Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH

FISIOLOGI PASCA PANEN


MEKANISME KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR DILIHAT DARI ASPEK,
MIKROBIOLOGI, FISIK DAN ORGANOLEPTIK

PAPER
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fisiologi Pasca Panen

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Rahman Karnila, S.Pi, M.Si

DISUSUN OLEH :
SYAHRUL RAMADHAN
1804124646
KELAS THP A

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
ABSTRAK

Pada saat ikan menuju fase kematian, berbagai proses perubahan fisika, dan organoleptik

berlangsung dengan cepat yang akhirnya mengarah ke pembusukan. Penurunan mutu secara

Bacterial adalah tahapan dimana bakteri mulai banyak dan secara bertahap memasuki daging

ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah rigor mortis berlalu,

yaitu setelah daging mengendur dan celah-celah seratnya terisi cairan. Kecepatan penurunan

mutu ikan yang mengalami luka atau memar lebih cepat dibandingkan dengan ikan dengan

kondisi fisik yang utuh. Penilaian organoleptik yang mengalami penurunan mutu secara

berurutan yaitu tekstur, insang, mata, bau dan lendir permukaan badan semuanya mulai berubah,

seperti mata mulai memudar dan berlendir.

Kata Kunci : Mikrobiologis, Fisik, dan Organoleptik.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan Lele (Clarias) adalah marga (genus) ikan yang hidup di air tawar. Ikan ini mempunyai ciri

khas dengan tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang serta memiliki sejenis kumis yang

panjang, mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Ikan ini sebenarnya terdiri atas berbagai jenis

(spesies) (Siregaret al. 2011). Ikan lele biasanya banyak dijual di pasaran dalam keadaan

segar,baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudahmati. Ikan segar memiliki kelemahan,

yaitu mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Proses

kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Kecepatan proses tersebut

sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat
ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia.

Penanganan yang baik adalah menggunakan system rantai dingin (Zakaria 2008).

Ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis pada suhu ruang dan berlangsung lebih singkat.

Apabila faserigor mortis tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas

enzim dan bakteri akan berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzim dan bakteri tersebut

menyebabkan perubahan yang sangat pesat sehingga ikan memasuki fase post rigor. Fase ini

menunjukan bahwa mutu ikan sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi (FAO 1995).

Faserigor mortis, nilai pH daging ikan akan mengalami penurunan menjadi 6,2-6,6 dari pH mula-

mula 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada

dan kekuatan penyangga pada daging ikan. Nilai pH daging ikan akan terus naik mendekati

netral setelah fase rigormortis berakhir (Farber 1965).

Kemuduran mutu ikan berlangsung dalam waktu yang sangat cepat, sehingga dibutuhkan

penanganan tepat yang dapat menghambat proses pembusukan baik yang terjadi secara kimiawi

maupun enzimatis (Rehbein1979). Cara paling mudah untuk menghambat pembusukan ikan

adalah dengan menggunakan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah pada produk-produk

perikanan mampu menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan bakteri sehingga kemunduran

mutu ikan akan berjalan jauh lebih lambat dan ikan akan tetap segar dalam jangka waktu yang

lama (Ilyas 1983). Menurut Stein et al.(2005), ikan yang diberi perlakuan penyimpanan suhu

rendah dapat diperpanjang daya awetnya hingga mencapai 1-4 minggu, tergantung jenis ikan dan

cara penanganannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju kemunduran mutu ikan lele

selama penyimpanan suhu chilling secara organoleptik, kimiawi, dan biokimiawi.


PEMBAHASAN

2.1. Mekanisme Kemunduran Mutu Ikan Secara Organoleptik

Dari hasil analisa organoleptik mata, dapat disimpulkan bahwa semakin lama

penyimpanan maka nilai rata(rata organoleptik semakin menurun. Untuk ukuran berat 500 gr dan

250 gr secara organoleptik mata tidak ada perbedaan, dan pada penyimpanan 4 hari secara

organoleptik mata sudah mengalami kemunduran mutu karena nilai rata(rata organoleptik mata

sudah tidak bisa diterima lagi dan tidak aman untuk di konsumsi. Menurut Ilyas (1983), bahwa

salah satu akibat dari mulai berkembangnya bakteri adalah mata jadi terbenam dan pudar

sinarnya.

Menurut Berhimpon (1993), bahwa ikan yang baru ditangkap mengandung mikroba yang

secara alami dimana mikroba tersebut terkonsentrasi pada tiga bagian utama yaitu: permukaan

kulit, insang, dan isi perut. Jumlah bakteri pada ikan bervariasi tergantung media dimana bakteri

itu hidup, yaitu diantara 102 (105 /gr pada kulit, 103 (105 /gr pada insang, dan dapat mencapai

107 /gr pada isi perut. Berdasarkan dari data yang ada, maka dapat dikatakan bahwa perubahan

warna pada insang itu dapat terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri. Kaitannya dengan

penelitian ini, perubahan nilai organoleptik pada insang mengalami penurunan nilai rata(rata

secara drastis terjadi pada penyimpanan hari ke empat.

Salahsatu factor yang mempengaruhi kecepatan penurunan kualitas ikan yaknis uhu.

Murniyati dan Sunarman(2000) mengatakan bahwa suhu lingkungan yang rendah akan

memperpanjang tingkat kesegaran ikan sehingga prosespasca panenikan harus menerapkan

prinsip rantai dingin.


Hal lain yang menyebabkan ikan yang dipasarkan di Pasar Bangkala memiliki suhu yang

baik yakni lama waktu penyimpanan ikan tersebut,dimanaikan yangdijual di Pasar Bangkala

merupakan ikan yang telah disimpan selama satu hari satu malam dengan penggunaan es yang

lebih banyak dibandingkan jumlah ikannya. Menurut Metusalach, dkk(2012) idealnya

perbandingan antara es dan ikan yang di pasarkan selama proses penjualan ,yaitu1: 1artinya 1kg

es untuk 1kg ikan agar suhu ikan dapat di pertahankan pada suhu 0⁰C hingga akhir penjualan.

2.2. Mekanisme Kemunduran Mutu Ikan Secara fisik

Menurut Rossarie et al., (2019), menjelaskan bahwa awak kapal yang menggunakan

pakaian kerja, helm kerja, sepatu boot karet dan sarung tangan, tidak boleh merokok, meludah,

makan dan minum di area penanganan dan penyimpanan ikan merupakan cara menjaga

kebersihan lingkungan supaya higienis. Kebersihan dek harus selalu dibersihkan dengan

disemprot menggunakan air laut sebelum dan sesudah proses penangkapan, serta selesai

penanganan ikan (Liviawaty dan Afrianto 2010).

Ikan termasuk komoditas yang sangat mudah rusak dan membutuhkan penanganan segera

setelah diambil (dipanen) dari laut. Hal ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang baru ditangkap

dalam beberapa jam saja kalau tidak diberi perlakuan atau penanganan khusus yang tepat, maka

mutu ikan tersebut akan menurun (Novia et al., 2015).

Penanganan hasil tangkapan di kapal merupakan proses yang sangat penting dari seluruh

proses perjalanan ikan sampai ke konsumen. Hal ini dikarenakan penanganan ikan di atas kapal

merupakan penanganan awal yang sangat menentukan terhadap penanganan dan pengolahan ikan

selanjutnya (Hastrini et al., 2013). Pekerja yang melakukan kegiatan seperti merokok, batuk,

bersin dan meludah di sekitar area penanganan pada saat proses penanganan berlangsung dapat

menimbulkan potensi kontaminasi (Nurani et al., 2011).


Pada jenis ikan yang sama, ikan berukuran lebih kecil akan membusuk lebih cepat karena

kondisi fisiknya yang rapuh dan kandungan air dalam jaringan yang lebih tinggi. Ikan yang baru

bertelur memiliki kandungan air yang tinggi. Ikan yang perutnya kenyang akan mudah pecah

selama penanganan yang kemudian menyebabkan pembusukan dari dalam tubuh ikan. Ikan

dengan perut yang kosong akan dapat dipertahankan mutu kesegarannya dari proses pembusukan

untuk waktu yang lebih lama.

