Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM II

FISIOLOGI BIOTA LAUT

PENGARUH SUHU TERHADAP PERUBAHAN FISIOLOGI


BIOTA LAUT (Ikan Amphiprion sp.)

NAMA : MUHAMMAD ASRI

NIM : L111 14 026

KELOMPOK : II (DUA)

ASISTEN : ANISSA ZURIYAH K.

LABORATORIUM EKOTOKSIKOLOGI LAUT

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk hidup dengan baik, semua makhluk hidup membutuhkan lingkungan

hidup yang memadai dan memiliki syarat tertentu. Bagi manusia dan makhluk

hidup lainnya ada berbagai macam faktor lingkungan yang dimiliki untuk

mencapai suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan dan

perkembangan individu. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh adalah

suhu. Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh

karena ia berasal dari matahari sumber energi terbesar bumi (Ayang, 2010).

Suhu memiliki peranan yang sangat penting terhadap kehidupan di dalam

air. Kelarutan berbagai jenis gas dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam

perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Apabila terjadi perubahan suhu yang

tidak stabil, ikan akan membutuhkan energi yang relatif besar untuk

mempertahankan kondisi tubuhnya agar tetap berada pada keadaan yang ideal

(Rachmawati, 2012).

Suhu yang tidak sesuai dengan juga dapat menyebabkan ketidak

seimbangan proses metabolisme tubuh. Oleh karena itu, dalam praktikum ini diuji

ikan Amphiprion sp. dengan diberikan perlakuan suhu dalam media aquarium

yang secara perlahan ditingkatkan dan diturunkan suhunya untuk melihat

bagaimana proses fisiologinya.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan fisiologi yang

terjadi pada ikan Amphiprion sp. terhadap perubahan suhu.

Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui

bagaimana perubahan fisiologi ikan Amphiprion sp. terhadap perubahan suhu.


C. Ruang Lingkup

Praktikum ini meliputi pengamatan perubahan fisiologi ikan,

pengukuran bobot ikan, pengamatan tingkah laku, pengamatan bukaan

operkulum ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A Adaptasi Organisme

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan

sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi terhadap

lingkungannya mampu untuk memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan),

mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas,

mempertahankan hidup dari musuh alaminya, bereproduksi dan merespon

perubahan yang terjadi di sekitarnya. Organisme yang mampu beradaptasi akan

bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi

kepunahan atau kelangkaan jenis (Wikipedia, 2015).

Adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu ( Wikipedia, 2015):

1. Adaptasi Morfologi, merupakan adaptasi yang meliputi bentuk tubuh.

adaptasi Morfologi dapat dilihat dengan jelas.

2. Adaptasi Fisiologi, merupakan adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh.

Adaptasi ini bisa berupa enzim yang dihasilkan suatu organisme.

3. Adaptasi Tingkah Laku, merupakan adaptasi berupa perubahan tingkah

laku. Misalnya: ikan paus yang sesekali keluar ke permukaan untuk

membuang udara, bunglon mengubah warna kulitnya menyerupai tempat

yang dihinggapi.

D. Pengaruh Suhu Terhadap Ekosistem Perairan

Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi baik harian maupun tahunan,

terutama mengikuti pola temperatur udara lingkungan sekitarnya, intensitas

cahaya matahari, letak geografis, penaungan dan kondisi internal perairan itu
sendiri seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan timbunan bahan

organik di dasar perairan (Rachmawati, 2012).

Menurut Satino (2010) dalam Rachmawati (2012), suhu memiliki peranan

peran yang sangat penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai

jenis gas dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan sangat

dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya suhu

sebesar 10C akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2-3 kali lipat.

Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan kebutuhan oksigen

meningkat, sementara dilain pihak naiknya temperatur akan menyebabkan

kelarutan oksigen dalam air.

Dalam mengatur suhu tubuh dikenal adanya hewan berdarah dingin dan

hewan berdarah panas. Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah

ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh

hewan. Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan

(menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung

berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini

adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sifat dari organisme

tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selama hidupnya suhu tubuh

organisme tergantung pada suhu air laut tempat hidupnya disebut poikilotermik

(Nybakken,1988).

E. Pengaruh Suhu Terhadap Respon Fisiologi dan Tingkah Laku Organisme

Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang

sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi

terhadap pek selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan

status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh

lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah


mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen

akibat melemahnya sistem imun (Tunas, 2005).

Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih

tingi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa

penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan

pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen. Suhu perairan sangat

berpengaruh terhadap laju metabolisme dan proses-proses biologis ikan.

