Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM FISIOLOGI PASCA PANEN HASIL


PERIKANAN

KARAKTERISTIK MORFOLOGI IKAN

Kelompok 3
Ade Saputra (05061281621034)
Alma Wihardani (05061181621006)
Mey Aryanti (05061381823033)
Nia Novita Tamara (05061281823052)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Pasca Panen


Fisiologi adalah salah satu dari cabang-cabang biologi yang mempelajari
berlangsungnya sistem kehidupan. Fisiologi adalah proses organisme tersebut
menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan.
Metabolisme dapat dikatakan sebagai fisiologi. Proses fisiologi terjadi pada
produk hasil perikanan. Produk perikanan setelah proses penangkapan masih
dapat mengalami proses fisiologi yang berdampak pada kualitas dari produk
perikanan tersebut. Untuk menjaga hasil penangkapan tetap terjaga kualitasnya
diperlukan penanganan produk produk perikanan sehingga dapat bertahan lebih
lama dan mampu memenuhi ketersediaan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan konsumen atau pasar. Produk perikanan setelah penangkapan masih
mamp untuk melangsungkan kehidupan sampai terjadi kebusukan (Vran, 2011).
Fisiologi pasca panen merupakan suatu proses yang masih dialami produk
hasil perikanan setelah melalui proses penangkapan. Metode pascapanen
dilakukan untuk meminimalisir terjadinya proses penurunan kualitas maupun
kunatitas pada produk perikanan. Proses metabolisme yang terjadi setelah panen
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan secara fisik, kimia dan biologis
yang menunjukkan tanda-tanda kerusakan (pembusukan). Apabila proses tersebut
tidak dikontrol maka akan menyebabkan kerusakan pada produk itu sendiri.
Kerusakan-kerusakan tersebut dapat dihambat dengan menerapkan metode
teknologi pascapanen, agar kualitas bahan tetap terjaga. Penanganan pascapanen
memberikan kondisi yang terbaik agar produk perikanan dapat mempertahankan
diri terhadap kondisi lingkungan yang baru. Kerusakan produk perikanan setelah
penangkapan sangat mudah mengalami perubahan dan kerusakan. Perubahan
yang terjadi antara lain perubahan sifat organoleptik, kualitas, kemanan dan nilai
gizi. Kerusakan dihubungkan dengan terjadinya pembusukan, karena produk
perikanan tersebut menjadi tidak berkualitas, tidak aman dan tidak layak untuk
konsumsi. Produk perikanan setelah mengalami pemanenan akan mengalami
kerusakan yang berlangsung dengan cepat (Puspitasari, 2012).

1 Universitas Sriwijaya
2

2.2. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gabus (Channa striata)


Menurut Lukman (2009), klasifikasi ikan gabus adalah sebagai berikut.
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
ordo : Perciformes
famili : Channidae
genus : Channa
spesies : Channa striata
Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan air tawar. Ikan ini tergolong
ikan air tawar non-ekonomis penting. Ikan gabus atau masyarakat lokal
menyebutnya dengan ikan kutuk biasa ditemui di sungai, rawa, danau dan
saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Ikan gabus dalam bahasa Inggris juga
disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead
murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga aruan. Tubuh ikan gabus
umumnya berwarna coklat sampai hitam pada bagian atas dan coklat muda
sampai keputihputihan pada bagian perut. Kepala agak pipih dan bentuknya
seperti ular dengan sisik-sisik besar di atas kepala, oleh sebab itu, dijuluki sebagai
“snake head”. Sisi atas tubuh ikan gabus dari kepala hingga ke ekor berwarna
gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh berwarna putih mulai
dagu ke belakang. Sisi samping bercoret tebal dan agak kabur, warna tersebut
seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya. Mulut ikan gabus besar, dengan
gigi-gigi yang tajam. Sirip punggung memanjang dengan sirip ekor membulat di
bagian ujungnya. Ikan gabus memiliki daya tahan yang tinggi untuk tetap hidup
di berbagai lokasi. Bahkan, di kolam air limbah sekalipun, ikan gabus dapat
hidup dengan baik dan produktif karena kaya dengan makanan. Daya tahannya
yang tinggi untuk tetap hidup dalam situasi inilah yang menjadi salah satu nilai
lebih dan daya tarik dari ikan gabus. Namun, jika memelihara ikan gabus sesuai
dengan sifat hidupnya, maka hasil budidaya yang diperoleh tentu akan lebih baik.
Peraian darat merupakan salah satu jenis perairan yang memiliki biota perairan
yang cukup banyak untuk dimanfaatkan. Salah satu biota perairan yang memiliki
nilai ekonomis penting adalah ikan gabus (Channa striata) (Lukman, 2009).

