Abstrak
Dewasa ini kebutuhan pangan terus
meningkat dan semakin tinggi
permintaannya. Salah satu dari bahan baku
untuk pemenuhan kebutuhan pangan yang
cukup besar adalah sektor perikanan tangkap.
Sektor perikanan ini sendiri mengalami
peningkatan produksi meski diimbangi
dengan masalah yang cukup serius. Masalah
dalam sektor perikanan tidak akan jauh-jauh
dari produk hasil perikanan. Masalah yang
sering terjadi dengan produk hasil perikanan
ialah mengenai kualitas entah bagaimana
kualitas di pertahanan atau tentang penurunan
kualitas hasil perikanan. Dalam penelitian ini
penulis mengulik lebih dalam tentang faktor
dari penurunan kualitas hasil perikanan yaitu
autolisis. Autolisis merupakan proses
pemecahan menjadi lebih sederhana di bawah
pengaruh kematian ikan atau bisa disebut
juga sebagai proses bunuh diri dari sel di
dalam tubuh ikan. Pengujian autolisis ini
menggunakan uji ragam (ANOVA) dengan
parameter pH, TVB, TPC dan aktivitas
enzim. Hasil yang didapat dari penelitian
adalah bahwa nilai organoleptik kulit ikan
mengalami perubahan selama proses
kemunduran mutu, nilai pH ikan naik pada
fase post rigor sampai busuk, nilai TVB kulit
ikan menunjukkan peningkatan seiring
dengan lamanya waktu penyimpanan, nilai
TPC pada kulit ikan secara umum meningkat
dengan semakin lamanya penyimpanan. Ini
berarti kemunduran kualitas ikan terjadi dan
dimulai dari ikan yang baru saja mati hingga
ikan busuk.
Kata kunci: autolisis, penurunan kualitas,
pascapanen
Pendahuluan
Kualitas hasil perikanan merupakan satu
dari beberapa faktor yang mempengaruhi
harga ekonomis ikan. Kualitas hasil
perikanan sangat rentan untuk berubah dan
kualitas hasil perikanan ini cenderung lebih
mudah menurun. Untuk itu perlu adanya
proses penanganan pasca panen yang benar
dan steril. Waktu yang sangat menentukan
bagaimana kualitas hasil perikanan adalah
pada saat rigor-mortis dimana pada saat ini
enzim dalam tubuh ikan akan dirombak paksa
oleh enzim itu sendiri.
Ikan yang dianggap oleh pengolah
memiliki kualitas yang lebih rendah mungkin
juga kondisi kecil atau buruk untuk proses
tertentu, menghasilkan keuntungan yang
rendah. Misalnya, sering dianggap bahwa
kualitas terbaik adalah ditemukan pada ikan
yang dikonsumsi dalam beberapa jam
pertama setelah kematian. Namun, ikan yang
sangat segar yang berada dalam rigor-mortis
sulit untuk fillet dan dikuliti, dan sering tidak
cocok untuk pengasapan. Dengan demikian,
untuk prosesor, ikan yang sedikit lebih tua
yang telah melewati ketelitian proses lebih
diinginkan (Huss, 1995).
Hasil perairan berbeda dengan hasil
terestrial, di mana hasil perairan termasuk
komoditas yang sangat mudah rusak, lebih-
lebih pada iklim tropis seperti di Indonesia.
Kerusakan hasil perairan, terutama
disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroba
pembusuk yang secara alamiah merusak hasil
perairan segera setelah mati, serta reaksi
kimiawi yang juga turut berperan pada proses
kemunduran mutu produk hasil perairan.
Kemunduran mutu hasil perairan ditandai
dengan hilangnya bau khas ikan segar yang
berubah menjadi bau busuk, kerusakan fisik
seperti perubahan pada tekstur, insang,
permukaan kulit dan mata, maupun
perubahan/penurunan kandungan nutrisinya.
Proses penurunan mutu kesegaran ikan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal.
Jenis dan jumlah faktor yang
mempengaruhi kualitas hasil perikanan ada
banyak. Perubahan biokimia dan mikroba
pascapanen pada jaringan ikan sangat
tergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhi konsentrasi substrat dan
metabolit dalam jaringan ikan hidup, aktivitas
enzim endogen, kontaminasi mikroba dan
kondisi setelah penangkapan.
Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka
yang digunakan adalah teori-teori yang
menjadi landasan dalam penelitian selain itu
kajian pustaka juga melalui jurnal-jurnal
penelitian nasional dan internasional.
Autolisis
Wakjira (2011) menyatakan bahwa
autolisis adalah peristiwa mencerna sendiri
oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh
sel/jaringan setelah kematian sel. Autolisis
pada daging dan organ-organ lainnya
tergolong dalam kerusakan secara kimiawi
yang juga sering disebut dengan souring.
Autolisis merupakan perlunakan dan
pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril melalui proses kimia yang
disebabkan oleh enzim-enzim intrasel;
dengan kata lain autolisis merupakan
penghancuran jaringan atau sel-sel dari suatu
organisme oleh enzim-enzim yang diproduksi
oleh sel-sel itu sendiri. Organ-organ yang
kaya dengan enzim akan mengalami proses
autolisis lebih cepat dari pada organ-organ
yang memiliki sedikit enzim.
