Anda di halaman 1dari 15

1

I. PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Penyakit merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha

budidaya seperti penurunan produksi, penurunan kualitas air dan bahkan pada

kematian (Diani, 1991 dalam Ashari dkk., 2012). Sedangkan Menurut Komarudin dan

Slembrouck (2005), penyakit merupakan suatu kendala utama yang dihadapi oleh

pembudidaya, karena kesulitan diagnosa, implementasi penanganan dan pengobatan

yang tepat serta identifikasi penyebab infeksi penyakit.

Identifikasi penyakit dapat diketahui dengan melihat organ dalam sel yang

terkecil yang disebut histologi dan histopatologi khususnya pada udang penaeid.

Menurut Harjana (2011), Histologi suatu ilmu yang mempelajari jaringan dan sel

terkecil penyusun tubuh pada suatu organisme dengan metode analitik mikroskopik

dan kimia.Sedangkan menurut rizki dkk. (2015), histopatologi adalah cabang biologi

yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan yang berhubungannya dengandiagnosa

penyakit.Menurut Sarono dkk.(1997), diagnosis merupakan salah satu cara

untukmengetahui suatu jenis penyebab penyakit pada suatu oranisme yang berperan

sangatpenting dalam penentuan suatu panyakit,diagnosis merupakan salah satukunci

dalam penanggulangan wabah penyakit suatu organisme yang bertujuan untuk

mengetahui penyabab penyakit. Identifikasipenyakit merupakan suatu langkah

penting dalam diagnosisuntuk mengetahui jenis-jenis penyakitorganisme maupun

penyebab sesuai gajala klinis yang terinfeksi.


2

1.2TujuandanKegunaan

Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui jaringan terkecil pada udang

vannamei yang terinfeksi oleh prnyakit.Kegunaan praktikumuntuk menambah

wawasan dan pengetahuan tentang struktur jaringan terkecil yang terinfeksi penyakit

pada udang vannamei.


3

II. TINJAUAN PUSTAKA.

II.1 Diagnosis Penyakit pada Udang Penaeid

Menurut Sarono dkk.(1997) dalam Yanto (2006), diagnosis merupakan salah

satu cara untukmengetahui suatu jenis penyakit atau penyebab penyakit pada suatu

oranisme dan berperan sangatpenting dalam penentuan khususnya penyakit pada

udang, diagnosis merupakan salah satukunci keberhasilan dalam penanggulangan

wabah penyakit ikan yang bertujuan untuk mengetahui penyabab penyakit.

Identifikasipenyakit merupakan suatu langkah penting dalam diagnosis, untuk

mengetahui jenis-jenis penyakit dan gejala klinis penyakit udang penaeid dan

mengetahui organisme penyebab penyakitnya sesuai gajala klinis yang teringfeksi.

II.2 Histopatologi pada Udang Penaeid

Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi

jaringan yang berhubungan dengan penyakit. Histopatologi berkaitan dengan

diagnosis penyakit yaitujaringan yangdiduga terserang penyakit, histopatologi dapat

dilakukan dengancara mengambil sampel jaringan atau dan mengamati jaringan

setelah kematian terjadi dengan membandingkan kondisi jaringan sehat terhadap

jaringan sampel dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga menyerang atau

tidak. Sedangkan kerusakan histologis yang timbul akibat penyakit IHHNV adalah

perubahan sitopatologik yang meliputi hipertrofik pada inti dan penggeseran kromatin

dalam histopatologi udang penaeid (Lightner dkk., 1997 dalam Sukenda dkk., 2009).
4

Kerusakan histologi terdiri dari inti sel yang mengalami pembesaran, nekrosis

pada sitoplasma dan badan inklusi yang menekan inti sel. WSSV menginfeksi sel-sel

penghasil mesodermal dan ektodermal seperti epitel subkutikula, organ limfoid,

hemosit, jaringan hematopoietik, epidermis kutikula perut dan jaringan penghubung

(Lightner, 1996 dalam Yanto, 2006).

II.3 Immunitas Udang Penaeid

Imunitas ada dua macam yakni imunitas spesifik dan non spesifik. Imunitas

bersifat umum, permanen, meliputi proses kimiawi, mekanik dan seluler. Udang

merupakan invertebrata yang memiliki kekebalan nonspesifik (innate) yang dapat

mengenal dan menghancurkan benda asing yang masuk dalam tubuh, tetapi udang

tidak memiliki kekebalan spesifik (adaptive) sehingga sistem kekebalan non spesifik

memegang peranan penting dalam sistem imun udang (Indasari dkk., 2014)

Imunitasbertujuan bekerja pada sistem imun nonspesifik dan menghancurkan

bakteri, virus serta sel-sel yang berkembang tidak normal, oleh sebab itu sistem

pertahanan imun nonspesifik dan spesifik saling menunjang terhadap pertahanan

tubuh humoral dan seluler khususnya pada udang (Baratawidjaya, 2006 dalam

Indasari dkk., 2014).Menurut Lee dkk.(2004) dalam Monica dkk. (2017),

imunostimulasi merupakan salah satu cara yang sering digunakan untuk

meningkatkan sistem ketahanan tubuh udang, Sistem imun udang tergantung pada

proses pertahanan non spesifik sebagai pertahanan terhadap infeksi.


5

II.3.1 Hemosit dan hematopoiesisn (haemocytes and haematopoieis)

Udang merupakan invertebrata yang memiliki kekebalan nonspesifik (innate) yang

dapat menghancurkan benda asing yang masuk dalam tubuh, tetapi udang tidak memiliki

kekebalan spesifik (adaptive) sehingga sistem kekebalan non spesifik memegang peranan

penting dalam sistem imun udang (Saha, 2012). Menurut Putri dkk.(2013), hemosit

merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sistem ketahanan tubuh yang

bersifat non spesifik.Kemampuan hemosit dalam aktivitas fagositosis yang dapat

meningkat pada kejadian infeksi, menunjukkan pertahanan tubuh yang bersifat

seluler,hemosit berperan dalam membersihkan partikel-partikel asing dalam

hemocoel dengan aktivitas fagositosis, enkapsulasi dan agregasi nodular dan fungsi

dari sel hemosit dalam sistem pertahanan tubuh yaitu berperan dalam pengaktifan

sistem proPO yang dilakukan oleh sel semi granular dan sel granular (Ekawati dkk.,

2012)

Haematopoiesis (haematopoiesisi) merupakan proses pembentukan sel-sel

darah, termasuk di dalamnya adalah eritropoiesis, granulopoiesis, leukopoiesis dan

trombopoiesis. Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang dimulai dari

eritroblas, proeritroblas, basofilik eritroblas, polikromatik eritroblas, ortokromatik

eritroblas, retikulosit hingga sampai eritrosit yang beredar pada darah perifere. Proses

ini dirangsang oleh hormon eritropoeitin yang secara normal rangsang sumsum tulang

untuk meningkatkan produksi dan pelepasan eritrosit. Ginjal mempunyai peranan

yang dominan dalam produksi eritropoeitin.Untuk mengurangi gangguan aktifitas


6

hematopoiesis akibat paparan logam berat diperlukan bahan yang dapat mengikat

logam berat tersebut (Santosa, 2009).

II.3.2 Fagositosis (phagocytosis)

Sistem pertahanan tubuh pada udang penaeid merupakan sistem pertahanan

tubuh alami (innate immunity) yang sama dengan invertebrata yaitu sistem

pertahanan tubuh non spesifik karena hanya memiliki kekebalan alami yaitu

fagositosis (Van de Braak, 2002 dalamDarwantin dkk., 2016). Fagositosis merupakan

mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum dapat melindungi adanya

serangan pathogen (Fontaine and Lightner, 1974 dalamChifdhiyah, 2012).

Menurut Amrullah (2005), pola peningkatan persentase indeks fagositik

merupakan fungsi dari peningkatan total hemosit maupun presentasi jenis hemosit

baik pada hyalin, granular, maupun semi granular yang menunjukkan jumlah total

dari sel fagosit yang aktif dibandingkan dengan jumlah sel fagosit yang teramati.

II.3.3 Enkapsulasi (encapsulation)

Enkapsulasi adalah reaksi pertahanan melawan partikel dalam jumlah yang

besar dan tidak mampu difagosit oleh sel hemosit yaitu salah satu faktor yang sangat

penting dalam sistem ketahanan tubuh yang bersifat non spesifik(Ekawati dkk .,

2012). Menurut Kholisoh (2016), enkpasulasi merupakan salah satu cara untuk

mencegah kerusakan dan berkurangnya jumlah bakteri yang telah terisolasi dan

merupakan metode yang digunakan dalam industri kimia dengan tujuan melindungi

senyawa aktif dari kondisi lingkungan yaitu oksigen, air, asam dan interaksi dengan
7

bahan-bahan lain yang dapat mempengaruhi selama proses keseimbangan untuk

mengubah sifat fisik selama penyimpanan.

2.3.4 Pembentukan nodule (nodule formation)

Sistem imun udang bergantung pada sistem pertahanan non spesifik

sebagaipertahanan terhadap serangan infeksi penyakit khususnya penyakit pada

udang dilakukan oleh hemosit melalui fagositosis, enkapsulasidan nodule formation

(Ridlo dan Pramesti, 2009 dalam Kurniawan, 2017).pola peningkatan persentase

indeks fagositik merupakan fungsi dari peningkatan total hemosit maupun presentasi

jenis hemosit baik pada hyalin, granular, maupun semi granular pada nodule

formation.

Menurut Smith dkk. (2003) dalam Chifdhiyah (2012), menyatakan bahwa dalam

sistem pertahanan non spesifik immune reactive (seperti peroxinectin, antibacterial

peptide, dan clotting components) dalam tubuh udang sehingga kenaikan jumlah total

hemosit (THC) merupakan salah satu indikator peningkatan daya tahan tubuh udang

dan kemampuan hemosit dalam aktivitas fagositosis yang dapat meningkat pada

kejadian infeksi, sehingga menunjukkan pertahanan tubuh yang bersifat seluler.

2.3.5 Pembentukan sel limfoid organ sferoid (lymphoid organ spheroid cells)

Organ limfoid merupakan salah satu organ yang berfungsi memproduksi dan

menyimpan sel-sel imun seperti leukosit dan makrofag. Sel-sel penyusun organ

limfoid memiliki indeks mitosis yang tinggi. Jika indeks mitosis suatu sel tinggi maka

proses ploriferasi pada sel tersebut tergolong sangat cepat. Radiasi lebih mudah

mencederai sel pada saat sel tersebut memasuki fase mitosisnya, sehingga sel-sel
8

pada organ limfoid digolongkan sangat radiosensitive terhadap paparan

radiasi.Radiasi dapat menurunkan tingkat proliferasi sel-sel pada organ limfoid

(Oktafiani, 2005)
9

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum hama dan penyakit organisme akuakultur tentang histology pada

udang kaki putih (Litopenaeus vannamei)dilaksanakan pada hari Selasa, 20 Maret

2018 pukul 15.00 WITA sampai dengan selesai. Praktikum bertempat di

Laboratorium Akuakultur, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako,

Palu.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum hama dan penyakit organisme

akuakultur tentang histology pada udang kaki putih (Litopenaeus vannamei)tertera

pada tabel 1, yaitu :

Tabel 1. Alat dan Bahan

No Alat dan Bahan Kegunaan


.
1. Kaca preparat Tempat obyek sampel
2. Mikroskop Mengamati obyek mikroskopis
3. Alat tulis Mencatat hasil praktikum
4. Kamera Mengambil dokumentasi
5. Udang kaki putih Udang sampel
6. Tissue Membersihkan kaca preparat
7. Buku pengamatan Mencocokkan hasil yang didapatkan
10

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum parasit tentang histology pada udang kaki putih

(Litopenaeus vannamei)adalah sebagai berikut :

1. Mengambil sampel prepaat jaringan yang telah di warnai

2. Mengamati preparat jaringan dibawah mikroskop

3. Mencatat hasil pengamatan ketika mendapatkan suatu patogen dalam jaringan

udang di bagian organ yang di temukan.

4. Menentukan organ apa yang dimana di dapatkan patogen

3.4 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam praktikum adalah analisa deskriptif yang

digunakan untuk menggambarkan mengetahui pewarnaan haematoksilin dan eosin.


11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan histologi udang penaeid (Litopenaeus vannamei)

didapatkan hasil tertera pada tabel 2 adalah sebagai berikut.

Tabel 2.Histologi udang penaeid (Litopenaeus vannamei)

No No. Slide Potongan Seks Organ Perubahan


. Patologi

1. 05.42.204 Transversal - Cephalotorax Normal


2. 05.720.29b Transversal - Cephalotorax Abnormal
3. 05.42.24 Longitudina - Muskular Normal
l
4. 05.720.29b Longitudina - Insang Normal
l
5. 05.720.9 Longitudina - Hp Normal
l
6. 05.720.b Longitudina - Muskular Normal
l
7. 05.270.28b Longitudina - Insang Normal
l
8. 05.725.58 Longitudina - Otot Normal
l
9. 05.721.9b (5) Transversal Betina Ovum Normal
10. 05.720.4 Longitudina - hepatopangkrea Normal
l s
11. 05.725.9b (4) Transversal Betina Ovum Normal
12. 05.720.5 Longitudina - Hp Normal
l
13. 05.720.7 (2) Longitudina Jantan Otot Normal
l
14. 01.721.c Longitudina Jantan Serkulasi Melanisasi
l
15. 05.725.9b Transversal Jantan Otot Normal
16. 05.725.b Longitudina Betina Otot Normal
l
17. 05.720.7 Longitudina Betina Otot Mussle
l
12

18. 01.725.9b Longitudina Jantan Otot Normal


l
19. 05.42.20c Transversal Betina Perut Normal
20. 05.720.15b Longitudina - Insang Normal
l
21. 05.42.20c (14) Transversal - - Normal
22. 05.725.1 Longitudina - hepatopangkrea Abnormal
l s
23. 05.725.i Transversal - hepatopangkrea Abnormal
s
24. 01.720.14b Transversal - - Normal
25. 01.42.20c.24 Transversal Betina Mus Normal
Gs
Lo
Hdl
Ag
26. 01.42.20c.25 Transversal Betina Mus Normal
Gs
Lo
Hdl
Ag
27. 05.720.8 Longitudina Jantan Hp Normal
l
28. 01.725.b Longitudina Betina Hp Normal
l
29. 05.720.e Longitudina Betina Gs Normal
l
30. 05.725.c Longitudina Betina Gs Normal
l
31. 05.720.c Transversal Betina hepatopangkrea Normal
s
32. 05.725.f Transversal Jantan hepatopangkrea Eosinophilic
s necrotic foci
33. 05.42.20c.23 Longitudina Betina hepatopangkrea Normal
l s
34. 05.720.d Transversal Jantan Otot Normal
35. 05.42.20c.16 Longitudina Betina hepatopangkrea Normal
l s
36. 05.720.e Transversal Jantan hepatopangkrea Normal
s
37. 05.42.20i.15 Transversal Betina Chepalotorax Normal
38. 05.92t.9 Longitudina Jantan - Normal
l
13

