Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Umum

Disolusi di definiskan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat dari sediaan
padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna untuk mengetahui seberapa banyak
obat yang melarut dalam medium asam atau basa ( lambung dan usus halus ) (Ansel,1989).

Disolusi merupakan proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu
larutan. Laju pelarutan obat dalam cairan saluran cerna merupakan salah satu tahapan penentu
(rate limiting step) absorpsi sistemik obat. Laju pelarutan obat di dalam saluran cerna
dipengaruhi oleh kelarutan obat itu sendiri. Peningkatan laju disolusi obat merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki permasalahan bioavaibilitas (Sutriyo. Dkk,
2005).

Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem
penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh
sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat
aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan
padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis
kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Anief, 1997).

Dalam teori disolusi di anggap bahwa lapisan difusi air (aqueous diffusion layer) atau lapisan
cairan stagnan dengan ketebalan h ada pada permukaan zat padat yang sedang
berdisolusi.ketebalan h ini menyatakan lapisan pelarut stasioner di dalam mana molekul-molekul
zat terlarut berada dalam konsentrasi dari C3 sampai C . di belakang lapisan difusi statis tersebut,
pada harga x yang lebih besar dari h, terjadi percampuran dalam larutan, dan obat terdapat pada
konsentrasi yang sama C, pada seluruh fase bulk. (martin, 1990)

Factor-faktor yang mempengaruhi (Martin, et. Al, 2008):

1. Suhu

Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh 5 % dapat di sebabkan oleh
adanya perbedaan suhu satu derajat,

2. Medium

Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 NHCL. Dalam beberapa hal zat tidak larut
dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau surfaktan di gunakan untuk
menambah kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu kondisi sink sehingga kelarutan obat
di dalam medium bukan merupakan penentu dalam proses disolusi. Untuk mencapai keadaan
sink maka perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10
kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh. Masalah yang
mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum digunakan. Gelembung udara
yang terjadi dalam medium karena suhu naik dapat mengangkat tablet, sehingga dapat
menaikkan kecepatan melarut.

3. Kecepatan perputaran.

Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan pengadukan


adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak menghasilkan data yang dapat dipakai
untuk membeda-bedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan
pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium daripada
menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan.

4. Ketepatan letak vertical poros.

Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi dan ketepatan posisi
dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang
tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana.

5. Goyangnya poros

Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat menimbulkan
pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya digunakan poros dan bejana yang
sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros
yang goyang akan dapat lebih mudah dideteksi.

6. Vibrasi

Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua masalah vibrasi
berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya penyebab dari luar. Alas dari busa
mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus
dicek.

7. Gangguan pola aliran

Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat mengakibatkan hasil
disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya filter pada ujung pipet selama
percobaan berlangsung dapat merupaka penyebabnya.

8. Posisi pengambil cuplikan

Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian puncak dayung (atau
keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari
dinding bejana disolusi, karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik
pengadukannya.

9. Formulasi bentuk sediaan


Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah selalu disebabkan
oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga disebabkan oleh kualitas atau
formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang misalnya berperan adalah ukuran partikel
dari zat berkhasiat, Mg stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama dengan
shellak dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor kekerasan
tablet.

10. Kalibrasi alat disolusi

Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini merupakan salah satu
faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak dapat kita melihat adanya kelainan pada
alat. Untuk mencek alat disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet prednisolon
50 mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung atau keranjang
50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan sekali
(Martin, et. al., 2008).

Disolusi sistem dispersi padat dengan obat hidrofobik dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
kelarutan obat dalam pembawa. Dalam hal ini, penambahan surfaktan dapat meningkatkan laju
disolusi obat yang sukar larut dalam air. Salah satu surfaktan yang biasa digunakan dalam system
dispersi padat adalah natrium lauril sulfat (Alatas, dkk, 2006).

Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan suatu obat anti inflamasi
nonsteroid yang digunakan secara luas untuk mengurangi nyeri, dan inflamasi yang disebabkan
oleh beberapa kondisi seperti, osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Ketoprofen praktis tidak
larut dalam air .Kecepatan disolusi dan ketersediaan hayatinya rendah. Berbagai upaya untuk
meningkatkan ketersediaan hayati ketoprofen pada pemberian oral telah banyak dilakukan dalam
bentuk dispersi padat. (Alatas,dkk, 2006)

Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain (Martin et al, 1990) :

1. Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaanefektif
dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akandiperbesar karena
kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam airjuga mempengaruhi laju
disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebihmudah larut dari pada obat berbentuk asam
maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika
pelarutan yangberbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal
secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentukamorf,
kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi dari pada bentuk kristal.

1. Faktor alat dan kondisi lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan
kecepatan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan
pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akansemakin cepat sehingga
dapat menaikkan kecepatan pelarutan Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari
medium, serta pengambilan sampel jugadapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.

1. Faktor formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapatmempengaruhi
kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan mukaantara medium tempat obat
melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secaralangsung dengan bahan obat. Penggunaan
bahan tambahan yang bersifat hidrofobseperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan
antar muka obat denganmedium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk
kompleksdengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang
membentukkompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat
terdisolusimenjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C. H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida

Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. UGM Press. Yogyakarta.

Alatas, Fikri dkk. 2006. Pengaruh Konsentrasi PEG 4000 Terhadap Laju Disolusi

Ketoprofen Dalam Sistem Disperse Padat Ketoprofen-PEG 4000. Majalah Farmasi Indonesia,
17(2), 57 62, 2006.

Ditjen POM., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan RI,

Jakarta.

Martin, Alfred et al. 1990.Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Penerbit

Universitas Indonesia

Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. 2008. Farmasi Fisik 2. Universitas Indonesia

Press. Jakarta.
Sutriyo dkk. 2005. Pengaruh Polivinil Pirolidon Terhadap Laju Disolusi Furosemid

Dalam Sistem Dispersi Padat. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.1, April 2005, 30 42

Anda mungkin juga menyukai