Aktivitas enzim pencernaan karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu, aktivitas

protease tertinggi dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase tertinggi

dijumpai pada musim gugur. Suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain

dengan munculnya ikan ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk

mencari oksigen (Tunas, 2005).

Suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan.

Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada

beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan adalah

faktor-faktor yang paling penting yang menentukan kekuatan keturunan dan

daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil.

Suhu ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama monsun

pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah

tersebut. Perubahan suhu jangka panjang dapat mempengaruhi perpindahan

tempat pemijahan dan fishing ground secara periodik (Tunas, 2005).

F. Faktor yang Mempengaruhi Suhu di Perairan

Faktor - faktor yang mempenagruhi suhu permukaan air laut dan suhu

udara ialah keseimbangnan kalor dan keseimbangan masa air di lapisan

permukaan laut. Faktor meteorologi yang mengatur keseimbangan ialah curah

hujan, penguapan, kelembaban, suhu udara, kecepatan angin, penyinaran


matahari dan suhu permukaan laut itu sendiri. Kondisi iklim mempunyai peran

utama terhadap permukaan air laut, sehingga di Indonesia mempunya empat

musim. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di

perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux), curah hujan (presipitation),

aliran sungai (flux) dan pola sirkulasi arus. Perubahan pada suhu dan salinitas

akan menaikan (Hadikusumah, 2008).

G. Fisiologi Ikan Amphiprion sp.

Semua ikan badut hidup bersimbiosis mutualisme dengan anemon tertentu.

Ikan badut tidak dapat pergi jauh dari anemone sebagai inangnya. Ikan badut

biasanya bersimbiosis dengan Stichodactylamertensii di laguna. Sementara di

habitat terumbu karang terluar paling sering ditemukan Heteractis magnifica. Ikan

badut umumnya hidup berpasangan, tetapi dalam anemone laut yang berukuran

besar pasangan ikan laut akan saling berbagi tempat (Allen, 1991).

Klasifikasi ikan badut menurut Michael (2008) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actynopterigii
Subkelas : Neopterygii
Ordo: Perciformes
Subordo : Labroidei
Famili : Pomacentridae
Subfamili : Amphiprioninae
Genus : Amphiprion
Spesies : Amphiprion sp.
Gambar 1. Morfologi Ikan Amphiprion sp. (Michael, 2008).

Ikan Amphiprion sp. atau sering disebut juga dengan Anemone fish (ikan

yang hidup diantara anemon) memiliki badan berwarna dasar kuning kecoklatan

dengan tiga belang berwarna putih (white band) dan sedikit warna hitam di

bagian kepala, badan dan pangkal ekor. Tulang di muka dan di bawah mata tidak

berduri panjang, bergigi pendek, jari - jari keras sirip punggungnya tidak sama

panjang, memiliki 11 jari - jari pada sirip dorsal dan 17 jari - jari pada pectoral,

dan di alam dijumpai dapat mencapai panjang 110 mm (Allen, 1991).

Ikan Amphiprion sp. merupakan ikan karang tropis yang hidup di perairan

hangat pada daerah terumbu dengan kedalaman kurang dari 50 meter dan berair

jernih. Dengan daerah penyebaran di Samudera Pasifik (Fiji), Laut Merah,

Samudra Hindia (Indonesia, Malaysia, Thailand, Maladewa, Burma), dan Great

Barrier Reef Australia. Kondisi parameter kualitas air yang sesuai bagi ikan

Amphiprion sp. adalah pada suhu air berkisar 25 - 33 oC, oksigen terlarut 3,5 -

4,6 ppm, salinitas 26 - 32 ppt, pH 7, 8 - 8, 6 dan amonia kurang dari 1 ppm

(Allen, 1991).

Keindahan warna tubuh clown fish inilah yang membuat ikan Amphiprion

sp. ini menjadi favorit masyarakat. Ikan Amphiprion sp. diketahui mempunyai

daerah penyebaran yang luas, terutama diseputar perairan Indo Pasifik. Pada

perairan bebas, ikan ini dapat dijumpai di laguna - laguna berbatu di sekitar

terumbu karang atau daerah dengan kedalaman kurang dari 50 meter dengan
perairan jernih. Ikan ini mengkonsumsi udang, alga dan zooplankton disekitar

habitatnya (Michael, 2008).

Ikan Amphiprion sp. melakukan simbiosis mutualisme dengan anemon laut.