39. 05.720.17b Longitudina Jantan Insang Abnormal


l
40. 05.725.b Longitudina Jantan - Normal
l
41. 05.720.c Longitudina Betina hepatopangkrea Atropi
l s
42. - - - - -

IV.2Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan histologi udang penaeid yang terlihat pada tabel 2

yaitu kerusakan histologi paling banyak di temukan yaitu pada organ

hepatopankraeas baik potongan transversal maupun longitudinal dan perubahan

patologi normal dan abnormal. Pengamatan no slide 05.720.c potongan secara

longitudinal pada sex betina terjadi perubahan patologi Atropi pada organ

hepatopangkreas, sedangkan pada no slide 05.720.e potongan transversal terjadi pada

sex jantan terjadi perubahan patologi secara normal pada organ hepatopangkreas

merupakan perubahan histologi sering terjadi pada umumnya yaitu organ

hepatopangkreas. Sesuai menurut pernyataan Yanto (2006), organ hepatopankreas ,

insang dan usus merupakan organ yang paling sering diserang penyakit (White

Spot Syndrome Virus = WSSV) pada udang penaeid baik juvenile maupun dewasa,

kerusakan di tandai dengan hipertopi inti (eosinofilik hipertropi) dan inclusion bodies

sel. Menurut Sudha dkk. (1998)dalam Yanto (2006), menyatakan bahwa udang yang

terinfeksi WSSV akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu menurunnya aktivitas

berenang, berenang tidak terarah dan ke permukaan maupun cenderung bergerombol

di tepi tambak.Menurut Mahasri dkk. (2008) Zoothamnium sp., menyerang


14

semuastadia udang mulai dari telur, larva, post larva,juvenil dan dewasa pada kondisi

kandunganoksigen rendah, menyerangpermukaan tubuh, kaki renang, kaki

jalan,rostrum dan insang. Infeksi penyakit Zoothamniumspmenyebar keseluruh

permukaan tubuhsehingga disebut “penyakit udang berjaket”.Fegan et al., (1993)

dalam Mahasri dkk. (2008)serangan parasit (Zoothamnium sp., Vorticella sp. dan

Epystilis sp.) berdasarkan jumlah zooidnya setiap organ ( permukaan tubuh

(Chepalotorax, Abdomen, kaki renang, kaki jalan, ekor dan insang) untuk derajat

infestasi ringan 5 – 25, derajat infestasi sedang 26 – 50 dan derajat infestasi berat

lebih besar 50. Dampak infeksi penyakit Zoothamnium spmengakibatkan udang sulit

bernafas, malas bergerak dan mencari makan Warna kecoklatan yang terlihat pada

permukaan tubuh maupun pada insang, pada saat udang windu (Penaeus monodon

Fab.) melakukan proses pernafasan air mengalir diantara lamela–lamela insang

(Raharjo, 1980 dalam Mahasri dkk., 2008).

V. SIMPULAN DAN SARAN

V.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, didapatkan simpulan sebagai berikut

1. Kerusakan histologi paling banyak di temukan yaitu pada organ

hepatopankraeas baik potongan transversal maupun longitudinal dan perubahan

patologi normal dan abnormal.


15

2. Organ hepatopankreas , insang dan usus merupakan organ yang paling sering

diserang penyakit (White Spot Syndrome Virus = WSSV) pada udang

penaeid baik juvenile maupun dewasa.

3. Jenis penyakit yang menyerang udang penaeid Zoothamnium sp dan menyebar

keseluruh permukaan tubuh sehingga disebut “penyakit udang berjaket’ dampak

infeksi mengakibatkan udang sulit bernafas, malas bergerak dan mencari

makan.

V.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan perlu diefisienkan alat-alat yang digunakan

seperti mikroskop untuk pengamatan supaya praktikum berjalan dengan baik,

sehingga hasil yang didapatkan selama praktikum dapat lebih maksimal pada saat

pembahasan laporan.

Anda mungkin juga menyukai