PAPER
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fisiologi Pasca Panen
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Rahman Karnila, S.Pi, M.Si
DISUSUN OLEH :
SYAHRUL RAMADHAN
1804124646
KELAS THP A
Pada saat ikan menuju fase kematian, berbagai proses perubahan fisika, dan organoleptik
berlangsung dengan cepat yang akhirnya mengarah ke pembusukan. Penurunan mutu secara
Bacterial adalah tahapan dimana bakteri mulai banyak dan secara bertahap memasuki daging
ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah rigor mortis berlalu,
yaitu setelah daging mengendur dan celah-celah seratnya terisi cairan. Kecepatan penurunan
mutu ikan yang mengalami luka atau memar lebih cepat dibandingkan dengan ikan dengan
kondisi fisik yang utuh. Penilaian organoleptik yang mengalami penurunan mutu secara
berurutan yaitu tekstur, insang, mata, bau dan lendir permukaan badan semuanya mulai berubah,
PENDAHULUAN
Ikan Lele (Clarias) adalah marga (genus) ikan yang hidup di air tawar. Ikan ini mempunyai ciri
khas dengan tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang serta memiliki sejenis kumis yang
panjang, mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Ikan ini sebenarnya terdiri atas berbagai jenis
(spesies) (Siregaret al. 2011). Ikan lele biasanya banyak dijual di pasaran dalam keadaan
segar,baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudahmati. Ikan segar memiliki kelemahan,
yaitu mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Proses
kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Kecepatan proses tersebut
sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat
ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia.
Penanganan yang baik adalah menggunakan system rantai dingin (Zakaria 2008).
Ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis pada suhu ruang dan berlangsung lebih singkat.
Apabila faserigor mortis tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas
enzim dan bakteri akan berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzim dan bakteri tersebut
menyebabkan perubahan yang sangat pesat sehingga ikan memasuki fase post rigor. Fase ini
menunjukan bahwa mutu ikan sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi (FAO 1995).
Faserigor mortis, nilai pH daging ikan akan mengalami penurunan menjadi 6,2-6,6 dari pH mula-
mula 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada
dan kekuatan penyangga pada daging ikan. Nilai pH daging ikan akan terus naik mendekati
Kemuduran mutu ikan berlangsung dalam waktu yang sangat cepat, sehingga dibutuhkan
penanganan tepat yang dapat menghambat proses pembusukan baik yang terjadi secara kimiawi
maupun enzimatis (Rehbein1979). Cara paling mudah untuk menghambat pembusukan ikan
adalah dengan menggunakan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah pada produk-produk
perikanan mampu menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan bakteri sehingga kemunduran
mutu ikan akan berjalan jauh lebih lambat dan ikan akan tetap segar dalam jangka waktu yang
lama (Ilyas 1983). Menurut Stein et al.(2005), ikan yang diberi perlakuan penyimpanan suhu
rendah dapat diperpanjang daya awetnya hingga mencapai 1-4 minggu, tergantung jenis ikan dan
cara penanganannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju kemunduran mutu ikan lele
Dari hasil analisa organoleptik mata, dapat disimpulkan bahwa semakin lama
penyimpanan maka nilai rata(rata organoleptik semakin menurun. Untuk ukuran berat 500 gr dan
250 gr secara organoleptik mata tidak ada perbedaan, dan pada penyimpanan 4 hari secara
organoleptik mata sudah mengalami kemunduran mutu karena nilai rata(rata organoleptik mata
sudah tidak bisa diterima lagi dan tidak aman untuk di konsumsi. Menurut Ilyas (1983), bahwa
salah satu akibat dari mulai berkembangnya bakteri adalah mata jadi terbenam dan pudar
sinarnya.
Menurut Berhimpon (1993), bahwa ikan yang baru ditangkap mengandung mikroba yang
secara alami dimana mikroba tersebut terkonsentrasi pada tiga bagian utama yaitu: permukaan
kulit, insang, dan isi perut. Jumlah bakteri pada ikan bervariasi tergantung media dimana bakteri
itu hidup, yaitu diantara 102 (105 /gr pada kulit, 103 (105 /gr pada insang, dan dapat mencapai
107 /gr pada isi perut. Berdasarkan dari data yang ada, maka dapat dikatakan bahwa perubahan
warna pada insang itu dapat terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri. Kaitannya dengan
penelitian ini, perubahan nilai organoleptik pada insang mengalami penurunan nilai rata(rata
Salahsatu factor yang mempengaruhi kecepatan penurunan kualitas ikan yaknis uhu.