Anemon laut berguna sebagai pelindung bagi ikan ini dari para predator,

sedangkan ikan badut membantu anemon dari sisa - sisa makananya. Dari

interaksi inilah yang membuat ikan badut juga sering dijuluki ikan anemon

(anemone fish) (Michael, 2008).

III.METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Praktikum fisiologi biota laut dilakukan pada hari Rabu, 20 April 2016,

pada pukul 09:00 11:00 WITA, bertempat di Laboratorium Ekotoksikologi

Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai wadah

pengamatan sampel ikan; baskom kecil sebagai wadah penampungan

sampel ikan; timbangan analitik untuk menimbang bobot sampel ikan;

thermometer digunakan untuk mengukur suhu air; hand talty counter

digunakan untuk menghitung jumlah bukaan operkulum sampel ikan;

stopwatch digunakan untuk menghitung waktu yang digunakan dalam

pengamatan; thermos listrik digunakan untuk memanaskan sampel air; ATK

untuk mencatat hasil kegiatan serta lap kain untuk mengeringkan tempat

yang basah.

Bahan yang digunakan adalah ikan Amphi[rion sp. sebagai sampel

ikan; es batu untuk menurunkan suhu air; air panas untuk menaikkan suhu
air serta label untuk menandai aquarium kecil.

C. Prosedur Kerja

1. Penurunan Suhu

Prosedur kerja dalam penurunan suhu adalah menyiapkan alat dan

bahan yang akan digunakan. Menyiapkan beberapa aquarium kecil sesuai

dengan jumlah konsentrasi suhu yang akan digunakan kemudian mengisi air

laut sebanyak 2 liter. Setelah itu, menandai aquarium kecil tersebut sesuai

dengan konsentrasi suhu yang telah ditentukan yaitu 24o C, 21O C, dan 18o

C. Selanjutnya adalah mengatur suhu aquarium kecil sesuai dengan

konsentrasi suhu yang telah ditentukan dengan cara memasukkan kantong

plastik berisi es batu sambil memasukkan thermometer untuk mengukur

suhu air. Sebelum mencapai suhu yang diinginkan, selanjutnya adalah

menimbang bobot sampel ikan dan memasukkan ikan ke dalam aquarium

kecil jika suhu air telah mencapai suhu yang diinginkan. Setelah ikan

diturunkan, kemudian menyalakan stopwatch sambil menghitung jumlah

bukaan operkulum dan tingkah laku sampel ikan selama 1 menit.

Selanjutnya menimbang bobot ikan dan mencatat hasil pengamatan.

2. Peningkatan Suhu

Prosedur kerja dalam penurunan suhu adalah menyiapkan alat dan

bahan yang akan digunakan. Menyiapkan beberapa aquarium kecil sesuai

dengan jumlah konsentrasi suhu yang akan digunakan kemudian mengisi air

laut sebanyak 2 liter. Setelah itu, menandai aquarium kecil tersebut sesuai

dengan konsentrasi suhu yang telah ditentukan yaitu 27o C, 30o C, 33O C,

dan 36o C. Selanjutnya adalah mengatur suhu aquarium kecil sesuai dengan

konsentrasi suhu yang telah ditentukan dengan cara memasukkan kantong

plastik berisi air panas sambil memasukkan thermometer untuk mengukur


suhu air. Sebelum mencapai suhu yang diinginkan, selanjutnya adalah

menimbang bobot sampel ikan dan memasukkan ikan ke dalam aquarium

kecil jika suhu air telah mencapai suhu yang diidnginkan. Setelah ikan

diturunkan, kemudian menyalakan stopwatch sambil menghitung jumlah

bukaan operkulum dan tingkah laku sampel ikan selama 1 menit.

Selanjutnya menimbang bobot ikan dan mencatat hasil pengamatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil

pengamatan ikan Amphiprion sp. sebagai berikut:

Tabel 1. Pengamatan bobot ikan pada suhu panas


Suhu (oC) Bobot Awal (gr) Bobot Akhir (gr)

30 2.46 2.34

33 0.91 1

36 1.13 1.15

Tabel 2. Pengamatan bobot ikan pada suhu dingin


Suhu (oC) Bobot Awal (gr) Bobot Akhir (gr)

18 3.84 1.57

21 2.82 3.44

24 1.5 1.15

Tabel 3. Pengamatan bobot ikan pada suhu normal


Suhu (oC) Bobot Awal (gr) Bobot Akhir (gr)

27 1.42 1.42
Tabel 4. Pengamatan fisiologi dan bukaan operkulum pada suhu panas
Suhu (oC) Tingkah Laku Bukaan Operkulum

30 Normal; aktif bergerak. 153

33 Normal; aktif bergerak. 193

36 Steress; pingsan 67

Tabel 5. Pengamatan fisiologi dan bukaan operkulum pada suhu dingin


Suhu oC Tingkah Laku Bukaan operkulum
Aktif bergerak; dan langsung
24 113
ke dasar aquarium.
Stress; berenang di dasar
21 64
aquarium.
Stress; berenang miring;
18 100
sesekali naik ke permukaan.

