibril merupakan jenis protein yang larut dalam
garam dan terdiri dari myosin, aktin, tropomiosin, serta aktomiosin (aktin dan
myosin). Sarkoplasma mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam
air yang disebut miogen dan terdiri dari albumin, mioalbumin dan mioprotein.
Stroma merupakan bagian terkecil dari protein yang membentuk jaringan ikat.
Universitas Sumatera Utara 26 Protein ini tidak dapat diekstrak dengan air, larutan
asam, larutan alkali, atau larutan garam pada konsentrasi 0,01 – 0,1 M. Stroma
terdiri dari kolagen dan elastin. Keduanya merupakan protein yang terdapat di
bagian luar sel otot (Junianto, 2003)
Saat ikan mati, terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang disebabkan
karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Bila perubahan ini terus berlanjut,
maka hasilnya adalah pembusukan, perubahan fisik dan kimiawi post mortem
berlangsung dalam beberapa fase, yaitu:
- Pembentukan lendir di permukaan ikan (prarigormortis)
- Kejang otot (rigormortis)
- Aktivitas enzimatis menguraikan jaringan otot
- Serangan mikroorganisme
- Oksidasi lemak lamanya tiap fase bersifat tidak tetap dan proses fase
dapat terjadi bersamaan tergantung pada kondisi penyimpanan, terutama
temperatur yang berperan utama dalam tiap proses fase (Bahar, 2006).
1. Perubahan Prarigormortis
Perubahan prarigormortis merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari
kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar
terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi
pertumbuhan bakteri.
2. Perubahan Rigormortis
Perubahan rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan
kimia kompleks di dalam otot sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi
darah berhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen
menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan menurun, diikuti
pula dengan penurunan jumlah ATP serta ketidakmampuan jaringan otot untuk
mempertahankan kekenyalan. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah
rigormortis. Pada fase rigormortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2 – 6,6 dari
pH mula-mula 6,9 – 7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada
jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada daging ikan. Kekuatan
penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam posfat,
dan basa-basa menguap. Setelah fase rigormortis berakhir dan pembusukan
bakteri berlangsung maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5 – 8,0
atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan
pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi
Universitas Sumatera Utara 28 ini,pH ikan naik dengan perlahan-lahan dan
dengan semakin banyak senyawa basa yang terbentuk akan semakin mempercepat
kanaikan pH ikan.
3. Aktivitas enzim menguraikan otot
Setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja
secara aktif. Namun, sistem kerja enzim menjadi tak terkontrol karena organ
pengontrol tidak berfungsi lagi. Akibatnya, enzim dapat merusak organ tubuh
ikan. Peristiwa ini disebut autolisis dan berlangsung setelah ikan melewati fase
rigormortis. Ciri terjadinya perubahan secara autolisis ini adalah dengan
dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam
autolisis meyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan.
4. Perubahan karena aktivitas mikroba Selama ikan hidup
bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan
permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagian tubuh ikan. Hal ini
disebabkan karena bagian tubuh ikan tersebut mempunyai batas pencegah
(barrier) terhadap serangan bakteri. Setelah ikan mati, kemampuan barrier tadi
hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui tempat-
tempat tadi dari permukaan jaringan ke tubuh bagian dalam.
5. Perubahan karena oksidasi
Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi
lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa
serta warna daging kearah coklat kusam (Junianto, 2003). Ikan basah akan busuk
setelah 3 sampai 10 jam. Kecepatan penurunan mutu ikan basah sangat ditentukan
oleh faktor dari dalam yaitu jenis kelamin, ukuran, jenis ikan, keadaan
lapar/kenyang dan aktivitas enzim serta faktor luar yaitu kondisi lingkungan,
perlakuan fisik dan jumlah jasad renik (Tranggono dan Sutardi, 1990). Ikan cepat
mengalami pembusukan disebabkan beberapa kelemahan seperti :
1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh
mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan
merupakan komoditi yang cepat membusuk bahkan lebih cepat dibandingkan
dengan sumber protein hewani lain.
2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon),
sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini
menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga merupakan media yang
cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme.
3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sifatnya
sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau
tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan
tanpa menggunakan antioksidan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
III. METODE
3.1 Alat
 Alat-alat gelas laboratorium
 Mortar
 pH meter
 Sentrifuse
 Thermometer
3.2 Bahan
 Aquades
 Ikan hidup
3.3 Prosedur
3.3.1 Pengukuran Ph
1. Pematian ikan
2. Penyimpanan ikan pada suhu ruang dan suhu dingin (freezer)
3. Pengambilan 5 gram pada menit ke -0, 20, 30, 40, 50 dan 60.
4. Pengirisan ikan
5. Penambahan 5 ml akuades
6. Penghancuran ikan
7. Pengukuran ph
3.3.2 Pengukuran Suhu
1. Pematian ikan
2. Pemasukan termometer pada mulut ikan
3. Pembacaan suhu pada menit ke- 0, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60
3.3.3 Pengukuran WHC (Water Holding Capacity)
1. Pematian ikan
2. Pengambilan 10 gram daging pada menit ke-60 dan ke-120.
3. Pencacahan ikan secara halus
4. Pemasukan ikan ke dalam tabung sentrifus
5. Penambahan akuades 1:1
6. Penginkubasian selama 1 hari pada freezer.
7. Pengsentrifusian volume = 3000 ppm pada freezer selama 20 menit
8. Pemisahan cairan
9. Pengukuran volume
3.3.4 Pengamatan Kekerasan / Organoleptik Daging Secara Subjektif
1. Pematian ikan
2. Penekanan pada daging ikan dengan ibu jari / telunjuk dan rasakan
kekerasannya pada menit ke-0, 30, dan 60
3. Pengamatan sifat sensori seperti; warna, aroma, tekstur, tekstur, sisik,
lendir, mata, insang.

Anda mungkin juga menyukai