Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN 1

PENGARUH PERUBAHAN SUHU PANAS DAN SUHU DINGIN MEDIA AIR

TERHADAP MEMBUKA MENUTUP OPERCULUM IKAN MAS

COVER

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Mudlofar, et al. (2013), komoditas air tawar yang mempunyai

nilai ekonomis dan diusahakan melalui KJA salah satunya adalah ikan Mas

(Cyprinus carpio) yang harga jual di tingkat petani wilayah kota Pontianak pada

tahun 2009 yaitu Rp 27.000,-/kg. Ikan merupakan salah satu sumber makanan

yang sangat disukai oleh sebagian masyarakat karena mengandung protein yang

sangat tinggi. Tidak hanya itu ikan bisa ditemukan secara mudah dan bisa

dibudidayakan oleh petambak. Ikan mas juga memiliki keunggulan yang baik

secara fisik, fisiologis maupun genetetik.

Menurut Chen, et al. (2019), perubahan suhu di lingkungan merupakan

faktor kunci yang diketahui mempengaruhi metabolisme energi, pertumbuhan

tubuh pada hewan, efek modulasi ini sebagian dimediasi melalui regulasi dari

asupan makanan. Pada ikan sendiri suhu merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan, aktivitas metabolisme, kegiatan mencari makan

dan lainnya. Suhu lingkungan yang berubah-ubah dapat mengganggu aktivitas


dalam tubuh ikan sehingga dapat menjadikan ikan mudah stress. Namun, suhu

lingkungan terjadi perubahan (tidak signifikan) ikan tidak akan terganggu karena

tubuhnya akan secara otomatis menyesuaikan diri.

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan

air tawar yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Ikan mas juga kaya akan

kandungan protein yang sangat penting bagi tubuh. Kemudian, karena memiliki

kandungan protein tinggi, ikan mas juga mudah dibudidayakan. Dalam budidaya

ikan mas perlu diperhatikan factor-faktor pendukung pertumbuhan ikan mas

salah satunya yaitu suhu. Suhu merupakan faktor lingkungan yang memiliki

pengaruh cukup signifikan bagi laju pertumbuhan ikan, metabolisme ikan, dan

masih banyak lagi. Namun, Ketika suhu berubah secara drastis dapat

menyebabkan ikan menjadi stress hingga mati. Oleh karena itu, stabilitas suhu

perlu dijaga supaya tidak terjadi penurunan atau kenaikan yang signifikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh suhu panas terhadap bukaan operkulum ikan mas?

2. Bagaimana pengaruh suhu dingin terhadap bukaan operkulum ikan mas?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh suhu panas terhadap bukaan operkulum ikan mas.

2. Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap bukaan operkulum ikan mas.

1.4 Kegunaan

Kegunaan untuk mahasiswa yaitu dapat memperoleh ilmu mengenai

aktivitas atau pengaruh suhu bagi ikan mas (Cyprinus carpio). Selain itu,

kegunaan selanjutnya yaitu memberikan pengetahuan mengenai proses ketika


perubahan suhu air terjadi terhadap membuka dan menutupnya operkulum pada

ikan mas (Cyprinus carpio).

1.5 Tempat dan Waktu

Praktikum Fisiologi Hewan Air materi perhitungan nilai hematokrit pada

Ikan Mas akibat paparan deterjen dilaksanakan secara daring pada tanggal 8

November 2020 mulai pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.30 WIB melalui

Google Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deksripsi dan Klasifikasi

Ikan Mas (Bhavya, et al., 2018)

Menurut Ali, et al. (2017), ikan mas merupakan salah satu jenis ikan yang

hidup pada perairan tawar. Ikan mas termasuk kedalam jenis ikan pemakan

segalanya atau disebut omnivora. Ikan mas termasuk salah satu jenis ikan yang

banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Untuk pemberian pakan ikan mas bisa

diperikan apa saja, baik itu pakan yang berupa pellet. Pakan tambahan bisa

seperti cincangan daging, ikan runcah maupun limbah makanan, selain itu bisa

juga diberikan pakan berupa dedaunan. Jenis dedaunan yang disukai ikan mas

diantaranya daun kangkung, daun ubi dan daun pepaya

Menurut Bhavya, et al. (2018), klasifikasi ikan mas adalah sebagai berkut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Family : Cyprinidae

Subfamily : Cyprininae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cryprinus carpio


2.2 Morfologi Ikan Mas

Menurut Putri, et al. (2014), secara morfologi, ikan mas mempunyai

bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung

tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang

sungut berukuran pendek. Ikan mas memiliki sisik berukuran relatif besar dan

digolongkan dalam tipe sisik sikloid. Ikan Mas mempunyai bentuk tubuh pipih

bilateral dan bentuk kepala pipih dorso lateral, serta panjang kepala ¼ kali

panjang total tubuh. Panjang total tubuh ikan yang diamati berkisar antara 20-23

cm. Tubuh berwarna hitam kekuningan pada bagian dorsal dan berwarna

kekuningan pada bagian ventral

Menurut Hasrati dan Rini (2011), secara morfologis, ikan mas mempunyai

bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung

tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang

sungut berukuran pendek. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi

oleh sisik berukuran besar dengan tipe sisik sikloid, berwarna hijau, biru, merah,

kuning keemasan atau kombinasi dari wama-warna tersebut sesuai dengan

rasnya. Saat ini, banyak sekali jenis ikan mas yang beredar di kalangan petani,

baik jenis yang berkualitas tidak terlalu tinggi hingga jenis yang unggul. Setiap

daerah memiliki jenis ikan mas favorit, misalnya di Jawa Barat, ikan mas yang

paling digemari adalah ikan mas Majalaya

2.3 Sistem Pernafasan Ikan Mas

Menurut Inayah, et al. (2017), fisiologi dapat didefenisikan sebagai ilmu

yang mempelajari fungsi, mekanisme dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-

sel organisme. Fisiologi mencoba menerangkan faktor-faktor fisika dan kimia

yang mempengaruhi seluruh proses kehidupan. Oksigen sebagai bahan

pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Oleh sebab
itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuannya

memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya oksigen

terlarut dalam perairan, tentu saja akan mempengaruhi fisiologi respirasi ikan,

dan hanya ikan yang memiliki sistem respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup

Menurut Pertiwi, et al. (2017), insang merupakan organ respirasi utama

pada ikan, bekerja dengan mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi

(oksigen dan karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam

air diabsorbsi ke dalam kapiler-kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin

untuk selanjutnya didistribusikan keseluruh tubuh. Karbondioksida dikeluarkan

dari sel dan jaringan untuk dilepaskan ke air di sekitar insang. Struktur histologi

insang terdiri dari beberapa lamela primer dan satu lamela primer terdiri dari

beberapa lamela sekunder. Ukuran panjang dan lebar lamela sekunder

cenderung hampir sama. Sel-sel pernapasan ikan hanya terdiri dari dua atau tiga

lapis epitel yang terletak di membran basal. Sel-sel terbungkus oleh selaput

epidermis yang tipis dan bersifat semipermeable

2.4 Respon Operkulum terhadap Suhu Panas

Menurut Tartanpale, et al. (2012), naik dan turunnya suhu lingkungan itu

mempengaruhi hewan yang hidup di lingkungan tersebut. Suhu atmosfer karena

variasi alam akan secara langsung mempengaruhi suhu air dan ikan ektotermik.

kenaikan suhu air berdampak pada laju operkular ikan. Peningkatan terjadi pada

laju pernapasan maupun detak operkular pada temperatur 35˚C. Peningkatan

suhu, peningkatan laju metabolisme ikan dan kebutuhan oksigennya, tetapi

menurunkan kelarutan oksigen dalam air. Kecenderungan yang berlawanan ini

dapat menyebabkan penipisan oksigen ke tingkat yang mematikan. Untuk itu

perlu dilakukan penjagaan suhu air dan suhu lingkungan.


Menurut Rivaldy, et al. (2017), ikan sebagai hewan ektotermal

(poikilotermal) sangat bergantung kepada suhu. Kenaikan suhu meningkatkan

laju metabolisme dalam tubuh, yang pada hakekatnya dapat menaikkan

kecepatan reaksi kimiawi. Setiap ikan diketahui mempunyai kisaran suhu optimal

yang pada suhu tersebut ikan tumbuh maksimal. Kenaikan suhu 37,8°C - 38,5 °C

ikan beseng sudah nampak mulai melompat serta terlihat pergerakan operkulum

pada ikan beseng sudah terlihat cepat. Setiap jenis ikan biasanya mempunyai

kisaran suhu di perairan yang cocok. Namun bila terjadi perubahan suhu, respon

yang diberikan oleh ikan akan menunjukan penyesuaian metabolisme tubuhnya

terhadap lingkungan untuk mempertahankan kehidupannya. Respon yang

diperlihatkan oleh ikan biasanya berupa perubahan tingkah laku maupun

pergerakan ikan

2.5 Respon Operkulum terhadap Suhu Dingin

Menurut Yustiati, et al. (2017), Cold-shock stress terjadi ketika ikan

diaklimatisasi dengan suhu air atau kisaran suhu kemudian terkena penurunan

suhu yang cepat, hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan fisiologis serta

perilaku ikan. Suhu rendah akan menekan proses metabolisme sehingga menjadi

rendah. Metabolisme yang rendah akan membuat ikan pasif, maka tingkat sisa

metabolisme yang dikeluarkan dari tubuh menjadi rendah. Penurunan suhu

menyebabkan aktivasi laju respirasi dan metabolisme ikan gurami cenderung

menurun, seiring dengan penurunan suhu air media hidup ikan. Penurunan suhu

berdampak pada penurunan konsumsi oksigen dan menurunnya produk

metabolisme yang dapat bersifat racun.

Menurut Trantanpale, et al. (2012), naik dan turunnya suhu lingkungan itu

mempengaruhi hewan yang hidup di lingkungan tersebut. Suhu atmosfer karena


variasi alam akan secara langsung mempengaruhi suhu air dan ikan ektotermik.

Penurunan suhu air berdampak pada laju operkular ikan air. Suhu sekitar 15˚C

menunjukkan kecenderungan penurunan laju pernafasan dan denyut operkular.

Pola laju respirasi ikan cenderung menurun seiring dengan laju penurunan suhu.

Pola ini sesuai dengan kenyataan yang selama ini terjadi, yaitu bahwa perlakuan

penurunan suhu dapat menekan respirasi dan aktivitas ikan. Untuk itu perlu

dilakukan penjagaan suhu air dan suhu lingkungan.

3. METODE

3.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum Fisiologi Hewan Air adalah

sebagai berikut.

Alat: 1. Toples Bahan: 1. Ikan mas 4 ekor

2. Wadah plastik 2. Stok air panas

3. Water bath 3. Stok es batu

4. Termometer Hg

5. Hand counter

6. Timer / stopwatch

7. Palu

8. Freezer

3.1.1 Alat dan Fungsinya

Fungsi dari alat – alat yang digunakan pada saat praktikum Fisiologi

Hewan Air adalah sebagai berikut :

Toples : Untuk wadah pengujian


Wadah plastic : Untuk tempat ikan sebelum dan sesudah diamati
Water bath : Untuk pemanas air
Termometer Hg : Untuk mengukur suhu air
Hand counter : Untuk menghitung jumlah bukaan pada operculum ikan
Timer / stopwatch : Untuk menghitung atau mengamati waktu
Freezer : Untuk membentuk dan menjaga suhu dingin pada es batu
Palu : Untuk memecahkan bongkahan es batu

3.1.2 Bahan dan Fungsinya

Fungsi dari bahan - bahan yang digunakan pada saat praktikum Fisiologi

Hewan Air adalah sebagai berikut.

No Bahan Fungsi
1 Ikan mas Bahan ujicoba atau sampel uji
2 air panas Pengubah suhu pada air sesuai dengan perlakuan
3 Es batu Pengubah suhu pada air sesuai dengan perlakuan

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Suhu Panas

Dalam percobaan perlakuan suhu panas, ada langkah - langkah yang

harus diperhatikan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan

sebuah toples 1000 ml sebagai wadah perlakuan dan dua wadah plastik sebagai

tempat ikan yang belum dan yang sudah diamati. Setelah itu, ambil ikan mas dari

akuarium stok, lalu masukkan ke dalam salah satu wadah plastik yang telah

diberi media air. Isi toples dengan air secukupnya (± ½ volumenya), lalu ukur

suhunya dengan thermometer dan catat hasilnya. Pengamatan akan dilakukan

dengan tiga perlakuan, yaitu T1 = untuk suhu kamar ( …. ± 0,5 ºC), T2 = untuk

suhu 3 ºC di atas suhu kamar, dan T3 = untuk suhu 6 ºC di atas suhu kamar.

Masukkan satu persatu ikan uji ke dalam toples yang sudah diketahui suhunya

(perlakuan i) kemudian hitung banyaknya membuka & menutup operculum ikan

tersebut selama satu menit dengan menggunakan hand counter dan stop watch

sebagai penunjuk waktu dan diulang sebanyak tiga kali untuk masing–masing

ikan. Catat data yang diperoleh pada lembar kerja yang tersedia. Setelah selesai

dengan ikan uji pertama dilanjutkan dengan ikan uji berikutnya sampai semua
ikan tersebut teramati. Ikan yang telah diamati dimasukkan ke dalam wadah

plastik lain yang telah disediakan.

Setelah selesai dengan perlakuan i, dilanjutkan dengan perlakuan ii

dengan mengatur suhu air pada toples agar sesuai dengan suhu yang

diinginkan. Penambahan air panas dari water bath dilakukan secara sedikit demi

sedikit. Usahakan pada saat pengamatan berlangsung suhu air naik pada

kisaran toleransi ± 0,5 ºC. Masukkan satu persatu ikan uji ke dalam toples yang

sudah diketahui suhunya kemudian hitung banyaknya membuka & menutup

operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan hand counter

dan stop watch sebagai penunjuk waktu dan diulang sebanyak tiga kali untuk

masing–masing ikan. Catat data yang diperoleh pada lembar kerja yang tersedia.

Setelah selesai dengan perlakuan ii, dilanjutkan dengan perlakuan iii

dengan mengatur suhu air pada toples agar sesuai dengan suhu yang

diinginkan. Penambahan air panas dari water bath dilakukan secara sedikit demi

sedikit. Usahakan pada saat pengamatan berlangsung suhu air naik pada

kisaran toleransi ± 0,5 ºC. Masukkan satu persatu ikan uji ke dalam toples yang

sudah diketahui suhunya kemudian hitung banyaknya membuka & menutup

operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan hand counter

dan stop watch sebagai penunjuk waktu dan diulang sebanyak tiga kali untuk

masing–masing ikan. Catat data yang diperoleh pada lembar kerja yang tersedia.

Masukan data yang telah didapatka dari pengamatan ke dalam tabel.

Dalam percobaan perlakuan suhu dingin, ada langkah - langkah yang harus

diperhatikan antara lain :

1. Siapkan sebuah toples 1000 ml sebagai wadah perlakuan dan dua wadah

plastik sebagai tempat ikan yang belum dan yang sudah diamati.
2. Ambil ikan mas dari akuarium stok, lalu masukkan ke dalam salah satu

wadah plastic yang telah diberi media air.

3. Isi toples dengan air secukupnya (± ½ volumenya), lalu ukur suhunya

dengan thermometer dan catat hasilnya

4. Pengamatan akan dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu:

i) T1 = untuk suhu kamar ( …. ± 0,5 ºC)

ii) T2 = untuk suhu 3 ºC di bawah suhu kamar

iii) T3 = untuk suhu 6 ºC di bawah suhu kamar

5. Masukkan satu persatu ikan uji ke dalam toples yang sudah diketahui

suhunya (perlakuan i) kemudian hitung banyaknya membuka & menutup

operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan hand

counter dan stop watch sebagai penunjuk waktu dan diulang sebanyak tiga

kali untuk masing –masing ikan. Data yang diperoleh dicatat pada kertas

lembar kerja yang telah tersedia

6. Setelah selesai dengan ikan uji pertama dilanjutkan dengan ikan uji

berikutnya sampai kan tersebut teramati. Ikan yang telah diamati

dimasukkan ke dalam wadah plastik lain yang telah disediakan

7. Setelah selesai dengan perlakuan i, dilanjutkan dengan perlakuan ii dengan

mengatur suhu air pada toples agar sesuai dengan suhu yang diinginkan

dengan cara menambah es balok dari freezer yang telah dipecahkan dengan

palu sedikit demi sedikit. Usahakan saat pengamatan berlangsung suhu air

turun pada kisaran toleransi ± 0,5 ºC. Pengamatan selanjutnya sama seperti

pada point 5

8. Setelah selesai dengan perlakuan ii, dilanjutkan dengan perlakuan iii dengan

mengatur suhu air pada toples agar sesuai dengan suhu yang diinginkan

dengan cara menambah es balok dari freezer yang telah dipecahkan dengan

palu sedikit demi sedikit. Usahakan pada saat pengamatan berlangsung


suhu air turunpada kisaran toleransi ± 0,5 ºC. Pengamatan selanjutnya sama

seperti pada point 5.

9. Tabulasikan data pengamtan pada table

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Perubahan Suhu Panas Media Air

Terhadap Membuka dan Menutup Operkulum Ikan Mas

Praktikum fisiologi hewan air 2020 dilakukan pengujian tentang bukaan

operculum terhadap suhu panas. Ikan yang digunakan pada praktikum ini yaitu

ikan mas (Cyprinus carprio) dengan jumlah 2 ekor. Dalam 1 perlakuan, dilakukan

3 kali pengulangan suhu yaitu suhu kamar 0ºC, 3ºC di atas suhu kamar dan 6ºC

di atas suhu kamar dengan waktu selama 1 menit tiap suhu dan tiap suhu

dilakukan 3 kali perlakuan berturut-turut. Praktikum tersebut didapatkan hasil

yang berbeda-beda setiap pengulangan. Hasil dari pengujian pada suhu 0ºC

yaitu, pada ikan 1 dimenit pertama didapatkan hasil 84 kali bukaan operculum,

dimenit kedua didapatkan hasil 85 kali bukaan operculum dan dimenit ketiga

didapatkan hasil 91 kali bukaan operculum. Sedangkan pada ikan 2, dimenit

pertama didapatkan hasil 67 kali bukaan operculum, dimenit kedua didapatkan

hasil 79 dan dimenit ketiga didapatkan hasil 82 kali bukaan operculum. Hasil dari

pengujian pada suhu 3ºC yaitu, pada ikan 1 dimenit pertama didapatkan hasil 86

kali bukaan operculum, dimenit kedua didapatkan hasil 113 kali bukaan

operculum dan dimenit ketiga didapatkan hasil 114 kali bukaan operculum.

Sedangkan pada ikan 2, dimenit pertama didapatkan hasil 80 kali bukaan

operculum, dimenit kedua didapatkan hasil 89 dan dimenit ketiga didapatkan

hasil 90 kali bukaan operculum. Hasil dari pengujian pada suhu 6ºC yaitu, pada

ikan 1 dimenit pertama didapatkan hasil 92 kali bukaan operculum, dimenit kedua

didapatkan hasil 115 kali bukaan operculum dan dimenit ketiga didapatkan hasil
116 kali bukaan operculum. Sedangkan pada ikan 2, dimenit pertama didapatkan

hasil 82 kali bukaan operculum, dimenit kedua didapatkan hasil 92 dan dimenit

ketiga didapatkan hasil 94 kali bukaan operculum. Hasil perlakukan menunjukkan

bahwa suhu mempengaruhi bukaan dan tutupan operculum ikan mas Ketika

Suhu semakin panas proses metabolisme pada tubuh ikan akan semakin

meningkat laju respirasinya akan juga membutuhkan oksigen lebih banyak

sehingga bukaan operculumnya lebih cepat.

Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan hubungan yang erat antara

suhu panas dan frekuensi buka tutup operkulum ikan. Frekuensi membuka dan

menutup operkulum ikan dan suhu panas berkorelasi positif pada ikan mas. Hasil

pengamatan pengaruh perubahan suhu panas media air terhadap membuka dan

menutup operkulum ikan mas disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Descriptives
Suhu Panas
95%
Confidence
Interval for
Std. Mean
Deviatio Std. Lower Upper
  N Mean n Error Bound Bound Minimum Maximum
Suhu Kamar 8 72.13 19.149 6.770 56.12 88.13 46 101
Suhu 3˚C Di 8 89.25 14.617 5.168 77.03 101.47 72 115
Atas Suhu
Kamar
Suhu 6˚C Di 8 102.25 13.264 4.689 91.16 113.34 84 120
Atas Suhu
Kamar
Total 24 87.88 19.723 4.026 79.55 96.20 46 120

Tabel 1. Deskripsi Perubahan Suhu Panas Media Air Terhadap Membuka dan
Menutup Operkulum Ikan Mas

ANOVA
Suhu Panas
Sum of Mean
  Squares df Square F Sig.
Between 3652.75 2 1826.37 7.245 0.004
Groups 0 5
Within 5293.87 21 252.089    
Groups 5
Total 8946.62 23      
5

Tabel 2. Anova Perubahan Suhu Panas Media Air Terhadap Membuka dan
Menutup Operkulum Ikan Mas

Grafik 1. Hubungan Perubahan Suhu Air Terhadap Membuka dan Menutup


Operkulum Ikan Mas

Penjelasan~

Menurut Azwar, et al. (2016), secara keseluruhan ikan lebih toleran

terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air

mencapai 29oC, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat

dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas.

Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami

kenaikan kecepatan respirasi. Menurut Iha, et al. (2018), ikan memiliki

kemampuan berbeda-beda dalam menoleransi suhu dalam suatu perairan, ketika


terjadi induksi suhu dalam suhu perairan maka akan ada tekanan terhadap

perairan dan ekosistem, ikan pun secara otomatis akan mendapatkan tekanan.

Saat tekanan akan terjadi respon pada ikan dengan yaitu beradaptasi terhadap

lingkungannya atau dengan cara berpindah tempat (shifting) dengan berenang

ke kedalaman dan ketempat lainnya yang masih terjangkau.

4.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Perubahan Suhu Dingin Media Air

Terhadap Membuka dan Menutup Operkulum Ikan Mas

Praktikum fisiologi hewan air 2020 dilakukan pengujian tentang bukaan

operculum terhadap suhu dingin. Ikan yang digunakan pada praktikum ini yaitu

ikan mas (Cyprinus carprio) dengan jumlah 2 ekor. Dalam 1 perlakuan, dilakukan

3 kali pengulangan suhu yaitu suhu 0ºC, -3ºC dan -6ºC dengan waktu selama 1

menit tiap suhu dan tiap suhu dilakukan 3 kali perlakuan berturut-turut. Praktikum

tersebut didapatkan hasil yang berbeda-beda setiap pengulangan. Hasil dari

pengujian pada suhu 0ºC yaitu, pada ikan 1 dimenit pertama didapatkan hasil 79

kali bukaan operculum, dimenit kedua didapatkan hasil 77 kali bukaan operculum

dan dimenit ketiga didapatkan hasil 80 kali bukaan operculum. Sedangkan pada

ikan 2, dimenit pertama didapatkan hasil 78 kali bukaan operculum, dimenit

kedua didapatkan hasil 76 dan dimenit ketiga didapatkan hasil 64 kali bukaan

operculum. Hasil dari pengujian pada suhu -3ºC yaitu, pada ikan 1 dimenit

pertama didapatkan hasil 74 kali bukaan operculum, dimenit kedua didapatkan

hasil 75 kali bukaan operculum dan dimenit ketiga didapatkan hasil 68 kali

bukaan operculum. Sedangkan pada ikan 2, dimenit pertama didapatkan hasil 68

kali bukaan operculum, dimenit kedua didapatkan hasil 65 dan dimenit ketiga

didapatkan hasil 60 kali bukaan operculum. Hasil dari pengujian pada suhu -6ºC

yaitu, pada ikan 1 dimenit pertama didapatkan hasil 26 kali bukaan operculum,
dimenit kedua didapatkan hasil 24 kali bukaan operculum dan dimenit ketiga

didapatkan hasil 22 kali bukaan operculum. Sedangkan pada ikan 2, dimenit

pertama didapatkan hasil 32 kali bukaan operculum, dimenit kedua didapatkan

hasil 30 dan dimenit ketiga didapatkan hasil 32 kali bukaan operculum. Hasil

perlakukan menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi bukaan dan tutupan

operculum ikan mas. Ketika suhu semakin turun maka mengakibatkan bukaan

dan tutupan operculum yang semakin lambat. Hal itu ditunjukkan dari hasil

perhitungan bahwa semakin turun suhu semakin turun juga nilai dari bukaan dan

tutupan operculum ikan mas.

Menurut Hermawan, et al. (2013), metode pemingsanan ikan dapat

dilakukan dengan cara menggunakan zat anestesi atau dapat juga

menggunakan penurunan suhu. Suhu air yang rendah dapat menurunkan

aktifitas dan tingkat konsumsi oksigen ikan. Menurut Panase, et al. (2018),

gerakan operculum number (OMN) juga digunakan untuk mengevaluasi efek cold

shock yang mana digunakan sebagai tingkat respirasi. Temuan menunjukkan

bahwa OMN berkurang sementara suhu turun. Hal ini karena molekul oksigen

lebih banyak larut ke dalam air yang mengakibatkan ikan tidak bergerak ke

tempat lain atau tidak ada kemampuan berenang. Di sisi lain, saat file ikan yang

terkena sengatan panas atau suhu yang lebih tinggi mengakibatkan peningkatan

dari OMN.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Hasil dari perlakuan suhu panas, didapatkan pada suhu ruang (0 OC) rata-

rata bukaan operculum ikan adalah sebanyak 72.13 kali, pada suhu -3 OC
rata-rata bukaan operculum pada ikan adalah 89.25 kali, dan pada suhu

-6OC rata-rata bukaan operculum pada ikan adalah 102.25 kali.

 Deskripsi grafik

 Kecepatan respirasi ikan berbanding lurus dengan derajat suhu. Apabila

suhu berada pada derajat tinggi maka respirasi berjalan dengan cepat.

Begitu pula sebaliknya, apabila suhu berada pada derajat rendah maka

respirasi akan berlangsung lambat.

5.2 Saran

Dari Erwita

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A.W., Y. Koniyo dan Juliana. 2017. Subtitusi tepung kulit singkong pada
pakan untuk pertumbuhan dan sintasan benih ikan mas. Jurnal ilmiah
Perikanan dan Kelautan. 5(2).

Azwar, M., Emiryati dan Yusnaini. 2016. Critical Thermal dari Ikan Zebrasoma
scopas yang berasal dari Perairan Pulai Hoga Kabupaten Wakatobi. Jurnal
Sapa Laut. 1(2):60-66

Bhavya,C., K. Yogendra., KM. Mahadevan dan N. Madhusudhana. 2018. Acute


toxicity test of synthesized calcium zincate nanoparticles in common carp
Cyprinus carpio. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies.
6(3): 267-271.

Chen, T., M.K.H Wong., B.C.B. Chan dan A.O.L. Wong. 2019. Mechanisms for
Temperature Modulation of Feeding in Goldfish and Implications on
Seasonal Changes in Feeding Behavior and Food Intake. Frontiers in
Endocrinology. 10

Hasrati, E dan R. Rusnawati. 2011. Kajian penggunaan daging ikan i'ias


(Cyprinus Carpio Linn) terhadap tekstur dan cita rasa bakso daging sapi.
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 7(1).

Hermawan, V. B., Raharjo, E. I., & Hasan, H. (2013). Teknik Pembiusan


Menggunakan Suhu Rendah Pada Sistem Kering Terhadap Ikan Tengadak
(Barbonemus schwanenfeldii). Jurnal Ruaya: Jurnal Penelitian dan Kajian
Ilmu Perikanan dan Kelautan, 2(2).

Iha, L., & Ramli, M. (2018). RESPON IKAN Plectroglyphidodon lacrymatus


TERHADAPKENAIKAN SUHU. Jurnal Sapa Laut (Jurnal Ilmu Kelautan),
2(2).
Inayah. 2017. Pengaruh detergen terhadap respon fisiologi laju pertumbuhan
tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila pada skala laboratorium. 1(1) :
44-50.

Lubis, S.D.P.S., B. Utomo dan R. Ezraneti. 2014. Uji Toksisitas detergen cair


terhadap ikan mas (Cyprinus carpio L.)  Aquacoastmarine. 4(3).

Panase, P., Saenphet, S., & Saenphet, K. (2018). Biochemical and physiological
responses of Nile tilapia Oreochromis niloticus Lin subjected to cold shock
of water temperature. Aquaculture Reports, 11, 17-23.

Pertiwi, S. L., Zainuddin dan E. Rahmi. 2017. Gambaran histologi sistem


respirasi ikan gabus (Channa striata). Jurnal Jimvet. 1(3): 291-298

Putri, D. S. J., M. N. Abulias dan D. Bhagawati. 2014. Studi kekerabatan ikan


familia Cyprinidae yang tertangkap di Sungai Serayu Kabupaten
Banyumas. Scripta Biologia. 1(2): 129-135.

Suwetja, K., F. Mentang dan S.W.Pade. 2016. Studi teknik penanganan Ikan Mas
(Cyprinus Caprio-L) hidup dalam wadah tanpa air. Jtech. 4(1):37-41.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Praktikum Pengaruh Perubahan Suhu Panas Terhadap

Bukaan Operculum Ikan

Lampiran 2. Data Praktikum Pengaruh Perubahan Suhu Dingin Terhadap

Bukaan Operculum Ikan

Lampiran 3. Dokumentasi Praktikum Mandiri

Anda mungkin juga menyukai