Tabel 6. Pengamatan fisiologi dan bukaan operkulum pada suhu normal


Suhu C Tingkah Laku Bukaan operkulum
Berada di dasar; bergrerak
27 109
aktif.

B. Pembahasan

Pemberian konsentrasi suhu yang berbeda beda pada sampel ikan di

setiap wadah pengamatan memberikan pengaruh yang berbeda beda pada

setiap sampel ikan. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sampel

ikan mulai melemah dan tidak dapat mempertahankan kondisi keseimbangan

tubuh ketika suhu air diturunkan dari suhu normal menjadi 18 oC. Kondisi

yang sama di alami oleh sampel ikan ketika suhu air dinaikkan dari suhu

normal menjadi 36 oC. Pada konsentrasi suhu rendah yaitu 18 oC dan suhu
o
tinggi 36 C, sampel ikan sudah tidak mampu mentolerir kondisi
lingkungannya terhadap kondisi fisiologinya. Berdasarkan tabel pengamatan,

sampel ikan menunjukkan bahwa sampel ikan hanya mampu mentolerir

konsentrasi suhu yang berkisar antara 24 oC 33 oC. Ketika konsentrasi

suhu telah melewati batas tersebut, maka ikan sudah tidak mampu untuk

bertahan. Hal tersebut ditandai dengan melemahnya kondisi tubuh ikan

seperti gerakan lambat, badan miring dan jumlah bukaan operkulum yang

menurun. Pemberian konsentrasi suhu yang berbeda beda juga

mempengaruhi bobot ikan dimana pada saat sebelum diberikan perlakuan,

bobot ikan lebih ringan dibandingkan setelah diberikan perlakuan. Menurut

Goddard (1996) mengatakan bahwa pada suhu tinggi ikan akan lebih aktif

mencari makan. Hal ini disebabkan karena suhu yang tinggi berpengaruh

terhadap laju metabolisme. Aktivitas metabolisme yang tinggi menyebabkan

ikan untuk aktif mencari makan. sehingga laju pertumbuhan bobot mutlak

menjadi lebih cepat. Sedangkan pada suhu yang lebih rendah aktivitas

metabolik berjalan lebih lambat.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa pemberian konsentrasi suhu yang berbeda berbeda terhadap

sampel ikan memiliki pengaruh yang berbeda beda terhadap fisiologi

sampel ikan. Semakin tinggi suhu air, laju metabolisme akan lebih cepat

sehingga ikan akan aktif mencari makan dan sebaliknya jika suhu rendah,

laju metabolisme akan menurun sehingga ikan tidak aktif mencari makan.

B. Saran

Sebaiknya sarana dan prasarana laboratorium lebih dilengkapi demi

kelancaran dan kenyamanan kegiatan praktikum kedepannya.


DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. R. 1991. Damselfishes of the world. Germany, Hans A. Baensch.

Ayang, W. L. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Reproduksi


Ikan. Gramedia : Jakarta.

Hadikusumah. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di Perairan Cisadane.


Kanisius : Yogyakarta.

Indra, E. N. 2007. Adaptasi Fisiologis Tubuh Terhadap Latihan di Suhu


Lingkungan Panas dan Dingin. UI : Jakarta

Michael. 2008. Molecular Ecology Universa Press, Wetteren : Belgium.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.


Jakarta.

Rachmawati, A. N. 2012. Struktur Komunitas Plankton Sebagai Bioidikator


Kualitas Perairan Di Telaga Beton Kecamatan Ponjong Kabupaten
Gunung Kidul (Thesis). Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Tunas, Wayan, A. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Universitas Gadjah Mada.


Yogyakarta.

Wikipedia. 2015. Adaptasi [Online]. http://id.wikipedia.org/wiki/Adaptasi. (Diakses


pada hari Jumat, tgl 23 april 2015 pukul 19:00 WITA).

Anda mungkin juga menyukai