Murniyati dan Sunarman(2000) mengatakan bahwa suhu lingkungan yang rendah akan
baik yakni lama waktu penyimpanan ikan tersebut,dimanaikan yangdijual di Pasar Bangkala
merupakan ikan yang telah disimpan selama satu hari satu malam dengan penggunaan es yang
perbandingan antara es dan ikan yang di pasarkan selama proses penjualan ,yaitu1: 1artinya 1kg
es untuk 1kg ikan agar suhu ikan dapat di pertahankan pada suhu 0⁰C hingga akhir penjualan.
Menurut Rossarie et al., (2019), menjelaskan bahwa awak kapal yang menggunakan
pakaian kerja, helm kerja, sepatu boot karet dan sarung tangan, tidak boleh merokok, meludah,
makan dan minum di area penanganan dan penyimpanan ikan merupakan cara menjaga
kebersihan lingkungan supaya higienis. Kebersihan dek harus selalu dibersihkan dengan
disemprot menggunakan air laut sebelum dan sesudah proses penangkapan, serta selesai
Ikan termasuk komoditas yang sangat mudah rusak dan membutuhkan penanganan segera
setelah diambil (dipanen) dari laut. Hal ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang baru ditangkap
dalam beberapa jam saja kalau tidak diberi perlakuan atau penanganan khusus yang tepat, maka
Penanganan hasil tangkapan di kapal merupakan proses yang sangat penting dari seluruh
proses perjalanan ikan sampai ke konsumen. Hal ini dikarenakan penanganan ikan di atas kapal
merupakan penanganan awal yang sangat menentukan terhadap penanganan dan pengolahan ikan
selanjutnya (Hastrini et al., 2013). Pekerja yang melakukan kegiatan seperti merokok, batuk,
bersin dan meludah di sekitar area penanganan pada saat proses penanganan berlangsung dapat
kondisi fisiknya yang rapuh dan kandungan air dalam jaringan yang lebih tinggi. Ikan yang baru
bertelur memiliki kandungan air yang tinggi. Ikan yang perutnya kenyang akan mudah pecah
selama penanganan yang kemudian menyebabkan pembusukan dari dalam tubuh ikan. Ikan
dengan perut yang kosong akan dapat dipertahankan mutu kesegarannya dari proses pembusukan
Kerusakan fisik yang dialami produk perikanan dapat disebabkan oleh perlakuan fisik,
seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
Kecepatan penurunan mutu ikan yang mengalami luka atau memar lebih cepat
dibandingkan dengan ikan dengan kondisi fisik yang utuh (Metusalach et al., 2014). Masalah
mutu dan keamanan pangan tidak dapat dipisahkan dengan produk perikanan. Penanganan ikan
di atas kapal adalah segala upaya terhadap hasil tangkapan di kapal mulai dari tindakan awal
sampai dengan penyimpanan yang bertujuan menjaga mutu ikan sesuai dengan standar yang
diinginkan.
ikan adalah bakteri. Pada umumnya daging ikan yang masih segar adalah steril, bakteri dapat
ditemukan di permukaan kulit, insang dan saluran pencernaan. Setelah ikan mati, bakteri yang
terkonsentrasi pada ketiga tempat tersebut secara perlahan-lahan berpenetrasi dan bergerak aktif
menyebar ke seluruh jaringan dan organ ikan yang tadinya steril mulai dijadikan tempat
bakteri pembusuk dan mempercepat proses pembusukan adalah: permukaan tubuh, isi perut, dan
insang (Wulandari danAsmaini, 2005). Penurunan mutu secara Bacterial adalah tahapan dimana
bakteri mulai banyak dan secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh
bakteri mulai berlangsung intensif setelah rigor mortis berlalu, yaitu setelah daging mengendur
dan celah-celah seratnya terisi cairan (Vatria, 2013).Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan
adalah bakteri Pseudomonas, Alcaligenes, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Serratia dan Bacillus
(Thi Phong Lan et al.,2007). Bakteri patogen ikan termasuk golongan Gram negatif, seperti
Aeromonassp.,
Pseudomonassp., Flexibacter sp., dan Vibriosp (Kamal et al.,2016). Bakteri patogen dapat
dengan mudah mengkontaminasi ikan selama penyimpanan dan distribusi dan dapat
menyebabkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya.Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang
dijumpai pada ikan disebabkan oleh perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak
geografis, cara penangkapan, dan penanganan ikan. Perbedaan jumlah bakteri ini disebabkan
karena pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia
yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarahpada kemunduran mutu menjadi lebih lambat
(Gelman et al.,2001).