Universitas Sriwijaya
3

2.3. Kemunduran Mutu Ikan


Kemunduran mutu ikan digolongkan menjadi empat tahap, yaitu prerigor,
rigormortis, postrigor dan pembusukan oleh bakteri. Menurunnya tingkat
kesegaran atau kemunduran mutu pada ikan disebabkan adanya reaksi kimia dan
pembusukan oleh mikroba. Jika dilihat dari keberadaan kandungan dan besarnya
unsur biokimia makro yang terdapat di dalam tubuh ikan, perubahan utama yang
terjadi pada proses kemunduran mutu ikan umumnya bersumberkan dari
perubahan atau kerusakan komponen protein dan lemak yang terdapat dalam
tubuh ikan itu sendiri. Proses kemunduran mutu ikan selama penyimpanan,
proses perubahan tingkat kesegaran ikan pada periode penyimpanan awal
didominasi oleh proses autolisis dan kemudian digantikan oleh perubahan akibat
aktivitas bakteri. Tahap prerigor merupakan perubahan yang pertama kali terjadi
setelah ikan mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair, bening, atau
transparan yang menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut hiperemia
yang berlangsung 2-4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari
glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri.
Tahap prerigor terjadi ketika daging ikan masih lembut dan lunak. Perubahan
awal yang terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah berhenti sehingga
pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti. Di dalam daging ikan
mulai terjadi aktivitas penurunan mutu dalam kondisi anaerobik. Pada fase ini
terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat melalui proses glikolisis (Bekti, 2011).
Proses glikolisis mengubah glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan
terjadinya penurunan pH. Fase rigormortis adalah tahap yang terjadi ketika ikan
mengalami kekakuan (kekejangan). Fase ini ditandai dengan terjadinya
penurunan pH akibat akumulasi asam laktat. Faktor yang mempengaruhi lamanya
fase rigormortis yaitu jenis ikan, suhu, penanganan sebelum pemanenan, kondisi
stress pra kematian, kondisi biologis ikan, dan suhu penyimpanan prerigor. Nilai
pH daging ikan selama fase rigormortis turun dari 7-6,5. Fase rigormortis sangat
penting dalam industri perikanan karena fase ini merupakan tahapan sebelum
terjadinya kebusukan oleh mikroba. Selama berada dalam tahap ini, ikan masih
memiliki kualitas yang baik dan diterima oleh konsumen. Fase ini dihindari oleh
industri fillet karena daging ikan yang kaku sulit untuk diproses (Afrianto, 2003).

Universitas Sriwijaya
4

Fase postrigor merupakan fase awal kebusukan ikan. Fase ini terjadi ketika
daging dan otot ikan secara bertahap menjadi lunak kembali. Hal ini disebabkan
terjadinya degradasi enzimatik di dalam daging ikan. Pada awalnya fase ini akan
meningkatkan derajat penerimaan konsumen. Proses autolisis berlangsung pada
tahap postrigor. Autolisis terjadi disebabkan adanya enzim-enzim endogenous
yang ada di dalam otot ikan. Penurunan nilai pH menyebabkan enzim-enzim
dalam jaringan otot menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang
berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak struktur
jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan terhadap serangan
bakteri. Hal ini mengakibatkan daging ikan menjadi lunak kembali (Eskin, 2001).
Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses penurunan
kesegaran ikan adalah bakteri. Dekomposisi berjalan intensif, khususnya setelah
ikan melewati fase rigormortis, pada saat jaringan otot longgar dan jarak antar
serta diisi oleh cairan. Bakteri mengeluarkan getah pencernaan, enzim yang
merusak dan menghancurkan jaringan. Bakteri pada daging menyebabkan
perubahan bau dan rasa yang pada mulanya terasa masam, beraroma seperti
rumput atau asam. Bau dan rasa ini dapat berubah secara bertahap menjadi pahit
atau sulfida serta dapat berubah menjadi ammonia pada tahap akhirnya. Selain
perubahan bau dan rasa, bakteri menyebabkan perubahan tampilan dan ciri fisik
lendir. Lendir pada kulit dan insang dapat berubah dari yang biasanya tampak
jernih dan berair menjadi keruh dan kehitaman (Simangunsong, 2008).

2.4. Mutu Bahan Baku Menurut SNI


Bahan baku ikan segar merupakan ikan hasil perikanan yang baru ditangkap
atau dipanen dan belum mengalami penanganan dan pengolahan. Bahan baku
berasal dari pperairan yang tidak tercemar. Mutu bahan baku menurut SNI adalah
bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan,
bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain
yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara
organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik sebagai berikut yaitu
bahan baku memiliki kenampakan mata cerah dan cemerlang, bahan baku
memiliki bau segar serta bahan baku memilik tekstur elastis (Adwin, 2012).

Universitas Sriwijaya
5

2.5. Golongan Kesegaran Ikan


Ikan segar ciri-cirinya adalah warna kulit terang dan jernih, kulit masih kuat
membungkus tubuh tidak mudah sobek terutama bagian perut, warna-warna
khusus yang ada masih terlihat jelas. Ikan yang mulai busuk ciri- cirinya adalah
kulit berwarna suram, pucat, lendir banyak, mudah sobek, warna khusus sudah
mulai hilang, sisik mudah terlepas dari tubuh, mata tampak suram, tenggelam dan
berkerut, insang berwarna coklat suram atau abu-abu berdempetan. Pendinginan
hanya menghambat terjadinya pembusukan sehingga tingkat kesegaran ikan
hanya dapat dipertahankan. Namun demikian, tingkat kesegaran ikan selama
pendinginan dalam es berkorelasi dengan waktu. Artinya semakin lama ikan
disimpan dalam es maka tingkat kesegarannya semakin menurun. Kesegaran ikan
dapat digolongkan ke dalam 4 kelas mutu, yaitu Ikan yang kesegarannya masih
baik sekali, Ikan yang kesegarannya masih baik, Ikan yang kesegarannya sudah
mulai mundur, dan Ikan yang sudah tidak segar lagi (Afrianto, 2005).
Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima) yaitu ikan yang baru saja
ditangkap dan baru mengalami kematian. Ciri-ciri ikan pada kondisi ini adalah
mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih, insang berwarna merah dan jernih,
serta sayatan daging cemerlang. Ikan yang kesegarannya masih baik (advanced)
yaitu ikan yang kondisi masih baik, namun tidak sesegar ikan yang masih prima.
Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang) yaitu ikan yang memiliki
kondisi bola mata yang mulai cekung, kornea keruh, insang mulai berlendir,
daging mulai lembek dan warna mulai pudar. Ikan yang sudah tidak segar lagi
(busuk) yaitu ikan yang memiliki kondisi sudah busuk dengan tanda-tanda sisik
mudah lepas dan sudah memberikan bau busuk. Ikan sudah tidak layak
dikonsumsi. Selain itu, fase post mortem dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu
Pre Rigor, Rigor Mortis dan Post Rigor. Pada fase pre rigor konsentrasi ATP
masih cukup tinggi dan energi yang terbentuk masih rendah, tidak cukup untuk
mengakibatkan terjadinya penggabungan antara protein aktin dan protein miosin
menjadi aktomiosin, sehingga daging ikan menjadi lunak dan lentur. Fase rigor
mortis yaitu fase dimana tubuh ikan menjadi kaku. Mengejangnya tubuh ikan
setelah ikan mati diakibatkan oleh proses biokimia yang kompleks dalam jaringan
tubuh yang mengakibatkan konsentrasi dengan ketegangan (Adawyah, 2006).

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.


Adwin, Sensei. 2012. Persyaratan Bahan Baku.(Online).Https://www.academia.e
du/7675602/Persyaratan_bahan_baku.(Diakses Pada 15 September 2019).
Afrianto, E dan Liviawati, E. 2003. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Bekti, Ardiasih. 2011. Analisis Kemunduran Mutu Ikan. (Online). Https://www.a
cademia.edu/27839018/ARDIASIH_-_Analisis_Kemunduran_ Mutu_Ikan
_-_Praktikum_Penanganan_Hasil_Perikanan. (Diakses Pada 15 Septem-
ber 2019).
Eskin, NAM. 2001. Biochemistry of Food. Second Edition. Academic Press, Inc.
San Diego.
Lukman, Ermas. 2009. Ikan Gabus. (Online). Https://www.academia.edu/380377
84/Ikan_Gabus_Channa_Striata. (Diakses Pada 15 September 2019).
Puspitasari, S. 2012. Pengawetan Suhu Rendah Pada Ikan dan Daging. Makalah
Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Se-
marang.
Simangunsong, T. 2008. Morfologi Ikan Berbeda. (Online). Https://www.academ
ia.edu/35985224/Morfologi_Ikan_Berbeda. (Diakses Pada 15 September
2019).
Vran, Bosch. 2011. Kemunduran Mutu Hasil Perikanan. (Online). Https://www.a
cademia.edu/9021748/Kemunduran_Mutu_Hasil_Perikanan. (Diakses Pa-
da 15 September 2019).

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai