OLEH :
RAMOT S HUTASOIT
1204113842
ILMU KELAUTAN
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
para Dosen yang memberi arahan dan tuntunan selama perkuliahan. Tidak lupa
juga kepada semua asisten yang telah membantu ketika melaksanakan praktikum.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi menyempurnakan makalah ini sehingga dapat berguna bagi kita
semua.
Ramot S Hutasoit
I.PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
jamur, dan parasit. Banyak dari agen ini dapat menyebabkan kerusakan patologis
dan akhirnya membunuh hospes jika penyebarannya tidak dihambat. Sistem imun
sel yang rusak apabila terjadi infeksi atau cedera (Corwin, 2009). Pada individu
normal, sebagian besar infeksi berlangsung dalam jangka waktu terbatas dan
2002).
Kondisi lingkungan dan gaya hidup saat ini dipenuhi oleh stres, cuaca yang
tidak menentu, pola makan tidak sehat, kurang berolahraga dan polusi
secara kuat (Weir, 1990). Faktor tersebut dapat menyebabkan mudahnya agen
infeksi masuk ke tubuh setiap saat menimbulkan kerusakan jaringan atau penyakit
mulai dari flu, diare, batuk, dan demam hingga penyakit yang lebih serius yaitu
pneumonia, tumor, dan kanker (Guyton dan Hall, 1996), sehingga diperlukan
peningkatan imunitas.
sistem imun menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut yang disebut
dengan penekanan sistem imun seperti kanker, SARS, AIDS dan lainnya.
imun, antara lain melalui fagositosis, sistem komplemen, sekresi antibodi IgA,
2007).
dan bahan bacaan dalam pembuatan tugas sekolah atau tugas kuliah para
pembaca.
II. ISI
kondisi dimana status sistem imun akan mempengaruhi kondisi pa- sien dan
penyebaran penyakit, seperti pada kasus terapi adjuvan yang melibatkan infeksi
perlindungan terhadap bahaya yang dapat berasal dari berbagai bahan dalam
lingkungan hidup . Sistem imun terdiri atas sistem imun non spesifik dan
spesifik.
dikenal dengan sistem pertahanan tubuh. Pada ikan sistem pertahanan itu berupa
lendir, sisik, dan kulit. Menurut Irianto (2004) sistem imun bawaan antara lain
terdiri dari penghalang fisik terhadap infeksi, pertahanan humoral dan sel-sel
kulit, insang dan mukosa. Mukus ikan mengandung immunoglobulin alami, bukan
sebagai respon dari pemaparan terhadap antigen. Immunoglobulin (antibodi)
Sisik dan kulit merupakan pelindung fisik yang melindungi ikan dari
menginfeksi inang. Sejumlah mikroba flora normal hewan dapat berperan dalam
metabolit atau produk akhir yang menghambat mikroba patogen antara lain
tubuh yang bertugas merespon atau menanggapi ''serangan'' dari luar tubuh kita.
Saat terjadi serangan, biasanya antigen pada tubuh akan mu lai bertugas. Antigen
bertugas mensti- mulasi sistem kekebalan tubuh. Kelak, mekanisme inilah yang
akan melin- dungi tubuh dari serangan berbagai mikro organisma seperti bakteri,
virus, jamur, dan berbagai kuman penyebab penyakit. Ketika sistem imun tidak
be- kerja optimal, tubuh akan rentan terha- dap penyakit. Beberapa hal dapat
mem- pengaruhi daya tahan tubuh. Misalnya saja karena faktor lingkungan,
makanan, gaya hidup sehari-hari, stres, umur dan hormon. Untuk itu sebelum
jatuh sakit, penting kiranya setiap orang menjaga gaya hidup yang sehat dan baik.
Caranya dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, hidup yang sehat
dan higienis, tidur cukup selama delapan jam sehari, minum air putih dua liter per
hari, olahraga teratur dan menjaga berat badan yang ideal. Fungsi sistem imun
bagi tubuh ada tiga. Pertama sebagai pertahanan tubuh yakni menangkal ''benda''
keseimbangan komponen yang tua, dan ketiga, seba- gai pengintai (surveillence
Dengan kata lain, respons imun dapat diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh
tubuh.
Sistem imun non spesifik disebut juga sistem imun alamiah atau sistem
imun bawaan (innate). Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh
terpapar oleh antigen tersebut sebelumnya. Pertahanan sistem imun non spesifik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia
saluran napas, batuk dan bersin, akan mencegah masuknya berbagai kuman
patogen ke dalam tubuh. Sebagian besar bakteri gagal bertahan hidup lama pada
kulit karena pengaruh hambatan langsung asam laktat dan asam lemak
dalam keringat dan sekresi sebaseus. pH asam dari keringat dan sekresi
sebaseus mempunyai efek antimikrobial yang mengurangi kemungkinan
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas dan telinga berperanan dalam
pertahanan tubuh secara biokimiawi. Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan
air susu melindungi tubuh terhadap bakteri Gram positif karena mampu memecah
peptidoglikan yang melekat pada dinding sel bakteri. Air susu ibu mengandung
dan empedu di usus halus terhadap organisme yang tertelan dapat mencegah
yang timbul terhadap antigen tertentu. Pada respons imun spesifik, adanya antigen
yang masuk ke dalam tubuh akan menstimulus aktivasi limfosit dan produksi
bekerja pada respon imun spesifik terdiri dari dua tipe, yaitu sel T dan sel B.
molekul dari sistem imun nonspesifik yang ditemukan di sirkulasi dalam keadaan
tidak aktif, tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti
antigen. Komplemen berperan meningkatkan fagositosis dan mempermudah
Interferon (IFN) adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel
tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi
virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi sel yang
berada disekitar sel yang terifeksi virus sehingga menjadi resisten terhadap virus,
selian itu interferon juga dapat mengaktifkan sel Natural Killer (sel NK). Sel
yang diinfeksi virus akan menjadi ganas dan menunjukkan perubahan pada
CRP merupakan salah satu contoh dari protein fase akut, yaitu berbagai
protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut. CRP mengikat
100 x atau lebih dan berperanan pada imunitas nonspesifik yang dengan bantuan
Ca2+ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforikolin yang ditemukan
(Baratawidjaja, 1996).
2.1.1.4. Pertahanan seluler
imunity) dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh
sistem imun non-spesifik adalah pertahanan fisik dan kimiawi, misalnya kulit atau
substansi antimikroba yang diproduksi oleh kulit; berbagai jenis protein dalam
inflamasi dan sel-sel fagosit yaitu sel-sel polimorfonuklear, makrofag serta sel
natural killer (NK). Fagosit, makrofag, sel NK, dan reaksi inflamasi berperan
a. Fagosit
Berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama
(monosit dan makrofag) yang aktif terhadap infeksi bakteri, virus, dan parasit
pertahanan utama terhadap bakteri. Kedua sel berasal dari sel asal
limfoid dan mieloid. Progenitor limfoid akan berdiferensiasi menjadi sel limfosit
T (sel T) dan sel limfosit B (sel B). Progenitor mieloid berdiferensiasi menjadi
Proses kerja dari sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem
respon terhadap berbagai faktor seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi
yang lepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau mati juga dapat
lebih lambat dan memerlukan 7 sampai 8 jam ke tempat tujuan. Proses destruksi
asam nukleat di dalam sel oleh enzim lisosom. Antibodi dan komplemen dapat
mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal ini dikarenakan
komplemen C3b (reseptor C3b) (Baratawidjaja, 1996; Wahab dan Julia, 2002).
b. Makrofag
Sel ini berasal dari limfoid dalam sumsum tulang. Sel ini mampu mengenali
sel-sel tumor tertentu dan perubahan pada permukaan sel yang terinfeksi virus
untuk kemudian melisisnya tanpa sensitisasi sebelumnya. Sel ini secara
morfologis merupakan limfosit granular besar meliputi 15% limfosit dalam darah
d. Reaksi inflamasi
sistem imun tersebar di seluruh tubuh, tetapi bila terjadi infeksi di suatu tempat
perlu upaya memusatkan sel-sel sistem imun itu dan produk-produk yang
invasi agen infeksi, antigen lain atau kerusakan jaringan. Selama proses ini
menembus dinding vaskular untuk mencapai lokasi inflamasi dan migrasi leukosit
tertentu oleh beberapa jenis sel misalnya histamin yang dilepaskan oleh basofil
dan mastosit, amin vasoaktif yang dilepaskan oleh trombosit, serta anafilaktoksin
mediator oleh mastosit dan basofil sebagai reaksi umpan balik. Mediator-
Sistem imun spesifik disebut juga sistem imun didapat yang timbul
terhadap antigen tertentu pada tubuh yang pernah terpapar sebelumnya (Kresno,
1996). Benda asing atau antigen yang pertama kali muncul segera dikenal oleh
sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut, bila
sel sistem imun tersebut bertemu kembali dengan benda asing yang sama maka
benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan
olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menghancurkan benda asing
yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu disebut spesifik (Baratawidjaja,
1996). Dalam tubuh terdapat dua tipe sistem imun spesifik, yaitu sistem imun
humoral diperantarai oleh limfosit B dan sistem imun seluler diperantarai oleh
limfosit T.
Sistem imun ini disebut juga imunitas sel-B, karena yang berperan dalam
sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sistem ini membentuk
antibodi yang bersirkulasi yaitu molekul globulin yang mampu menyerang agen
penginfeksi dalam darah. Antibodi merupakan protein dan disebut globulin yang
plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen.
Setiap sel B mempunyai reseptor permukaan (IgM atau IgD) yang dapat
bereaksi terhadap satu antigen atau kelompok antigen yang serupa. Suatu
terpilih ini akan segera berubah menjadi sel plasma dan mensekresi antibodi
yang spesifik terhadap antigen (Baratawidjaja, 1996; Wahab dan Julia, 2002).
virus dan bakteri serta menetralkan toksinnya. Antibodi bekerja melalui dua cara
yaitu dengan langsung menyerang agen penyebab penyakit tersebut dan dengan
glikoprotein yang terdiri dari 4 rantai polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai
berat (heavy, H) dan 2 rantai ringan (light, L) yang identik dan dihubungkan oleh
Imunoglobulin terdapat 5 jenis yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE. Berikut
a. Imunoglobulin G (IgG)
antara 70-75% dari semua imunoglobulin. IgG ditemukan dalam berbagai cairan
antara lain cairan serebrospinal dan urin. IgG adalah satu-satunya antibodi yang
dapat melewati plasenta dan masuk ke fetus serta berperan pada imunitas bayi
sampai umur 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja sama sebagai
lebih mudah dan cepat dimakan fagosit. IgG dapat mengopsonisasi karena sel-sel
fagosit yaitu monosit dan makrofag mempunyai reseptor untuk fraksi Fc dari
IgG sehingga dapat mempererat hubungan antara sel fagosit dengan sel sasaran
b. Imunoglobulin M (IgM)
IgM adalah antibodi pertama yang dibentuk dalam respon imun. Nama M
IgM mempunyai rumus bangun pentamer yang terdiri dari 5 unit H2L2 yang
antigen. IgM dibentuk lebih dahulu pada respon imun primer dibandingkan
dengan IgG, karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan petunjuk adanya infeksi
dini. Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari kadar IgM
dewasa, karena IgM ibu tidak dapat menembus plasenta. Fetus umur 12 minggu
sudah mulai membentuk IgM bila sel B-nya dirangsang oleh infeksi tertentu
IgM anak akan mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu tahun. IgM dapat
merupakan aglutinator kuat terhadap antigen. IgM juga merupakan antibodi yang
IgA ditemukan dengan jumlah sedikit dalam serum tetapi kadarnya dalam
cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, air mata,
keringat, ludah dan air susu lebih tinggi dalam bentuk IgA sekretori (sIgA). IgA
dalam serum dan dalam sekresi dapat menetralisasi toksin atau virus dan
mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus dengan sel sasaran
seperti pada membran mukosa. IgA dalam serum dapat mengaglutinasi dan
tersebut memiliki reseptor untuk Fc dari IgA. sIgA dapat mencegah kontak
akan dapat menembus dan berkembang biak dalam tubuh. IgA juga dapat
d. Imunoglobulin D (IgD)
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam sirkulasi karena IgD
tidak dilepas oleh sel plasma dan sangat rentan terhadap degradasi pada proses
IgM pada permukaan sel B, selain itu merupakan penanda dari diferensiasi sel B
yang lebih matang. IgD diduga dapat mencegah terjadinya toleransi imun apabila
IgE mudah berikatan dengan permukaan sel mast, basofil dan eosinofil yang
pada permukaanya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE yang terikat
memicu terjadinya respon alergi melalui pelepasan mediator. Jumlah IgE pada
serum normal sangat sedikit kurang lebih 0,004% tetapi jumlahnya dapat
meningkat pada penderita reaksi alergi. Kadar IgE yang tinggi juga dapat
pada imunitas parasit. Perlindungan terhadap invasi parasit seperti cacing karena
(Baratawidjaja, 1996).
Pada sistem imun spesifik seluler yang berperan adalah limfosit T atau sel
dan efektor. Fungsi regulasi dilakukan oleh sel T helper (sel Th) yang akan
atau sel yang terinfeksi melalui reseptor T cell receptor (TCR) dan
2001).
Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (Tc) yang berfungsi untuk
atau bersama-sama dengan MHC kelas I dengan cara kontak langsung antar sel.
mikroorganisme ke sel-sel yang lain. Fungsi efektor juga menjadi mediator reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen tertentu dan sensitivitas kontak pada
kulit terhadap zat-zat kimia biasa (Kresno, 1996; Wahab dan Julia, 2002; Weir,
1990).
III. PEMBAHASAN
a. Imunomodulasi
imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan fungsi yang berlebihan.
daya tahan tubuh dari serangan penyakit, yang fungsinya memperbaiki sistem
imun (Djauzi, 2003). Beberapa golongan senyawa yang dapat berperan sebagai
nitrogen. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yaitu melalui
imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi (Baratawidjadja, 2002). Alga
vaname dan resistensinya terhadap bakteri patogen. Fukoidan yang berasal dari
alga coklat mampu meningkatkan respon imun udang windu (Cheng dan
rata-rata berat molekul 20000 Da dan banyak ditemukan pada beberapa jenis alga
coklat. Kandungan Sargassum sp. dari perairan Pangandaran terdapat senyawa zat
aktif berupa flavonoid, saponin dan tanin (Syamsuhidayat & Hutapea, 1991).
poliferasi sel limfosit pada mencit yang diberikan ekstrak dosis 250mg/gr BB
dilihat pada hari ke-5, ke-10 dan ke-14. Adanya peningkatan poliferasi sel limfosit
b. Imunorestorasi
(penghilangan leukosit).
c. Imunosupresi
d. Imunostimulasi
sistem imun non spesifik pada sistem pertahanan tubuh. Bahan ini dapat disebut
juga imunostimulator yang dibagi menjadi dua yaitu biologi dan sintetik.
biologis, sintesis atau senyawa lainnya yang dapat meningkatkan sistem respon
bagi kesehatan ikan dan pencegahan terhadap penyakit Kitosan adalah salah satu
merupakan produk hasil deasetilasi kitin yang dapat diperoleh melalui proses
meningkatkan respon imun ikan yang berinteraksi secara langsung dengan sel
pada beberapa jenis ikan baik melalui pakan, perendaman maupun melalui
suntikan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan bahan yang
upaya menanggulangi penyakit, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun
mikroorganisme berbahaya pada ikan maupun udang (Roza dan Johny, 2004).
yaitu produk bakteri, jamur, ragi/khamir, ikatan partikel terlarut dengan â- glukan,
bahan sintetis dan sitokinin. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai
bahan imunostimulan adalah teripang jenis Holothuria sp. karena biota ini
ikan. Penelitian terhadap bioaktif teripang telah dilakukan antara lain senyawa
kadar kolesterol dan lemak darah, anti kanker dan anti tumor, antibakteri, anti
jamur, anti virus, anti malaria dan anti rematik (Farouk et al., 2007).
adalah limpa. Limpa merupakan organ limfoid di dalam tubuh yang memiliki
beberapa fungsi penting sebagai salah satu organ reservoir darah spesifik. Selain
itu juga, limpa mempunyai peranan yang penting dalam regulasi pertukaran
(Sherwood, 2004).
Beberapa contoh imunostimulan biologi adalah sitokin, antibodi
ya- itu levamisol, isoprinosin dan muramil peptidase (Djauzi, 2003). Banyak cara
guna meningkatkan sistem kekebalan tubuh, salah satunya melalui suplemen obat
Saat ini tersedia banyak suplemen makanan imu- nomodulator, terutama yang
menggu- nakan bahan herbal alami seperti tanaman meniran (Phyllanthus niruri).
lingkungan Pada saat terjadinya serangan patogen, yang pertama kali berperan
dalam sistem pertahanan tubuh udang adalah kutikula yang memiliki kemampuan
hemosit yang memiliki peranan penting dalam sistem pertahanan internal udang
(Supamattaya et al., 2000). Hemosit adalah sel darah udang yang memiliki fungsi
sama seperti sel darah putih (leukosit) pada hewan vertebrata. Hemosit pada
udang dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu sel hyaline, semigranular dan
granular (Effendi, 1979). Sel-sel hemosit yang terdapat pada udang windu
memiliki fungsi tersendiri. Sel hyaline berperan dalam proses fagositosis dan
aktifitas seperti halnya makrofage pada ikan dan binatang berdarah panas lainnya.
kekebalan natural dan adaptif pada ikan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan
2.2 Biologi
a. Hormon timus
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis hormon yang berfungsi dalam
tersebut ditemukan dalam darah dan kadarnya menurun pada berbagai penyakit
imun, usia lanjut atau bila timus diangkat. Terdapat 4 jenis hormon timus, yaitu
timosin alfa, timolin, timopoietin dan faktor humoral timus yang telah dapat
untuk memperbaiki gangguan fungsi sistem imun pada usia lanjut, kanker,
b. Limfokin
Limfokin disebut juga interleukin atau sitokin yang dihasilkan oleh limfosit
yang diaktifkan dan diduga memegang peranan penting dalam respon imun
seluler. Beberapa jenis limfokin seperti interleukin-2 dan tumor necrosis factor
c. Interferon (IFN)
Interferon terdiri dari 3 jenis yaitu alfa, beta dan gama. IFN alfa dibentuk
oleh leukosit, beta dibentuk oleh sel fibroblas yang bukan limfosit dan gama atau
interferon imun dibentuk oleh sel T yang diaktifkan. Semua jenis interferon dapat
menghambat replikasi virus DNA dan RNA, sel normal dan sel ganas serta
sel B dan sel T sehingga menurunkan respon imun selular dan humoral. Pada
dosis rendah akan merangsang sistem imun dengan jalan meningkatkan aktivitas
sel NK, makrofag, sel T dan pengaturan produksi antibodi. Efek samping
pemberian interferon adalah sindrom flu (meriang, malaise dan mialgia), emesis,
d. Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal diperoleh dari sel yang dapat membentuk antibodi dan
sel yang dapat hidup terus-menerus dalam biakan sehingga antibodi dapat
Bahan ini berasal dari bakteri dan bersifat imunostimulan, contohnya adalah
Gram negatif seperti E.coli, Shigella dan Salmonella yang dapat merangsang
2.3. Sintetik
a. Levamisol
secara oral untuk dua minggu berturut-turut setiap hari dan sesudah itu, kalau
perlu masih dapat diberikan beberapa hari dalam seminggu. Efek sampingnya
diabsorbsi dengan cepat dan memiliki kadar puncak 1-2 jam setelah diberikan
hingga mendekati putih; sedikit larut dalam air dan mudah larut dalam
putih hingga mendekati putih; mudah larut dalam air, larut dalam metanol, praktis
tidak larut dalam eter, dan sukar larut dalam metilen klorida (Royal
b. Isoprinosin
yang mempunyai sifat antivirus dan juga meningkatkan proliferasi dan toksisitas
peningkatan fungsi sel NK. Dosis yang biasa diberikan adalah 50 mg/kg
berat badan. Dosis dapat dinaikkan sampai 1-4 g/hari bila diperlukan. ISO
telah dicoba diberikan selama dua tahun secara terus-menerus tanpa menimbulkan
efek samping. Efek samping yang kadang-kadang ditemukan berupa peningkatan
mycobacterium. Bahan tersebut dapat disintesis dan pada pemberian oral dapat
meningkatkan sekresi enzim dan monokin. Efeknya adalah langsung dan tidak
memerlukan limfokin atau pengaruh lain. Bila diberikan bersama minyak dan
antigen, MDP dapat meningkatkan respon seluler dan humoral. MDP telah
banyak digunakan sebagai adjuvan dengan vaksin pada pengobatan tumor untuk
d. Darah
Darah terdiri dari sekitar 45% komponen sel dan 55% plasma. Komponen
sel tersebut adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
keeping darah (trombosit). Sel darah merah berjumlah 99% dari total komponen
sel dan 1% terdiri dari sel darah putih dan platelet. Plasma terdiri dari 90% air dan
10% sisanya dari protein plasma, elektrolit, gas terlarut, berbagai produk
Eritrosit
Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau
asam folat serta vitamin B12 untuk melakukan sintesis (Corwin, 2009).
Leukosit
adalah leukosit (sel darah putih) dan turunannya. Leukosit merupakan unit yang
aktif dari sistem pertahanan tubuh. Beberapa bagian limfosit dibentuk di sumsum
tulang (granulosit, monosit, dan sedikit limfosit) dan di jaringan limfe (limfosit
dan sel-sel plasma). Leukosit disalurkan secara khusus ke daerah yang terinfeksi
dan mengalami peradangan serius, dalam hal ini leukosit menyediakan pertahanan
yang cepat dan kuat terhadap setiap agen penginfeksi (Guyton dan Hall, 1996) .
Leukosit terbagi dalam dua kategori utama yang didasarkan pada gambaran
Granulosit polimorfonukleus
a. Neutrofil
basa atau asam, menghasilkan granula “netral” atau ungu muda pada
tubuh. Neutrofil adalah spesialis fagositik yang sangat mudah bergerak dan
b. Eosinofil
Eosinofil adalah granulosit dengan nukleus berlobus dua dan granula yang
cukup besar dimana memberikan warna merah pada pewarnaan asam eosin.
Peningkatan eosinofil dikaitkan dengan keadaan alergi dan adanya parasit internal
seperti cacing. Eosinofil melekat pada cacing dan mengeluarkan zat-zat kimiawi
2001).
c. Basofil
zat warna biru basa. Basofil dalam sirkulasi mirip dengan sel mast yang sebagian
besar terletak pada bagian kulit, mukosa saluran napas, dan di jaringan ikat. Sel
mast dan basofil melepaskan heparin ke dalam darah, yaitu suatu bahan yang
dapat mencegah pembekuan darah. Tipe antibody yang menyebabkan alergi yaitu
IgE mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil.
menimbulkan pelekatan antigen pada antibodi yang menyebabkan sel mast dan
heparin, substansi anafilaksis yang bereaksi lambat dan sejumlah enzim lisosom
yang menyebabkan reaksi alergi (Guyton dan Hall, 1996; Sherwood, 2001).
Agranulosit mononukleus
Agranulosit terdiri dari dua jenis yaitu monosit dan limfosit. Monosit dan
limfosit keduanya memiliki sebuah nukleus besar tidak bersegmen dan sedikit
granula. Monosit lebih besar daripada limfosit dan memiliki nukleus berbentuk
oval atau seperti ginjal. Limfosit, leukosit terkecil, ditandai oleh nukleus
bulat besar yang menempati sebagian besar sel (Sherwood, 2001). Limfosit terdiri
atas dua bagain yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B berubah menjadi sel
langsung sel-sel yang terinvasi virus dan sel-sel mutan melalui cara-
Trombosit
perdarahan dari pembuluh yang cedera. Tiga langkah utama pada hemostasis
Organ limfoid
diferensiasi dan proliferasi limfosit. Organ limfoid primer yaitu kelenjar timus dan
Bursa Fabricus diperlukan untuk pematangan sel T dan B menjadi limfosit yang
dapat mengenal antigen. Organ limfoid sekunder diperlukan untuk proliferasi dan
adalah limpa, kelenjar limfoid, dan Peyer`s patches yang tersebar di dinding
fungsi penting sebagai salah satu organ reservoir darah spesifik. Selain itu juga,
Pada limpa dapat dijumpai limfosit T maupun limfosit B, terutama di pulpa alba.
Sel B sering ditemukan pada folikel limfoid limpa yang berperan dalam respon
imun humoral. Aktivasi dan proliferasi sel T di limpa terjadi pada selubung
Sebagian dari sel T tersebut masuk ke dalam folikel limfoid dan yang lainnya
terdapat dalam sirkulasi darah perifer. Zona marginalis juga mengandung
sejumlah makrofag, sel dendritik, dan populasi sel B yang tidak bersirkulasi. Sel
dalam aktivitas imunologis limpa ( early immune response ). (Abbas et al., 1994).
Antigen yang melewati limpa akan ditangkap oleh makrofag di zona marginalis
folikel primer di pulpa alba dan sesudah beberapa hari akan terjadi migrasi sel B
untuk menghasilkan antibodi. Sel B akan menempati zona marginalis dan pulpa
merah. Setelah adanya rangsangan dari antigen ini makA terjadilah perubahan
folikel primer menjadi pusat germinal dan dengan demikian disebut dengan
darah (Baratawidjaja, 1996). Pada dasarnya, darah mengalir melalui limpa dan
berkontak dengan sejumlah besar makrofag (leukosit fagositik) dan limfosit, yang
memicu respon imun. Limpa mengandung dua jenis jaringan utama, yaitu pulpa
merah dan putih. Pulpa merah berperan dalam dekstruksi eritrosit yang sudah
(terutama limfosit B). Pulpa putih adalah jaringan limfoid padat yang tersusun
kesehatan dan pengendalian penyakit. Salah satu pendekatan dalam strategi ini
melalui pengembangan dan penerapan makanan fungsional dan nu- traceutical.
tubuh merupakan salah satu target dari pengembangan dan aplikasi makanan
terhadap antigen yang diangkut melalui darah. Secara histologis, limpa terdiri
atas pulpa alba dan pulpa rubra. Di antara pulpa alba dan pulpa rubra terdapat
zona marginalis yang terdiri atas banyak sinus dan jaringan ikat longgar. Pada
zona ini terdapat sedikit limfosit dan banyak makrofag aktif. Zona marginalis
aktivitas imunologis limpa (Singh et al., 2006). Respon imun sangat bergantung
pada kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing dan selanjutnya
pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama sistem imun yaitu limfosit.
Althunibat, O.Y., Hashim R.B., Taher M., Daud, J.M., Ikeda, M.A., Zali, B.I.,
2009. In Vitro Antioxidant and Antiproliferative Activities of Three
Malaysian Sea Cucumber Species. European Journal of Scientific Research.
ISSN 1450-216X Vol.37 No.3, pp.376-387.
Cheng, W., C.H. Liu, S.T. Yeh, & J.C. Chen, 2004. The immune stimulatory
effect of sodium alginate on the white shrimp Litopenaeus vannamei and its
resistance against Vibrio alginolyticus. Fish & Shellfish Immunology 17:
41-51.
Effendi, M.I. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 128
hlm.
Farouk, A.E., Ghouse, F.A.H., Ridzwan, B.H., 2007. New Bacterial Species
Isolated from Malaysian Sea Cucumbers with Optimized Secreted
Antibacterial Activity. American Journal of Biochemistry and
Biotechnology 3 (2): 60-65.
Guyton, A. C dan Hall, J. E., (1996). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Irawati
Setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso,Penerjemah). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Haug, T., A.K. Kjuul, OB. Styrvold, E. Sandsdalen, OM Olsen, and K. Stensvag,
2002. Antibacterial activity in Strongilocentrotus droebachiensis
(Echinoidea), Cucumaria frondosa (Holothuridea) and Asterias rubens
(Asteroidea). Journal of Invertebrate Pathology. 94 -102.
Irianto, A. (2005) Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Jingfeng, W., Yuming W., Qingjuan T., Yi W., Yaoguang C., Qin Z., and
Changhu X., 2010. Antioxidant activities of low molecular weight gelatin
hydrolysate isolated from Sea cucumber Stichopus japonicus. J. Ocean
Univ. China, 94 – 98.
Katzung, B. G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik (Staf dosen Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,Penerjemah). Jakarta : B
uku Kedokteran EGC.
Roza, D dan Johnny, F., 2004. Peningkatan Kekebalan Larva Ikan Kerapu Bebek
Cromileptes altivelis Dengan Menggunakan Immunostimulan Terhadap
Infeksi VNN. Prosiding Pengendalian Penyakit Pada Ikan dan Udang
Berbasis Imunisasi dan Biosecurity. Purwokerto.
Saptiani, G. (1996) Gambaran Sistem Kekebalan Non Spesifik pada Ikan Gurame
(Osphronemus gouramy) akibat Pemberian Immunostimulan. Tesis. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Siti. K.B, 2001, Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Edisi keempat,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal 4, 11, 10, 16, 342.
Suhirman, S., dan Winarti, C. (n.d.). Prospek Dan Fungsi Tanaman Obat Sebagai
Imunomodulator. http://balittro.litbang.deptan.go.id. (Januari 11 2015 ,
pukul 16.00).
Wahab, A. S., dan Julia, M. (2002). Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.J
akarta: Widya Medika.
Weir, D. M. (1996). Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.