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hasil penilaian mutu organoleptik ikan mujair segar untuk ukuran berat 500 gr dan 250 gr
tidak meunjukkan perbedaan yang nyata. Pada penyimpanan hingga hari ke 2 ikan masih
dikategorikan segar, sedangkan pada penyimpanan 4 hari ikan sudah dikategorikan ditolak.
Komposisi proksimat ikan lele yang di peroleh protein yang cukup rendah (2,94%), kadar
air yang diperoleh cukup tinggi (77,78%), kadar abu yang diperoleh adalah 1,35%, sedangkan
kadar lemak mencapai 0,95% serta kadar karbohidrat 16,96%. Penyimpanan suhu
chilling,kondisi pre rigoruntuk ikan lele terjadi pada hari ke 1 (untuk ikan yang disiangi), fase
rigor pada ikan lele pada hari ke 4 (baik untuk ikan yang disiangi maupun ikan yang tidak
disiangi), sedangkan fase post rigorikan lele masuk pada hari ke 9 (untuk ikan yang disiangi) dan
Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisika, kimia, dan organoleptik berlangsung
dengan cepat yang akhirnya mengarah ke pembusukan, dengan urutan proses perubahan yang
terjadi meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan
oksidasi.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2010. Penanganan Ikan Segar. Penerbit Widya Padjadjaran.
Bandung.
Berhimpon, S. 1993. Mikrobiologi Perikanan Ikan. Bagian1. Ekologi dan Pertumbuhan Mikroba
Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi.
Manado.
Farber L. 1965. Freshness Test in Fish as Food. New York: Academic Press.
FAO. 1995. Quantity and Quality Changes in Fresh Fish, by Huss, ed. Rome: FisheriesTechnical
preservative treatment on shelf life of the pond-raised freshwater fish, silver perch
Hastrini, R., Rosyid, D., Putut, H. 2013. Ananalisis Penanganan (Handling) Hasil Tangkapan
Paripurna. Jakarta.
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan 1, Teknik Pendinginan ikan. Paripurna.
Jakarta.
Kamal, S., Nurliana, N., Jamin, F., Sulasmi, S., Hamny, H., & Fakhrurrazi, F. (2016). TOTAL
Metusalach, Kasmiati, Fahrul, Jaya, I. 2014. Pengaruh Cara Penangkapan, Fasilitas Penanganan
Dan Cara Penanganan Ikan Terhadap Kualitas Ikan Yang Dihasilkan. Jurnal IPTEKS
PSP. 1(1):40-52
Novia, L., Yuwana, Y., & Zulman, E. 2015. Identifikasi Tingkat Kesegaran Dan Kerusakan Fisik
Ikan Di Pasar Minggu Kota Bengkulu. Jurnal Agroindustri. 5(1), hlm. 44-56.
Nurani, T.W., Iskandar, B.H., Wahyudi, G.A. 2011. Kelayakan Dasar Penerapan HACCP di
Kapal Fresh Tuna Longline. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 14(2): 115-
123
Rossarie, Darmanto Y, Swastawati F. 2019. Kesesuaian Penanganan Ikan di Kapal Pole and
Stein LH, Hirmas E, Mevik MB, Karlsen R, Nortved R, Bencze AM, SundeJ,Kiessling A. 2005.
The effects of stress and storage temperature on thecolour and texture of pre-rigor filleted
Thi Phong Lan, N., Dalsgaard, A., Cam, P. D., & Mara, D. (2007). Microbiological quality of
influence of hygiene practices in local retail markets. Journal of Water and Health, 5(2),
209–218.
Wulandari, S. S., & Asmaini, I. (2005). Analisis mikrobiologi produk ikan kaleng (sardines)
kemasan dalam limit waktu tertentu (expire). Jurnal Biogenesis, 2(1), 30–35.
Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada
Penyimpanan Suhu Chilling. [Skripsi] Teknologi Hasil Perikanan. IPB. Bogor. Bogor.