Kerusakan fisik yang dialami produk perikanan dapat disebabkan oleh perlakuan fisik,

seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya

memar, luka, dan adanya benda asing.

Kecepatan penurunan mutu ikan yang mengalami luka atau memar lebih cepat

dibandingkan dengan ikan dengan kondisi fisik yang utuh (Metusalach et al., 2014). Masalah

mutu dan keamanan pangan tidak dapat dipisahkan dengan produk perikanan. Penanganan ikan

di atas kapal adalah segala upaya terhadap hasil tangkapan di kapal mulai dari tindakan awal

sampai dengan penyimpanan yang bertujuan menjaga mutu ikan sesuai dengan standar yang

diinginkan.

2.3. Mekanisme Kemunduran Mutu Ikan Secara mikrobiologis

Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses penurunan kesegaran

ikan adalah bakteri. Pada umumnya daging ikan yang masih segar adalah steril, bakteri dapat

ditemukan di permukaan kulit, insang dan saluran pencernaan. Setelah ikan mati, bakteri yang

terkonsentrasi pada ketiga tempat tersebut secara perlahan-lahan berpenetrasi dan bergerak aktif

menyebar ke seluruh jaringan dan organ ikan yang tadinya steril mulai dijadikan tempat

berkembangbiaknya bakteri.Bagian–bagian tubuh ikan yang sering menjadi target serangan

bakteri pembusuk dan mempercepat proses pembusukan adalah: permukaan tubuh, isi perut, dan
insang (Wulandari danAsmaini, 2005). Penurunan mutu secara Bacterial adalah tahapan dimana

bakteri mulai banyak dan secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh

bakteri mulai berlangsung intensif setelah rigor mortis berlalu, yaitu setelah daging mengendur

dan celah-celah seratnya terisi cairan (Vatria, 2013).Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan

adalah bakteri Pseudomonas, Alcaligenes, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Serratia dan Bacillus

(Thi Phong Lan et al.,2007). Bakteri patogen ikan termasuk golongan Gram negatif, seperti

Aeromonassp.,

Pseudomonassp., Flexibacter sp., dan Vibriosp (Kamal et al.,2016). Bakteri patogen dapat

dengan mudah mengkontaminasi ikan selama penyimpanan dan distribusi dan dapat

menyebabkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya.Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang

dijumpai pada ikan disebabkan oleh perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak

geografis, cara penangkapan, dan penanganan ikan. Perbedaan jumlah bakteri ini disebabkan

karena pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia

yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarahpada kemunduran mutu menjadi lebih lambat

(Gelman et al.,2001).

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hasil penilaian mutu organoleptik ikan mujair segar untuk ukuran berat 500 gr dan 250 gr

tidak meunjukkan perbedaan yang nyata. Pada penyimpanan hingga hari ke 2 ikan masih

dikategorikan segar, sedangkan pada penyimpanan 4 hari ikan sudah dikategorikan ditolak.

Komposisi proksimat ikan lele yang di peroleh protein yang cukup rendah (2,94%), kadar

air yang diperoleh cukup tinggi (77,78%), kadar abu yang diperoleh adalah 1,35%, sedangkan

kadar lemak mencapai 0,95% serta kadar karbohidrat 16,96%. Penyimpanan suhu
chilling,kondisi pre rigoruntuk ikan lele terjadi pada hari ke 1 (untuk ikan yang disiangi), fase

rigor pada ikan lele pada hari ke 4 (baik untuk ikan yang disiangi maupun ikan yang tidak

disiangi), sedangkan fase post rigorikan lele masuk pada hari ke 9 (untuk ikan yang disiangi) dan

pada hari ke 10 (untuk ikan yang tidak disiangi).

Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisika, kimia, dan organoleptik berlangsung

dengan cepat yang akhirnya mengarah ke pembusukan, dengan urutan proses perubahan yang

terjadi meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan

oksidasi.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2010. Penanganan Ikan Segar. Penerbit Widya Padjadjaran.