Metode Penelitian
Waktu penelitian ini berlangsung selama
dua bulan dimulai pada tanggal 17 Oktober
2022 mulai dari penentuan judul sampai
dengan pelaksanaan penelitian yang
bertempat di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Brawijaya Malang.
Kemudian ada sumber data dimana yang
dimaksud sumber data dalam penelitian
adalah subjek dari mana data dapat diperoleh
(Arikunto, 2006). Sumber data yang
digunakan adalah data yang berasal dari
jurnal, buku, artikel ilmiah dan literatur
terkait.
Pendekatan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data-
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Sehingga data yang
dikumpulkan adalah data yang berupa kata
atau kalimat maupun gambar (bukan angka-
angka). Data-data ini bisa berupa naskah
wawancara, catatan lapangan, foto, video,
dokumen pribadi, memo ataupun dokumen
resmi lainnya (Moleong, 2014). Jenis
penelitian dalam penelitian ini menggunakan
jenis kualitatif. Jenis kualitatif ini dipilih oleh
peneliti dikarenakan judul yang peneliti
angkat lebih mengarah pada pendeskripsian
sesuatu jadi jenis kualitatif ini yang sesuai
dengan judul peneliti dimana dalam
penelitian ini mencoba mendeskripsikan,
menguraikan, dan menggambarkan tentang
pengaruh autolisis dalam penurunan kualitas
hasil perikanan.
Objek dalam penelitian ini sendiri adalah
pengaruh atau dampak dari autolisis dalam
jaringan organ tubuh ikan, dimana autolisis
merupakan suatu reaksi kimiawi yang terjadi
setelah ikan mati. Sementara teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan menggunakan teknik studi literatur
dimana dalam penulisan artikel ini peneliti
mengambil data yang berasal dari jurnal,
buku, dan literatur terkait. Dalam mengolah
data yang sudah dikumpulkan ada beberapa
tahap berikut diantaranya.
1. Reduksi. Reduksi data adalah
mencatat secara rinci dan teliti,
merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya
agar memberikan gambaran yang
lebih jelas dan mempermudah peneliti
melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
2. Sajian data. Pada tahap ini penyajian
data dalam penelitian kualitatif bisa
dilakukan dalam bentuk uraian
singkat atau teks yang bersifat naratif.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Pada tahap ini dibuat kesimpulan dan
verifikasi tentang hasil dari data yang
diperoleh sejak awal penelitian.
Kesimpulan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan konsisten saat peneliti kembali
mengumpulkan data maka kesimpulan
yang dikemukakan adalah kesimpulan
yang kredibel.
Pengaruh autolisis
pada pagi hari tergolong ikan yang masih
segar. Ikan yang masih segar mempunyai
kenampakan mata yang cerah, bola mata
menonjol (cembung), dan kornea berwarna
putih. Keadaan tersebut dikarenakan belum
banyak perubahan biokimia yang terjadi,
sehingga metabolisme dalam tubuh ikan
masih berjalan sempurna (Widiastuti, 2007).
Insang berwarna merah cemerlang tanpa
ditutupi lendir. Lapisan lendir permukaan
badan berwarna jernih, transparan, dan cerah
mengilat. Daging apabila disayat berwarna
sangat cemerlang, tidak ada perubahan warna
pada sepanjang tulang belakang, dan dinding
perut dalam kondisi utuh. Bau sangat segar
(tidak ada bau amoniak, H2S (hidrogen
sulfida), asam, dan busuk sama sekali).
Tekstur padat, elastis bila ditekan dengan jari,
dan sulit untuk menyobek daging pada bagian
tulang belakang. Daging ikan segar cukup
lentur jika dibengkokkan dan segera akan
kembali ke bentuknya semula apabila
dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum
terputusnya jaringan pengikat pada daging
(Bahar, 2006).
PENUTUP
Kesimpulan
Proses autolisis terjadi pada saat ikan
memasuki fase post rigor mortis. Ikan yang
mati setelah penangkapan akan mengalami 3
(tiga) fase secara berurutan, yaitu fase
prerigor, rigor mortis, dan post rigor mortis.
Fase pre rigor adalah fase dimana mutu dan
kesegaran ikan sama seperti ketika masih
hidup, fase rigor mortis adalah fase dimana
ikan memiliki kesegaran dan mutu seperti
ketika masih hidup, namun kondisi tubuhnya
secara bertahap menjadi kaku, dan fase post
rigor mortis adalah fase ikan yang mulai
mengalami pembusukan daging. Ikan yang
mengalami autolisis memiliki tekstur tubuh
yang tidak elastis, sehingga apabila daging
tubuhnya ditekan dengan jari akan
membutuhkan waktu relatif lama untuk
kembali ke keadaan semula. Bila proses
autolisis sudah berlangsung lebih lanjut,
maka daging yang ditekan tidak pernah
kembali ke posisi semula.
Saran
Dengan dilakukannya penelitian dan
pengujian terhadap pengaruh autolisis
terhadap kualitas hasil perikanan ini
diharapkan penelitian selanjutnya dapat
mengembangkan permasalahan dan
pengujian terhadap masalah ini. Penelitian
autolisis terhadap kualitas hasil perikanan
masih sangat kurang sehingga sulit untuk
menemukan literatur terkait, diharapkan
kedepannya para peneliti dapat meneliti
menggunakan hasil perikanan sebagai
objeknya.
DAFTAR PUSTAKA