Bandung.

Berhimpon, S. 1993. Mikrobiologi Perikanan Ikan. Bagian1. Ekologi dan Pertumbuhan Mikroba

Serta Pertumbuhan. Biokimia Pangan Laboratorium Pengolahan dan Pembinaan Mutu

Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi.

Manado.

Farber L. 1965. Freshness Test in Fish as Food. New York: Academic Press.

FAO. 1995. Quantity and Quality Changes in Fresh Fish, by Huss, ed. Rome: FisheriesTechnical

Paper No.384. 95 pp.


Gelman, A., Glatman, L., Drabkin, V., & Harpaz, S. (2001). Effects of storage temperature and

preservative treatment on shelf life of the pond-raised freshwater fish, silver perch

(Bidyanus bidyanus). Journal of Food Protection, 64(10), 1584–1591.

Hastrini, R., Rosyid, D., Putut, H. 2013. Ananalisis Penanganan (Handling) Hasil Tangkapan

Kapal Purse Seine Yang Didaratkan Di Pelabuhan Perikanan Pantai Baomulyo

Ilyas S. 1983. TeknologiRefrigrasi Hasil Perikanan Jilid 1. Teknik PendinginanIkan. CV.

Paripurna. Jakarta.

Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan 1, Teknik Pendinginan ikan. Paripurna.

Jakarta.

Kamal, S., Nurliana, N., Jamin, F., Sulasmi, S., Hamny, H., & Fakhrurrazi, F. (2016). TOTAL

BAKTERI PSIKOTROPIK IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIBERI

PENINGKATAN SUHU PADA SAAT PEMELIHARAAN (Total of Phsycotrophic

Bacteria of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) Reared in High Water Temperature).

Jurnal Medika Veterinaria, 10(1), 37–40.

Metusalach, Kasmiati, Fahrul, Jaya, I. 2014. Pengaruh Cara Penangkapan, Fasilitas Penanganan

Dan Cara Penanganan Ikan Terhadap Kualitas Ikan Yang Dihasilkan. Jurnal IPTEKS

PSP. 1(1):40-52

Novia, L., Yuwana, Y., & Zulman, E. 2015. Identifikasi Tingkat Kesegaran Dan Kerusakan Fisik

Ikan Di Pasar Minggu Kota Bengkulu. Jurnal Agroindustri. 5(1), hlm. 44-56.

Nurani, T.W., Iskandar, B.H., Wahyudi, G.A. 2011. Kelayakan Dasar Penerapan HACCP di

Kapal Fresh Tuna Longline. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 14(2): 115-

123

Rehbein H. 1979. Development of an enzymatic method to differentiate freshand seafrozen and


thawed fish fillets. Z LebensmUnters Forsch169:263-265.

Rossarie, Darmanto Y, Swastawati F. 2019. Kesesuaian Penanganan Ikan di Kapal Pole and

Line. Jurnal Airaha. 8(2):67-75

Stein LH, Hirmas E, Mevik MB, Karlsen R, Nortved R, Bencze AM, SundeJ,Kiessling A. 2005.

The effects of stress and storage temperature on thecolour and texture of pre-rigor filleted

farmed cod (GadusmorhuaL.). Aquaculture Research 36:1197- 1206.

Thi Phong Lan, N., Dalsgaard, A., Cam, P. D., & Mara, D. (2007). Microbiological quality of

fish grown in wastewater-fed and non-wastewater-fed fishponds in Hanoi, Vietnam:

influence of hygiene practices in local retail markets. Journal of Water and Health, 5(2),

209–218.

Vatria, B. (2013). Pengolahan ikan bandeng (Chanos-chanos) tanpa duri

Wulandari, S. S., & Asmaini, I. (2005). Analisis mikrobiologi produk ikan kaleng (sardines)

kemasan dalam limit waktu tertentu (expire). Jurnal Biogenesis, 2(1), 30–35.

Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada

Penyimpanan Suhu Chilling. [Skripsi] Teknologi Hasil Perikanan. IPB. Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai